Rabu, 20 Juni 2012

Prahara Program Kondom Remaja

Nindira Aryudhani, S.Pi, M.Si

Nafsiah Mboi, Menkes yang baru sudah resmi dilantik oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Masa kerjanya memang tak lama, hanya 2,5 tahun. Namun bukan berarti masa bakti yang singkat itu menghalangi Menkes untuk membuat suatu perubahan yang signifikan demi tercapainya kondisi kesehatan masyarakat yang lebih baik. Dalam jumpa pers yang digelar di Ruang Leimena kantor Kementerian Kesehatan, Kamis (14/06/2012), Menkes memang masih belum dapat mengemukakan program-program kerja seperti apa yang akan dilaksanakan secara konkrit (health.detik.com, 15/06/2012).
“Saya sudah menandatangani kontrak kinerja dengan presiden. Yang bagus adalah, di dalam kontrak kinerja ada targetnya, misalnya memastikan pencapaian target Kemenkes 2014. Jadi, saya bersama teman di kemenkes tinggal memonitor program-program yang ada agar selesai sesuai target yang ditetapkan bersama. Saya tidak bikin target baru dalam kontrak kinerja yang juga sudah ditandatangani Bu Endang (Alm.) ini,” kata Menkes (health.detik.com, 15/06/2012).
Rencananya, Menkes bersama jajaran akan membahas secara intensif tantangan apa yang akan dihadapi oleh Kementerian Kesehatan untuk beberapa tahun mendatang. Namun secara eksternal, Menkes mengaku tantangannya adalah wilayah Indonesia yang sangat luas dan memiliki masalah kesehatan yang berbeda-beda. “Untuk pastinya, silakan tanya saya lagi satu bulan dari sekarang,” demikian kata Menkes (health.detik.com, 15/06/2012).

Menkes Menggebrak Nusantara
Disindir mengenai permasalahan HIV/AIDS yang telah menjadi isu yang akrab ditangani selama beberapa tahun terakhir, Menkes yang sebelumnya menjabat sebagai Sekretaris Eksekutif Komite Penanggulangan AIDS (KPA) Nasional ini berharap dapat melakukan gebrakan. Yaitu mengusulkan agar remaja dipermudah aksesnya untuk mendapat kondom (health.detik.com, 15/06/2012).
“Kita berharap bisa meningkatkan kesadaran mengenai kesehatan reproduksi untuk remaja. Dalam Undang-Undang, yang belum menikah tidak boleh diberi kontrasepsi. Namun kami menganalisis data dan itu ternyata berbahaya jika tidak melihat kenyataan. Sebanyak 2,3 juta remaja melakukan aborsi setiap tahunnya menurut data dari BKKBN,” kata Menkes. Menkes melihat, angka sebanyak itu menunjukkan bahwa banyak remaja mengalami kehamilan yang tidak diinginkan. Ia menegaskan, Undang-Undang perlindungan anak menyatakan bahwa setiap anak yang dikandung sampai dilahirkan harus diberikan haknya sesuai UU Perlindungan Anak. Maka, mempermudah akses remaja untuk mendapatkan kondom diharapkan dapat menekan angka aborsi dan kehamilan yang tak diinginkan (health.detik.com, 15/06/2012).
Tentu saja hal ini mungkin akan mendapat pertentangan dari kelompok-kelompok tertentu yang menganggap pemberian kondom kepada remaja dapat memicu seks bebas. Tapi Menkes berpendapat, jika pemahaman remaja mengenai kesehatan reproduksi sudah cukup baik, tidak perlu ada kekhawatiran idenya ini akan memicu seks bebas. “Kita akan membahas bagaimana hak-hak anak dalam kandungan ini dapat terpenuhi. Kampanye kondom difokuskan untuk seks yang beresiko. Untuk mempercepat pencapaian goal MDGs poin 6 tentang HIV/AIDS, maka kampanye kondom merupakan suatu kewajiban. Setiap hubungan seks yang beresiko menularkan penyakit atau kehamilan yang tak diinginkan adalah hubungan seks yang beresiko,” tegas Menkes (health.detik.com, 15/06/2012).

