Jumat, 06 September 2013

Dua Minggu, Tarif THB Masih Bikin Bete

Nindira Aryudhani, S.Pi, M.Si

Hampir dua minggu pemberlakuan tarif THB (Tiket Harian Berjaminan) pada KRL Commuter Line (CL) Jabodetabek masih hangat menjadi perbincangan. Mulai dari keribetannya, penumpang mengeluh waktu yang terbuang, kerepotan harus bolak-balik ke loket untuk menukar uang jaminan, bahkan ada yang tak bisa menukar kembali uang jaminannya (liputan6.com, 27/08/2013), loket penjualan tiket yang tak semuanya buka padahal banyak loket di beberapa stasiun besar, hingga pembicaraan ibu-ibu di gerbong khusus wanita tentang AC yang tak manusiawi padahal mereka sebelum naik kereta sudah direpotkan dengan sistem tiket baru ini. Belum lagi saat mengularnya antrean tiap hari Senin pagi di Stasiun Besar Bogor, membuat para penumpang yang sebagian besar bekerja di Jakarta itu akhirnya mengomel tanda tak puas dengan pelayanan PT KAI Commuter Jabodetabek (PT KJC).

THB, Kebijakan Baru PT KJC

Ya, hilangnya sekitar 800 Ribu tiket KRL sekali jalan atau yang dikenal dengan Kartu Single Trip selama E-ticketing, menjadikan PT KAI membuat kebijakan baru. Dalam siaran pers-nya (www.krl.co.id), PT KJC menyatakan bahwa sistem THB ini diterapkan karena menjadi fokus penting pada evaluasi yang dilakukan oleh PT KJC. Selain terus melakukan penertiban dan menguatkan pengamanan di Stasiun, PT KCJ juga akan menerapkan sistem uang jaminan sebesar Rp 5.000,- pada Kartu sekali jalan tersebut.

Pada prinsipnya untuk mendapatkan THB seluruh penumpang tetap harus ke loket setiap akan melakukan perjalanan, namun ada dua biaya yang harus dibayarkan yakni harga tarif sesuai jumlah stasiun yang akan dilewati dan Uang Jaminan sebesar Rp 5.000,- (lima ribu rupiah). Uang jaminan tersebut tidak hilang atau hangus selama pengguna mengembalikan tiket tersebut (melakukan Refund) atau pembelian rute perjalanan berikutnya atau perjalanan baru di loket Stasiun sesuai aturan yang berlaku. Pada THB, jika tidak dikembalikan pada hari yang sama maka penumpang akan diberi masa tenggang selama 7 hari setelah hari pembelian terakhir, namun jika melewati masa 7 hari tersebut maka uang jaminan pada tiket hangus dan tidak dapat digunakan lagi untuk pembelian rute perjalanan berikutnya. Selain melewati masa tenggang, uang jaminan pada THB juga akan hangus jika penumpang tidak melakukan tapping out pada perangkat E-Ticketing di gate out (keluar tidak melalui pintu resmi).

Tata cara penggunaan THB di Gate out (Stasiun tujuan) juga berbeda dengan Kartu Single Trip. Saat ini di Stasiun tujuan kartu single trip harus dimasukkan pada Card Slot Gate out, namun pada THB di Stasiun tujuan penumpang hanya cukup melakukan tapping kembali pada perangkat gate out. Diharapkan penerapan THB ini dapat menjadi cara yang efektif pada penerapan E-Ticketing sehingga sirkulasi kartu dapat terjaga dengan baik.

Penerapan THB juga bersifat permanen. Artinya, itu akan terus diterapkan hingga seluruh ‘jalan tikus’ keluar stasiun ditutup dari capaian saat ini sudah 90%. Dengan begitu, tidak ada lagi celah bagi penumpang untuk tidak mengembalikan tiket. THB diterapkan guna mengurangi kehilangan tiket elektronik yang mencapai 20.000 per hari atau sekitar 700.000 dalam sebulan dengan kerugian mencapai Rp 3 miliar (www.investor.co.id, 28/08/2013).

