Nindira Aryudhani, S.Pi, M.Si
“Pangan,
sandang, papan” sebagai slogan kebutuhan primer nampaknya terancam direvisi.
Hal ini disebabkan oleh mimpi buruk yang di tahun 2011 ini menjadi kenyataan,
yaitu krisis pangan. Kondisi ini memunculkan sejumlah pernyataan kekhawatiran
dan spekulasi, antara lain dari Josette Sheeran, Kepala Program Pangan Dunia (World Food Programme). Sheeran
mengungkapkan bahwa bersamaan
dengan krisis minyak, saat ini dunia juga dilanda krisis pangan yang terutama
menjadi lebih nyata sejak Januari 2008. Sama halnya dengan harga minyak yang
akhir-akhir ini terus meninggi, krisis pangan juga diperkirakan menandakan
telah lewatnya masa harga pangan yang rendah yang telah berlangsung selama tiga
dasawarsa yang lalu. Dilain pihak, berbeda dengan krisis minyak yang memang
telah diketahui akan secara cepat atau lambat muncul mengingat telah tuanya
sumur-sumur minyak dunia dan tidak ditemukannya ladang-ladang minyak baru,
krisis pangan datangnya hampir secara tak terduga. Ada yang menganalogkan
kejadian krisis pangan ini sebagai suatu “silent tsunami”.
Terkait dengan prediksi Menteri
Pertanian AS dan Lembaga Pangan dunia (FAO) bahwa Indonesia tahun 2011 memang
akan mengalami big crisis di bidang pangan,
masyarakat dan para pengambil kebijakan harus mewaspadai adanya korporasi global
yang akan memanfaatkan isu ini untuk mengeruk keuntungan.
Hal ini dibuktikan oleh pernyataan Bambang Heriyanto, Kepala Dinas Pertanian dan Tanaman Pangan (Disperta) Sumenep, bahwa wilayahnya bukan rawan pangan, tapi rawan ketersediaan pangan. Bambang mengatakan,
disebut rawan ketersediaan pangan karena struktur tanah di wilayah kepulauan
yang tidak produktif untuk ditanami padi dan bahan pangan lainnya. Kalau pun
ada, berupa sawah tadah hujan yang hanya dapat ditanami saat musim hujan (tempointeraktif.com, 23 Maret
2011).
Indonesia
pun bersiaga menghadang krisis pangan dunia mengingat Indonesia disebut berada
di jurang krisis pangan
jika masyarakat tak mampu mengakses harga pangan. Fakta tentang kondisi pangan Indonesia mengungkap data dari Kementrian Pertanian bahwa Indonesia surplus beras 5,347 juta ton pada tahun 2011,
namun anehnya Kementerian Perdagangan mengeluarkan kebijakan untuk mengimpor
beras sekitar 1,5 juta ton. Di dunia, beberapa negara surplus dan beberapa kekurangan, distribusinya
menjadi masalah.
Disamping
itu, sumber daya tanaman, genetik, dan lahan Indonesia masih cukup luas
untuk memenuhi kebutuhan pangan, masalahnya adalah distribusi dan harga. Yang
memprihatinkan adalah kondisi masyarakat miskin yang tak memiliki daya beli
terhadap pangan. Fakta
lain yang harus diwaspadai adanya indikasi kebijakan impor beras transgenik.
Varietas transgenik memiliki produktivitas lebih tinggi. Siapa yang menyedikan
produk transgenik.
Siapa yang menguasainya? Duppon, Monsanto dari Amerika. Sudah terdeteksi ada
upaya untuk mengarahkan penggunaan produk transgenik mereka.
Kajian kritis terhadap kondisi riil
yang ada di masyarakat dan sistem pengelolaan yang sesuai dengan syari’at Islam menjadi poin kunci dalam
menghadapi persoalan ini. Faktanya, negara saat ini tidak mengambil posisi untuk melindungi dan
menjamin kesejahteraan rakyat. Dalam sistem kapitalisme, negara tidak
bertanggungjawab untuk memenuhi kebutuhan dasar rakyatnya,
yaitu pangan, sandang dan
papan. Padahal seharusnya negara bertanggung jawab memprioritaskan kesejahteraan
petani dan rakyatnya. Negara hanya berupaya agar pendapatan perkapita rakyat secara
agregat mengalami peningkatan tanpa melihat apakah masing-masing individu
rakyatnya mampu memenuhi kebutuhan dasarnya. Hal ini tampak dari kebijakan yang
pro kepada pemilik modal. Bulog melalui sistem tender kepada 24 perusahaan, 16
diantaranya perusahaan asing. Hal ini menjadi mekanisme distribusi memberikan peluang
pada pemilik modal besar mendapat keuntungan. Dengan demikian pemenuhan kebutuhan
pangan lagi-lagi menjadi tanggungjawab rakyatnya sendiri. Pangan tetap
dipandang sebagai komoditas yang memliki harga yang harus dibayar oleh siapapun
yang ingin mengkonsumsinya.
Belum lagi kebijakan luar negeri yang
terikat dengan aturan internasional semacam WTO. Ada kesepakatan yg harus
diadopsi mengikuti mekanisme perdagangan global. Pembatasan kuota, tarif
otomatis berpengaruh terhadap kebijakan ekspor dan impor. Sekalipun Indonesia
adalah Negara peringkat ke-3 penghasil beras dan tidak kekurangan pangan (data
FAO), tapi masih dihantui krisis pangan. Saat ini terjadi kondisi yang ironis di dunia, banyak
kemiskinan, kelaparan dan gizi buruk di negara dunia ketiga, sementara fenomena
obesitas dan pesta kuliner menjadi trend di Negara maju.
Jadi
sebenarnya Indonesia tidak krisis pangan, tapi yang
bermasalah adalah kebijakan sistem dalam distribusi pangan. Sistem kapitalisme-lah yang menjadi biang kerok tidak terdistribusinya
pangan di dunia yang menghantarkan seolah-olah dunia mengalami krisis pangan.
Permasalahan yang ada termasuk masalah pangan bisa diselesaikan dengan Islam. Umat membutuhkan satu sistem dan kepemimpinan yang menjamin
kesejahteraan umat manusia, yaitu Khilafah Islamiyah. Islam juga mengatur
sistem politik ekonomi, juga sistem politik pertanian. Islam memberikan jaminan
terpenuhinya kebutuhan pokok, sandang, pangan, papan, kemanan, dan kesehatan.
Khilafah Islamiyah dalam kebijakan
pangan berkonsentrasi pada tercapainya peningkatan produksi, menyuburkan lahan,
menghasilkan kualitas yang baik digunakan rakyatnya, menjamin suplai benih
untuk petani dan upaya efisiensi dan efektifitas teknologi. Garis tegas yang
membedakan Kebijakan Khilafah Islamiyah adalah politik pelayanan untuk rakyat,
bukan kapitalisisasi kepentingan atau keberpihakan pada korporasi.
Kebijakan pengelolaan tanah bukan
dengan pembebasan tanah untuk investasi asing, tapi memberikan jalan kepada
siapa saja muslim dan non muslim untuk menghidupkan tanah mati. Soal
distribusi, Khilafah bisa melakukan impor pada konsidi insidtental darurat,
namun tidak sembarang membeli kepada negara mana saja, tergantung pada hubungan
politik luar negeri yang dijalin dengan Khilafah Islamiyah.
Jadi lagi-lagi, hanya syari’at Islam-lah yang dapat menyelesaikan berbagai persoalan
umat dan mendatangkan kesejahteraan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar