Nindira Aryudhani, S.Pi, M.Si
Nafsiah
Mboi, Menkes yang baru sudah resmi dilantik oleh Presiden Susilo Bambang
Yudhoyono. Masa kerjanya memang tak lama, hanya 2,5 tahun. Namun bukan berarti
masa bakti yang singkat itu menghalangi Menkes untuk membuat suatu perubahan
yang signifikan demi tercapainya kondisi kesehatan masyarakat yang lebih baik.
Dalam jumpa pers yang digelar di Ruang Leimena kantor Kementerian Kesehatan,
Kamis (14/06/2012), Menkes memang masih belum dapat mengemukakan
program-program kerja seperti apa yang akan dilaksanakan secara konkrit (health.detik.com, 15/06/2012).
“Saya
sudah menandatangani kontrak kinerja dengan presiden. Yang bagus adalah, di
dalam kontrak kinerja ada targetnya, misalnya memastikan pencapaian target
Kemenkes 2014. Jadi, saya bersama teman di kemenkes tinggal memonitor
program-program yang ada agar selesai sesuai target yang ditetapkan bersama.
Saya tidak bikin target baru dalam kontrak kinerja yang juga sudah
ditandatangani Bu Endang (Alm.) ini,” kata Menkes (health.detik.com, 15/06/2012).
Rencananya,
Menkes bersama jajaran akan membahas secara intensif tantangan apa yang akan
dihadapi oleh Kementerian Kesehatan untuk beberapa tahun mendatang. Namun
secara eksternal, Menkes mengaku tantangannya adalah wilayah Indonesia yang
sangat luas dan memiliki masalah kesehatan yang berbeda-beda. “Untuk pastinya,
silakan tanya saya lagi satu bulan dari sekarang,” demikian kata Menkes (health.detik.com, 15/06/2012).
Menkes
Menggebrak Nusantara
Disindir
mengenai permasalahan HIV/AIDS yang telah menjadi isu yang akrab ditangani
selama beberapa tahun terakhir, Menkes yang sebelumnya menjabat sebagai
Sekretaris Eksekutif Komite Penanggulangan AIDS (KPA) Nasional ini berharap
dapat melakukan gebrakan. Yaitu mengusulkan agar remaja dipermudah aksesnya
untuk mendapat kondom (health.detik.com,
15/06/2012).
“Kita
berharap bisa meningkatkan kesadaran mengenai kesehatan reproduksi untuk
remaja. Dalam Undang-Undang, yang belum menikah tidak boleh diberi kontrasepsi.
Namun kami menganalisis data dan itu ternyata berbahaya jika tidak melihat
kenyataan. Sebanyak 2,3 juta remaja melakukan aborsi setiap tahunnya menurut
data dari BKKBN,” kata Menkes. Menkes melihat, angka sebanyak itu menunjukkan
bahwa banyak remaja mengalami kehamilan yang tidak diinginkan. Ia menegaskan,
Undang-Undang perlindungan anak menyatakan bahwa setiap anak yang dikandung
sampai dilahirkan harus diberikan haknya sesuai UU Perlindungan Anak. Maka,
mempermudah akses remaja untuk mendapatkan kondom diharapkan dapat menekan angka
aborsi dan kehamilan yang tak diinginkan (health.detik.com,
15/06/2012).
Tentu
saja hal ini mungkin akan mendapat pertentangan dari kelompok-kelompok tertentu
yang menganggap pemberian kondom kepada remaja dapat memicu seks bebas. Tapi
Menkes berpendapat, jika pemahaman remaja mengenai kesehatan reproduksi sudah
cukup baik, tidak perlu ada kekhawatiran idenya ini akan memicu seks bebas. “Kita
akan membahas bagaimana hak-hak anak dalam kandungan ini dapat terpenuhi.
Kampanye kondom difokuskan untuk seks yang beresiko. Untuk mempercepat
pencapaian goal MDGs poin 6 tentang
HIV/AIDS, maka kampanye kondom merupakan suatu kewajiban. Setiap hubungan seks
yang beresiko menularkan penyakit atau kehamilan yang tak diinginkan adalah hubungan
seks yang beresiko,” tegas Menkes (health.detik.com,
15/06/2012).
Reaksi
Sejumlah Pihak
Sejumlah
tokoh pun bereaksi. Diantaranya, Presidium Medical
Emergency Rescue Committee (MER-C), Jose Rizal Jurnalis. Ia menyatakan
bahwa kampanye penggunaan kondom ala Menteri Kesehatan Nafsiah Mboi itu tidak dilandasi
agama dan hanya melihat statistik penyebaran penyakit dengan hubungan
heteroseksual. “Dia (Menkes) tidak melihat moralitas dan sebagainya, padahal
persoalan ini juga menyangkut moral. Kampanye itu sama saja, silahkan hubungan
seks karena ada kondom. Ini kacau, hubungan seks bebas atau seks di luar nikah
dilarang agama, tapi kalau terpaksa silahkan pakai kondom. Ini jelas cara
berpikir yang liberal, seperti di Amerika Serikat,” tegas Jose Rizal (itoday/eramuslim.com, 18/06/2012).
