Sabtu, 27 Februari 2016

Habis Valentine, Positiflah Test Pack

Nindira Aryudhani, S.Pi, M.Si

Muqodimah

Terinspirasi dari kisah beberapa teman yang tengah hamil trimester pertama, yang tanpa sengaja berdekatan dengan tanggal 14 Februari tahun ini. Sebagai catatan awal, kehamilan mereka jelas. Jelas pengecekan pertama biasanya positif dengan test pack, jelas proses pernikahannya, dan jelas juga siapa bapak dari si janinnya, karena mereka memang pengantin baru. Ada juga yang pengantin lama, maksudnya kehamilan anak kedua, ketiga, atau lebih.

Namun dari balik Valentine’s Day itu sendiri, ternyata kehamilan bisa menjadi fenomena. Meski belum menemukan data penggunaan test pack atau data aborsi setelah momen ‘cinta’ tersebut, tapi setidaknya bisa ditebak dari data hasil penjualan kondom pra-V-day dan data penggrebekan saat hari-H-nya.

Begini ceritanya. Berawal dari kisah Penjabat (Pj) Walikota Samarinda, Meiliana, yang tampak geram saat mengungkapkan fakta baru. Sepekan ini, pembelian alat kontrasepsi kondom sangat tinggi. Akibatnya, stok barang di pasaran kosong. Diduga kondisi ini terkait dengan peringatan Hari Kasih Sayang (Valentine's Day), Minggu, 14 Februari (kaltim.tribunnews.com, 12/02/2016).

Kondom Laris Manis, Penjualan Minuman Keras Naik 50 Persen

“Kondom kosong di apotek. Ini kan sangat bahaya. Kalau yang menggunakan orangtua tidak masalah, kalau yang menggunakan anak di bawah umur bagaimana? Kita harus bergerek, kalau tidak kita siapa lagi,” kata Meiliana. Terkait fenomena tersebut, Meilina kemudian membuat surat edaran ke kalangan sekolah. Ia juga mengaku telah menginstruksikan Satpol Pamong Praja agar merazia tempat hiburan malam pada malam perayaan Valentine, Sabtu atau Minggu (13-14/2/2016). “Nanti salah satunya juga dirazia hotel,” ujar Mei sembari menyebut imbauan serupa diberikan kepada manajemen hotel-hotel di Kota Tepian (kaltim.tribunnews.com, 12/02/2016).

Belum lagi dengan kisah dari kota di pulau seberang, Makassar, dimana sebanyak 15 pasangan mesum terjaring dalam razia malam Valentine di sejumlah hotel di Makassar. Razia tersebut digelar oleh Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Pemkot Makassar pada Sabtu (13/02) malam. Ke-15 pasangan yang tergolong muda-mudi ini diamankan saat berduaan di dalam kamar dan tidak membawa Buku Nikah. Dalam penggerebekan ini juga diamankan beberapa alat kontrasepsi, tisu magic dan obat kuat. Mereka diangkut menggunakan truk milik Satpol PP menuju kantor Balaikota Makassar untuk diambil datanya sebelum dijemput keluarganya.

Menurut Kabid Penegakan Hukum dan Perda Satpol PP Makassar Edward Supriawan, operasi penertiban ini bertempat di 10 wisma dan hotel kelas melati yang ada di Makassar dan dilakukan berdasarkan Perda No 10 tahun 2012 tentang pengawasan, pengendalian operasi rumah kost, wisma dan hotel. Operasi penggrebekan ini juga terkait Surat Edaran Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Makassar berupa larangan merayakan Hari Valentine bagi pelajar se-kota Makassar, serta perintah langsung dari Walikota Makassar Ramdhan Pomanto untuk menindak pelaku perbuatan asusila, khususnya dalam momen hari Valentine.

”Dalam operasi malam Valentine ini beberapa di antaranya yang diamankan berasal dari mahasiswa, karyawan dan PNS, tahap selanjutnya pendataan dan pembinaan, disinkronkan dengan data 2015, jika ada yang ditemukan sudah pernah diamankan sebelumnya dengan pasangan berbeda maka dia disangkakan melakukan praktek prostitusi dan akan diproses lebih lanjut,” ujar Edward, Sabtu (13/02).

Selain larangan merayakan hari Valentine, Pemkot Makassar juga menerbitkan Surat Imbauan yang ditempel di sejumlah apotek dan mini market terkait larangan menjual alat kontrasepsi pada anak di bawah umur dan orang dewasa yang telah menikah dengan menunjukkan bukti kartu identitas KTP yang dimilikinya (news.detik.com, 14/02/2016).

Nah lho. Jadi, apa kabar seminggu pasca Valentine? Apakah test pack-nya juga bergaris dua alias positif? Ya bisa ditebak kira-kira bagaimana.

Kemudian dilansir oleh JPNN, malam perayaan Valentine Day alias Hari Kasih Sayang diwarnai aksi hura-hura muda-mudi Cileungsi. Selain pesta seks, mereka juga mabuk-mabukan. Tak heran, penjualan minuman beralkohol meningkat hingga 50 persen. Bukan hanya minuman lokal, tetapi juga impor.

”Selain pesta seks, pesta miras kerap dilakukan saat anak muda untuk merayakan hari Valentine. Bahkan stok miras harus ditambah. Terutama minol (minuman beralkohol) jenis anggur merah. Katanya biar fly saat berhubungan badan,” ujar Solehudin (45) penjual minuman beralkohol di bilanngan jalan narogong kepada Radar Bogor, Sabtu (13/02). Selain minol impor dan lokal, minol oplosan pun turut diburu. Jika hari biasa, penjual tuak hanya membuat 1 jeriken, saat hari Valentine memproduksi hingga 1 drum. “Tuak juga banyak yang nyari. Dan Valentine bertepatan dengan hari minggu jadi penjuaan tuak naik 200 persen,” tutur Solehudin (jpnn.com, 14/02/2016).

Sejumlah Pihak Telah Resmi Melarang Perayaan V-Day

Sejumlah pemerintah kota/kabupaten seperti Bandung, Bogor, Makassar, Malang, Gorontalo, dan Surabaya, telah melarang para remaja di kotanya untuk merayakan hari Valentine. Tak terkecuali MUI, juga melarang (baca: mengharamkan) Valentine.

Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Malang, Jawa Timur menetapkan Hari Kasih Sayang atau Valentine’s Day haram dilaksanakan. Alasannya, tidak sesuai dengan norma yang berlaku dan ajaran Islam. Fatwa haram resmi dikeluarkan dengan surat edaran larangan merayakan Valentine’s Day bagi umat Islam. Surat edaran tersebut dikeluarkan sejak 9 Februari 2016 dengan nomor 04/FTW-MUI/KTMLG/II/2016.

Sekretaris Umum Dewan Pimpinan Majelis Ulama Indonesia Kota Malang, Baroni mengatakan tradisi Valentine seringkali mengabaikan norma agama. ”Cenderung hubungan antar lawan jenis yang bukan muhrim,” kata Baroni seperti yang dilansir Radar Malang (Jawa Pos Group), Sabtu (13/02). Selain itu, Valentine tidak dikenal dalam sejarah dan budaya Islam. Sarat dengan perbuatan dosa. Dianggap bisa mengancam pendidikan karakter bangsa, terutama generasi muda.

”Esensi kasih sayang tidak seperti itu,” papar Baroni. Menurutnya, kasih sayang adalah kasih antar suami istri atau memberi bantuan kepada sesama. Bukan kasih sayang dalam hubungan pemuda pemudi sekarang. Bahroni mengatakan tidak seharusnya umat muslim merayakan Valentine. ”Ini melampaui batas dan cenderung hura-hura,” imbuhnya. Melampaui batas dalam artian melampiaskan kasih sayang dengan cara berciuman antar pemuda pemudi.

MUI melalui Bahroni berharap, masyarakat tidak ikut arus dan budaya Valentine. Fatwa haram MUI dikeluarkan karena menanggapi laporan masyarakat. Lalu diadakan musyawarah pada 7 Februari. Yang kemudian dua hari setelahnya, MUI menetapkan fatwa haram. Dasar penetapan berdasar pada Surat Al-Isra’ [17] ayat 32:

وَلَا تَقْرَبُوا الزِّنَا إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاءَ سَبِيلًا

Artinya: “Dan janganlah kalian mendekati zina; Sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. dan suatu jalan yang buruk.”

Dan Sabda Rasulullah Saw:

عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ: نَهَى رَسُوْلُ اللهِ ص اَنْ تُشْتَرَى الثَّمْرَةُ حَتىَّ تُطْعَمَ و قَالَ: اِذَا ظَهَرَ الزّنَا وَ الرّبَا فِى قَرْيَةٍ فَقَدْ اَحَلُّوْا بِاَنْفُسِهِمْ عَذَابَ اللهِ. الحاكم فى المستدرك وقال صحيح الاسناد 2: 43، رقم: 2261

Artinya: Dari Ibnu ‘Abbas, ia berkata: Rasulullah SAW melarang menjual buah sehingga bisa dimakan, dan beliau bersabda, “Apabila zina dan riba sudah merajalela di suatu negeri, berarti mereka telah menghalalkan jatuhnya siksa Allah pada diri mereka sendiri”. [HR. Hakim, dalam Al-Mustadrak, ia berkata shahih sanadnya juz 2, hal. 43, no 2261] (www.jawapos.com, 13/02/2016).

Valentine Tradisi Kafir untuk Legalkan Pergaulan Bebas

Valentine merupakan tradisi yang digencarkan oleh orang-orang kafir untuk melegalkan pergaulan bebas. Valentine merupakan aktivitas yang bukan dari Islam. Jika diperhatikan, alangkah meruginya seorang gadis yang mau hanya diberi sebatang coklat dan setangkai bunga. Terlebih dengan aktivitas seks bebas yang dianggap sebagai puncak perayaan malam Valentine. Sungguh tak sebanding. Momen Valentine jelas memposisikan perempuan dengan penilaian yang sangat murah.

Mengutip pernyataan Ustadzah Irena Handono, Valentine adalah budaya remaja modern yang tidak Islami, yang bersumber dari kaum Nasrani. Valentine yang selalu diperingati setiap tanggal 14 Februari itu merupakan salah satu jebakan dari musuh-musuh Islam untuk menghancurkan generasi muda Islam.

Anehnya, yang sibuk mempersiapkan acara berlabel menghalalkan zina itu justru mayoritas diikuti oleh remaja ber-KTP Islam. Mereka tidak sadar, nilai-nilai yang terkandung dalam Valentine day sebenarnya ‘akidah’ Kristen. Bahkan ketika dinasihati, para remaja itu berkata, “Aku ngerayain Valentine kan buat fun-fun aja….”. Padahal, Valentine’s day itu adalah sinkretisme antara budaya dan agama pagan dengan agama Katholik, yang dilakukan oleh Paus Gelasius pada tahun 498 M. Jadi, Valentine day bukan hal yang baru.

Semua berawal ketika seorang Gelasius khawatir melihat pengunjung gereja hanyalah kakek nenek. Sehingga Gelasius menyadari dan cemas akan masa depan gereja, maka ia membawa budaya yang sedang populer di kalangan Kristen itu masuk ke gereja untuk perubahan. Jika dilihat dari negara asalnya, Valentine day itu berasal dari Athena. Di Athena, Valentine day adalah peringatan pernikahan Zeus dan Hera. Peringatan pernikahannya di sebut Gamelion yang diminati oleh muda-mudi, tapi ada fakta lain yang tak banyak diketahui orang, bahkan orang Kristen sendiri, yaitu Zeus dan Hera adalah kakak beradik. Galesius mengadopsi budaya tersebut masuk ke dalam agama Kristen, tapi diganti tokohnya dengan seorang pastur bernama Valentino yang dikabarkan di bunuh oleh penguasa saat itu karena membela atau menyebarkan kasih sayang.

Baru-baru ini peringatan tersebut dilarang oleh beberapa gereja besar, salah satunya Gereja Ortodoks Timur antara lain Rusia, yang tidak tunduk pada Vatikan. Bahkan gereja tidak memperbolehkan perayaan tersebut dirayakan oleh pelajar, pegawai negeri dan pegawai negara. Menurut penelitian Gereja Ortodoks ‘Sean’ (orang suci) bernama Valentino itu tidak ada. Dengan kata lain, Valentino itu hanya tokoh fiktif, sehingga semua kegiatan tentang Valentine dilarang karena hanya berisi perbuatan maksiat.

