Kamis, 13 Februari 2014

Hanya Singa yang Mampu Membungkam Negeri Singa

Nindira Aryudhani, S.Pi, M.Si

KRI Usman-Harun merupakan 1 dari 3 kapal perang tipe F2000 Corvette yang didatangkan Indonesia dari Inggris. Selain KRI Usman-Harun 359, Indonesia juga memberi nama 2 kapal perang lainnya: KRI Bung Tomo 357 dan KRI John Lie 358. Namun, belum lagi dioperasikan oleh TNI Angkatan Laut, Singapura sudah ribut. Negeri jiran itu mengajukan protes karena nama Usman dan Harun mereka nilai bisa menyakiti hati rakyatnya yang menjadi korban peledakan MacDonald House di Orchad Road pada 10 maret 1965 silam.

Indonesia tegas-tegas tak mau mengubah nama itu. Nama KRI Usman-Harun diambil melalui prosedur. Singapura memang menganggap Usman dan Harun sebagai teroris. Namun tidak bagi Indonesia, kedua prajurit Korps Komando Operasi (KKO-sekarang marinir) itu adalah pahlawan nasional. Namanya sangat layak diabadikan, sehingga negara lain tak ada urusan soal nama kapal perang itu (news.liputan6.com, 13/02/2014).

Senjata-senjata Canggih di KRI Usman-Harun-359

KRI Usman-Harun-359, kapal buatan BAE System Maritime-Naval Ships, Inggris, ini dilengkapi sejumlah senjata. Berdasarkan data, kapal perang tipe F2000 Corvette ini memiliki 1 meriam Oto Melara 76 mm, 2 meriam MSI Defence DS 30B REMSIG 30 mm, dan peluncur tripel torpedo BAE Systems 324 mm untuk perang atas air dan bawah air. Selain itu, dilengkapi pula dengan 16 tabung peluncur peluru kendali permukaan-ke-udara VLS MBDA MICA (BAE Systems), 2 set 4 tabung peluncur peluru kendali MBDA (Aerospatiale) MM-40 Block II Exocet. Dua sistem arsenal inilah yang cukup mengganggu pertahanan musuh, baik dari udara ataupun permukaan laut.

Sistem kesenjataan bawah lautnya juga cukup menggentarkan lawan hingga jarak sejauh 50 kilometer dari titik peluncuran. Selain KRI Usman-Harun-359, senjata-senjata itu juga terpasang pada 2 kapal perang lain yang juga dipesan Indonesia dari Inggris: KRI Bung Tomo-357 dan KRI John Lie-358. BAE System Maritime-Naval Ships melengkapi ketiga kapal perang itu dengan pengarah senjata elektro-optik Ultra Electronics/Radamec Series 2500, radar penjejak I/J-band BAE Insyte 1802SW I/J-band, radar navigasi Kelvin Hughes Type 1007, radar Thales Nederland Scout, dan penangkal serangan Thales Sensors Cutlass 242. Untuk keperluan perang bawah air dari serbuan dan intipan kapal selam, kapal-kapal perang ini dilengkapi radar berbasis sonar di lambung Thales Underwater Systems TMS 4130C1, radar permukaan dan udara E-band dan F-band BAE Systems Insyte AWS-9 3D. Inilah salah satu sebab personel pengawaknya cukup banyak. Tiap kapal memerlukan 79 personel termasuk sang komandan kapal.

Dengan karakter korvet yang cukup “mini” namun sarat persenjataan, kapal perang berbobot kosong hampir 2.000 ton ini pas untuk keperluan patroli jarak dekat-menengah dan kawal-sergap. Apalagi kecepatannya cukup mumpuni, yaitu hingga 30 knot perjam berkat dorongan empat mesin diesel MAN B&W/Ruston yang memancarkan tenaga total 30,2 MegaWatt dari 2 poros baling-balingnya.

Di atas kertas, sekali pengisian penuh bahan bakar dan logistiknya, jarak tempuhnya pada kecepatan ekonomis 12 knot perjam adalah 5.000 mil laut. Kalau ini benar-benar diterapkan, maka jarak Sabang-Merauke bisa ditempuh dalam 18 hari layar. Dengan perhitungan jarak tempuh peluru kendali MM-38 Block III Exocet menjangkau 180 kilometer, maka jarak 5.000 mil laut alias 9.000 kilometer darat itu memerlukan 50 titik peluncuran peluru kendali secara simultan.

Jika KRI Usman-Harun-359 berada 25 mil laut dari perairan kedaulatan Singapura, peluru kendali buatan Prancis berkecepatan suara itu perlu waktu kurang dari 10 detik untuk mengenai sasaran di negara pulau itu sejak diluncurkan dari tabung peluncurnya di kapal (news.liputan6.com, 13/02/2014). Pantaslah jika Singapura dag-dig-dug.

Nasionalisme bukan Solusi Menghadapi Singapura

Sikap Singapura ini tak pelak juga membuat Panglima TNI, Jenderal Moeldoko, meradang. “Saya tidak terima kalau Usman-Harun itu dinyatakan sebagai teroris. Mereka (Usman dan Harun) Marinir kok,” kata Panglima TNI Jenderal TNI Moeldoko. Menurut dia, pemberian nama Usman-Harun pada kapal perang itu bukan untuk membangkitkan emosi warga Singapura. Nama itu dipilih berdasarkan histori yang menempatkan kedua prajurit itu sebagai pahlawan.

Moeldoko menambahkan, sebenarnya konflik Indonesia dan Singapura terkait Usman dan Harun telah usai setelah Perdana Menteri Singapura Lee Kwan Yew melakukan tabur bunga di atas pusara Usman dan harun di Taman Makam Pahlawan Kalibata pada 1970-an yang lampau. “Secara historikal dalam hubungan atas insiden kejadian Usman-Harun sebenarnya pada tahun 70-an kehadiran Lee Kuan Yew tidak saja menempatkan bunga tapi menabur bunga. Sebenarnya hubungan psikologis sudah dianggap selesai,” jelas Moeldoko.

Akibatnya, tim pesawat akrobatik TNI AU yang akan berlaga pada Singapore Airshow 2014 batal tampil. Pembatalan itu dilakukan sepihak oleh pihak Singapura. “Ada undangan awalnya dibatalkan sepihak. Enggak apa-apa silakan dibatalkan,” kata Moeldoko. Menurut Moeldoko, awalnya undangan itu ditujukan untuk 100 lebih perwira. Tapi karena ada pembatalan, maka semuanya urung hadir.

Indonesia sudah mengirim Tim Jupiter untuk andil bagian dalam Singapore Airshow 2014 yang digelar pada Februari ini. Namun karena dibatalkan, tim aerobatik itu akan ditarik lagi ke Indonesia. “Jupiter akan tampil apabila diberi jadwal. Jika tidak, saya akan tarik,” ujar Moeldoko. Padahal, saat ini, personel sudah berada di Singapura, namun karena dibatalkan akan ditarik dan segera dipulangkan. Singapura juga membatalkan dialog pertahanan dengan Indonesia sebagai buntut penamaan KRI Usman-Harun oleh TNI AL (news.liputan6.com, 10/02/2014).

Ramainya berita KRI Usman-Harun, membuat sejumlah pihak dari luar TNI angkat bicara. Tak hanya Istana, politisi dari sejumlah partai peserta Pemilu pun ambil suara. Namun, dari semua suara memprotes sikap Singapura ini takkan bertahan lama selama semangat yang diopinikan sebatas nasionalisme. Karena bagaimanapun, Indonesia masih memiliki sejumlah hubungan bilateral di bidang yang lain dengan Singapura. Terlebih jelang Pemilu, kestabilan hubungan bilateral ini tetap harus dijaga agar Indonesia tidak kehilangan arah dalam meneruskan sistem kapitalisme bagi rezim berikutnya. Padahal, sikap Singapura terkait KRI ini tak lain adalah penghinaan.

Di satu sisi, jika Indonesia tetap melanjutkan hubungan baik dengan Singapura, maka sesungguhnya ini sama saja dengan sikap mengandalkan kekuatan asing yang barangkali tanpa sadar merupakan bentuk pengkhianatan kepada rakyat, dengan notabene mayoritas muslim. Mengikatkan urusan kita dengan selain kita sejatinya adalah bunuh diri politik. Sementara di sisi lain, jika kita mengandalkan kekuatan sendiri namun bernafas nasionalisme, maka ini juga racun. Karena nasionalisme inilah yang justru memecah belah umat muslim dunia, sehingga tidak memungkinkan mereka bangkit untuk membela diri saat dihina seperti Indonesia saat ini. Akibatnya, negeri ini jadi makin kehilangan jati diri.

Maka dari itu, di sinilah pentingnya posisi ideologi (mabda’) bagi sebuah negara. Dengannya, jati diri negara menjadi nampak, tidak simpang siur, sehingga dapat menentukan sikap politik dengan benar dan tegas (Kitab Takattul Hizbiy). Mengingat ideologi adalah aspek yang akan berpengaruh terhadap negara yang menganutnya, dan selanjutnya akan berpengaruh terhadap hubungan internasional serta posisi internasionalnya (Kitab Mafahim Siyasi).

Potensi Menjadi Negara Adidaya

Dengan spesifikasi persenjataan di atas, bukan sesuatu yang aneh jika KRI Usman-Harun membuat bangsa lain ketar-ketir. Terlebih, sudah menjadi rahasia umum bahwa Singapura adalah negara satelit di mana negara adidayanya adalah Amerika Serikat di wilayah Selat Malaka (Buku Meretas Jalan Menjadi Politisi Transformatif). Negara satelit sendiri merupakan negara yang politik luar negerinya terikat dengan negara lain dalam ikatan kepentingan, bukan ikatan sebagai pengikut (Kitab Mafahim Siyasi).

Sejumlah fakta pun dilansir media massa. Diantaranya, Indonesia yang ternyata memiliki kekuatan militer dengan peringkat 15 besar dunia. Dalam analisisnya, Global Fire Power (GFP) sebagai sebuah lembaga monitor militer yang kredibel, mengatakan militer Indonesia dapat melakukan konter teroris di dalam negeri dan dapat melakukan invasi ke negara lain. Kekuatan Militer Indonesia ini dibandingkan dengan kekuatan dari 68 negara lainnya yang ada di dunia. Tentu saja penilaian Indonesia diberikan bukan hanya pada jumlah dan kecanggihan alutsista, tetapi juga jumlah penduduk, kesiapan bahan bakar cadangan (produksi minyak), dan budget milter.

GFP merangkum data-data dari berbagai sumber semisal perpustakaan kongres AS, CIA.gov, EIA.gov, dan energy.eu. Rata-rata data itu diambil pada tahun 2012 dan 2011. Indonesia tercatat memiliki 438.410 personel aktif, 400 tank, 444 pesawat dan 187 helikopter, dan 150 kapal tempur. Dalam data itu, dimasukkan juga sumber daya manusia berjumlah 129. 075.188 dan warga negara yang siap untuk bertugas berjumlah 107.538.660 (news.detik.com, 11/02/2014).

Pada data terakhir GFP tahun 2013 disebutkan bahwa peringkat kekuatan militer Indonesia ada pada urutan 15 dari seluruh negera yang diranking. Indonesia berada 32 level lebih tinggi di atas Singapura yang berada pada posisi 47. Indonesia bahkan lebih unggul dari Australia yang berada di level 23.

Sistem ranking GFP diukur dengan mencakup 40 faktor utama yang digunakan sebagai dasar untuk menentukan skor power index dari masing-masing negara. Selain alat persenjataan dan pesawat tempur, hal-hal lain seperti sumber daya alam untuk survive serta dukungan finansial dan faktor geografis juga dijadikan dasar penilaian GFP dalam melakukan skoring.

Berikut adalah daftar lengkap 50 besar peringkat kekuatan militer di dunia (Sumber: GFP) (sayangi.com, 12/02/2014):


Dari studi yang mendalam tentang dua kekuatan adidaya penjajah dunia, Inggris dan AS, beberapa kawasan diketahui menjadi pusat pengaruh yang sangat penting bagi bangkitnya negara adidaya baru. Kontrol atas pusat pengaruh yang sangat penting dalam persaingan peradaban. Menilik sisi ekopolitik dan kepentingan strategis, ada beberapa pusat kawasan yang menjadi kunci pengendalian dunia, yaitu:
  1. Kawasan Mediterania, Timur Tengah dan Teluk Persia
  2. Benua Afrika yang kaya sumberdaya alam
  3. Asia Selatan dan Asia Tenggara yang terhubung dengan Selat Malaka
  4. Kawasan Laut Kaspia dan Laut Hitam
Kawasan Samudera Hindia yang meliputi Pakistan, Bangladesh, India dan Indonesia yang didiami tidak kurang dari 60% populasi Muslim dunia juga telah mengkhawatirkan pembuat kebijakan AS, khususnya dari sisi ancaman Islam sebagai sistem politik dan institusi.

Dari potensi geostrategis ini, siapapun yang ingin melukiskan masa depan dunia, akan mendapatkan kesimpulan yang sangat penting dan mendalam. Umat Islam yang memiliki kesamaan keyakinan, tradisi dan aspirasi masa depan dan kelak akan disatukan dalam negara Khilafah Islamiyyah dengan izin Allah Swt menempati posisi strategis. Keempat kawasan kunci serta rute perdagangan dan perekonomian paling vital yang disebutkan sebelumnya berada di wilayah kaum Muslim. Begitu Khilafah Islamiyyah bangkit, dengan kontrol atas kawasan kunci dan rute vital itu, yang dikombinasikan dengan potensi demografi, ekonomi, militer dan ideologi, maka dalam sekejap Khilafah Islamiyyah akan menjelma menjadi adidaya baru di dunia.

Sayangnya, miskinnya visi politik dan arah yang jelas di wilayah Muslim dan kekukuhan pemimpin Muslim yang lebih memilih kebijakan mengejar target jangka pendek yang pragmatis, adalah masalah historis sejak hancurnya Negara Khilafah pada tahun 1924. Hal ini merupakan gambaran mengapa Dunia Islam saat ini mengalami de-industrialisasi. Para pemimpin umat Muslim telah meletakkan negaranya sebagai pasar bagi perusahaan multinasional Barat. Konsep perdagangan bebas dan pasar bebas selalu menjadi alasan bagi dunia berkembang untuk menghambat industrialisasi di negara lain, dan mengubah mereka menjadi tempat industri untuk konsumsi Barat. Dalam hal ini, kekuatan ekonomi harus disiapkan agar dapat menanggung apa yang akan terjadi ketika memasuki ganasnya medan perjuangan dan jihad (Al-Waie Januari 2011).

Kebijakan Politik Luar Negeri Khilafah Islamiyyah

Memahami politik luar negeri adalah perkara yang penting untuk menjaga institusi negara dan umat, dan merupakan perkara mendasar agar mampu mengemban dakwah Islam ke seluruh dunia. Juga merupakan aktivitas yang harus ada untuk mengatur hubungan umat Islam dengan umat lainnya dengan benar. Karena itu, ideologi-ideologi yang memimpin dunia saat ini harus diketahui. Harus diketahui pula kadar pengaruh setiap ideologi terhadap politik internasional saat ini dan sejauh mana kemungkinan pengaruhnya terhadap politik internasional di masa sekarang dan di masa mendatang. Pada saat itulah hubungan internasional berdasarkan ideologi-ideologi ini akan dapat dipahami, dan sejauh mana pengaruhnya pada saat ini dan masa yang akan datang (Kitab Mafahim Siyasi).

Dengan segala potensinya, seharusnya Indonesia mampu menjadi singa yang akan membungkam Negeri Singa. Tentunya dengan syarat jati diri Indonesia yang harus mengemban ideologi. Jangankan Singapura, bahkan Amerika Serikat, Inggris, Prancis, Rusia, ataupun Cina adalah lawan yang setimbang. Karena negara-negara tersebut memang negara pengemban ideologi. Oleh karenanya, penting bagi Indonesia untuk meninjau ulang corak politiknya. Seyogyanya, janganlah lagi menganut politik praktis dan pragmatis, hingga telah menjadikan Indonesia sebagai negara pengikut (pembebek).

Pada masanya, Rasulullaah saw. dan Khulafaur Rasyidin secara langsung memegang urusan hubungan internasional dengan negara-negara lain, di mana para penulis, yaitu Mu‘âwin at-Tanfîdz sebagai perantaraannya. Inilah sebagian karunia Allah Swt yang telah memuliakan kaum muslimin dengan menjadikan mereka sebagai pengemban risalah Islam ke seluruh dunia. Allah juga telah menentukan metode untuk mengemban risalah Islam itu, yaitu dengan dakwah dan jihad. Allah menjadikan jihad sebagai kewajiban atas mereka. Karena itu, latihan militer adalah sesuatu yang wajib.

Disamping itu, membangun industri/teknologi militer juga wajib karena menggentarkan musuh dituntut berdasarkan firman Allah Swt: “Siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kalian sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambatkan untuk berperang (yang dengan persiapan itu) kalian menggentarkan musuh Allah, musuh kalian, dan orang-orang selain mereka yang tidak kalian ketahui sedangkan Allah mengetahuinya.” (TQS al-Anfal [08]: 60). Menggentarkan musuh itu tentu tidak akan terealisasi kecuali dengan adanya persiapan, sementara persiapan itu mengharuskan adanya industri. Jadi, ayat tersebut telah menunjukkan wajibnya mendirikan industri militer.