“MER-C
menolak keras cara mengatasi AIDS dengan cara itu. Hukum agama harus
ditegakkan. Hukum agama untuk kemaslahatan umat manusia, tapi banyak yang
menganggap itu pengekangan kebebasan. Ini dua hal yang selalu diadu. Kebebasan
dibiarkan, nantinya orang bebas menganut seks bebas atas atas nama kebebasan.
Terus ada kampanye kondom, ini jadi kacau,” kecam Jose Rizal (itoday/eramuslim.com, 18/06/2012).
Ketua Umum Muslimat NU, Khofifah Indar Parawansa,
pun buka suara. Khofifah mengatakan bahwa persoalan yang melanda bangsa ini
adalah kemerosotan moral, dan bagi-bagi kondom bukan satu penyelesaian masalah.
“Yang jelas bagi-bagi kondom tidak akan selesaikan masalah moral di Indonesia," kata Khofifah.
Selain itu, program tersebut juga dinilainya tidak
sinkron dengan program kementerian lain yang mengarah pada pembangunan moral
dan karakter (antaranews.com, 19/06/2012).
Khofifah mengungkapkan, Kementerian Agama telah
memprogram gerakan Magrib mengaji, sementara Kementerian Pendidikan Nasional
dan Kebudayaan telah menyiapkan pedoman pendidikan karakter. “Ini jelas merusak
orkestra pembangunan kita karena program yang satu bertentangan dengan program
yang lain," kata Menteri Pemberdayaan Perempuan era Presiden Abdurrahman
Wahid itu. Menurut Khofifah, masalah
kemerosotan moral sudah sangat memprihatinkan. Khofifah
pun mengatakan, berdasar data yang di-up date Muslimat NU pada tahun
2011, ada lima juta perempuan menggugurkan kandungan, sebagian besar berusia 16
tahun ke bawah, yakni mencapai 62%. Persoalan umat yang sudah seperti ini
jangan dijawab bagi-bagi kondom bagi remaja kita. Akan tetapi, bagaimana kita
ikhtiar luar biasa agar ada iman dan takwa yang tertanam pada anak-anak kita,” katanya
(antaranews.com, 19/06/2012).
Juru Bicara Muslimah Hizbut Tahrir Indonesia
(MHTI), Iffah Ainur Rochmah, juga angkat bicara. Iffah menyatakan bahwa sosialisasi Menkes tentang
penanggulangan AIDS ala UNAIDS ini sangat liberal. Sosialisasi kondom ini tidak
akan pernah memutus mata rantai utama penyebaran AIDS yakni menghapus pergaulan
bebas, tapi malah memberi jalan keluar agar pergaulan bebas tidak menghantar
pada HIV atau kehamilan tak diinginkan. Sejak awal kebijakan terkait
penanggulangan AIDS memang sangat liberal. Dengan pengalaman Nafsiah sebagai
aktivis HIV/AIDS, implementasi kebijakan liberal tersebut bisa jadi lebih
nyata. Buktinya, baru diumumkan pengangkatannya, Menkes baru sudah
menyatakan ke media akan menggerakkan semua jajaran kementriannya untuk
kampanye kondom (hizbut-tahrir.or.id,
17/06/2012).
“Dia
(Menkes) anggap keberhasilan kampanye kondom ini adalah indikator keberhasilan
penanggulangan AIDS. Masya Allah, bahkan akan menjadikan kalangan remaja 15-24
tahun sebagai sasaran yang tak boleh diabaikan. Mereka diasumsikan belum
menikah tapi rawan melakukan seks bebas. Agar tidak terjadi kehamilan dan tidak
kena AIDS, pakai saja kondom! Astaghfirullah. Program sangat berbahaya bagi
umat. Seks bebas bisa semakin merajalela. Kalau data BKKBN tahun 2010 lalu
menunjukkan 51% remaja
Jabodetabek telah lakukan seks pra nikah, jangan sampai kita anggap biasa kalau
angka ini semakin meningkat. Karenanya program ini harus kita kritisi bahkan
layak kita tolak,” tegasnya (hizbut-tahrir.or.id,
17/06/2012).