Banyak yang salah mengartikan tentang Valentine day tersebut, karena faktanya Valentine day sendiri bukanlah termasuk hari besar. Valentine day adalah sebuah hasil dari budaya yang disalahartikan. Di negara-negara yang mayoritas beragama Kristen, perayaan Valentine day hanya dianggap sebagai hari biasa. Parahnya, hanya di Indonesia perayaan Valentine diadakan dengan sangat meriah dan berlebihan, bahkan sampai menjadi momen pesta seks. Na’udzubillaah.

Memang miris, pemuda dan pemudi Muslim ikut merayakannya tanpa mengetahui sejarah apapun mengenai perayaan tersebut. Pesan yang utama adalah jangan hanya berpegang pada “tidak tahu”, karena awal kehancuran dari ketidaktahuan. Hendaklah kita kembali pada agama Islam untuk mengetahui banyak hal yang Haq (benar). Jangan malas untuk mengetahui banyak hal, terutama kalangan pemuda yang sekarang sudah sangat ahli berselancar di dunia maya. Manfaatkanlah keahlian berselancar tersebut untuk hal-hal yang bermanfaat dan berguna bagi dirinya untuk menghindari dari kehancuran pribadi di masa yang akan datang.

Rusaknya moral remaja masa kini semakin terlihat dari perilaku mereka yang menyimpang. Psikolog, Sani Bidiantini, menjabarkan penelitian yang dilakukan Universitas Indonesia, yang menunjukkan betapa mirisnya pergaulan remaja masa kini. Berdasarkan penelitian UI, 97 persen anak remaja sudah menonton film porno, 62,7 persen remaja wanita sudah tidak perawan, dan 21,2% remaja wanita telah melakukan aborsi. Bahkan didapat angka terbaru dari BKKBN ada 1 dari 5 remaja putri yang dikumpulkan, bahwa salah satu itu hamil (merdeka.com, 26/04/2015). Jadi jelas, sesungguhnya perayaan Valentine tak ubahnya pesta seks bebas itu sendiri. Habisnya stok kondom di apotek adalah salah satu buktinya.

Sabda Rasul saw berikut ini hendaknya tidak disepelekan. Dari Ibnu ‘Umar, Nabi saw bersabda:

مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ

Artinya: “Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk bagian dari mereka.” (HR. Ahmad 2: 50 dan Abu Daud no. 4031. Syaikhul Islam dalam Iqtidho‘ 1: 269 mengatakan bahwa sanad hadits ini jayyid/bagus. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih sebagaimana dalam Irwa’ul Gholil no. 1269).

Na’udzubillaah.

Generasi muslim harus punya prinsip dan jati diri yang bersumber dari Islam. Seluruh kaum Muslimin (yang baligh dan berakal) diperintahkan untuk melakukan amal perbuatannya sesuai dengan hukum Islam. Karena, memang kewajiban atas mereka untuk menyesuaikan perbuatannya dengan segala perintah dan larangan Allah Swt. Sebagaimana firman Allah Swt: “... apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah.” (TQS Al-Hasyr [59]: 7).

Oleh karena itu, telah menjadi sesuatu yang pasti bahwa apa pun yang dibawa Rasul saw tentang suatu hukum akan mencakup setiap perbuatan dan apa-apa yang dilarang olehnya juga mencakup setiap perbuatan. Dengan ini, setiap muslim yang hendak melakukan suatu perbuatan, wajib baginya secara syar’iy mengetahui hukum Allah Swt tentang perbuatan tersebut sebelum ia melakukannya, sehingga ia dapat berbuat sesuai dengan hukum syara’ (Buku Islam Mulai Akar ke Daunnya).

Khatimah

Pengekoran terhadap budaya yang bukan dari Islam inilah yang menjadikan kaum Muslim terpuruk dan dalam kondisi yang cukup parah, dalam hal ini terutama dari kalangan remaja yang sudah banyak melakukan seks bebas. Mengambil ide milik orang Barat adalah kekeliruan yang besar. Karena ini yang menjadi akar permasalahan umat Islam saat ini. Mereka tidak mengemban Islam sebagai ide, justru sebaliknya mengambil ide orang kafir sebagai idenya.

Lebih dari itu semua, seyogyanya semua ide Islam diadopsi dalam bentuk kebijakan negara, sehingga tradisi-tradisi paganisme semacam Valentine tidak terulang. Benteng diri dan keluarga hanya berkekuatan sementara. Benteng itu tetap saja akan tergerus oleh arus Westernisasi jika tak ada kebijakan negara untuk menjaga kemurnian akidah Islam kaum Muslimin. Westernisasi adalah produk sistem kapitalisme-demokrasi-liberal. Karenanya, penandingnya juga harus berupa sistem, yang dalam hal ini adalah sistem dari Sang Khalik, yang tak lain disebut Khilafah Islamiyah, untuk diemban oleh negara, agar kekuatan ide Islam sebanding dengan ide Westernisasi milik Barat.

Wallaahu a’lam bish showab. []

sumber:
https://www.islampos.com/255306-255306/
https://www.islampos.com/255308-255308/ 

Kamis, 18 Februari 2016

Kongres Ibu Nusantara ke-3, Momen Kolosal Persembahan MHTI

Nindira Aryudhani, S.Pi, M.Si

Penghujung 2015 menjadi saksi perhelatan tahunan yang diselenggarakan Muslimah Hizbut Tahrir Indonesia. Kongres Ibu Nusantara (KIN) ini adalah kongres di tahun ketiga pelaksanaannya, sebelumnya KIN 2013 dan KIN-2 2014.

Gempita KIN-3 telah terasa sejak tanggal 19 Desember 2015 lalu. Berbagai kalangan hadir menyuarakan urgensitas peran Negara Sebagai Perisai Hakiki Bagi Ibu dan Anak, tema besar KIN-3. Tak kurang 59 kota menjadi tempat berhelatnya momen kolosal ini. Tiga puluh ribu kaum ibu dan tokoh perempuan dari seluruh Indonesia pun dikalkulasikan hadir dalam KIN.

Jakarta, ibukota negeri muslim terbesar di dunia, menjadi tempat berhelatnya puncak agenda marathon akbar KIN-3. Gema opini KIN-3 mengudara sejak pagi di langit ibukota. Balai Soedirman, Jakarta, 26 Desember 2015, menjadi saksi tercatatnya kehadiran sekira 3000 ibu se-Jabodetabek dengan berbagai latar belakang. Mereka diantaranya muballighah, akademisi, peneliti, mahasiswi, aktivis dan tokoh perempuan. Tak terkecuali kalangan jurnalis dan media massa.

