Minggu, 09 Juni 2013

Muslimah dan Muktamar Khilafah

Nindira Aryudhani, S.Pi, M.Si
 Muktamar Khilafah baru saja berlalu. Namun panasnya masih terasa menggelora. Senada, drama perubahan dan konflik sosial di tengah masyarakat masih senantiasa berlangsung. Adegan-adegannya pun makin lucu dan menggelikan. Bahkan tanpa sadar, tiap episodenya ternyata mengiringi mantapnya perguliran opini penegakkan syariah dan Khilafah. Bertepatan dengan hal ini pula, tahun 2013 ini memang tahun politik. Karena menjelang tahun pemilu di 2014 mendatang.

Perempuan dan Demokrasi
Sistem demokrasi mungkin masih bisa sesumbar bahwa agar perempuan terpenuhi hak-haknya maka ia harus sejajar dengan laki-laki. Realitanya? Jauh panggang dari api.  Kesejajaran ini justru melegalkan tindakan abai laki-laki terhadap perempuan. Laki-laki tidak harus menafkahi perempuan, karena perempuan bisa menafkahi dirinya. Laki-laki tidak harus melindungi perempuan dan bertanggung jawab kepada mereka, karena perempuan sudah setara, bisa melindungi dirinya sendiri.
Dampak lanjutannya, fungsi kepemimpinan (qawwam) suami akhirnya terkikis. Struktur keluarga pun mulai goyah. Kondisi tidak harmoni ini tak jarang diakhiri dengan perceraian. Kemudian, tiba-tiba istri menjadi kepala keluarga, dan menjadi ‘wali’ terhadap anak-anak mereka. Posisi wali yang ditetapkan Islam berada di pundak laki-laki dipaksa beralih ke pundak perempuan.  Ini adalah kondisi tidak normal yang sebenarnya bertentangan dengan fitrah perempuan itu sendiri.
Korban berikut dari rusaknya peran keibuan dan rusaknya keluarga adalah anak-anak. Realita menunjukkan bahwa anak-anak korban perceraian, mengalami frustasi berat. Mereka lari ke luar rumah dan bergabung dengan komunitas yang dianggap bisa menenteramkan diri sesuai persepsinya. Akhirnya, problem anak semakin banyak, karena mereka memilih narkoba, drugs, seks bebas sebagai pelampiasan masalahnya.
Isu BBM, TKW, Miss World, generasi bangsa, dan sejenisnya ini, menunjukkan umat berada di titik nadir. Tapi, tidakkah para pelaku demokrasi itu khawatir, bahwa dengan alot dan sensitifnya isu umat ini, maka sangat mungkin menjadi bumerang bagi mereka? Bumerang untuk memutarbalikkan kekuatan yang akan menggempur mereka atas nama ketidakpuasan rakyat akibat kesengsaraan efek domino dari sejumlah realita kehidupan.
Dewi Aryani, anggota Komisi VII DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan, pernah mengungkapkan, “Kenapa yang salah mengelola negara ini pemerintah, kok yang disuruh menyelamatkan rakyat, dan perempuan diminta menerima dan mengerti? Amat tidak manusiawi memaksakan kehendak kepada rakyat, di mana nyata-nyata kedaulatan rakyat sudah terampas oleh pemerintah”, ujar Dewi (tribunnews.com, 24/03/2012).

Lihatlah, Perempuan dalam Isu Perubahan
Isu BBM dan yang lain di Indonesia mungkin hanya masalah parsial dari suatu negeri. Namun percayalah, isu semacam ini mampu memicu perubahan. Dan percayalah, pelaku perubahan itu sangat mungkin dari kaum perempuan.
Lihatlah kini, sejatinya salah satu isu yang terus hangat dibicarakan adalah perlindungan terhadap perempuan dari kemiskinan dan eksploitasi.  Problematika perempuan buruh pabrik dengan shift kerja siang dan malam, penganiayaan dan kematian TKW yang terus terjadi, perekrutan remaja puteri menjadi PSK, korban trafficking dan kekerasan seksual adalah bukti tak terbantahkan bahwa negara ini GAGAL melindungi kaum perempuannya  dari eksploitasi, dan juga GAGAL memberikan  kehormatan dan menyejahterakan. Karenanya, bangsa ini membutuhkan perubahan. Sebuah perubahan yang menghantarkan pada adanya negara yang  mendapat ridla ilahi, bebas krisis multidimensi, mampu menyejahterakan dan menghentikan eksploitasi perempuan.
Ikhtiar untuk membangun kehidupan yang lebih baik harus terus diupayakan. Salah satunya apa yang dilakukan oleh Hizbut Tahrir Indonesia melalui penyelenggaraan Muktamar Khilafah 1434 H sejak awal bulan Mei hingga puncaknya tanggal 2 Juni 2013. Rangkaian Muktamar yang berlangsung di 33 kota ini menghadirkan hampir 500 ribu kaum muslim dari berbagai kalangan. Separuh diantaranya adalah kaum perempuan. Melalui peran aktifnya dalam Muktamar Khilafah ini, kaum perempuan dari kalangan remaja hingga ibu, para mubalighah beserta santrinya, kaum professional, aktifis kampus, intelektual, professor hingga birokrat.
Mereka hadir dalam Muktamar Khilafah bukan dengan gratis. Melainkan dengan pengorbanan membeli tiket. Disamping itu, sebelumnya ada sosialisasi acara kepada mereka. Sosialisasi ini dilakukan melalui kontak intensif oleh para muslimah Hizbut Tahrir, hingga kaum perempuan ini sadar dan hati mereka tergerak secara ikhlas untuk hadir. Jadi bisa disimpulkan, bahwa mereka yang hadir dalam Muktamar Khilafah ini adalah kaum perempuan berkualitas yang bersedia menjadi pelaku perubahan.
Visi dan misi ini penting untuk terus ditegaskan dan dikokohkan, terlebih di tengah arus perubahan besar yang tengah terjadi di berbagai belahan dunia. Lihatlah apa yang tengah terjadi di Timur Tengah, juga di kawasan Asia Tengah, Asia Selatan, juga Eropa dan Amerika Serikat (AS). Tema Perubahan Besar dunia Menuju Khilafah itu diambil, untuk mengingatkan bahwa perubahan sesungguhnya adalah sebuah keniscayaan. Akan tetapi, perubahan tanpa arah yang benar tidak akan memberi manfaat, seperti yang selama ini terjadi, termasuk di negeri ini.