Departemen Perindustrian adalah departemen yang mengurusi semua masalah yang berhubungan dengan perindustrian, baik yang berhubungan dengan industri berat seperti industri mesin dan peralatan, pembuatan dan perakitan alat transportasi (kapal, pesawat, mobil, dsb), industri bahan mentah dan industri elektronik, maupun yang berhubungan dengan industri ringan; baik industri itu berupa pabrik-pabrik yang menjadi miliki umum maupun pabrik-pabrik yang menjadi milik pribadi, yang memiliki hubungan dengan industri-industri militer (peperangan).

Hal ini mengharuskan industri yang ada di dalam Khilafah, dengan berbagai jenisnya, itu semuanya harus dibangun dengan berpijak pada politik perang. Khilafah Islam adalah negara yang mengemban dakwah Islam dengan metode dakwah dan jihad, sehingga Khilafah akan menjadi negara yang terus-menerus siap untuk melaksanakan jihad. Hal ini adalah alasan fundamental bagi setiap negara yang menginginkan industrialisasi. Mempunyai dasar industri membuat sebuah bangsa bisa memenuhi kebutuhannya sendiri dan mandiri dari bangsa lainnya. Tanpa industrialisasi suatu negara akan tergantung secara politik dan ekonomi pada negara lain dalam kebutuhan-kebutuhan vital seperti pertahanan, industri dan produktivitas perekonomian (Kitab Ajhizah 2006).

Umat Islam yang sedang menuju industrialisasi dan perkembangan teknologi harus dibangun di atas kekuatan akidah Islam dan motivasi yang terus berjalan. Selalu berpegang teguh pada tuntunan Allah Swt dan utusan-Nya yang mulia Nabi Muhammad saw.: “Hai orang-orang yang beriman, penuhilah panggilan Allah dan Rasul-Nya ketika ia menyeru kamu kepada sesuatu yang memberikanmu kehidupan. Dan ketahuilah bahwa sesungguhnnya Allah membatasi antara manusia dengan hatinya, dan sesungguhnya hanya kepada-Nya-lah engkau dikumpulkan.” (TQS. al-Anfal [8]: 24).

Jadi, lagi-lagi, dengan segala potensinya, apakah Indonesia harus mundur hanya karena menghadapi ‘celoteh’-an Singapura tentang KRI Usman-Harun?

Khatimah

Kembalinya Khilafah dan persatuan umat Islam akan mengakhiri hegemoni Barat di negeri Muslim. Hal itu berarti mereka akan kehilangan jaminan untuk merampas sumber-sumber alam umat di Timur Tengah, Asia Tengah, Afrika atau negara-negara di anak benua. Hal itu juga berarti rampasan mereka akan dibekukan dan kependudukan mereka akan berakhir.

Demikian juga jalan hidup mereka –demokrasi sekular kapitalisme- tidak dapat dielakkan lagi, akan menemui ajalnya. Penyebaran ide persatuan, Khilafah dan syariah ke lebih dari 50 negara dari Maroko sampai Indonesia; dari Timur Tengah sampai Asia Tengah. Dengan izin Allah Swt, perjuangan ini sukses dalam membuka topeng para penjajah dan agennya. Umat Islam tidak lagi berkumpul di belakang para penguasa yang berkhianat seperti yang mereka lakukan pada tahun 1950-an hingga 1980-an (Al-Waie Januari 2011). Dengan perjuangan yang terus bergulir, Khilafah Islamiyyah hanya masalah waktu, insya Allah.

Wallaahu a'lam bish showab []

Agar Cinta Tak Bertepuk Sebelah Tangan

Nindira Aryudhani, S.Pi, M.Si

“Pupus”

Aku tak mengerti
Apa yang kurasa
Rindu yang tak pernah 
Begitu hebatnya

Aku mencintaimu
lebih dari yang kau tahu
meski kau takkan pernah tahu

Aku persembahkan
Hidupku untukmu
Telah ku relakan
Hatiku padamu

Namun kau masih bisu
diam seribu bahasa
dan hati kecilku bicara

Reff:
Baru kusadari 
cintaku bertepuk sebelah tangan
kau buat remuk sluruh hatiku

Semoga aku akan memahami 
Sisi hatimu yang beku
Semoga akan datang keajaiban 
Hingga akhirnya kaupun mau

Siapa tak kenal lirik lagu di atas? Ya, petikan lagu “Pupus“ milik grup band Dewa ini belakangan sering terdengar di layar kaca, karena menjadi jingle dari iklan salah satu operator seluler. Menilik lirik tersebut, jelas sekali lagu ini bicara tentang rasa patah hati dari seseorang yang cintanya tak berbalas oleh orang yang dicintainya. Maka pantas jika di dalamnya terdapat frase “cintaku bertepuk sebelah tangan”. Tepat sebagaimana adegan dalam iklan yang bersangkutan. Oh, sedih nian, hiks...

Cinta dan Benci karena Allah Swt

Ketika seorang muslim punya rasa cinta, dan sebaliknya juga rasa benci, haruslah senantiasa dilandaskan pada hukum syara’. Artinya, keridhoan Allah Swt atas munculnya rasa cinta ataupun benci itu harus menjadi pertimbangan utama. Cinta karena Allah adalah mencintai hamba Allah karena keimanannya dan ketaatan kepada-Nya. Benci karena Allah adalah membenci hamba Allah disebabkan kekufuran dan perbuatan maksiatnya.

Dalam Islam terdapat tuntunan tentang bersikap lemah lembut dan berkasih sayang kepada sesama kaum mukmin. Hadits dari Umar bin Khaththab ra, diriwayatkan oleh Ibnu Abdil Bar dalam At-Tamhid, Rasulullaah saw bersabda: ”Allah mempunyai hamba-hamba yang bukan nabi dan bukan syuhada, tapi para nabi dan syuhada tertarik oleh kedudukan mereka di sisi Allah.” Para sahabat berkata, “Wahai Rasulullah, siapa mereka dan bagaimana amal mereka? Semoga saja kami bisa mencintai mereka.” Rasulullah saw. bersabda, “Mereka adalah suatu kaum yang saling mencintai dengan karunia dari Allah. Mereka tidak memiliki hubungan nasab dan tidak memiliki harta yang mereka kelola bersama. Demi Allah keberadaan mereka adalah cahaya dan mereka kelak akan ada di atas mimbar-mimbar dari cahaya. Mereka tidak merasa takut ketika banyak manusia merasa takut. Mereka tidak bersedih ketika banyak manusia bersedih.” Kemudian Rasulullah saw. membacakan firman Allah: “Ingatlah, sesungguhnya wali-wali Allah itu, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati. (TQS Yunus [10]: 62)”.

Hal ini ditegaskan oleh Allah Swt dalam firman-Nya: ”...Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.” (TQS Al-Baqoroh [02]: 216).

Juga dalam hadits dari Nu’man bin Basyir Rasulullah saw bersabda: “Perumpamaan orang-orang mukmin dalam hal berkasih sayang dan saling cinta-mencintai dan mengasihi di antara mereka adalah seperti satu tubuh. Apabila salah satu anggota tubuh merasa sakit, maka seluruh anggota tubuh yang lain turut merasa sakit dengan tidak bisa tidur dan demam.” (Mutafaq ‘alaih). Dan dalam hadits Jarir bin Abdullah: “Barangsiapa tidak menyayangi (orang beriman,) maka dia tidak akan diberi rahmat.” (Mutafaq ‘alaih). Ungkapan dihalanginya dari rahmat, yakni rahmat Allah, adalah indikasi atas wajibnya menyayangi kaum Mukmin.

Di antara indikasi lain atas kewajiban ini adalah hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Hibban dalam kitab Shahih-nya dari Abû Hurairah, ia berkata; Aku mendengar Abû Qasim saw. yang benar dan dibenarkan bersabda: ”Sesungguhnya rasa kasih sayang tidak akan dicabut kecuali dari orang yang celaka.” (Kitab Mim Muqowwimat).