Registrasi peserta dimulai pukul 08.00 wib. Pelaksanaan acara yang tepat waktu membuat peserta makin antusias. Pukul 08.15 wib, para peserta mulai memasuki ruangan dan mengisi kursi-kursi yang tersedia. Pukul 08.30 wib, kongres pun dimulai. Sebagai host pada acara ini adalah Ibu Firda Muthmainah.

Ustadzah Ratu Erma Rahmayanti selaku Mas’ulah Ammah MHTI mengawali kongres dengan membacakan kalimat iftitah. Pada kongres kali ini, dibincangkan penyebab utama penderitan pada ibu, perempuan dan anak-anak serta solusinya yang benar dan tuntas.

“Pertanyaan penting yang harus dijawab dengan tuntas adalah, mengapa keburukan itu tak kunjung berhenti bahkan sudah menjadi monster jahat yang mencengkeram dunia ini? Siapa sebenarnya yang paling bertanggungjawab untuk menjaga dan melindungi Ibu, perempuan dan anak-anak? Apakah mereka sendiri? Ataukah keluarga, atau masyarakat ataukah negara?,” ujar Erma retoris.

Para ibu dan anak hari ini hidup dalam negara sekuler. Negara demokrasi-sekuler bertugas sebagai wasit saja, bukan sebagai pelaku langsung pengaturan dan pemenuhan seluruh kebutuhan hidup rakyat. Rakyat dibiarkan menyelesaikan persoalannya sendiri.

“Fakta membuktikan, saat ini, keluarga pun tak lagi mampu menjaga para perempuan. Karena ternyata pelaku kejahatan itu adalah suami, ayah, paman atau saudara para perempuan itu sendiri. Berharap pada masyarakat yang akan melindungi mereka? Faktanya, masyarakat telah menjadi tempat yang ganas bagi para Ibu, perempuan dan anak-anak. Ibu-Ibu dan perempuan yang terpaksa bekerja di luar rumah, banyak dari mereka yang merasa tidak aman dan tenang. Mereka bersaing sangat keras dengan laki-laki dalam atmosfir dunia publik yang jahanam sehingga membuat mereka sengsara. Sementara, anak-anak dieksploitasi oleh orang dewasa,” papar Erma memanaskan suasana.

“Fakta pun membuktikan, pemerintah tidak sanggup menghentikan penyiaran materi kekerasan dan kepornoan di tengah masyarakat. Sarana edukasi publik berupa media massa, dibiarkan menyebarkan nilai-nilai rusak dan merusak tersebut. Di sisi lain, pemerintah juga tidak sanggup menghilangkan narkoba dan minuman keras. Tak heran, kita dapati orang-orang yang lemah imannya, tidak punya pemahaman dan pengetahuan agama, dengan rangsangan media porno dan benda haram itu, melakukan kejahatan kekerasan dan kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak,” tegas Erma.

“Pemerintah muslim di negeri lain juga tidak mampu melindungi para Ibu dan anak. Di Palestina, alih-alih menjaga dan membebaskan mereka dari kejahatan Yahudi La’natullahu ‘alaihim, justru mereka malah membiarkan kekerasan itu terjadi. Begitu juga dengan pemerintahan di Suriah, anak-anak dibiarkan dibunuh,” urai Erma.

“Hanya negara yang menerapkan aturan buatan Allah Swt, yaitu Daulah Khilafah Islamiyyah, yang punya visi untuk menjaga dan melindungi rakyatnya, termasuk para ibu dan anak. Khilafah tidak akan membiarkan tersebarnya nilai-nilai dan materi kepornoan dan kekerasan sama sekali. Khilafah akan mengarahkan isi media massa baik cetak, audio dan audiovisual untuk penanaman tsaqofah Islam (pendidikan dan peradaban Islam) terhadap rakyat. Sistem media publik ini akan digunakan sebagai dakwah dan propaganda ke luar negara agar publik di luar negara Islam menyaksikan keagungan, keluhuran dan kesejahteraan umat dalam naungan Khilafah Islam,” pungkas Erma.

Sementara tiga orator kongres, adalah Ustadzah Asma Amnina, Ustadzah Iffah Ainur Rochmah, dan Ustadzah Dedeh Wahidah Achmad.

Orator pertama, Ustadzah Asma Amnina, anggota DPP MHTI, menyampaikan tentang ketiadaan jaminan perlindungan bagi ibu dan anak dalam kapitalisme.

“Berbagai konvensi internasional tentang perempuan dan anak diratifikasi oleh pemerintah menjadi UU. Dengan mengatasnamakan pembelaan terhadap hak perempuan dan anak, kesetaraan gender, pengentasan kemiskinan dan kebodohan, muncullah berbagai program yang tampaknya berpihak kepada kebaikan perempuan,” cetus Asma.

“Namun semua program itu sesungguhnya adalah racun berbalut madu. Padahal tanpa sadar, semuanya berupa eksploitasi perempuan, perempuan sebagai tumbal pemiskinan yang ditimbulkan oleh penerapan sistem ekonomi liberal, perempuan dicabut dari fitrah keibuannya dan menyetop jumlah generasi Islam hingga melumpuhkan negeri ini agar tidak bangkit dengan generasi mudanya yang berkualitas,” tegasnya.

“Jauh panggang dari api, itulah ungkapan yang tepat, untuk solusi yang diberikan oleh Kapitalisme dalam mengangkat nasib kaum perempuan dan anak. Hal ini karena memang di dalam sistem kapitalisme liberal, hakikatnya Negara telah berlepas diri untuk mengurusi rakyatnya. Para perempuan dibiarkan berusaha untuk mengurusi dirinya sendiri dengan bekerja. Namun bagi yg tidak mampu bekerja, tak ada satu solusi pun yang bisa diberikan oleh Negara untuk menjamin kebutuhan hidupnya,” getir Asma.

“Oleh sebab itu, umat sangat membutuhkan Khilafah dan seorang Khalifah sebagai pelindung sejati. Saatnya umat mencampakkan sistem kapitalisme-liberal yang rusak dan merusak serta menggantikannya dengan sistem Islam dalam naungan Daulah Khilafah Islamiyah,” pungkas Asma.

