Nindira Aryudhani, S.Pi, M.Si
[Catatan dari seorang saudara muslimah pada hari pernikahannya...]
Bismillaahirrohmaanirrohiim
Terima kasih atas kesempatan yang
telah diberikan. Segala puji bagi Allah yang telah mengizinkan kita untuk
berkumpul pada hari ini. Karena memang hari ini adalah hari bersejarah. Hari ini
adalah hari yang sangat saya tunggu-tunggu. Lebih dari seperempat abad saya
menunggunya. Bahkan saya menunggu hari ini dengan perasaan gelisah yang jauh
lebih dahsyat dibandingkan di saat-saat yang lain.
Ini adalah hari yang jauh lebih saya
nantikan dibandingkan ketika dulu kenaikan kelas, ketika pengumuman Lomba Siswa
Teladan, pengumuman kelulusan sekolah, kelulusan SPMB, hari keberangkatan saya
ke IPB, jatuh-bangunnya saya ketika studi di IPB hingga hari ketika saya
menunggu keluarnya Surat Keterangan Lulus sarjana, hari ketika saya wisuda, pun
ketika saya dilamar.
Namun bagaimanapun, alhamdulillaah,
Allah telah mengizinkan agar penantian ini cukup hingga di sini, insya Allah. Mengapa
demikian? Karena hari ini adalah momentum di mana saya bisa memiliki bapak saya
sepenuhnya. Saya menantinya, dan selalu menantinya. Jika di saat yang lain saya
menantinya namun beliau belum dapat hadir di hadapan saya, maka Allah telah
mengizinkan beliau untuk dapat hadir hari ini. Subhanallah. Allah Yang Maha
Membolak-balikkan hati hamba-Nya.
Oleh karena itu, hari ini harus
dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya untuk bersama bapak, termasuk untuk mohon
doa restunya. Sehingga ketika pun selama ini beliau belum dapat saya miliki
sepenuhnya, beliau tetap mengetahui bahwa
beliau senantiasa menemukan saya dalam keadaan sholihah. Karena sholihah
itu mutlak. Sholihah itu bukan marga, bukan nama keluarga, melainkan cita-cita
tertinggi seorang anak yang wajib ia usahakan. Karena jika tidak diusahakan,
faktor dosa itu akan selalu membayang-bayangi seumur hidup. Pun tak lupa ia mohonkan
dapat dikabulkan oleh Allah, dalam rangka menjadikan orang tuanya memiliki amal
yang takkan pernah terputus meski maut menjemput. Semoga saya dapat menjadi
pembela bapak di Yaumil Akhir, aamiin.
Nenek dan Kakek yang selama ini telah
menjadi perisai bagi saya, tak perlu khawatir, karena sesungguhnya menuju sholihah
itu adalah kerja keras Nenek dan Kakek berdua. Insya Allah, Nenek dan Kakek takkan
terlupa. Yakinlah bahwa Allah Maha Mengetahui segala seluk-beluk hamba-Nya.
Oleh karenanya, amalan yang tak terputus itu pun bukan khayalan semata,
melainkan nyata.
Hari ini saya akan menjadi milik
orang lain. Orang yang dengan kerelaan telah menjadi pilihan saya, demikian
sebaliknya, insya Allah. Firman Allah dalam QS An-Nuur ayat 32, yang artinya: “Dan nikahkanlah orang-orang yang
sendirian
diantara kamu, dan orang-orang yang
layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu
yang perempuan. Jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan karunia-Nya. Dan Allah Maha luas
(pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui”.
Ia memang tidak semulia Rasulullaah saw, tidak selembut Abu
Bakar Ash-Shidiq, tidak setegas Umar bin Khaththab, tidak se-pemalu Utsman bin
Affan, tidak secerdas Ali bin Abi Thalib, tidak se-pemberani Abu Ubaidah bin
Jarrah; pun tidak setajam Si Pedang Allah, Kholid bin Walid. Sungguh tidak
sesempurna mereka, karena tak ada sedikitpun jaminan masuk surga sebagaimana
mereka. Akan tetapi saya meyakini bahwa kesempurnaan seorang manusia itu
semata-mata nampak dari kesungguhannya menyempurnakan tiap amal sholih meraih
ridho Allah dengan meneladani para shahabat tersebut. Karena Allah menilai
proses, bukan hasil.
Hari ini bukan hanya akan menjadi
pengubah status saya. Tapi, akan ada konsekuensi baru dalam ketaatan kepada
Allah dan Rasul-Nya, yang dengannya maka setengah dari agama ini akan sempurna.
Maka dari itu, saya mohon doa restu, dari bapak, Nenek dan Kakek, ibu dan bapak
calon mertua; beserta seluruh yang hadir di sini, agar kesempurnaan agama itu
senantiasa istiqomah. Dan tentunya semoga berkah Allah pun tiada henti
mengalir, insya Allah.
Jika dengan menikah itu memuliakan
seorang muslimah, maka saya yakin bahwa firman Allah dalam QS. Hujuraat ayat 13
inilah gambaran kemuliaan itu, yang terjemahannya: “Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki
dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku
supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia
diantara kamu di
sisi Allah ialah orang yang paling
taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.”
Kemuliaan itu adalah taqwa, bukan harta atau tahta. Harta dan tahta adalah
titipan, sementara taqwa adalah tiket masuk surga.
Apa yang kita semua saksikan dan laksanakan
pada acara hari ini tidak lain adalah bagian dari syariat Islam yang jika bukan
orang Islam yang mendahului untuk melaksanakan dengan sempurna, maka siapa lagi.
Kami tidak ingin sendiri-sendiri untuk menuju surganya Allah. Mari kita
menjadikan dan menjaga acara (akad nikah dan walimatul ‘ursy) hari ini sebagai peristiwa
milik bersama, sehingga tetap terjaga sesuai dengan syariat Islam, yang
dengannya kita juga dapat memasuki surga Allah bersama-sama, insya Allah. Menjadi
seseorang yang sholih/sholihah itu tak bisa sendiri, melainkan harus
bersama-sama. Karena sesungguhnya Islam itu adalah rahmatan lil ‘alamiin, bukan
lil fardi, atau individual saja.
Akhir kata, semoga pelaksanaan acara hari
ini menjadi tabungan pemberat timbangan amal sholih untuk kita semua di akhirat
kelak, aamiin Yaa Robbal ‘Alamiin.