Perempuan dan Khilafah
Realita buruknya kondisi masyarakat termasuk perempuan, merupakan hal yang wajar jika dikaitkan dengan situasi global yang tengah didominasi sistem kapitalisme. Sistem yang tegak di atas asas sekularisme-liberalisme ini memang memiliki watak imperialistik dan eksploitatif. Kerusakan sistemik seperti saat ini jelas tidak bisa dibiarkan, sehingga harus dilakukan perubahan. Jika sistem kapitalisme-sekular terbukti gagal menyejahterakan apalagi memuliakan dan melindungi perempuan, maka sekarang saatnya menguji kemampuan sistem Islam sebagai satu-satunya sistem pengganti kapitalisme.
Seberapa penting Khilafah bagi kehidupan perempuan? Sangat penting.  Sangat bisa dipahami bahwa perempuan sangat membutuhkan Khilafah. Karena syariah Islam dalam Khilafah menghormati perempuan dengan tidak mewajibkan ia mencari nafkah. Suami atau walinya berkewajiban memenuhi kebutuhan hidupnya. Dengan begitu ia bisa fokus menunaikan kewajiban utamanya mengurus keluarga dan mendidik anak-anak. Ia tak perlu dibebani dengan peran ganda. Ia bisa hidup normal karena hukum perwalian tidak ada pada dirinya. Ia menikmati kebahagiaan hidup sesuai dengan fitrah penciptaannya. Islam telah memuliakan perempuan dengan menjadikan ia seorang ibu yang di bawah telapak kakinyalah ‘surga’ diletakkan.
Oleh karenanya, melalui peran aktifnya dalam Muktamar Khilafah, kaum perempuan dari berbagai kalangan ini menyuarakan komitmen yang sama bahwa:

1. Demokrasi  tidak akan membawa kesejahteraan perempuan. Sebaliknya hanya merendahkan dan mengeksploitasi perempuan. Perempuan  dihargai dengan lembaran dolar, rupiah, riyal, yang didapat dengan keringatnya
2.  Program Kesetaraan Gender bukanlah jalan untuk menyelesaikan problem perempuan. Bukan saja tidak relevan dengan pangkal persoalan, namun juga terbukti menghantarkan pada risiko terjadinya disfungsi dan disorientasi keluarga.
3.  Penerapan syariah dalam sistem Khilafah adalah satu-satunya solusi bagi perempuan, bahkan bagi bangsa ini. Syariat Islam dalam negara Khilafah terbukti telah memberikan status mulia dan terhormat bagi kaum perempuan sebagai ibu dan pengatur rumah tangga, dan menjamin pemenuhan seluruh hak-haknya.

Ratusan ribu kaum perempuan yang berkomitmen untuk segera tegaknya syariah dan Khilafah ini adalah bukti tak terbantahkan adanya kebutuhan terhadap perubahan yang sejati. Perubahan menuju  tegaknya institusi politik baru berdasarkan syariah, khilafah islamiyah.  Suara kaum perempuan ini pada hakikatnya adalah menyambut seruan Allah swt dalam firman-Nya:
                                                                                                                                                                               
        يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا اسْتَجِيبُوا لِلَّهِ وَلِلرَّسُولِ إِذَا دَعَاكُمْ لِمَا يُحْيِيكُمْ

Hai orang-orang yang beriman, penuhilah seruan Allah dan seruan Rasul apabila Rasul menyeru kamu kepada suatu yang memberi kehidupan kepada kamu (QS al-Anfal [8]: 24).

Khatimah
Andai seluruh perempuan memahami bagaimana pandangan Islam yang sebenarnya terhadap mereka, dan bagaimana Khilafah bekerja dalam menjamin pemenuhan hak-hak mereka, niscaya tak ada satu pun yang menolak penerapan syariah Islam dalam wadah Khilafah.
Muktamar Khilafah ini mengajak para perempuan memahami Islam dengan utuh dan menyeru untuk turut dalam perjuangan penegakan kembali Khilafah sebagai solusi tuntas persoalan perempuan. Tak pernah ada kemiskinan yang tak terselesaikan dalam Khilafah.  Tak pernah ada pelecehan dan eksploitasi yang dibiarkan tanpa ada hukuman. Khilafah mempunyai mekanisme sempurna memenuhi kebutuhan hidup setiap orang; mempunyai sistem hukum jitu menyelesaikan setiap problem kemanusiaan.

Tim Media Center Nisa Muktamar Khilafah 2013
Jakarta, 02 Juni 2013
Ditulis tanggal: 09 Juni 2013

Tidak ada komentar:

Posting Komentar