“Media massa telah menjadi alat perang efektif bagi penjajahan Barat atas kaum muslimin. Karena media secara sengaja bahkan sistematis diarahkan dan difungsikan untuk melemahkan umat Islam, menghancurkan identitasnya, dan mengokohkan penjajahan politik-ekonomi dan budaya mereka,” ungkap Ustadzah Iffah Ainur Rochmah, orator kedua yang tak lain adalah Juru Bicara Muslimah HTI, dalam orasi yang berjudul Media dalam Khilafah Melindungi Ibu dan Anak.

“Dalam kapitalisme, media berorientasi hiburan dan bisnis. Sementara, dalam Islam media mewujudkan fungsinya sebagai sarana edukasi dan informasi. Negara khilafah tidak akan mengadopsi prinsip kebebasan pers. Khilafah melindungi perempuan agar tidak menjadi korban media, karena perempuan adalah kehormatan. Perempuan bukan barang dagangan dan bukan gula-gula penarik perhatian pembeli,” urai Iffah panjang lebar.

“Khilafah juga melindungi anak-anak dari tayangan–tayangan sampah yang membuat kecanduan atau mengajarkan kekerasan dan kepornoan. Media bagi anak-anak generasi didominasi dorongan berperilaku positif sebagaimana dicontohkan generasi-generasi sukses dalam peradaban Islam, bukan karakter-karakter khayalan dengan kekuatan super,” tambahnya.

“Khilafah akan mewujudkan media yang sehat, mencerdaskan, dan melindungi umat. Negara akan tegas menghapus semua media yang menghantarkan pada keharaman baik dalam bentuk buku, majalah, tayangan TV atau konten-konten virtual. Khalifah akan menetapkan media ditangani khusus oleh Departemen Penerangan (daairat i’lamy) yang bertanggung jawab langsung pada khalifah, tidak menjadi bagian dari mashalihun naas,” tandas Iffah.

Tak lama berselang, Iffah memimpin jalannya konferensi pers, yang dihadiri oleh sejumlah jurnalis dari berbagai media massa. Didampingi oleh Tim Media MHTI, Iffah membacakan Press Release.

Orator ketiga, Ustadzah Dedeh Wahidah Achmad, menyampaikan urgensitas khilafah sebagai perisai hakiki kehormatan perempuan dan anak.

“Sudah nampak jelas bahwa kapitalis sekuler telah mengeksploitasi para perempuan, menempatkan mereka layaknya komoditas-dianggap berharga ketika mampu menambah pundi-pundi dan akan dicampakkan manakala tidak berdaya lagi untuk mendatangkan uang. Para perempuan dipaksa untuk terjun dalam kerasnya dunia kerja dengan diiming-imingi gelar penyelamat ekonomi keluarga atau sebagai pahlawan devisa, sementara di sisi lain mereka kehilangan kesempatan untuk mengoptimalkan peran utama nan mulia sebagai ibu pendidik generasi, istri sholihah pendamping suami, serta pengelola keluarga yang amanah. Inilah realita di depan mata!” papar Dedeh.

“Berbeda dengan kapitalis sekuler yang telah membuat perempuan, anak, keluarga, serta segenap manusia menderita, Islam justru datang untuk memberikan kesejahteraan pada kehidupan di dunia dan jaminan keselamatan di akhirat kelak. Ini merupakan janji Allah SWT sebagaimana firman-Nya dalam Qs.Al Anbiya:107, bahwa jaminan itu akan dicapai melalui penerapan syariah secara kaffah dalam institusi Khilafah,” sambungnya.

“Islam telah memberikan status terhormat bagi kaum perempuan yaitu sebagai ibu dan pengatur rumah tangga. Berkaitan dengan status ini berlaku kaidah, “al-Ashlu fi al-mar’ah annaha umm[un] wa rabbatu bayt[in] wa hiya ’irdh[un] yajibu an yushana. Bahwa, hukum asal perempuan adalah sebagai ibu dan pengatur rumah tangga dan ia adalah kehormatan yang harus dijaga,” ungkapnya.

Tak lupa, Khilafah juga memastikan peran utama ibu terlaksana dengan baik dan optimal. Dalam sistem Islam, negara-lah benteng hakiki, pertama dan utama, sebagai pengemban sistem besar yang akan melindungi masyarakat, keluarga, juga individu. Ini sebagaimana sabda Rasulullah SAW:

– عن عبد اللَّهِ بْنِ عُمَرَ يَقُولُ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ:

كُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْؤول عَنْ رَعِيَّتِهِ، الإِمَامُ رَاعٍ وَمَسْؤولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ، وَالرَّجُلُ رَاعٍ فِي أَهْلِهِ وَهُوَ مَسْؤولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ، وَالْمَرْأَةُ رَاعِيَةٌ فِي بَيْتِ زَوْجِهَا وَمَسْؤولَةٌ عَنْ رَعِيَّتِهَا...

“Setiap kalian adalah pemimpin yang akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya. Seorang amir (kepala pemerintahan) adalah pemimpin bagi rakyatnya, yang akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya; seorang laki-laki adalah pemimpin rumahtangga, yang akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya; seorang perempuan adalah pemimpin atas rumah suaminya dan anak-anaknya yang akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya (HR al-Bukhari Muslim).
Perlindungan Khilafah terhadap kehormatan perempuan dan ibu akan terealisasi melalui mekanisme berikut: Pertama, berupa penerapan sistem sosial di rumah: hukum meminta izin ketika akan memasuki area khusus.

Kedua, penerapan sistem pendidikan: materi Tsaqofah tentang fiqih, hukum aplikatif hak dan kewajiban suami-istri, dan hubungan orangtua dan anak adalah pengetahuan yang wajib diberikan. Sementara di jenjang sekolah tinggi, ada jurusan kerumah tanggaan khusus siswi perempuan. Pendidikan yang diselenggarakan Khilafah akan memberikan ilmu dan keterampilan bagi para calon ibu sehingga mereka memiliki bekal untuk menunaikan peran dan tanggung jawabnya dengan baik dan optimal.

Ketiga, penerapan sistem ekonomi: Negara bertanggung jawab menyediakan lapangan pekerjaan bagi laki-laki sehingga mereka mampu melindungi dan memenuhi kebutuhan keluarganya secara layak.

“Kondisi tersebut sangat berbeda dengan kehidupan yang sedang menimpa kita sekarang. Kapitalisme menyebabkan Negara berlepas tangan dari tanggung jawabnya mengatur dan memenuhi urusan rakyat. Alih-alih mensejahterakan, yang terjadi justru mengorbankan nasib rakyat demi segelintir orang , baik pemilik modal maupun penguasa jabatan,” tegas Dedeh.