THB, Kebijakan Bermotif Ekonomi

Penerapan THB mendongkrak 30% penjualan tiket elektronik multitrip menjadi total sekitar 200.000 dari sebelumnya berkisar 150.000-160.000 tiket. Namun begitu, penjualan tiket ini belum ideal untuk jumlah penumpang KRL CL yang mencapai sekitar 600.000 orang. Direktur Utama PT Kereta Api Indonesia, induk usaha KCJ, Ignatius Jonan menuturkan, jumlah tiket elektronik multitrip idealnya terjual sebanyak 250.000 tiket agar bisa meningkatkan pelayanan penumpang reguler KRL CL. Menurutnya, penambahan jumlah penjualan tiket multitrip terjadi dalam lima hari sejak diterapkan THB. Adapun sebelum THB diberlakukan, penjualan tiket multitrip sebanyak 150.000-160.000 dalam 1,5 bulan (www.investor.co.id, 28/08/2013).

Memang, harus disadari bahwa sebagian besar orang bekerja ke Jakarta memilih KRL karena memang lebih ekonomis dibandingkan naik angkutan umum bermotor. Namun, bagaimanapun keadaannya dan apapun alasan PT KJC, di lapangan nyata bahwa sistem pelayanan masyarakat mereka hanya bermotif ekonomi. Tak ada sedikitpun motif untuk memudahkan urusan atau keperluan masyarakat pengguna alat transportasi KRL. Konsep modernisasi E-Ticketing membuktikan bahwa teknologi justru mempersulit, bukan memudahkan.

Memang apa salahnya jika penjualan tiket dilakukan dengan cara yang lebih sederhana? Benarkah kesan high-tech itu selalu bernilai positif? Tidakkah ini hanya semacam lifestyle yang jika tak dilakukan akan membuat rakyat negeri ini sepertinya ketinggalan zaman? Padahal, kemudahan pelayanan itu tak harus berkesan high-tech. Dan, apakah benar bahwa hilangnya kartu single trip hanya karena terbawa oleh para penumpang yang mungkin lewat jalan tikus?

Harus disadari bahwa manajerial pelayanan publik itu memang harus punya paradigma. Jika paradigma bungkus high-tech secara fisik saja yang dikejar, maka wajar jika target utama pengambil kebijakan untuk memudahkan dan menyejahterakan masyarakat yang diurusnya jelas takkan pernah tercapai. Terlebih ketika motif ekonomi telah mendominasi. Akibatnya, berbagai urusan administratif dan birokratif seolah makin asyik jika dipersulit.

Akibat dari hilangnya kartu single trip pun harus ditanggung oleh penumpang dengan adanya sistem THB. Padahal sangat mungkin bahwa itu juga disebabkan oleh tak memadainya fasilitas Gate Out di sejumlah stasiun, apalagi stasiun yang kecil dan tak punya lahan lagi untuk memperluas area pelayanan karena sudah berdesakan dengan kepentingan pencaharian lain seperti tempat ngetem angkutan umum atau pangkalan ojek. Jadi ini bukan semata-mata kesalahan penumpang yang lupa tak memasukkan kartu single trip di Card Slot Gate Out stasiun.

Apalagi sebelum pemberlakuan THB, yaitu tarif progresif pada bulan Juli lalu, ternyata PT KAI belum mendapatkan keuntungan. Pendapatan PT KCJ justru menurun meskipun bertambah jumlah penumpang, karena penumpang yang sebelumnya pelanggan KRL Ekonomi berpindah ke CL. Dari data sepuluh hari menjelang dan setelah pemberlakukan tarif progresif menyebutkan, jumlah penumpang KRL CL melonjak drastis yakni 26,9% sedangkan secara keseluruhan penumpang KRL naik 9,4%. Kenaikan signifikan penumpang KRL CL ditunjang oleh penumpang KRL Ekonomi yang berpindah ke CL karena tarifnya turun. Jumlah penumpang KRL Ekonomi pun turun hampir 80% pada periode tersebut sebelum akhirnya KRL Ekonomi dihapuskan. Akhirnya, kondisi ini dapat dijadikan momentum pemerintah maupun PT KAI sebagai operator untuk meraup penumpang sehingga mendukung program nasional penghematan konsumsi BBM, antipolusi serta kemacetan. Dengan kata lain, keuntungan ekonomi memang menjadi target PT KAI (beritasatu.com, 15/07/2013).