Iffah menambahkan, tapi kita tak bisa pungkiri, kedaulatan negeri
sudah terampas oleh tekanan-tekanan internasional. Liberalisme semakin mengakar
kuat. Salah
satunya lewat MDGs. Target MDGs 2015 terkait angka penderita HIV/AIDS di
Indonesia harus dikejar. Kalau tidak, maka ada ‘hukuman internasional’ yang
harus diterima. Ingat
kan, beberapa minggu lalu Indonesia mendapat hukuman melalui laporan UPR
terkait kebebasan beragama. Pemerintah langsung mengambil tindakan, tanpa
menimbang masalahnya secara mendalam. Hal yang sama kiranya juga terjadi
dalam kasus pencapaian target penderita AIDS sesuai target MDGs. Untuk mengejar
target inilah semua rekomendasi liberal harus diambil. Termasuk kampanye kondom,
dengan mengabaikan dampaknya terhadap makin tingginya pelaku seks bebas. Kalau sebelumnya masih
diperhatikan UU yang melarang pemberian kontrasepsi kepada yang belum menikah,
kini UU itu pun ditabrak demi mengejar ‘pujian’ internasional (hizbut-tahrir.or.id, 17/06/2012).
Jangan
Lupakan yang Satu Ini
Entah
apa yang sedang merasuk ke dalam pemikiran Bu Menkes. Jangan lupakan yang satu
ini. Indonesia kini memiliki predikat anyar. Yakni negara dengan pengakses situs
porno nomor satu sedunia. Torehan ini sungguh memalukan. Pasalnya, satu
setengah tahun lalu posisi Indonesia masih di urutan tujuh, namun satu bulan
silam justru merangsek naik ke posisi teratas. Kementerian Komunikasi dan
Informatika (Kominfo) pun membenarkan torehan buruk ini (jpnn.com, 16/06/2012).
“Menurut data dari search
engine yang kami dapat, terakhir sekitar satu bulan lalu memang
menyebutkan, Indonesia menjadi negara pengakses situs pornografi tertinggi di
dunia,” jelas Kepala Humas dan Pusat Informasi Kementerian Kominfo, Gatot S.
Dewa Broto. Walau tidak membeberkan secara rinci berapa besaran angkanya, Gatot
menyatakan ini merupakan pekerjaan rumah dan tugas yang harus terus
diselesaikan jajarannya. Karena, Kominfo memiliki tanggung jawab moral dalam
meminimalisir akses ke situs konten mesum itu. “Kami akan bekerja lebih keras
untuk menyelesaikan permasalahan ini,” sambungnya (jpnn.com, 16/06/2012).
Menteri Komunikasi dan Informasi, Tifatul Sembiring
menambahkan bahwa efek dari internet tergantung dari pengguna. Kepada Radar
Bogor (Grup JPNN) ia menuturkan, berdasarkan riset pornografi di 12 kota besar
Indonesia terhadap 4.500 siswa-siswi SMP, ditemukan sebanyak 97,2% dari mereka
pernah membuka situs porno. Data selanjutnya juga menambahkan bahwa 91% dari
mereka sudah pernah melakukan kissing,
petting atau oral sex. “Bahkan, data tersebut juga menyebutkan 62,1% siswi SMP
pernah berzina dan 22% siswi SMU pernah melakukan aborsi,” ujarnya (jpnn.com, 16/06/2012).
Seperti diketahui, pemerintahan Susilo Bambang
Yudhoyono (SBY) telah membentuk gugus tugas pencegahan dan penanganan pornografi.
Tim yang terdiri dari para menteri hingga pemerintah daerah ini akan bekerja
untuk membasmi pornografi secara terpadu. Pembentukan gugus tugas ini ditandai
dengan terbitnya Perpres No 25 Tahun 2012 pada 2 Maret lalu. Perpres tersebut
mengacu pada Pasal 42 Undang-undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi yang
mengamanatkan dibentuknya gugus tugas. Namun hingga saat ini, tim ini belum
menemui hasil maksimal (jpnn.com,
16/06/2012).
Terpisah, Kepala Kantor Komunikasi dan Informatika
(Kominfo) Kota Bogor, Chusnul Rozaqi masih menunggu hasil dari invetarisasi
permasalahan ini dari Kemenkominfo. Jadi sudah jelas, belum ada langkah
proteksi pornografi yang dilakukan pemkot. “Untuk di Kota Bogor sendiri masih
menunggu kewenangan dari pusat,” singkat Chusnul ketika dihubungi semalam (jpnn.com, 16/06/2012).
Pemerhati anak, sosial dan pendidikan, Jeannie Chamidi
Ibrahim merasa kecewa dengan predikat baru yang didapat bangsa ini. Jeannie
berpendapat, bebasnya akses porno dilatarbelakangi bebasnya keluar masuk warung
internet (warnet). “Sampai saat ini tidak ada batasan umur. Kondisi seperti ini
yang dikhawatirkan menghancurkan psikis anak-anak,” tukas Jeannie (jpnn.com, 16/06/2012).