“Perjuangan mulia ini tidak hanya diserukan oleh segelintir orang. Sudah sekian puluh tahun kaum muslimin, baik laki-laki maupun perempuan, tua, muda, intelektual, pakar, muballighah juga ibu rumah tangga, dari Barat sampai ke Timur, di kota hingga ke desa semua sama berdakwah di tengah umat dan menyeru penguasa untuk menerapkan syariah serta menegakkan Khilafah rasyidah ’ala minhaj an Nubuwwah. Siapapun kita marilah bersama-sama membulatkan tekad, satukan tujuan, hadapi segala rintangan, demi keridloan Allah, demi penerapan hukum-hukum Allah, demi tegaknya Khilafah Islamiyyah. Saatnya Ibu berjuang bersama wujudkan peradaban mulia dalam institusi Khilafah Islamiyyah. Allahu Akbar..!!” pungkasnya.

Gelora peserta setelah sesi orasi tak disia-siakan oleh panitia. Dibukalah sesi sharing dengan Mas’ulah Ammah MHTI dan para orator. Kemudian acara berlanjut pada sesi testimoni tokoh.

Beberapa tokoh muslimah yang hadir, memberikan testimoninya. Di hadapan ribuan ibu dan perempuan, Ibu Hj. dr. Atifah Thaha, Ketua Umum Wanita Islam mengatakan bahwa sangat berterimakasih pada Muslimah HTI yang telah mengundang beliau untuk hadir di acara KIN Ke-3 ini, menurut beliau acara ini sangat luar biasa.

Beliau menyatakan dukungannya terhadap perjuangan Muslimah HTI untuk melindungi ibu dan anak dengan tegaknya Khilafah. “Kita menyalahkan Negara ini adalah karena Negara ini tidak mampu melindungi ibu dan anak. Kita harus berjuang untuk membela dan melindungi jutaan ibu dan anak diluar sana. Allahu Akbar!” serunya.

Testimoni kedua dari Ibu Nani Zakaria, Ketua Alisha (Asosiasi Muslimah Pengusaha) Khadijah, dengan bersemangat menyeru pada paserta, untuk bisa bersama-sama memperjuangkan apa yang diperjuangkan Muslimah HTI. Beliau juga menyeru agar masuk ke dalam Islam kaffah di setiap peran yang mampu kita mainkan. “Satu kata yang bisa saya sampaikan, bahwa acara ini sangat luar biasa! Apa yang dibawakan oleh Muslimah HTI, marilah kita sama-sama perjuangkan, kembali kepada Islam,” tegasnya.

Beranjak tengah hari, KIN-3 Jakarta pun sampai di penghujung acara. Pembacaan doa yang penuh makna dan penghayatan, membuat tak sedikit peserta yang menitikkan air mata.

Tepat pukul 12.00 wib, seluruh rangkaian acara KIN-3 Jakarta telah terlaksana. Acara ditutup oleh host. []

*dimuat di Al-Waie bulan Februari 2016 (edited)

LGBT Menggerus Kampus

Nindira Aryudhani, S.Pi, M.Si

Muqodimah
Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi M. Nasir menegaskan kelompok lesbian, gay, biseksual, dan transgender (LGBT) semestinya tidak boleh masuk kampus. "Masa kampus untuk itu? Ada standar nilai dan standar susila yang harus dijaga. Kampus adalah penjaga moral," katanya, sebagaimana diliput oleh Antaranews.com (23/01/2016). Pun tegasnya saat dihubungi detik.com lewat telepon, Minggu (24/1/2015) pagi, "Saya melarang di semua perguruan tinggi di Indonesia yang berada di bawah Kemenristek Dikti." (detik.com, 24/01/2016). Sayangnya, pernyataan tersebut hanya bertahan satu hari.

Dikutip oleh CNN Indonesia, Poedjiati Tan asal Surabaya, Jawa Timur, menginisiasi petisi online via Change.org terhadap Nasir. Sang Menristekdikti dipetisi lantaran ucapannya yang dianggap mendiskreditkan kaum lesbian, gay, biseksual, dan transgender (LGBT).

“Menurut dia (Nasir), kelompok LGBT bisa merusak moral bangsa, dan kampus sebagai penjaga moral mestinya harus bisa menjaga betul nilai-nilai susila dan nilai luhur bangsa Indonesia,” kata Poedjiati dalam petisi yang hingga Senin (25/01/2016) siang, telah ditandatangani oleh 1.296 pendukung.

Dalam petisi berjudul “Menristek M. Nasir Cabut Pernyataan LGBT Merusak Moral Bangsa & Pelarangan Masuk Kampus” itu, Poedjiati menulis berdasarkan Pasal 31 ayat (1) UUD 1945, diatur bahwa “Tiap-tiap warga negara berhak mendapat pengajaran.”

Nasir sendiri hari ini (Senin, 25/01/2016) mengklarifikasi pernyataannya soal LGBT. Menurut mantan Rektor Universitas Diponegoro itu, ia bukannya melarang LGBT masuk kampus atau melarang semua kegiatan terkait LGBT, sebab kampus terbuka lebar untuk mengkaji berbagai kerangka keilmuan, termasuk LGBT.

"Larangan saya terhadap LGBT masuk kampus apabila mereka melakukan tindakan yang kurang terpuji seperti bercinta atau pamer kemesraan di kampus," kata Nasir melalui akun Twitter resmi miliknya, Senin (25/1). Sebagai warga negara Indonesia, ujar Nasir, kaum LGBT perlu mendapat perlakuan yang sama di mata undang-undang. "Namun ini tidak lantas diartikan negara melegitimasi status LGBT. Hanya hak-haknya sebagai warga negara yang harus dijamin oleh negara," kata Nasir (cnnindonesia.com, 25/01/2016).

Dikuatkan dalam detik.com (25/01/2016), Nasir menyatakan, "Mau menjadi lesbian atau gay itu menjadi hak masing-masing individu. Asal tidak menganggu kondusifitas akademik," jelas Nasir dalam akun twitter @menristekdikti, Senin (25/01/2016).

Dia meminta agar seluruh perguruan tinggi memberi pendampingan kepada mahasiswanya. Lingkungan kampus mesti dijaga.