Islam: Manajemen Bagian dari Urusan Politik

Islam, sebagai mabda (ideologi), selalu punya solusi tentang problematika sosial-kemasyarakatan. Islam mampu bicara tentang perkara umat karena disamping sebagai aqidah ruhiyah (agama), Islam juga merupakan aqidah siyasiyah (politik). Politik dalam Islam bermakna mengurusi urusan umat. Maka dalam Islam, perkara politik akan diurus secara integral oleh kepala negara (khalifah) sebagai penanggung jawab urusan umat yang hidup dalam negara yang dipimpinnya.

Kepala negara sebagai penanggung jawab urusan umat telah dicontohkan oleh Rasulullaah saw dan beliau bersabda: “Sesungguhnya seorang imam (penguasa) itu (bagaikan) perisai. Orang-orang berperang di belakangnya, dan juga berlindung dengannya. Maka jika ia memerintah (berdasarkan) takwa kepada Allah ta’ala dan berlaku adil, maka baginya pahala. Akan tetapi jika ia memerintah tidak dengan (takwa pada Allah dan tidak berlaku adil) maka ia akan mendapatkan balasannya.” (HR. Muslim no.3428). Juga sabda beliau saw sebagai pengingat dan peringatan: “Sebaik-baik pemimpin kalian adalah kalian cinta kepada mereka, dan mereka pun mencintai kalian. Mereka mendoakan kalian dan kalian pun mendoakan mereka. Dan seburuk-buruk pemimpin kalian ialah kalian benci kepada mereka, dan mereka pun benci kepada kalian. Kalian melaknat mereka, dan mereka pun melaknat kalian…” (HR. Muslim no. 3447).

Rasulullaah saw sebagai sebaik-baik teladan, sangat memperhatikan kemudahan urusan layanan publik. Dalam Kitab Struktur Negara Khilafah (2008) dinyatakan bahwa manajemen berbagai urusan negara dan berbagai kepentingan masyarakat ditangani oleh departemen, jawatan, serta unit-unit yang didirikan untuk menjalankan urusan-urusan negara dan memenuhi kepentingan-kepentingan masyarakat tersebut. Rasulullaah saw secara langsung mengatur departemen-departemen.

Departemen merupakan lembaga administratif tertinggi untuk satu kemaslahatan di antara berbagai kemaslahatan negara seperti kewarganegaraan, transportasi, pencetakan mata uang, pendidikan, kesehatan, pertanian, ketenagakerjaan, jalan, dan sebagainya. Departemen itu mengurusi manajemen departemen itu sendiri, jawatan-jawatan, dan unit-unit yang ada di bawahnya.

Beliau juga menunjuk para penulis untuk mengatur departemen-departemen itu. Rasulullaah saw secara langsung mengatur berbagai kepentingan masyarakat di Madinah. Beliau juga secara langsung memelihara urusan-urusan mereka, mengatasi berbagai permasalahan mereka, mengatur berbagai interaksi mereka, menjamin kebutuhan-kebutuhan mereka, serta mengarahkan mereka pada sesuatu yang menjadikan urusan mereka semakin baik. Semua ini termasuk dari perkara-perkara administratif yang memudahkan kehidupan mereka tanpa banyak problem dan kerumitan.

Beliau juga meminta bantuan kepada beberapa orang Sahabat untuk menjalankan hal itu. Dengan demikian, pengaturan berbagai kemaslahatan rakyat itu merupakan salah satu fungsi struktur negara yang ditangani oleh Khalifah, atau Khalifah dapat mengangkat direktur profesional untuk mengurusinya. Karena itu, hendaknya terdapat struktur departemen yang mengurusi kemaslahatan masyarakat. Setiap departemen dikepalai oleh seorang direktur profesional yang menguasai berbagai sarana dan cara untuk memudahkan kehidupan rakyat serta memberikan berbagai pelayanan yang dibutuhkan rakyat tanpa kerumitan, bahkan dengan penuh kemudahan dan kesederhanaan.