Reaksi Sejumlah Pihak
Sejumlah tokoh pun bereaksi. Diantaranya, Presidium Medical Emergency Rescue Committee (MER-C), Jose Rizal Jurnalis. Ia menyatakan bahwa kampanye penggunaan kondom ala Menteri Kesehatan Nafsiah Mboi itu tidak dilandasi agama dan hanya melihat statistik penyebaran penyakit dengan hubungan heteroseksual. “Dia (Menkes) tidak melihat moralitas dan sebagainya, padahal persoalan ini juga menyangkut moral. Kampanye itu sama saja, silahkan hubungan seks karena ada kondom. Ini kacau, hubungan seks bebas atau seks di luar nikah dilarang agama, tapi kalau terpaksa silahkan pakai kondom. Ini jelas cara berpikir yang liberal, seperti di Amerika Serikat,” tegas Jose Rizal (itoday/eramuslim.com, 18/06/2012).
“MER-C menolak keras cara mengatasi AIDS dengan cara itu. Hukum agama harus ditegakkan. Hukum agama untuk kemaslahatan umat manusia, tapi banyak yang menganggap itu pengekangan kebebasan. Ini dua hal yang selalu diadu. Kebebasan dibiarkan, nantinya orang bebas menganut seks bebas atas atas nama kebebasan. Terus ada kampanye kondom, ini jadi kacau,” kecam Jose Rizal (itoday/eramuslim.com, 18/06/2012).
Ketua Umum Muslimat NU, Khofifah Indar Parawansa, pun buka suara. Khofifah mengatakan bahwa persoalan yang melanda bangsa ini adalah kemerosotan moral, dan bagi-bagi kondom bukan satu penyelesaian masalah. “Yang jelas bagi-bagi kondom tidak akan selesaikan masalah moral di Indonesia," kata Khofifah. Selain itu, program tersebut juga dinilainya tidak sinkron dengan program kementerian lain yang mengarah pada pembangunan moral dan karakter (antaranews.com, 19/06/2012).
Khofifah mengungkapkan, Kementerian Agama telah memprogram gerakan Magrib mengaji, sementara Kementerian Pendidikan Nasional dan Kebudayaan telah menyiapkan pedoman pendidikan karakter.  Ini jelas merusak orkestra pembangunan kita karena program yang satu bertentangan dengan program yang lain," kata Menteri Pemberdayaan Perempuan era Presiden Abdurrahman Wahid itu. Menurut Khofifah, masalah kemerosotan moral sudah sangat memprihatinkan. Khofifah pun mengatakan, berdasar data yang di-up date Muslimat NU pada tahun 2011, ada lima juta perempuan menggugurkan kandungan, sebagian besar berusia 16 tahun ke bawah, yakni mencapai 62%. Persoalan umat yang sudah seperti ini jangan dijawab bagi-bagi kondom bagi remaja kita. Akan tetapi, bagaimana kita ikhtiar luar biasa agar ada iman dan takwa yang tertanam pada anak-anak kita,” katanya (antaranews.com, 19/06/2012).
Juru Bicara Muslimah Hizbut Tahrir Indonesia (MHTI), Iffah Ainur Rochmah, juga angkat bicara. Iffah menyatakan bahwa sosialisasi Menkes tentang penanggulangan AIDS ala UNAIDS ini sangat liberal. Sosialisasi kondom ini tidak akan pernah memutus mata rantai utama penyebaran AIDS yakni menghapus pergaulan bebas, tapi malah memberi jalan keluar agar pergaulan bebas tidak menghantar pada HIV atau kehamilan tak diinginkan. Sejak awal kebijakan terkait penanggulangan AIDS memang sangat liberal. Dengan pengalaman Nafsiah sebagai aktivis HIV/AIDS, implementasi kebijakan liberal tersebut  bisa jadi lebih nyata. Buktinya, baru diumumkan pengangkatannya,  Menkes baru sudah menyatakan ke media akan menggerakkan semua jajaran kementriannya untuk kampanye kondom (hizbut-tahrir.or.id, 17/06/2012).
“Dia (Menkes) anggap keberhasilan kampanye kondom ini adalah indikator keberhasilan penanggulangan AIDS. Masya Allah, bahkan akan menjadikan kalangan remaja 15-24 tahun sebagai sasaran yang tak boleh diabaikan. Mereka diasumsikan belum menikah tapi rawan melakukan seks bebas. Agar tidak terjadi kehamilan dan tidak kena AIDS, pakai saja kondom! Astaghfirullah. Program sangat berbahaya bagi umat. Seks bebas bisa semakin merajalela. Kalau data BKKBN tahun 2010 lalu menunjukkan 51% remaja Jabodetabek telah lakukan seks pra nikah, jangan sampai kita anggap biasa kalau angka ini semakin meningkat. Karenanya program ini harus kita kritisi bahkan layak kita tolak,” tegasnya (hizbut-tahrir.or.id, 17/06/2012).
Iffah menambahkan, tapi kita tak bisa pungkiri, kedaulatan negeri sudah terampas oleh tekanan-tekanan internasional. Liberalisme semakin mengakar kuat. Salah satunya lewat MDGs. Target MDGs 2015 terkait angka penderita HIV/AIDS di Indonesia harus dikejar. Kalau tidak, maka ada ‘hukuman internasional’ yang harus diterima. Ingat kan, beberapa minggu lalu Indonesia mendapat hukuman melalui laporan UPR terkait kebebasan beragama. Pemerintah langsung mengambil tindakan, tanpa menimbang masalahnya secara mendalam. Hal yang sama kiranya juga terjadi dalam kasus pencapaian target penderita AIDS sesuai target MDGs. Untuk mengejar target inilah semua rekomendasi liberal harus diambil. Termasuk kampanye kondom, dengan mengabaikan dampaknya terhadap makin tingginya pelaku seks bebas. Kalau sebelumnya masih diperhatikan UU yang melarang pemberian kontrasepsi kepada yang belum menikah, kini UU itu pun ditabrak demi mengejar ‘pujian’ internasional (hizbut-tahrir.or.id, 17/06/2012).