"Imbauan saya kepada seluruh pihak perguruan tinggi untuk selalu melakukan pendampingan secara intensif kepada mahasiswanya. Karena lingkungan kampus akan sangat berpengaruh terhadap psikologi mahasiswa," jelasnya.

"Memang sebagai bagian dari warga negara Indonesia, kaum LGBT perlu mendapat perlakuan yang sama di mata UU. Namun ini tidak lantas diartikan negara melegitimasi status LGBT," ujarnya (detik.com, 25/01/2016).

Ralat Tak Berdasar, Pejabat Terkesan Plin Plan
Perbedaan makna dalam pernyataan Menristekdikti sebenarnya cukup nyata, khususnya bagi yang memiliki sensitivitas tinggi terhadap bahasa. Pernyataan bermakna tegas menjadi pernyataan kurang tegas, tak ayal membuat publik untuk ke sekian kalinya menyimpulkan, bertambah satu lagi pejabat era Jokowi yang plin plan, setelah berita MUI mengharamkan BPJS dan pembatalan pencabutan izin operasi Go-Jek beberapa waktu lalu.

Plin plan dalam membuat pernyataan. Sikap yang mana tidak selayaknya ditunjukkan oleh seorang petinggi negara. Terlebih jika alasannya dikembalikan kepada ide hak asasi manusia (HAM). Rasa-rasanya semua manusia juga jadi punya kepentingan masing-masing. Dan beginilah ciri kebebasan penganut ide demokrasi. Semua serba boleh. Kalaupun ada sedikit alasan ketidakbolehan, maka itu takkan bersifat kontra dengan kebolehan yang ada.

Bagi masyarakat muslim, LGBT tak layak menjadi fenomena. Dalam Islam, hukum LGBT sudah jelas dan tegas. Adzab yang pernah terjadi pada kaum Nabi Luth as, seharusnya menjadi kaca benggala, cerminan.

Merujuk pernyataan Juru Bicara Muslimah HTI, Iffah Ainur Rochmah, sebagaimana dikutip dari laman resmi hizbut-tahrir.or.id (25/01/2016), bahwa hendaklah seluruh komponen masyarakat mewaspadai ekspor sistematis penyakit kaum Luth ke negeri-negeri muslim. “Tujuan LGBT tidak lain adalah merusak identitas generasi muslim, menghancurkan jatidirinya dan bahkan bias menjadi politik depopulasi,” jelasnya.

Iffah melihat, perkawinan sejenis di AS yang telah disahkan tahun lalu kian membawa arus keberanian dalam mengkampanyekan LGBT. Dukungan dana dan opini dari lembaga-lembaga dunia dan media-media Barat yang liberal ikut ambil bagian untuk menyebarkan kerusakan di negeri-negeri muslim.

Iffah juga menilai, semakin besarnya ruang gerak kerusakan LGBT di Indonesia tak lain akibat dukungan kondisi sosial dan politiknya. Karenanya, tidak cukup hanya dengan penolakan (resistensi) dari masyarakat dan pelakunya tidak bisa dihentikan dengan dialog ilmiah.

“Penolakan terhadap LGBT semestinya diikuti dengan pemberantasan penyakit LGBT hingga ke akarnya, yakni meninggalkan sistem demokrasi, menghapus paham kebebasan-HAM dan menggiatkan budaya amar makruf nahi munkar di tengah masyarakat. Tanpa itu undang-undang yang saat ini masih melarang perkawinan sesama jenis akan segera berganti dengan legalisasi perkawinan sejenis karena besarnya arus global yang mendukung usaha kaum LGBT. Na’udzubillahi,” bebernya.

Kampus, Pencetak Agen Perubahan
Memang bukan tidak mungkin, ada motif untuk mengubah karakter asli kampus sebagai pencetak agen perubahan, menjadi pencetak agen pelangi yang tak lain adalah simbol LGBT. Bagaimanapun, mahasiswa yang sebelumnya cuek dengan LGBT sangat mungkin jadi tergerus dan teraruskan atas nama proses pergaulan. Perubahan melalui pergaulan ini sejalan dengan misi LGBT. Dalam arti, sesuai dengan arah pandang kaum LGBT itu sendiri. Minimal, dalam kepala mereka hanya berisi perjuangan HAM bagi nasib kaum mereka, yang merupakan wujud pembenaran atas kondisi mereka sebagai kaum LGBT. Bahkan, bagi yang bukan LGBT akan menjadi pembela LGBT, meski mereka muslim. Tak pelak, ini adalah jalan untuk menjauhkan mahasiswa yang muslim dari ke-Islam-annya.

Belum lagi dengan tingkah laku “alay”, “melambai”, kemayu, dan menyukai sesama jenis, yang jelas-jelas jauh dari karakter agen perubahan hakiki. Sebagaimana firman Allah dalam QS Ar-Ra’du [13] ayat 11: “...Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merobah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. Dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, maka tak ada yang dapat menolaknya; dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia.” Maksud Allah tidak mengubah suatu kaum di sini adalah Allah tidak akan mengubah keadaan mereka, selama mereka tidak mengubah sebab-sebab kemunduran mereka.

Jika keberadaan kaum LGBT ini ditumbuhsuburkan, tunggu saja masa kehancuran masyarakat kampus. Yang meski dari sisi akademik boleh jadi mereka berprestasi, tapi dari sisi sikap menyelesaikan permasalahan kehidupan mereka nol besar. Pola ini pula yang menjadi jati diri demokrasi, anak kandung ideologi kapitalisme. Lihatlah generasi pembela demokrasi-kapitalisme-liberal, mereka tak lain adalah generasi permisif, hanya mengerti hidup secara sekular, liberal, dan hedonis. Masa depan semu sajalah yang akan berada di hadapan mereka.

Keberadaan kaum LGBT itu memang bersifat merusak. Bagaimana mungkin perubahan dunia menuju kebaikan dan kebenaran yang diridhoi Allah Swt itu terwujud, jika identitas para mahasiswa sebagai pengemban perubahan dari kampus sendiri ternyata adalah sosok-sosok yang dilaknat Allah Swt, sebagaimana Allah telah firmankan dalam Al-Quran tentang kehancuran kaum Nabi Luth as berikut ini. Na’udzubillaahi.

Salah satu adzab Allah paling dahsyat yang dikisahkan dalam Al-Quran adalah tentang pemusnahan kaum Nabi Luth as. Mereka diadzab Allah karena melakukan praktek homoseksual. Kaum Nabi Luth ini tinggal di sebuah kota bernama Sodom. Karena itu praktik homoseksual kerap disebut juga sodomi.