Khatimah

Subhanallaah, Islam sangat detil bicara strategi dalam mengatur kepentingan masyarakat dilandasi dengan kesederhanaan aturan, kecepatan pelayanan, dan profesionalitas orang yang mengurusinya. Hal ini diambil dari realitas pelayanan kepentingan itu sendiri. Orang-orang yang memiliki kepentingan menginginkan kecepatan dan kesempurnaan pelayanan.

Rasulullaah saw pernah bersabda: “Sesungguhnya Allah telah mewajibkan berlaku ihsan dalam segala hal. Jika kalian membunuh (melaksanakan qishâsh) maka lakukanlah pembunuhan itu secara ihsan (baik/sempurna). Jika kalian menyembelih maka lakukan penyembelihan itu secara baik/sempurna...” (HR Muslim dari Syadad bin Aus).

Ihsân (kebaikan, kesempurnaan) dalam melaksanakan pekerjaan jelas diperintahkan oleh syariah. Untuk merealisasikan kebaikan/kesempurnaan dalam melaksanakan pekerjaan, harus terpenuhi tiga hal berikut dalam manajemennya:

  1. Kesederhanaan aturan; karena kesederhanaan aturan itu akan memberikan kemudahan dan kepraktisan, sementara aturan yang rumit akan menyebabkan kesulitan.
  2. Kecepatan dalam pelayanan transaksi; karena hal itu akan mempermudah orang yang memiliki keperluan.
  3. Pekerjaan itu ditangani oleh orang yang mampu dan profesional. 
Ketiga hal itu menjadi wajib bagi kesempurnaan pekerjaan sebagaimana juga dituntut oleh pelaksanaan pekerjaan itu sendiri.

Jadi, apakah pengaturan tarif THB sudah sesuai dengan strategi manajemen layanan publik yang dicontohkan oleh Rasulullaah saw? Wallaahu a’lam bish showab [].

Selasa, 03 September 2013

Benarkah Miss World Ajang Eksistensi Intelektualitas?

Nindira Aryudhani, S.Pi, M.Si

Intelek, cantik dan berkepribadian, itulah interpretasi slogan 3B-nya (Brain, Beauty, Behavior) Miss World. Kontes kecantikan tertua di dunia ini setiap tahun menghadirkan ratusan peserta yang tak hanya berparas menawan, tapi juga pintar dan berperilaku baik. Ya, Miss World 2013 telah menjelang. Ajang ini akan digelar pada September ini. Bali pun diputuskan sebagai pusat karantina dan Jakarta (tepatnya SICC di Sentul, Bogor) untuk malam final Miss World 2013 (okezone.com, 24/05/2013).

Beauty with a Purpose, Babak Fast Track, Kategori Multimedia
Senada, pun dengan panitia dan para kontestan. Mereka jelas makin sibuk dengan persiapan. Terlebih dengan adanya penambahan klasifikasi penjurian dalam babak fast track, yaitu dari kategori multimedia. Seperti diketahui, biasanya untuk babak tersebut memang hanya ada lima yang dikompetisikan, yakni Beauty with a Purpose, Fashion, Talent, Sport, serta Top Model (okezone.com, 24/05/2013).
Fast track Multimedia merupakan terobosan baru yang dibuat oleh panitia Miss World 2013 di Indonesia. Melalui fast track ini, Liliana Tanoesoedibjo, Ketua Yayasan Miss Indonesia, berharap bisa memperkenalkan Indonesia ke mancanegara (www.cekricek.co.id, 25/05/2013a). “Fast track dari multimedia ini yang terbaru. Nantinya, setiap finalis akan meng-upload aktivitas yang mereka lalui di jejaring sosial. Mereka akan melakukan hal yang besar untuk Indonesia,” jelas Liliana. Tentu saja ini akan menjadi penentu penilaian dari setiap kontestan. Bahkan, Liliana menambahkan kalau kontestan yang paling aktif-lah yang akan mendapat nilai tertinggi. “Siapa yg sering meng-upload paling sering dan follower-nya banyak juga poinnya lebih tinggi,” imbuhnya. (okezone.com, 24/05/2013).
Kabarnya, Vania Larissa (Miss Indonesia 2013), wakil Indonesia di ajang Miss World nanti, mengincar tiga kategori fast track, yaitu Miss Talent, Top Model dan Multimedia. “Fast track yang diincar itu talent tentunya karena saya menyanyi seriosa. Tapi Top Model juga jadi salah satu incaran. Kemudian Multimedia juga karena bangsa Indonesia memiliki populasi yang besar,” terangnya (www.cekricek.co.id, 25/05/2013b).
Mutakhirnya jejaring sosial maupun laman video online, telah dengan mudah menjadikan kontestan Miss World cepat populer. Terlebih jika intensitas aktivasi akunnya sangat tinggi, bersiaplah untuk segera menjadi selebriti. Namun, bayangkan jika yang dipopulerkan di media itu sebuah ajang kemaksiatan. Bukankah justru kemaksiatan itu makin merajalela? Pasalnya, selain tahun 2013, Indonesia juga dipercaya akan menjadi tuan rumah Miss World berikutnya di tahun 2015 (http://www.citizenjurnalism.com/hot-topics/2013-indonesia-menjadi-tuan-rumah-miss-world/). Tak diragukan lagi.