Jangan Lupakan yang Satu Ini
Entah apa yang sedang merasuk ke dalam pemikiran Bu Menkes. Jangan lupakan yang satu ini. Indonesia kini memiliki predikat anyar. Yakni negara dengan pengakses situs porno nomor satu sedunia. Torehan ini sungguh memalukan. Pasalnya, satu setengah tahun lalu posisi Indonesia masih di urutan tujuh, namun satu bulan silam justru merangsek naik ke posisi teratas. Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) pun membenarkan torehan buruk ini (jpnn.com, 16/06/2012).
“Menurut data dari search engine yang kami dapat, terakhir sekitar satu bulan lalu memang menyebutkan, Indonesia menjadi negara pengakses situs pornografi tertinggi di dunia,” jelas Kepala Humas dan Pusat Informasi Kementerian Kominfo, Gatot S. Dewa Broto. Walau tidak membeberkan secara rinci berapa besaran angkanya, Gatot menyatakan ini merupakan pekerjaan rumah dan tugas yang harus terus diselesaikan jajarannya. Karena, Kominfo memiliki tanggung jawab moral dalam meminimalisir akses ke situs konten mesum itu. “Kami akan bekerja lebih keras untuk menyelesaikan permasalahan ini,” sambungnya (jpnn.com, 16/06/2012).
Menteri Komunikasi dan Informasi, Tifatul Sembiring menambahkan bahwa efek dari internet tergantung dari pengguna. Kepada Radar Bogor (Grup JPNN) ia menuturkan, berdasarkan riset pornografi di 12 kota besar Indonesia terhadap 4.500 siswa-siswi SMP, ditemukan sebanyak 97,2% dari mereka pernah membuka situs porno. Data selanjutnya juga menambahkan bahwa 91% dari mereka sudah pernah melakukan kissing, petting atau oral sex. “Bahkan, data tersebut juga menyebutkan 62,1% siswi SMP pernah berzina dan 22% siswi SMU pernah melakukan aborsi,” ujarnya (jpnn.com, 16/06/2012).
Seperti diketahui, pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) telah membentuk gugus tugas pencegahan dan penanganan pornografi. Tim yang terdiri dari para menteri hingga pemerintah daerah ini akan bekerja untuk membasmi pornografi secara terpadu. Pembentukan gugus tugas ini ditandai dengan terbitnya Perpres No 25 Tahun 2012 pada 2 Maret lalu. Perpres tersebut mengacu pada Pasal 42 Undang-undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi yang mengamanatkan dibentuknya gugus tugas. Namun hingga saat ini, tim ini belum menemui hasil maksimal (jpnn.com, 16/06/2012).
Terpisah, Kepala Kantor Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Kota Bogor, Chusnul Rozaqi masih menunggu hasil dari invetarisasi permasalahan ini dari Kemenkominfo. Jadi sudah jelas, belum ada langkah proteksi pornografi yang dilakukan pemkot. “Untuk di Kota Bogor sendiri masih menunggu kewenangan dari pusat,” singkat Chusnul ketika dihubungi semalam (jpnn.com, 16/06/2012).
Pemerhati anak, sosial dan pendidikan, Jeannie Chamidi Ibrahim merasa kecewa dengan predikat baru yang didapat bangsa ini. Jeannie berpendapat, bebasnya akses porno dilatarbelakangi bebasnya keluar masuk warung internet (warnet). “Sampai saat ini tidak ada batasan umur. Kondisi seperti ini yang dikhawatirkan menghancurkan psikis anak-anak,” tukas Jeannie (jpnn.com, 16/06/2012).
Sementara itu, Pakar informatika dan telematika, Roy Suryo mengatakan, fenomena pengunggah situs porno massal itu dinilai bukan hal aneh di sejumlah negara. Apalagi di Indonesia. “Bagi saya pribadi, terus terang masalah ini sudah tidak asing lagi. Apalagi peringkat tersebut karena negara-negara lain juga memiliki kecenderungan yang sama,” jelas Roy. Roy pun menegaskan, pemerintah mesti segera memperbaiki citra internet Indonesia ke arah lebih baik. Dan itu bisa dilakukan via penyebaran software ke sekolah-sekolah, instansi, komunitas dan warnet untuk mengantisipasi lalu lintas situs mesum tersebut. “Harus ada proteksi hardware dari server-nya (hulu) serta diperlukan pendidikan brainware, etika, moral dan keagamaan,” jelas anggota DPR RI dari Fraksi Demokrat itu (jpnn.com, 16/06/2012).