Latah Kasih Sayang

Tanggal 14 Februari senantiasa didaulat sebagai hari kasih sayang. Banyak orang, yang biasanya didominasi muda-mudi, menjadikannya sebagai momen tepat untuk menyatakan atau mengungkapkan perasaan cinta kepada orang yang dicintainya. Tentunya dengan harapan besar agar cintanya tak bertepuk sebelah tangan sebagaimana lagu Dewa tadi. Dari sini akhirnya aktivitas memuja cinta menjadi tren. Segala sesuatu terkait cinta selalu ramai peminat. Lagu cinta, coklat, suasana berwarna merah muda, hingga apa pun yang beraroma cinta, takkan pernah sepi, sekalipun ketika hari Valentine sudah lewat. Akibatnya, perwujudan cinta tak jarang bisa jadi sangat ekstrim. Misalnya dengan nge-sex. Seolah tak sempurna cinta jika tak dibuktikan dengan penyerahan segala hal yang dimiliki, termasuk virginitas.

Generasi muda kini terjebak oleh nuansa genre baru Valentine yang bernuansa seks. Karena dimensional budaya berfantasi birahi itu dianggap lebih nikmat. Bahkan, hura-hura Valentine dijadikan alat untuk melampiaskan hawa nafsu dengan dalih yang bermacam-macam, mulai dari tanda saling mempercayai, ataupun ungkapan cinta. Itulah budaya Valentine sebagai bahasa dan polah gaul mereka. Wajar, banyak generasi tua yang menentang perayaan Valentine itu.

Berdasarkan data yang pernah dilansir oleh Yayasan Hotline Pendidikan, sekitar 20% persen pelajar Surabaya yang hamil sebelum nikah, ternyata melakukan hubungan seks ketika perayaan Valentine tahun 2012 silam. Setidaknya data itu berdasarkan 84 kasus pelajar SMP hingga SMA di Surabaya yang mengalami hamil sebelum nikah. “Mereka ngakunya hanya sekali saja berhubungan saat merayakan Valentines day dan langsung hamil,” kata Isa Ansori, Ketua Yayasan Hotline Pendidikan. Yang lebih mencegangkan, para pelajar ini mengaku mayoritas making love di rumah saat orang tua mereka tidak ada. Selain itu, mereka juga menyewa hotel atau losmen dan melakukan di tempat-tempat wisata (surabayapagi.com, 14/02/2013).

Sex on Valentine yang seolah telah menjadi fenomena ini mengundang keprihatinan Pengurus Pusat Ikatan Dai Indonesia (IKADI). Prof. Dr. Ahmad Satori Ismail, Ketua Umum PP IKADI menegaskan perayaan Valentine pada 14 Februari adalah haram bagi umat Islam karena peringatan hari itu bertentangan dengan norma agama dan kesusilaan. “Hari Valentine adalah hari kasih sayang bagi warga di Dunia Barat yang berada di luar Islam,” jelasnya.

Dilihat dari asal muasalnya, jelas Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ini, Valentine merupakan hari raya bagi kaum non-Islam di Roma, Italia. “Untuk itu, Valentine haram bagi mereka yang beragama Islam,” jelas Satori mengingatkan. Menurutnya, peringatan Hari Valentine merupakan budaya yang tidak pantas diterapkan dalam ajaran Islam karena identik dengan kebebasan kaum remaja dalam menjalin atau mengikat suatu hubungan di luar nikah. ”IKADI mengimbau seluruh orang tua Muslim untuk memberikan pemahaman kepada anak-anaknya bahwa Hari Valentine bukanlah sesuatu hal yang harus dirayakan,'' jelasnya menegaskan.

Ia juga menyebutkan, fenomena perayaan Valentine dalam beberapa tahun belakangan ini sangat marak di beberapa kota besar di Indonesia, seperti Jakarta, Bandung, Surabaya, Yogyakarta, dan kota-kota lainnya. “Para remaja, walau baru kelas satu SMP, sudah mengenal budaya nista ini. Mereka biasa merayakannya dengan mengadakan lomba saling merayu antara lawan jenis, saling memberikan bunga dan hadiah kepada pacarnya, mengadakan pesta musik yang terkadang disertai minuman keras tanpa mempedulikan terjadinya percampuran laki-laki dan perempuan non-mahram. Bahkan, acara tersebut oleh mereka dijadikan ajang untuk mengekspresikan hawa nafsu kepada lawan jenis, misalnya mencium pipi, memegang tangan, sampai melakukan perbuatan yang kelewat batas, naudzu billahi min dzalik. Lucunya, perayaan ini pun tidak hanya dilakukan anak muda. Bapak-bapak, ibu-ibu, dan tante-tante pun tidak ketinggalan ‘bertaklid’ (ikut-ikutan) merayakan budaya sesat ini,” ungkapnya pilu (republika.co.id, 10/02/2014).

Jadi rasanya ada logika yang kurang tepat dari pernyataan psikolog remaja, Tika Bisono, setahun lalu, tentang perayaan Valentine. Terlebih jika landasan pernyataan itu adalah pandangan sekular-liberal. Ya sudah pasti beraroma kebebasan individu dalam bertingkah laku.

Tika saat itu menilai Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Depok sudah bertindak berlebihan dengan melarang remaja muslim merayakan Hari Valentine. Menurut Tika, merayakan Valentine selama tidak sampai berlebihan justru bisa mempererat hubungan seseorang yang sebelumnya sempat merenggang. “Kalau perayaan dengan pesta-pesta jor-joran, boleh menghimbau. Kalau kirim-kirim bunga memang ada yang salah,” kata Tika.

Hari Valentine, kata Tika, tidak selalu identik dengan hubungan asmara antara antara laki-laki dan perempuan. Dia melanjutkan, siapapun bisa menunjukkan perasaan kasih sayang kepada orang yang dikasihi di perayaan Valentine. “Justru dengan menunjukkan kasih sayang, yang tadinya berantem bisa baikan. Di Barat sendiri merayakan Valentine juga kebanyakan hanya mengirim bunga atau mengirim kartu ucapan. Bisa dari suami ke istri atau istri ke suami, orang tua ke anak atau anak ke orang tua. Tidak selalu mengirimkannya ke pacar,” terangnya.

Dia menegaskan perayaan valentine merupakan produk budaya. Meski Hari Valentine ini berasal dari Kebudayaan Barat, namun tidak salah apabila masyarakat Indonesia turut menjadikan Valentine sebagai hari kasih sayang. “Kita Indonesia punya Hari Kesetiakawanan Sosial. Itu kan memper (mirip) dengan Valentine. karena hari itu berisi saling mengasihi,” katanya.

Namun, Tika mafhum pemahaman keagamaan memang sering bertabrakan dengan budaya. Dia meminta sebaiknya produk budaya dipisahkan dari kegiatan-kegiatan keagamaan. “Mereka pastinya menolak. Tapi, kita harus melihat konteks. Masa mengirimkan colekat untuk menunjukkan kasih sayang tidak boleh,” terangnya.

Lebih lanjut, Tika menambahkan sebagian orang telah salah persepsi dengan melihat Hari Valentine identik dengan pergaulan bebas yang mengarah pada hubungan seks di luar nikah. Padahal, kata Tika, seks bebas sama sekali tidak terkait dengan tujuan dari merayakan valentine sendiri. “Seks bebas sama sekali tidak terkait dengan Valentine. Ini celebration of love, merayakan hari kasih sayang. Oke-lah kalau ulang tahun pasangan sendiri lupa, hari perkawinan lupa. Tapi di Hari Valentine masa mengucapkan i love you saja dilarang. Sekarang saya tanya, kamu kapan terakhir kali bilang i love you sama istri anda?,” tambahnya (okezone.com, 14/02/2013).

Nah, di sini hendaknya kita cerdas memilah. Harus diakui bahwa perayaan Valentine bukan berasal dari Islam. Masalah yang ada pada Valentine bukan semata-mata tentang cinta itu berasal dari siapa dan untuk siapa. Tapi hendaknya dirinci mulai dari asal budaya Valentine yang telah membuat latah masyarakat ini, yang dengan kata lain tidak boleh diikuti. Karena itu, sebagai muslim, cara pandang untuk bertingkah laku, termasuk menilai perayaan Valentine ini harus dari jati diri kita. Karena hal ini sebagai konsekuensi keimanan. Yaitu posisi kita sebagai makhluk bagi Allah Swt dan pengikut Rasul-Nya.

Firman Allah Swt: “…Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah. Dan bertakwalah kepada Allah...” (TQS Al-Hasyr [59]: 07). Dan sabda Rasul saw: ”Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk darinya”. (HR. Abu Daud no. 4031 dari Ibnu Umar ra dan dishahihkan oleh Al-Albani dalam Ash-Shahihah (1/676) dan Al-Irwa` no. 2384). Syaikhul Islam Ibnu Taimiah –rahimahullah- berkata, “Hukum minimal yang terkandung dalam hadits ini adalah haramnya tasyabbuh (menyerupai) kepada mereka (orang-orang kafir), walaupun zhahir hadits menunjukkan kafirnya orang yang tasyabbuh kepada mereka. Dengan hadits inilah, kebanyakan ulama berdalil akan dibencinya semua perkara yang merupakan ciri khas orang-orang non-muslim.” Jadi, jelas, tak pernah ada perintah dalam Islam kepada umatnya untuk mengikuti budaya bukan Islam.