Brain, Klaim atas Simbol Intelektualitas Peserta Miss World
Jadi makin jelas bukan, bahwa tak ada satu pun kategori penjurian kontes kecantikan semacam ini yang mengedepankan peningkatan taraf berpikir. Apalagi untuk menyelesaikan permasalahan umat, jauh panggang dari api. Semua kategorinya bicara popularitas atas nama kemampuan dan kelebihan fisik semata. Dan untuk jadi pintar, haruskah jadi cantik dulu? Jika ada perempuan yang (maaf) pincang, tapi ia ber-IPK 4,00 dan menjadi lulusan terbaik di perguruan tingginya, apakah ia akan lolos seleksi peserta Miss World?
Wow, konsep 3B dalam kontes ini jelas merupakan konsep dusta untuk membungkus Miss World dan semacamnya agar diterima masyarakat. Kita tentu bertanya-tanya, dalam kontes yang hanya dilakukan beberapa hari, bagaimanakah menilai kecerdasan, kecantikan, dan kepribadian? Yang dinilai hanyalah satu konsep saja, yakni kecantikan. Maka, mendukung ajang ini sama saja dengan melanggengkan penjualan tubuh perempuan. Jika untuk menjadi pintar seorang perempuan harus menjadi cantik dulu, maka betapa sulitnya menjalani kehidupan ini. Karena tidak setiap perempuan bisa ikut kontes Miss World.
Perempuan para peserta Miss World termasuk para perempuan yang menjadikan ide-ide kapitalistik sebagai pijakan. Mereka ‘dengan sadar’ berkontribusi mengajak kaum perempuan selainnya untuk terkooptasi pada ide-ide tersebut. Ironisnya, alih-alih mampu mengangkat nasib perempuan yang diklaim pintar, posisi mereka dalam sistem demokrasi-liberalistik-kapitalistik justru menjadi racun yang kian mengukuhkan kegagalan menyelesaikan persoalan-persoalan perempuan. Sebaliknya, ide-ide kapitalistik-sekular akan makin sukses menjerumuskan perempuan ke dalam jurang kejahiliahan dan kegelapan. Kegelapan ini tidak akan pernah beranjak dari umat secara keseluruhan selama umat Islam mencampakkan aturan-aturan Allah Swt dan Rasul-Nya.
Akhirnya, kehidupan kapitalistik pun merancukan pemikiran perempuan, bahwa untuk mendapatkan hak-haknya, perempuan harus cantik, pintar dan banyak uang. Peran sejati perempuan dikaburkan, disesatkan, dikacaukan bahkan dilenyapkan. Perempuan tak lagi menjadi istri mulia, ibu tangguh, perempuan pejuang. Kehidupan perempuan kembali menjadi hina karena sistem yang digunakan bukan sistem Islam, yang punya cara pandang berbeda 180 derajat dengan cara pandang Islam terhadap perempuan. Kapitalisme akan selalu menjadikan perempuan menjadi barang dagangan, alat promosi berbagai produk untuk menarik pembeli. Harus diakui, Miss World adalah salah satu alat promosi itu. Oleh karenanya, sayang sekali, padahal perempuan terpelajar seharusnya bisa berkiprah dan berkontribusi dalam kemashlahatan umat.