Ingat yang Berikut Ini
Para pejabat negeri ini memang makin linglung mengelola aset negara. Generasi muda yang seharusnya menjadi tulang punggung peradaban justru dibenamkan hingga kerak dasar yang membuat mereka menjadi golongan tak beradab. Sadarkah para pejabat akan hal itu? Ke mana larinya nilai kemanusiaan dalam diri Bu Menkes sebagai seorang perempuan yang juga seorang ibu? Bagaimana jika ia menjadi salah satu ibu dari para remaja tersebut? Mengapa kebijakannya tidak menjaga tapi malah memfasilitasi generasi muda untuk menjadi biadab dengan makin berpotensi melakukan zina? Na’udzubillaah.
Firman Allah Swt yang berisi peringatan keras berikut ini hendaknya membuat kita sesempurna mungkin dalam bercermin, karena manusia itu lemah. “Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk.” (TQS Al-Israa [17]: 32). Dan sabda Rasul saw: “Jika zina dan riba merjalela di suatu negeri maka mereka telah menghalalkan adzab Allah atas diri mereka.” (HR. Hakim, Thabrani dan Baihaqi).
Kaitannya dengan hal ini, Islam mengatur tentang pemeliharaan keturunan. Islam telah menurunkan hukum-hukum berikut sanksi-sanksi yang berfungsi sebagai pencegah, dalam rangka memelihara keturunan manusia dan nasabnya. Islam telah mengharamkan zina dan mengharuskan dijatuhkan sanksi bagi pelakunya. Hal ini bertujuan untuk menjaga lestarinya kesucian dari sebuah keturunan. Sehingga, seorang ayah akan tetap dapat memelihara anak-anaknya serta merawat mereka, di mana ia dapat memastikan bahwa anak-anak tersebut merupakan bagian dari dirinya sendiri (darah dagingnya) (Kitab Dirosah al-Fikr). Karenanya, anak tersebut harus diperoleh dengan jalan yang sah, yaitu pernikahan, bukan perzinaan.
Bahkan, Islam pun telah menyediakan solusi berlapis agar manusia makin terjaga dan berhati-hati menyikapi zina. Islam telah mengatur masalah hadd al-qadzaf (menuduh berzina), yakni bagi siapa saja yang menuduh orang lain telah berbuat zina tanpa membawa bukti, maka kepadanya akan dijatuhkan hukuman jilid (cambuk) (Kitab Dirosah al-Fikr). Artinya, sekalipun zina merupakan salah satu pelanggaran hukum syara’, tapi menuduh zina terhadap seseorang tanpa alasan, ternyata juga termasuk pelanggaran terhadap hukum syara’. Maka, kita pun harus cermat.

Khatimah
Jadi, pasti menyesatkan bila ada yang mengkampanyekan dengan penggunaan kondom  akan tercegah dari HIV/AIDS. Kondom didesain sebagai alat kontrasepsi, pencegah kehamilan. Bukan sebagai penangkal menyebarnya virus melalui hubungan kelamin. Kebanyakan ahli juga sudah memberitakan bahwa pori-pori kondom berukuran lebih besar dari virus HIV, berarti virus tetap bisa menular meski memakai kondom. Lebih penting lagi, seks di luar nikah (zina) adalah dosa besar, baik menularkan HIV atau tidak, terjadi kehamilan atau tidak (hizbut-tahrir.or.id, 17/06/2012).
Wallaahu a’lam bish showab [].