Penelitian arkeologis menerangkan, kota Sodom semula berada di tepi Laut Mati (Danau Luth) yang terbentang memanjang di antara perbatasan Israel-Yordania. Dengan sebuah gempa vulkanis yang diikuti letusan lava, kota tersebut Allah runtuhkan, lalu jungkir-balik masuk ke dalam Laut Mati. Sebagaimana Allah kisahkan dalam Al-Quran: “Maka tatkala datang adzab Kami, Kami jadikan negeri kaum Luth itu (terjungkir-balik sehingga) yang di atas ke bawah, dan Kami hujani mereka dengan batu dari tanah yang terbakar dengan bertubi-tubi.” (TQS Huud [11]: 82).

Kaum Luth yang disebutkan Al-Quran memang pernah hidup di masa lalu, kemudian mereka punah diadzab Allah akibat kebejatan moral mereka. Bahwa hubungan kelamin sesama jenis sedemikian merajalela di kalangan mereka hingga belum pernah dijumpai hal serupa sebelumnya. Semua bukti terjadinya bencana itu kini telah terungkap dan sesuai benar dengan pemaparan Al-Quran.

Tragedi di balik Laut Mati kaum Luth akibat mereka telah mendustakan peringatan Nabinya. Ketika saudara mereka, Luth, berkata kepada mereka: “Mengapa kamu tidak bertakwa?" Sesungguhnya aku adalah seorang rasul kepercayaan (yang diutus) kepadamu, maka bertakwalah kepada Allah dan taatlah kepadaku. Dan aku sekali-kali tidak minta upah kepadamu atas ajakan itu; upahku tidak lain hanyalah dari Tuhan semesta alam. Mengapa kamu mendatangi jenis lelaki di antara manusia, dan kamu tinggalkan istri-istri yang dijadikan oleh Tuhanmu untukmu, bahkan kamu adalah orang-orang yang melampaui batas.” (TQS. Asy Syu’araa’ [26]: 161-166).

Ketika Nabi Luth menyuruh mereka meninggalkan perilaku maksiat dan menyampaikan perintah Allah, mereka ingkar, dan menolaknya sebagai seorang Nabi dan melanjutkan perilaku menyimpang mereka. Sebagai balasannya, mereka dihancurkan dengan bencana mengenaskan. Allah berfirman: “Sesungguhnya Kami telah menghembuskan kepada mereka angin yang membawa batu-batu (yang menimpa mereka)… (TQS. Al-Qamar [54]: 33-34).

Malaikat datang kepada Nabi Luth dan memperingatkan hal ini di malam sebelum terjadinya bencana. “Para utusan-utusan (malaikat) berkata: ‘Hai Luth, sesungguhnya kami adalah utusan-utusan Tuhanmu, sekali-kali mereka tidak akan dapat mengganggu kamu, sebab itu pergilah dengan membawa keluarga dan pengikut-pengikut kamu di akhir malam dan janganlah ada seorang pun di antara kamu yang tertinggal, kecuali istrimu. Sesungguhnya dia akan ditimpa adzab yang menimpa mereka karena sesungguhnya saat jatuhnya adzab kepada mereka ialah di waktu subuh; bukankah subuh itu sudah dekat?’ Maka tatkala datang adzab Kami, Kami jadikan negeri kaum Luth itu yang di atas ke bawah, dan Kami hujani mereka dengan batu dari tanah yang terbakar dengan bertubi-tubi; yang diberi tanda oleh Tuhanmu, dan siksaan itu tiadalah jauh dari orang-orang yang zalim.” (TQS. Huud [11]: 81-83).

Khatimah


Peringatan Allah Swt melalui syariat Islam telah lebih dari jelas untuk menegaskan laknat Allah kepada kaum LGBT. Dan Islam melalui pelaksanaan syariat Islam dengan Khilafah memiliki serangkaian aturan untuk memberantas tuntas penyimpangan perilaku LGBT.

Islam menetapkan lima cara untuk menghentikan penyebaran perilaku tersebut. Pertama, Islam mewajibkan negara berperan besar dalam memupuk ketakwaan individu rakyat agar memiliki benteng dari penyimpangan perilaku semisal LGBT yang terkategori dosa besar.

Kedua, melalui pola asuh di keluarga maupun kurikulum pendidikan, Islam memerintahkan untuk menguatkan identitas diri sebagai laki-laki dan perempuan. Laki-laki dilarang berperilaku menyerupai perempuan, juga sebaliknya.

Ketiga, Islam mencegah tumbuh dan berkembangnya benih perilaku menyimpang dengan memisahkan tempat tidur anak laki-laki dan perempuan serta memberikan aturan pergaulan sesama dan antar jenis.

Keempat, secara sistemis, islam memerintahkan negara menghilangkan rangsangan seksual dari publik termasuk pornografi dan pornoaksi. Begitu pula segala bentuk tayangan dan sejenisnya yang menampilkan perilaku LGBT atau mendekati ke arah itu juga akan dihilangkan.

Kelima, Islam juga menetapkan hukuman yang bersifat kuratif (menyembuhkan), menghilangkan LGBT dan memutus siklusnya dari masyarakat dengan menerapkan pidana mati bagi pelaku sodomi (LGBT) baik subyek maupun obyeknya.

Siapapun yang menghendaki masyarakat yang bersih, dipenuhi kesopanan, keluhuran, kehormatan, martabat dan ketenteraman, akan menuntut penerapan syariat di negeri ini hingga terwujud kehidupan manusia dalam peradaban yang gemilang di bawah naungan Khilafah.

Karenanya, kalangan kampus, civitas, jajaran, para alumni hingga masyarakat umum yang bermukim di sekitar wilayah kampus, harus tegas mengkritisi maraknya LGBT di kampus. Meski secara khusus keberadaan kaum LGBT adalah merusak pelestarian keturunan manusia, namun identitas mahasiswa sebagai agen perubahan sangat terancam jika dunia intelektualitas dan pergerakan mereka didekatkan dengan dunia kaum LGBT. Ini sangat memprihatinkan, bahkan mengerikan. Ini bukan sesuatu yang boleh dibiarkan. Ini adalah sesuatu yang harus dihentikan penyebarannya.

Wallaahu a’lam bish showab. []