Sementara itu, Pakar informatika dan telematika, Roy
Suryo mengatakan, fenomena pengunggah situs porno massal itu dinilai bukan hal
aneh di sejumlah negara. Apalagi di Indonesia. “Bagi saya pribadi, terus terang
masalah ini sudah tidak asing lagi. Apalagi peringkat tersebut karena
negara-negara lain juga memiliki kecenderungan yang sama,” jelas Roy. Roy pun menegaskan,
pemerintah mesti segera memperbaiki citra internet Indonesia ke arah lebih
baik. Dan itu bisa dilakukan via penyebaran software
ke sekolah-sekolah, instansi, komunitas dan warnet untuk mengantisipasi lalu
lintas situs mesum tersebut. “Harus ada proteksi hardware dari server-nya
(hulu) serta diperlukan pendidikan brainware,
etika, moral dan keagamaan,” jelas anggota DPR RI dari Fraksi Demokrat itu (jpnn.com, 16/06/2012).
Ingat
yang Berikut Ini
Para pejabat negeri ini memang makin
linglung mengelola aset negara. Generasi muda yang seharusnya menjadi tulang
punggung peradaban justru dibenamkan hingga kerak dasar yang membuat
mereka menjadi golongan
tak beradab. Sadarkah para pejabat akan
hal itu? Ke mana larinya nilai kemanusiaan dalam diri Bu Menkes sebagai seorang perempuan yang juga
seorang ibu? Bagaimana jika ia menjadi salah satu ibu dari para
remaja tersebut? Mengapa kebijakannya tidak menjaga tapi malah
memfasilitasi generasi muda untuk menjadi biadab dengan makin berpotensi
melakukan zina? Na’udzubillaah.
Firman
Allah Swt yang berisi peringatan keras berikut ini hendaknya membuat kita sesempurna mungkin dalam bercermin, karena manusia itu lemah. “Dan janganlah kamu mendekati zina;
sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang
buruk.” (TQS Al-Israa [17]: 32). Dan sabda Rasul saw: “Jika zina dan riba merjalela
di suatu negeri maka mereka telah menghalalkan adzab Allah atas diri mereka.” (HR. Hakim, Thabrani dan Baihaqi).
Kaitannya dengan hal ini, Islam mengatur tentang pemeliharaan
keturunan. Islam telah menurunkan hukum-hukum berikut sanksi-sanksi yang
berfungsi sebagai pencegah, dalam rangka memelihara keturunan manusia dan
nasabnya. Islam telah mengharamkan zina dan mengharuskan dijatuhkan sanksi bagi
pelakunya. Hal ini bertujuan untuk menjaga lestarinya kesucian dari sebuah
keturunan. Sehingga, seorang ayah akan tetap dapat memelihara anak-anaknya serta
merawat mereka, di mana ia dapat memastikan bahwa anak-anak tersebut merupakan
bagian dari dirinya sendiri (darah dagingnya) (Kitab Dirosah al-Fikr). Karenanya, anak tersebut harus diperoleh dengan
jalan yang sah, yaitu pernikahan, bukan perzinaan.
Bahkan, Islam pun telah menyediakan solusi berlapis
agar manusia makin terjaga dan berhati-hati menyikapi zina. Islam telah
mengatur masalah hadd al-qadzaf
(menuduh berzina), yakni bagi siapa saja yang menuduh orang lain telah berbuat
zina tanpa membawa bukti, maka kepadanya akan dijatuhkan hukuman jilid (cambuk)
(Kitab Dirosah al-Fikr). Artinya,
sekalipun zina merupakan salah satu pelanggaran hukum syara’, tapi menuduh zina
terhadap seseorang tanpa alasan, ternyata juga termasuk pelanggaran terhadap hukum
syara’. Maka, kita pun harus cermat.
Khatimah
Jadi, pasti menyesatkan
bila ada yang mengkampanyekan dengan penggunaan kondom akan tercegah dari
HIV/AIDS. Kondom didesain sebagai alat kontrasepsi, pencegah kehamilan.
Bukan sebagai penangkal menyebarnya virus
melalui hubungan kelamin. Kebanyakan
ahli juga sudah memberitakan bahwa pori-pori kondom berukuran lebih besar dari
virus HIV, berarti virus tetap bisa menular meski memakai kondom. Lebih penting
lagi, seks di luar nikah (zina) adalah dosa besar, baik menularkan HIV atau
tidak, terjadi kehamilan atau tidak (hizbut-tahrir.or.id, 17/06/2012).
Wallaahu a’lam bish showab [].