Senin, 18 Juni 2012

Sepak Bola Tak Sekedar Olahraga Penggembira

Nindira Aryudhani, S.Pi, M.Si

Eropa Berhelat
Polandia dan Ukraina berhias. Ya, kedua negara di ujung timur Eropa ini tengah menjadi tuan rumah perhelatan akbar sepak bola Eropa, Euro 2012. Maka, sebelum penyelenggaraan Euro 2012, sistem transportasi di Polandia dan Ukraina diharapkan dapat menangani kehadiran pendukung yang luar biasa banyaknya. UEFA pun meminta perbaikan infrastruktur transportasi di seluruh kota penyelenggara, termasuk diantaranya adalah jalan raya, kereta api, terminal dan bandar udara. Seperti halnya penyelenggara sebelumnya pada tahun 2008, penyelenggara perkeretaapian Polandia menambah rute dan jalur keretanya serta mewarnai lokomotifnya dengan warna-warna peserta kejuaraan. Untuk menghadapi kejuaraan ini pula, kendaraan umum pada semua kota terutama Warsaw, Kiev dan Kharkiv memasang pengumuman dalam bahasa Inggris pada armadanya (wikipedia, 10/06/2012).
Penawaran bersama oleh Polandia dan Ukraina dipilih setelah Komite Eksekutif UEFA melaksanakan pemungutan suara pada pertemuan di Cardiff pada 18 April 2007. Penawaran ini mengalahkan penawaran lain dari Italia, Kroasia-Hungaria, Turki dan Yunani, menjadi penawaran bersama ketiga yang berhasil untuk Kejuaraan Eropa, setelah dari Belgia-Belanda (2000) dan Austria-Swiss (2008) (wikipedia, 10/06/2012).
Euro 2012 sendiri akan menjadi kejuaraan sepak bola antartim nasional negara Eropa ke-14 yang diselenggarakan oleh UEFA. Putaran finalnya diselenggarakan di Polandia dan Ukraina pada tanggal 8 Juni hingga 1 Juli 2012. Ini adalah pertama kalinya bagi kedua negara (Polandia dan Ukraina) tersebut menyelenggarakan suatu turnamen besar. Putaran final Euro 2012 diikuti 16 negara. Hal ini menjadi yang terakhir karena sejak Euro 2016 nanti dan seterusnya, yang akan diikuti oleh 24 negara finalis (wikipedia, 10/06/2012).
Babak kualifikasi yang diikuti oleh 51 negara, telah diselenggarakan antara Agustus 2010 dan November 2011. Pengundian grup Kualifikasi Euro 2012 berlangsung di Warsawa pada 7 Februari 2010. Sejumlah 51 tim turut serta berkompetisi untuk merebut 14 tempat tersisa di putaran final. Tim-tim tersebut dibagi ke dalam sembilan grup dengan pengundian penempatan untuk pertama kalinya berdasarkan koefisien tim nasional UEFA terbaru. Setelah semua pertandingan babak kualifikasi selesai dimainkan pada bulan Oktober 2011, sembilan tim posisi teratas dari setiap grup dan satu tim posisi kedua terbaik otomatis lolos ke putaran final. Delapan tim posisi kedua lainnya bermain di babak gugur tandang-kandang. Empat tim pemenang di babak gugur lolos ke putaran final. Keenambelas finalis yang tampil pada putaran final adalah Belanda, Republik Ceko, Denmark, Inggris, Republik Irlandia, Italia, Jerman, Kroasia, Prancis, Polandia, Portugal, Rusia, Spanyol, Swedia, Ukraina dan Yunani. Pemenang Euro 2012 ini otomatis mewakili UEFA untuk mengikuti Piala Konfederasi FIFA 2013 yang akan diselenggarakan di Brasil. Namun peringkat kedua (runner up) dapat mengikuti Piala Konfederasi jika Spanyol menjadi juara pada kejuaraan ini, karena Spanyol telah lolos sebagai pemenang Piala Dunia FIFA 2010 (wikipedia, 10/06/2012).
Selanjutnya, tiket turnamen dijual langsung oleh UEFA melalui situs webnya, atau akan didistribusikan oleh asosiasi sepak bola dari 16 finalis. Aplikasi harus dibuat selama bulan Maret 2011 untuk 1,4 juta tiket yang tersedia untuk 31 pertandingan turnamen. Lebih dari 12 juta aplikasi telah diterima, yang merupakan peningkatan 17% dari final tahun 2008, dan menjadi rekor sepanjang masa untuk Kejuaraan Eropa UEFA. Karena banyak sekali yang berlangganan selama pertandingan, undian dilakukan untuk mengalokasikan tiket (wikipedia, 10/06/2012).
Harga tiket pun bervariasi, mulai dari 30 euro (25 poundsterling) (untuk kursi belakang gawang di pertandingan grup) menjadi 600 euro (513 poundsterling) (untuk kursi di tribun utama di akhir). Selain tiket pertandingan perorangan, penggemar bisa membeli paket tiket untuk menonton semua pertandingan yang dimainkan oleh satu tim, atau semua pertandingan pada satu lokasi tertentu (wikipedia, 10/06/2012). Wow, pengorbanan yang luar biasa untuk dapat menyaksikan tim dan pemain favorit berlaga.