Fitrah Mencinta: Kasih Sayang Sesama Manusia

Allah Swt telah menciptakan manusia, baik laki-laki maupun perempuan, dengan suatu fitrah tertentu yang berbeda dengan hewan. Antara laki-laki dan perempuan, masing-masing tidak berbeda dari aspek kemanusiaannya, yang dengannya Allah Swt telah mempersiapkan kedua-duanya untuk mengarungi kancah kehidupan. Yang satu tidak melebihi yang lainnya pada aspek ini.

Allah Swt telah menjadikan laki-laki dan perempuan untuk hidup bersama dalam satu masyarakat. Allah Swt juga telah menetapkan bahwa kelestarian jenis manusia bergantung pada keberadaan dan interaksi kedua jenis tersebut pada setiap masyarakat. Karena itu, tidak boleh memandang salah satunya kecuali dengan pandangan yang sama atas yang lain, bahwa ia adalah manusia yang mempunyai berbagai ciri khas manusia dan segala potensi yang mendukung kehidupannya.

Allah Swt telah menciptakan pada masing-masingnya potensi kehidupan (thâqah hayawiyyah), yaitu potensi yang juga diciptakan Allah pada yang lainnya. Allah telah menjadikan pada masing-masingnya kebutuhan jasmani (hâjâtul ‘udhwiyyah) seperti rasa lapar, rasa dahaga, atau buang hajat; serta berbagai naluri (gharâ’iz), yaitu naluri mempertahankan diri (gharîzah al-baqa’), naluri seksual untuk melestarikan keturunan (gharîzah al-naw’), dan naluri beragama (gharizah at-tadayyun). Kebutuhan jasmani maupun naluri-naluri ini ada pada masing-masing jenis kelamin.

Secara khusus tentang naluri seksual (naluri mencintai), pemenuhannya tidak lain hanya melalui satu cara, yaitu pemenuhan naluri tersebut seorang perempuan oleh seorang laki-laki atau sebaliknya. Karena itu, hubungan laki-laki-perempuan atau sebaliknya, dari segi naluri seksual, adalah hubungan yang alamiah dan bukan merupakan hal yang aneh. Bahkan ia adalah hubungan asli yang dengannya dapat diwujudkan tujuan penciptaan naluri ini, yaitu melestarikan keturunan manusia. Jika di antara kedua lawan jenis (laki-laki-perempuan) tersebut terjadi hubungan dalam bentuk hubungan seksual, hal itu sangat wajar dan alamiah serta bukan hal yang aneh. Bahkan hal itu merupakan keharusan demi kelestarian jenis manusia. Namun demikian, membebaskan naluri ini sangat membahayakan manusia dan kehidupan bermasyarakat. Padahal tujuan adanya naluri itu tiada lain untuk melahirkan anak dalam rangka melestarikan keturunan.

Karena itulah, setiap orang harus memiliki pemahaman tentang pemuasan naluri seksual untuk melestarikan keturunan (gharîzah al-naw’) dan berikut tujuan penciptaan naluri tersebut. Pemahaman ini harus selalu didominasi oleh ketakwaan kepada Allah Swt, bukan didominasi oleh kesenangan mencari kenikmatan dan pelampiasan syahwat. Jika naluri manusia bangkit, ia akan menuntut pemuasan. Sebaliknya, jika naluri itu tidak bangkit, ia tidak menuntut pemuasan. Jika belum berhasil mewujudkan pemuasan, manusia akan gelisah selama naluri tersebut masih bergejolak. Setelah gejolak naluri tersebut reda, rasa gelisah itu pun akan hilang.

Tiadanya pemuasan naluri tidak akan menimbulkan kematian dan gangguan, baik gangguan fisik, jiwa, maupun akal. Naluri yang tidak terpuaskan hanya akan mengakibatkan kepedihan dan kegelisahan. Dari fakta ini, pemuasan naluri bukanlah sesuatu keharusan sebagaimana pemuasan kebutuhan-kebutuhan jasmani. Pemuasan naluri tidak lain hanya untuk mendapatkan ketenangan dan ketenteraman.

Faktor-faktor yang dapat membangkitkan naluri ada dua macam: (1) fakta yang dapat diindera; (2) pikiran yang dapat mengundang makna-makna (bayangan-bayangan dalam benak). Jika salah satu dari kedua faktor itu tidak ada, naluri tidak akan bergejolak. Sebab, gejolak naluri bukan karena faktor internal, sebagaimana kebutuhan jasmani, melainkan karena faktor eksternal, yaitu dari fakta-fakta yang terindera dan pikiran yang dihadirkan.

Namun, pembahasan ini tidaklah dimaksudkan mengingkari manusia untuk meraih kenikmatan dan kelezatan hubungan seksual, tapi menjadikannya sebagai suatu bentuk kenikmatan yang dibenarkan oleh syariah. Yaitu semata-mata dalam rangka melestarikan keturunan yang selaras dengan tujuan tertinggi seorang Muslim untuk mendapatkan keridhaan Allah Swt. Firman Allah Swt: “…Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu…” (TQS Al-Hujuraat [49]: 13).

Ayat-ayat yang datang, menjelaskan bahwa pada dasarnya naluri seksual (naluri mencintai) diciptakan untuk kehidupan suami-istri dalam suatu pernikahan, maksudnya untuk melestarikan keturunan. Dengan kata lain, naluri ini semata-mata diciptakan Allah Swt demi kehidupan bersuami-istri saja, bukan hubungan seksual laki-laki dan perempuan di luar ikatan pernikahan.

Firman Allah Swt: “Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari diri yang satu, dan darinya Allah menciptakan isterinya; dan dari keduanya Allah memperkembang- biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak.” (TQS an-Nisâ’ [4]: 01). Serta: “Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang.” (TQS ar-Rûm [30]: 21). Dan hadits Rasulullaah saw, dari Ibnu Mas’ud ra, ia berkata: “Rasulullaah saw bersabda ‘Hai para pemuda, barangsiapa di antara kamu yang sudah mampu menikah, maka nikahlah, karena sesungguhnya nikah itu lebih dapat menundukkan pandangan dan lebih dapat menjaga kemaluan. Dan barangsiapa yang belum mampu, maka hendaklah ia berpuasa, karena berpuasa itu baginya (menjadi) pengekang syahwat.’” (HR Jama’ah).

Masyarakat pun harus memiliki suatu peraturan dalam rangka mengendalikan diri manusia, pikiran tentang hubungan yang bersifat seksual melulu dan anggapan bahwa hubungan itu merupakan satu-satunya perkara yang dominan. Maka, harus ditegaskan perlunya mengubah secara total pandangan masyarakat mengenai hubungan laki-laki-perempuan. Pengubahan pandangan ini diharapkan akan menghilangkan dominasi pemahaman yang hanya berorientasi hubungan seksual (Kitab Nizhomul Ijtima’i).

Selanjutnya, kebijakan negara yang berlandaskan syariat Islam. Di sinilah peran penting sistem Islam dalam bingkai Negara Khilafah untuk mengelaborasi aturan Allah Swt dalam kehidupan manusia. Negaralah yang berperan untuk menjaga aqidah agar umat mendapatkan kemudahan yang sesuai syariat dalam memenuhi nalurinya untuk mencintai lawan jenis. Misalnya, menegakkan aturan menutup aurat yang sempurna saat berada dalam kehidupan umum, memudahkan fasilitas urusan pernikahan, tidak melarang poligami, menegakkan larangan berzina, hingga meluruskan dan senantiasa memelihara pemahaman umat agar tidak muncul kaum pecinta sesama jenis (homoseksual).

Khatimah

Praktik selalu tak semudah retorika. Bicara memang lebih mudah. Namun, jika kita tidak bersama Allah dan ajaran Rasul saw di tengah malam dan di ujung-ujung waktu siang hari, maka bagaimana mungkin kita bisa memahami cinta Allah Swt dan Rasul-Nya kepada kaum muslimin. Karena sungguh, hanya cinta kepada Allah Swt dan Rasul-Nya sajalah yang tidak akan pernah bertepuk sebelah tangan. 