Perempuan Pintar: Takwa dan Visioner
Menuntut ilmu merupakan bagian dari aktivitas ibadah, sebagaimana firman Allah Swt dalam QS. Adz-Dzariyat ayat 56: “Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku.” Dan Allah Swt telah menjamin orang-orang yang berilmu dalam Al-Qur’an: “…niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat…” (QS Al-Mujadilah [58]: 11). Juga firman Allah Swt: “…Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling taqwa di antara kamu…” (TQS Al-Hujuraat [49]: 13). Berdasarkan ayat-ayat tersebut, kepintaran adalah software baginya untuk menuju taqwa.
Selanjutnya, keterpelajaran kaum perempuan untuk kemashlahatan umat nyatanya hanya bisa dengan kebangkitan pemikiran, bukan dengan kontes Miss World. Bangkitnya manusia sejatinya tergantung dari pemikirannya tentang hidup, alam semesta dan manusia itu sendiri, serta hubungan ketiganya dengan sesuatu yang ada sebelum alam kehidupan dan sesudah kehidupan dunia. Sebab, pemikiranlah yang membentuk dan memperkuat persepsi (mafahim) terhadap segala sesuatu. Namun, persepsi ini tidak akan mengantarkan kepada kebangkitan yang benar, kecuali jika sesuai dengan fitrah manusia, memuaskan akal dan memberikan ketenangan hati. Maka tidak bisa tidak, persepsi itu hanyalah yang berlandaskan Islam, yang menjelaskan bahwa di balik alam semesta, manusia dan kehidupan, terdapat Allah Swt. Oleh karena itu, dalam perbuatan seorang hamba harus ada keyakinan akan hubungannya dengan Allah Swt secara mutlak sebagai bentuk ketaqwaannya.
Kegemilangan peradaban, sebagaimana yang pernah dicapai belasan abad oleh umat Islam terdahulu, tidak bisa dipisahkan dari keberhasilan peran para ibu. Panggung peradaban Islam tak hanya didominasi oleh laki-laki. Perempuan pun muncul untuk berkontribusi. Perempuan menjadi sosok yang memahami kemuliaan cahaya Islam dan tak kenal lelah mendidik umat untuk memahami cahaya petunjuk tersebut. Hal ini telah bermula sejak zaman Nabi Muhammad saw dan para shahabatnya saat merintis masyarakat berperadaban, yaitu peradaban yang menyatukan iman, ilmu, amal dan jihad. Inilah yang disebut oleh para ulama, “Orang Barat bisa maju karena meninggalkan agamanya, sedangkan kaum Muslimin hanya akan maju jika ia mendalami agamanya.”
Para perempuan Muslimah yang berkiprah untuk perubahan dengan tidak menjadikan penerapan syariah Islam dalam Khilafah sebagai jalan dan target perubahan, maka mereka akan merasa lelah dan sia-sia karena perubahan hakiki tidak akan pernah terwujud. Kiprah perempuan Muslimah dalam upaya penegakan Khilafah ini telah disambut oleh Allah Swt dalam QS Ali ‘Imran [3] ayat 195: “Sesungguhnya Aku tidak menyia-nyiakan amal orang-orang yang beramal di antara kamu, baik laki-laki atau perempuan, (karena) sebagian kamu adalah turunan dari sebagian yang lain...” Dengan demikian bukanlah mimpi, bahwa Khilafah adalah model pemerintahan cemerlang yang juga akan melahirkan generasi cemerlang hingga masyarakat yang bernaung di dalamnya memperoleh kesejahteraan dan meraih kemuliaan di dunia dan akhirat, insya Allah.
Wallaahu a’lam bish showab [].