Sepak Bola, Produk Media Massa
Harus diakui, bahwa Euro 2012 tak bisa dilepaskan identitasnya sebagai produk media massa. Tak bisa disangkal, peran media massa pun cukup mempengaruhi kehidupan masyarakat. Opini atau keputusan kita selaku warga negara atau sekedar penyimak media berkorelasi dengan pola kita mengkonsumsi media (Arief Suditomo, Pimred RCTI, dalam Buku “Dosa-dosa Media Amerika” 2006). Sungguh, media massa memang potensial menjadi sarana propaganda. Disamping itu, media massa juga merupakan simbol kebanggaan dan superioritas. Bahkan dijamin mampu mencuci otak dan menipu pola pikir (Buku “Dosa-dosa Media Amerika” 2006). Maka bukan mustahil jika dahsyatnya pemberitaan di media massa akhirnya mampu menentukan animo masyarakat terhadap Euro 2012.
Sayangnya, media massa yang ada saat ini bersifat egois, hanya berorientasi profit, melakukan  pembodohan publik, hingga penghilangan jati diri. Alih-alih mencerdaskan dan memberdayakan masyarakat, media massa malah menjadi  pengancam generasi (Makalah Orasi KIMB 2012). Bagaimana tidak? Harga tiket pertandingan sudah membuktikan target profit yang dicanangkan oleh penyelenggara. Belum lagi jika jadwal pertandingan kebetulan ‘bentrok’ dengan jadwal sholat fardhu, rasanya berat meninggalkan jalannya pertandingan, hingga khawatir tak menyaksikan pemain idola menjebol gawang lawan, pengganjaran kartu merah dan kartu kuning untuk tim lawan, ataupun aksi dramatis lainnya. Seharusnya para penggemar sepak bola itu merasa rugi, saat tidak sholat tepat waktu, saat tidak optimal berdakwah, saat keteteran ujian akibat begadang menonton pertandingan di malam sebelumnya, dsb.
Benarlah bahwa acara pertandingan sepak bola terkategori sesuatu yang bersifat mubah (boleh), yang jika ditinggalkan maka tidak menyebabkan dosa sebagaimana sholat fardhu ataupun aktivitas dakwah. Definisi mubah adalah apa yang dituju oleh dalil wahyu terhadap seruan Allah Swt yang di dalamnya terdapat pilihan, antara melakukan atau meninggalkannya (Kitab Nizhomul Islam). Firman Allah Swt berikut ini hendaknya membuat kita hati-hati: “Ketahuilah, bahwa sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah- megah antara kamu serta berbangga-banggaan tentang banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani; kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur. Dan di akhirat (nanti) ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridhaan-Nya. Dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu.” (TQS al-Hadid [57]: 20). Demikian halnya dengan sabda Rasul saw: “Nyanyian dan permainan hiburan yang melalaikan menumbuhkan kemunafikan dalam hati.” (HR. ad-Dailami).
Kini, tujuan olahraga memang telah terdistorsi hanya sebagai ajang meraih medali, hiburan, bahkan ada yang terkategori olahraga kaum elit. Sepak bola, sebagai produk media massa, merupakan tayangan visual yang diterima oleh panca indera kita, yang kemudian diolah oleh akal kita hingga menjadi sebuah pemahaman dan perilaku. Kaitannya dengan hal ini, Islam juga memerintahkan kita untuk menjaga akal. Islam pun menganjurkan untuk menuntut ilmu, merenung (tadabbur) dan berijtihad sebagai usaha untuk mengembangkan kemampuan akal pada diri manusia (Kitab “Dirosah al-Fikr”). Maka, media massa sebagai sarana propaganda hendaknya berperan menampilkan kemampuan dan kekuatan Islam dalam mewujudkan rahmatan lil alamin (Makalah Orasi KIMB 2012), bukan menampilkan tayangan yang melalaikan. Karena jelas, Islam tidak membiarkan akal hanya dibuai oleh kenikmatan visual. Mengingat sepak bola saat ini masih menjadi bagian produk andalan media massa kapitalistik-sekuler yang berstandar kebahagiaan duniawi yang semu.

Olahraga, Modal Jihad
Terkait dengan olahraga sendiri, Rasulullaah saw memerintahkan agar anak-anak muslim diajari olahraga berenang, berkuda, dan memanah. Yang mana, jenis olahraga tersebut dapat digunakan untuk survival, membela diri dan tentunya berjihad. Sebutlah contohnya pencak silat, di mana Nusantara terkenal dengan pencak silat sebagai jenis olahraga bela dirinya. Perkembangan dan penyebaran pencak silat secara historis mulai tercatat ketika penyebarannya banyak dipengaruhi oleh kaum ulama seiring dengan penyebaran agama Islam pada abad ke-14. Pencak silat lalu berkembang dari sekedar ilmu bela diri dan seni tari rakyat, menjadi bagian dari pendidikan bela negara untuk menghadapi penjajah kolonialisme (TSQ Stories Jilid 2 2011).
Disamping itu, pencak silat juga menjadi bagian dari latihan spiritual. Sejak dulu, pencak silat diajarkan bersama-sama dengan pelajaran agama di surau-surau. Dan sudah menjadi tradisi di pesantren-pesantren, bahwa ilmu silat tingkat tinggi hanya diberikan kepada santri yang telah khattam kitab-kitab fiqih tingkat lanjut, serta telah terbukti mampu menahan gejolak hawa nafsunya. Hal ini terbukti jejaknya di berbagai pesantren di Nusantara, yang pastinya cerminan tradisi yang sama dan merata di wilayah yang lain dalam kekuasaan Daulah Islam. Karena tidak akan mungkin Daulah Islam memiliki para mujahid yang tangguh manakala mereka tidak memiliki mata airnya, yaitu para santri yang mempraktikkan olahraga para mujahid (TSQ Stories Jilid 2 2011).