Terkait hal ini, ada sebuah hadits: “Sesungguhnya Allah Swt. berfirman, ”Barangsiapa menghinakan wali (kekasih)-Ku, ia telah terang-terangan memusuhi-Ku. Wahai Anak Adam, engkau tidak akan mendapatkan apa saja yang ada pada-Ku kecuali dengan melaksanakan perkara yang telah Aku fardhukan kepadamu. Hamba-Ku yang terus-menerus mendekatkan dirinya kepada-Ku dengan melaksanakan ibadah sunah, maka pasti Aku akan mencintainya. Maka (jika Aku telah mencintainya) Aku akan menjadi hatinya yang ia berpikir dengannya; Aku akan menjadi lisannya yang ia berbicara dengannya; dan Aku akan menjadi matanya yang ia melihat dengannya. Jika ia berdoa kepada-Ku, maka pasti Aku akan mengabulkannya. Jika ia meminta kepada-Ku, maka pasti Aku akan memberinya. Jika ia meminta pertolongan kepada-Ku, maka pasti Aku akan menolongnya. Ibadah hamba-Ku yang paling Aku cintai adalah memberikan nasihat.” (Dikeluarkan oleh ath-Thabrâni dalam kitab al-Kabir).

Dalam sebuah hadits Qudsiy, Allah Swt berfirman: “Aku menuruti keyakinan (sangka) hamba-Ku terhadap-Ku, dan Aku selalu menyertainya bila ia mengingat-Ku. Maka jika ia mengingat Daku dalam dirinya, Aku pun mengingatnya didalam diri-Ku, dan jika dia mengingat-Ku ketika dia sedang berada di tengah-tengah khalayak ramai, niscaya Kuingat dia di dalam kumpulan orang yang lebih baik daripada mereka itu. Bila ia mendekat kepada-Ku sejengkal, maka Aku mendekat kepadanya sehasta, dan bila ia mendekat kepada-Ku sehasta, maka aku mendekat kepadanya sedepa, dan jika ia datang kepada-Ku dengan berjalan, maka Aku datang kepadanya dengan berlari.” (HR Bukhari, Muslim, Tirmidzi, dan Ibnu Majah).

Maka, siapa saja yang membela Allah dan Rasul-Nya, dia tidak akan pernah dihinakan. Sebaliknya, siapa saja yang menghina-Nya, maka dia tidak akan pernah diberi pertolongan. Dia sangat dekat dengan hamba-Nya, ketika dia berdoa kepada-Nya. Dia Maha mengabulkan doa hamba-Nya, ketika dia memohon untuk dikabulkan. Dialah Dzat yang Maha Perkasa di atas hamba-Nya. Dialah Dzat yang Maha Lembut dan Maha Mengetahui.

Wallaahu a’lam bish showab []

Sabtu, 08 Februari 2014

Angkringan Al-Islam 692: Cinta dan Benci karena Allah Swt

Nindira Aryudhani, S.Pi, M.Si

Persoalan Masyarakat

Menelisik dan memperhatikan persoalan masyarakat detik ini seperti tak ada habisnya. Wajar memang, karena masyarakat ‘dipaksa‘ hidup dalam habitat yang tak sesuai fitrahnya. Lihat saja, manusia hidup dalam keterpurukan, tekanan ekonomi, beban sosial, hingga tak jarang harus bergulat dengan kriminalitas. Yang jelas, manusia hidup jauh dari taraf yang baik.

Bagaimana tidak, lha wong semua hal di sekitarnya meningkatkan tekanan dalam kehidupan. Semua hal menjadikan orang hidup dalam kondisi tidak kondusif. Masyarakat permisif ternyata tak siap dengan konsekuensi sensitif. Permisivisme yang ada justru meningkatkan sensitivitas sesamanya. Orang mudah tersinggung, mudah marah, mudah menjustifikasi, mudah mendendam, pelit memaafkan, tapi selalu lupa introspeksi.

Inikah potret umat terbaik (khoyru ummah) sebagaimana firman Allah Swt: “Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik.“ (TQS ‘Ali Imron [03]: 110). Jauh panggang dari api nampaknya.

Dalam ayat tersebut dijelaskan standarisasi menjadi umat terbaik. Yaitu golongan yang selalu mengajak pada kebaikan (ma‘ruf), mencegah dari kemungkaran dan beriman kepada Allah Swt. Dan gelar ‘khoyru ummah‘ itu takkan bisa diraih oleh orang yang fasik, apalagi yang tidak beriman.

Al-Islam Edisi 692

Demi berlomba dalam kebaikan, maka hari ini, Jumat 07 Februari 2014, alhamdulillaah sebuah program ‘terjun ke masyarakat‘ telah diluncurkan. Angkringan Al-Islam, adalah program penyegaran dari sebatas kumpul bersama untuk membedah isi Al-Islam secara mingguan. Kumpul bersama ‘model baru‘ ini mencoba membedah buletin mingguan Hizbut Tahrir ini dengan penarikan sudut pandang yang berbeda dan kemasan yang insya Allah lebih mendewasa.

Jadi, apakah sudah baca Al-Islam minggu ini? Berikut ini link-nya: http://hizbut-tahrir.or.id/2014/02/05/kehormatan-dan-nyawa-makin-tak-terlindungi/.

Mungkin bedah Al-Islam mingguan yang selama ini telah ditempuh dapat dikatakan agak monoton, sehingga memang tepat jika dilakukan penyegaran. Kedalaman rincian fakta dan analisis politik yang senantiasa mengisi kolom-kolom buletin ini di setiap minggunya, mungkin saja kurang menarik bagi yang kurang suka baca, apalagi yang ‘ogah‘ bicara politik atau buta politik. Akibatnya, ringannya lembaran fisik Al-Islam akan dipandang ‘berat‘ atau ‘sangat berat‘ jika menilik isinya. Ya, wajar memang.

Nah, oleh karena itu, mari kita coba memahami isi Al-Islam dengan sudut pandang baru, yang insya Allah lebih segar. Judul minggu ini adalah ‘Kehormatan dan Nyawa Makin Tak Terlindungi‘. Baru membaca judul dan pembukaannya, pembaca seperti diberi sajian yang sulit dipahami. Maka dari Angkringan Al-Islam hari ini, penarikan pembahasannya dimulai dari konsep ‘Cinta dan Benci karena Allah Swt‘. Karena fakta yang telah disajikan berikut analisisnya, dapat dibaca sendiri. Namun, ekstraksi maknanya yang seringkali masih sulit dimengerti.

Cinta dan Benci karena Allah Swt

Konsep ini sejatinya adalah salah satu judul bab dalam kitab Pilar-Pilar Pengokoh Nafsiyah Islamiyyah. Dalam kitab tersebut disampaikan bahwa ketika seorang muslim punya rasa cinta dan benci itu harus senantiasa dilandaskan pada hukum syara’. Artinya, keridhoan Allah Swt atas munculnya rasa cinta ataupun benci itu harus menjadi pertimbangan utama. Di dalamnya dinyatakan bahwa cinta karena Allah adalah mencintai hamba Allah karena keimanannya dan ketaatan kepada-Nya. Benci karena Allah adalah membenci hamba Allah disebabkan kekufuran dan perbuatan maksiatnya.

Hadits dari Umar bin Khaththab ra, diriwayatkan oleh Ibnu Abdil Bar dalam At-Tamhid, Rasulullaah saw bersabda: ”Allah mempunyai hamba-hamba yang bukan nabi dan bukan syuhada, tapi para nabi dan syuhada tertarik oleh kedudukan mereka di sisi Allah. Para sahabat berkata, “Wahai Rasulullah, siapa mereka dan bagaimana amal mereka? Semoga saja kami bisa mencintai mereka.” Rasulullah saw. bersabda, “Mereka adalah suatu kaum yang saling mencintai dengan karunia dari Allah. Mereka tidak memiliki hubungan nasab dan tidak memiliki harta yang mereka kelola bersama. Demi Allah keberadaan mereka adalah cahaya dan mereka kelak akan ada di atas mimbar-mimbar dari cahaya. Mereka tidak merasa takut ketika banyak manusia merasa takut. Mereka tidak bersedih ketika banyak manusia bersedih.” Kemudian Rasulullah saw. membacakan firman Allah: “Ingatlah, sesungguhnya wali-wali Allah itu, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati. (TQS Yunus [10]: 62)”.

Hal ini juga ditegaskan oleh Allah Swt dalam firman-Nya: ”...Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.” (TQS Al-Baqoroh [02]: 216).

Bagaimana Mempraktikkan Cinta dan Benci karena Allah Swt?

Praktik selalu tak semudah retorika. Bicara memang lebih mudah. Barangkali demikian respon yang akan ditemukan saat menyampaikan konsep cinta dan benci karena Allah Swt ini kepada orang lain. Ya, mungkin praktiknya akan jauh lebih sulit. Tapi jangan pernah lupa bahwa Allah Swt itu Maha Memudahkan. Goncangan bertubi-tubi senantiasa mengepung kehidupan manusia. Jika kita tidak bersama Allah di tengah malam dan di ujung-ujung waktu siang hari, maka bagaimana mungkin kita bisa membuka jalan di tengah berbagai kesulitan.