Walhasil, berdasarkan uraian di atas, sah-sah saja menikmati hiburan, termasuk sepak bola. Akan tetapi tetap harus sesuai aturan, proporsional dan tidak kelewatan. Dan jika sebagai bagian penjagaan kemampuan fisik dalam rangka membela Islam, maka kaum muslimin memilih sepak bola menjadi olahraga favorit, tentu tidak apa. Yang penting tak sekedar sebagai penggembira apalagi ajang hura-hura.
Wallaahu a’lam bish showab [].

Pertanian, Sumber Ekonomi yang Memakmurkan

Nindira Aryudhani, S.Pi, M.Si



Indonesia adalah negara dengan kekayaan alam melimpah, tanah yang subur, hutan yang luas dan hasil laut tiada banding. Sementara di dalam perut buminya terkandung barang tambang, minyak dan gas alam dalam jumlah besar. Namun menjadi sebuah ironi jika melihat keadaan penduduknya yang semakin miskin. Menurut Biro Pusat Statistik (BPS), jumlah penduduk miskin di Indonesia pada Maret 2011 mencapai 30,02 juta orang. Menurut laporan Asia Development Bank (ADB) 25/08/2011, kemiskinan di Indonesia bertambah dibandingkan lima tahun lalu. Haruskah demikian yang terjadi?
Dalam konsep politik ekonomi dan kesejahteraan sebuah negara, pertanian dipandang sebagai salah satu sumber ekonomi primer, disamping perindustrian, perdagangan dan tenaga manusia (jasa) (Buku “Politik Ekonomi Islam”).  Sebagai negara agraris, pertanian merupakan salah satu potensi sumber daya Indonesia. Indonesia memiliki potensi ketersediaan lahan yang cukup besar dan belum dimanfaatkan secara optimal. Data dari kajian akademis yang dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal Pengelolaan Lahan dan Air, Kementerian Pertanian pada tahun 2006 memperlihatkan bahwa total luas daratan Indonesia adalah sebesar 192 juta ha, terbagi atas 123 juta ha (64,6%) merupakan kawasan budidaya dan 67 juta ha sisanya (35,4%) merupakan kawasan lindung. Dari total luas kawasan budidaya, yang berpotensi untuk areal pertanian seluas 101 juta ha, meliputi lahan basah seluas 25,6 juta ha, lahan kering tanaman semusim 25,3 juta ha dan lahan kering tanaman tahunan 50,9 juta ha. Sampai saat ini, dari areal yang berpotensi untuk pertanian tersebut, yang sudah dibudidayakan menjadi areal pertanian sebesar 47 juta ha, sehingga masih tersisa 54 juta ha yang berpotensi untuk perluasan areal pertanian (okemms.blogspot.com/potensi-pertanian-indonesia, 19/06/2011)
Apa mau dikata, sebagaimana dilansir oleh medanbisnisdaily.com (05/04/2012), selama ini sektor pertanian sudah terlupakan. Padahal, sektor ini menjadi penyelamat pada saat krisis ekonomi tahun 1998 lalu. Belum lagi dengan pernyataan Direktur Analisis dan Perkembangan Statistik Badan Pusat Statistik (BPS), Kecuk Suharyanto, yang mengatakan jumlah kemiskinan terbesar sebanyak 72% berasal dari masyarakat yang hidup dari sektor pertanian. Pendapatan mereka rata-rata masih sangat rendah dan cenderung stagnan. Kecuk menambahkan bahwa salah satu karakteristik yang penting dari kemiskinan adalah mereka terbanyak tinggal di perdesaan. Selama ini tidak ada kebijakan penanggulangan khusus di pertanian. Upah buruh petani bahkan nyaris tidak bergerak dari Rp 37 ribu per hari, sekarang Rp 39 ribu per hari (www.rimanews.com, 03/09/2011). Hal ini mengindikasikan bahwa pemerintah bukan saja kurang memberdayakan petani tetapi juga terhadap sektor pertanian keseluruhan (Ikatan Senat Mahasiswa Pertanian Indonesia (ISMPI), 17/09/2009). Wajar, jika pada faktanya petani jauh dari sejahtera.
Kegagalan Indonesia menyejahterakan penduduknya adalah karena memilih sistem ekonomi kapitalisme, sebuah sistem yang telah usang dan gagal menyejahterakan penduduk dunia, sekalipun di pusat kapitalisme sendiri, Amerika Serikat. Hal ini sebagaimana firman Allah Swt: “Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).”(TQS al-Rum [30]: 41).