Terkait hal ini, ada sebuah hadits: “Sesungguhnya Allah Swt. berfirman, “Barangsiapa menghinakan wali (kekasih)-Ku, ia telah terang-terangan memusuhi-Ku. Wahai Anak Adam, engkau tidak akan mendapatkan apa saja yang ada pada-Ku kecuali dengan melaksanakan perkara yang telah Aku fardhukan kepadamu. Hamba-Ku yang terus-menerus mendekatkan dirinya kepada-Ku dengan melaksanakan ibadah sunah, maka pasti Aku akan mencintainya. Maka (jika Aku telah mencintainya) Aku akan menjadi hatinya yang ia berpikir dengannya; Aku akan menjadi lisannya yang ia berbicara dengannya; dan Aku akan menjadi matanya yang ia melihat dengannya. Jika ia berdoa kepada-Ku, maka pasti Aku akan mengabulkannya. Jika ia meminta kepada-Ku, maka pasti Aku akan memberinya. Jika ia meminta pertolongan kepada-Ku, maka pasti Aku akan menolongnya. Ibadah hamba-Ku yang paling Aku cintai adalah memberikan nasihat.” (Dikeluarkan oleh ath-Thabrâni dalam kitab al-Kabir).

Hadits ini berisi penjelasan mengenai jalan untuk meraih pertolongan dan bantuan Allah, serta dukungan dari sisi-Nya dengan mendekatkan diri kepada-Nya, dan memohon pertolongan kepada-Nya. Dialah Dzat yang Maha Kuat dan Perkasa. Siapa saja yang membela Allah, dia tidak akan pernah dihinakan. Sebaliknya, siapa saja yang menghina-Nya, maka dia tidak akan pernah diberi pertolongan. Dia sangat dekat dengan hamba-Nya, ketika dia berdoa kepada-Nya. Dia Maha mengabulkan doa hamba-Nya, ketika dia memohon untuk dikabulkan. Dialah Dzat yang Maha Perkasa di atas hamba-Nya. Dialah Dzat yang Maha Lembut dan Maha Mengetahui.

Maka, mekanisme praktiknya adalah sebagaimana sabda Rasul saw: “Orang kuat itu bukanlah yang menang dalam gulat tetapi orang kuat adalah yang mampu menahan nafsu amarahnya.” (HR. Bukhari dan Muslim). Sedih, gembira, takut, khawatir, lupa, marah merupakan sifat yang dimiliki oleh setiap manusia sebagai anugerah dari Allah Swt. Penting untuk kita ingat bahwa kita tidak diperintahkan untuk menghapus sifat yang merupakan sunnatullah pada diri manusia ini, melainkan kita diperintahkan untuk bisa mengendalikannya sehingga saat sesuatu yang menyebabkan kemarahan itu datang kita bisa untuk tidak menuruti keinginan untuk melampiaskannya.

Sebagaimana yang diajarkan Rasulullaah saw dalam sebuah hadits yang diriwayatkan dari Abu Hurairah ra, bahwa seseorang berkata kepada Nabi Saw: ”Berwasiatlah kepadaku.” Beliau bersabda: “Jangan menjadi seorang pemarah”. Kemudian diulang-ulang beberapa kali. Dan beliau bersabda: “Janganlah menjadi orang pemarah.” (HR. Bukhari). Juga sabda beliau: ”Apabila salah seorang di antara kalian marah dalam keadaan berdiri, hendaklah ia duduk, dan kemarahan itu akan hilang. Jika kemarahan itu tidak juga hilang dengan duduk, maka hendaklah ia berbaring.” (HR Ahmad, Abu Dawud dan Ibnu Hibban).

Khatimah: Konsep Mengendalikan Amarah

Berdasarkan uraian di dalam Al-Islam dan juga di atas, maka setidaknya ada tiga pilar yang akan berperan dalam pengendalian amarah manusia. Pertama, ketaqwaan individu. Pemahaman tentang cinta dan benci karena Allah Swt hendaknya segera dilaksanakan, termasuk di dalamnya adalah kemudahan kita untuk memaafkan kesalahan orang lain. Jadi konsep tersebut jangan hanya menjadi pengetahuan. Ingatlah, jaminan Allah terhadap orang yang meyakini bahwa Allah Swt itu Maha Memudahkan, adalah suatu keniscayaan. Karena Allah Swt tidak akan pernah mengingkari janji-Nya.

Kedua, proses pengingatan (‘amar ma’ruf nahyi mungkar) yang senantiasa dibiasakan di tengah-tengah masyakarat. Dengan demikian, terbentuk masyarakat yang selalu mengkondisikan interaksi yang sehat dan tidak berpotensi menyinggung perasaan antar-individu di dalamnya.

Ketiga, kebijakan negara yang berlandaskan syariat Islam. Yaitu Negara Khilafah yang berperan untuk menjaga aqidah agar umat tidak mudah marah dan tidak menjadi kaum pemarah. Karena kemarahan itu hanya layak ditujukan pada kemungkaran dan kemaksiatan. Sebagai contoh, negara dapat mengeluarkan kebijakan-kebijakan yang menjamin terpenuhinya kebahagiaan dan kesejahteraan umat hingga ke tingkat kebutuhan individu.

Wallaahu a’lam bish showab []

Jumat, 07 Februari 2014

Setitik Asa Bekerja di Negeri Tao Ming Se

Nindira Aryudhani, S.Pi, M.Si

Kisah dari Negeri Tao Ming Se

Siapa tak kenal Tao Ming Se? Ya, ia adalah salah satu tokoh utama di serial Meteor Garden ini sangat populer di awal tahun 2000-an. Dengan profilnya yang eksentrik di antara anggota F4 lainnya, membuat Tao Ming Se mudah dikenal, meski karakternya agak mengesalkan.

Beralih dari kisah dongeng kehidupan Tao Ming Se, pada faktanya, Taiwan, negeri asalnya juga merupakan negeri impian. Memang yang dimaksud bukanlah impian untuk hidup sebagaimana gelimang harta dalam kehidupan Tao Ming Se. Bukan pula negeri impian untuk dapat menjadi pesohor berparas elok layaknya F4. Melainkan, impian bagi para pencari kerja dari Indonesia agar dapat meningkatkan taraf kesejahteraan hidup. Karena memang telah sejak lama, Taiwan (dan Hongkong) menjadi negeri yang terkenal dengan keamanan dan kesejahteraannya bagi para tenaga kerja Indonesia, khususnya para perempuan.

Tersebutlah Nasiroh, ibu dari seorang anak dan merupakan salah satu TKW (tenaga kerja wanita) asal Lumajang, Jawa Timur. Di Taiwan, ia bekerja mengurus rumah tangga, seperti mengantar anak sekolah, belanja, memasak serta pekerjaan rumah lainnya. Tahun 2005, ia diminta oleh majikannya untuk menggunakan mobil demi memperlancar aktivitasnya. Majikannya pun memintanya kursus setir mobil hingga ia memiliki SIM Taiwan. Bahkan, majikannya mempercayakan satu unit mobil Mazda6 atas namanya sendiri.

Rajutan asa Nasiroh pun tak percuma. Ia bahkan berencana mendirikan rumah kost dan warung makan di daerah Sidoarjo. Ia juga telah merangkai sejumlah rencana hari tua. Termasuk cita-citanya menyekolahkan anak semata wayangnya di sebuah sekolah angkatan udara, pun terlaksana (http://www.lowongankerja-keluarnegeri.com/2013/08/Nasiroh-TKW-Asal-Lumajang-Yang-Sukses-di-Taiwan.html).

Lain di Taiwan, Lain di Arab

Lain di Taiwan, lain pula di Arab. Mari kita simak kisah Nurhayati. Nurhayati yang bernama lengkap Nurhayati Solapatri ini berprofesi sebagai motivator calon Tenaga Kerja Indonesia (TKI). Ia termasuk orang yang cerdik. Perempuan yang juga dosen di Universitas Sultan Ageng Tirtayasa ini, pernah memberikan tips kepada para 100 calon TKI yang akan berangkat ke Taiwan dan Hongkong di Pusat Pendidikan dan Latihan Kementerian Luar Negeri (Kemenlu), Jakarta Selatan, Sabtu (11/6/2011).