Konsep politik ekonomi Islam memandang bahwa asas pertanian adalah tanah. Sebab, jika tanah tidak ada, maka tenaga manusia, skill dan alat secara mutlak tidak akan mampu menghasilkan produksi pertanian; sedangkan tanah dalam kondisi apapun tetap berproduksi. Maka jelas, metode penguasaan (kepemilikan) dan pengelolaan tanah akan menentukan arah produksinya. Untuk itu, tanah harus memiliki hukum tersendiri yang berbeda dengan harta benda lain, yaitu hukum yang menilai tujuan keberadaan tanah telah tercapai jika terdapat produksi. Artinya, kepemilikan tetap ada jika produksi ada, dan hak kepemilikan akan hilang jika produksi tidak terealisasi. Hal ini terlepas apakah tanah itu luas atau sempit, dan apakah kepemilikan tanah di antara manusia itu sama atau berbeda (Buku “Politik Ekonomi Islam”).
Pada dasarnya, politik pertanian dijalankan untuk meningkatkan produksi pertanian. Untuk itu, dapat dilakukan dua langkah: pertama, intensifikasi, yaitu melakukan berbagai usaha untuk meningkatkan produksi tanah. Negara pun memberikan modal bagi petani yang tidak mampu sebagai hibah, bukan kredit, apalagi utang. Kedua, ekstensifikasi, dengan menambah luas area lahan yang akan ditanami. Yaitu dengan cara menghidupkan tanah mati dan memagarinya, memberikan tanah secara gratis kepada rakyat yang mampu bertani namun tidak memiliki tanah, rakyat yang memiliki area tanah yang sempit, dan termasuk tanah yang di bawah kekuasaannya. Negara pun harus berlaku tegas dengan mengambil tanah dari rakyat yang telah menelantarkan tanahnya selama tiga tahun berturut-turut (Buku “Politik Ekonomi Islam”).
Pertanian hanyalah salah satu aspek ekonomi, tidak dapat berdiri sendiri. Dalam meraih tujuan ekonomi, yaitu meningkatkan kemajuan materi, pertanian harus terkait dengan industri (industri penghasil mesin). Melakukan revolusi pertanian dan revolusi industri secara bersamaan dengan tetap menjadikan industri  sebagai ujung tombak kemajuan, akan tercapai jika terdapat hal yang saling berdekatan antara revolusi pertanian dan revolusi industri. Untuk itu, tidaklah boleh melakukan revolusi pertanian, memberikan tenaga dan membelanjakan harta, kecuali yang akan meningkatkan produksi kekayaan pertanian yang telah ada. Harta negara pada kondisi seperti itu lebih diperlukan untuk revolusi industri. Negara tidak selayaknya menginstruksikan pajak untuk membangun infrastruktur yang tidak terlalu diperlukan. Tidak selayaknya pula negara berutang, meski kepada rakyatnya sendiri untuk melaksanakan pembangunan di dalam negeri. Negara juga tidak perlu berutang kepada negara-negara kafir penjajah seperti yang dilakukan oleh rezim sekarang. Bahkan, dalam keadaan apa pun, utang luar negeri mutlak tidak boleh dilakukan. Sebab, utang seperti itu selalu terkait dengan riba dan syarat-syarat tertentu. Riba jelas diharamkan, baik dari dan oleh seseorang maupun negara (Buku “Politik Ekonomi Islam”).
Dengan demikian, pertanian Indonesia sejatinya dapat berkontribusi besar bagi kemakmuran negara dan rakyatnya sesuai dengan potensinya. Bertolak dari itu semua, Hizbut Tahrir Indonesia kembali mengajak seluruh kaum Muslimin untuk berjuang menegakkan Khilafah, sebagai model terbaik negara yang menyejahterakan (a greatest model for prosperous state). Khilafah memiliki mekanisme pengaturan berekonomi berdasarkan prinsip hukum Islam yang terbukti dalam kurun 13 abad mampu mewujudkan kesejahteraan secara material. Hanya dengan tegaknya Khilafah, sistem kapitalisme-liberalisme dan demokrasi bisa dicampakkan. Kesejahteraan hidup di bawah naungan Khilafah di akhir zaman diberitakan Rasulullaah saw: Akan ada pada akhir umatku seorang khalifah yang memberikan harta secara berlimpah dan tidak terhitung banyaknya.” (HR Muslim). Aamiin.
Wallaahu a’lam bish showab [].