Nurhayati menceritakan ketika dirinya menjadi seorang TKI ke negeri Arab diawali keputusasaan sulitnya mendapatkan uang untuk biaya kuliah, ia memutuskan untuk mendaftarkan diri ke Perusahaan Jasa Tenaga Kerja Indonesia (PJTKI) di Banten dengan tujuan untuk bisa berkuliah. Namun, pengalamannya tidak terlalu manis, PJTKI yang merekrut dirinya tidak memberikan pelatihan apa pun, sehingga Nurhayati harus belajar secara otodidak. “Saya waktu itu diberi sertifikat keahlian, tetapi sebenarnya saya tidak diberikan pelatihan,” ucapnya.

Sadar bahwa budaya di Arab Saudi pasti berbeda dengan budaya di Indonesia, ia pun akhirnya banyak menggali informasi tentang budaya dari TKI-TKI yang pernah bekerja di Arab Saudi. Misalnya, suatu ketika ia akan memandikan anak majikannya, tiba-tiba majikannya memarahinya. Yang mana dari kesalahan tersebut ia baru tahu, kalau orang Arab ternyata mandinya tidak setiap hari.

Selain itu, ia menceritakan kepada para calon TKI kalau di Arab wanita itu harus bersifat sinis kepada kaum pria. “Kalau wanita itu menjawab pertanyaan sambil senyum-senyum, itu akan diartikan wanita tersebut suka pada laki-laki yang menanyainya,” cerita Nurhayati. Terkait gaji, Nurhayati menceritakan bahwa gaji dari majikan harus selalu diambil tiap bulan. Jangan ditunda-tunda, karena hal tersebut yang mengakibatkan majikan tidak membayar gaji TKI.

Dari cerita Nurhayati, mungkin kita bisa belajar sebuah arti kehidupan. Seorang TKI bisa menjadi orang yang sukses dan mewujudkan impian kita. “Pokoknya kalau jadi TKI jangan pernah berniat untuk jadi TKI yang kedua kali, cukup satu kali. Sehingga saat menjadi TKI kita harus mempunyai tujuan,” ucapnya.

Atas kiprah dan perjuangannya, Pemerintah Arab Saudi pun memberikan penghargaan kepada Nurhayati, yang diberikan langsung oleh Wakil Duta Besar Arab Saudi di Jakarta, Majed Abdulaziz Al-Dayel. Acara pemberian penghargaan berlangsung di Kantor Kedutaan Besar Arab Saudi di Jakarta. Dalam sambutannya, Al-Dayel mengatakan di tengah cerita sukses yang dialami ribuan TKI di negaranya, terdapat pula kasus khusus yang dialami sebagian TKI akibat tindakan yang dilakukan segelintir majikan mereka (tribunnews.com, 12/06/2011).

Gaji Tinggi, Magnet Kuat Jadi TKI

Malaysia mungkin tak lagi menggiurkan sebagai negara tujuan kerja para TKW rumah tangga. Sudah menjadi rahasia umum bahwa TKW Indonesia di Malaysia sering mengalami siksaan dari majikannya, bahkan tak jarang pulang tak bernyawa. Akibatnya, terjadi kelangkaan pembantu yang terhitung sangat parah hingga menyebabkan penderitaan para keluarga yang bergantung pada pembantu. Di Malaysia, PRT (pembantu rumah tangga) dianggap penting untuk mengasuh anak-anak, orang tua, dan membantu pekerjaan-pekerjaan rumah tangga lainnya. Oleh karenanya, para keluarga majikan didorong untuk membayar RM 8.000 (Rp 25,2 juta) hingga RM 10 ribu (Rp 31,5 juta) guna memberikan rasa aman bagi para PRT Indonesia (bisnis.liputan6.com, 02/07/2013). 

Setali tiga uang dengan indahnya harapan Nasiroh, wajar jika akhirnya Taiwan menjadi negeri impian. Bayangkan, para pekerja TKI rumah tangga di Taiwan selama ini digaji 15.840 New Taiwan (NT) Dolar atau sekitar Rp 6,4 juta per bulan. Ini cukup menggiurkan. Bahkan, menurut Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) melaporkan jumlah seluruh TKI di Taiwan saat ini berkisar 210 ribu orang. “Pekerja ini menempati urutan pertama dari total tenaga kerja asing di wilayah itu, yang disusul oleh terbesar berikutnya dari Vietnam, Thailand, dan Filipina,” ungkap laporan tertulis BNP2TKI.

Belum lagi dengan sektor manufaktur, konstruksi dan anak buah kapal. Penghasilan TKI di ketiga sektor tersebut bisa jauh lebih besar, yaitu 19.047 NT Dolar atau Rp 7,73 juta per bulan. Melihat pada persentasenya, warga Indonesia yang merantau ke Taiwan umunnya berprofesi sebagai TKI rumah tangga sebesar 80% dari total TKI. Diikuti TKI di sektor manufaktur dan konstruksi dengan porsi 15%, dan TKI ABK 3-4%.

Dan rasanya, besarnya penerimaan yang diperoleh para tenaga kerja tersebut masih bernilai signifikan meski harus terpangkas oleh sejumlah pungutan yang dikenakan oleh agensi penyalur TKI Taiwan. BNP2TKI mencatat agensi biasanya memungut iuran 60 ribu NT yang wajib dicicil saat TKI menempuh kontrak kerja pertama kali untuk tiga tahun lamanya. Dan memang tak hanya itu. Tenaga kerja yang bekerja sebagai ABK juga dikenakan beban tambahan dengan pengutan 2.500 NT per bulan untuk biaya akomodasi, padahal TKI tersebut harus memperoleh kondisi tempat tidur di kapal yang tidak layak. Namun, menindaklanjuti temuan tersebut, BNP2TKI dan otoritas dari Taiwan merekomendasikan pembentukan gugus tugas gabungan untuk meningkatan pelayanan TKI yang bermartabat. Gugus tugas ini juga berperan untuk menyusun kerangka program teknis bersama ke arah terciptanya perbaikan dan kesejahteraan TKI yang bekerja di Taiwan (bisnis.liputan6.com, 05/12/2013). Bagaimana, cukup sejahtera dan menggiurkan bukan?

Pelayanan menuju perbaikan dan kesejahteraan TKI inilah yang barangkali juga menjadi iming-iming untuk lebih memilih Taiwan dibanding Malaysia atau Timur Tengah sebagai negara tujuan bekerja, khususnya bagi TKW. 

TKW, “Sang Pahlawan Devisa”

Pasalnya, saat ini tak ada yang mau sadar bahwa sistem kapitalisme justru telah menjadikan TKW sebagai ladang eksploitasi. Istilah “pahlawan devisa” kini terlabel dengan konotasi positif, sehingga bekerja di luar negeri memiliki prestige tinggi. Padahal makna istilah tersebut sejatinya telah dimanipulasi. Rasanya, tak hanya sekali-dua kali kasus TKW pulang kampung tinggal nama.

Tak hanya nasib Erwiana (TKW di Hongkong) yang sejak akhir 2013 hingga awal 2014 ini meramaikan media massa dalam kondisi tersiksa. Yang ironisnya, koran lokal South China Morning Post memberitakan, polisi Hong Kong menolak menyelidiki kasus Erwiana. Meski, juru bicara polisi mengatakan mereka sedang melakukan penyelidikan atas kasus tersebut. Ada sekitar 300.000 pembantu rumah tangga asal Asia Tenggara (terutama dari Indonesia dan Filipina) yang saat ini bekerja di Hongkong. Banyak pekerja Indonesia di Hongkong menjadi korban penipuan agen tenaga kerja yang membebani mereka dengan biaya tinggi serta menyita dokumen-dokumen mereka. Para pekerja ini dijanjikan akan mendapat gaji besar dan pekerjaan yang baik. Pada November tahun lalu, Amnesty Internasional mengutuk ‘pembudakan’ atas ribuan pekerja wanita asal Indonesia di negara itu. (tempo.co, 16/01/2014). Tapi cukupkah sebuah lembaga internasional hanya ‘mengutuk’?

Juga kisah Sihatul Alfiah (24 tahun) warga Desa Plampangrejo, Kecamatan Cluring, Banyuwangi, Jawa Timur, bekerja sebagai buruh di peternakan sapi perah di Tainan City, Taiwan. Sejak 22 September 2013 lalu, ibu satu anak itu terbaring koma karena disiksa majikannya. Sihatul pergi ke Taiwan melalui PT Sinergi Bina Karya di Malang, Jawa Timur. Dia memilih Taiwan karena kakak kandungnya, Siti Emilatun, 34 tahun, sudah dua tahun bekerja di sana. Sebelum ke Taiwan, Sihatul pernah bekerja di Arab Saudi.

Sihatul diberangkatkan ke Taiwan pada 27 Mei 2012. Memang, Sihatul menyetujui tawaran bekerja di peternakan sapi perah meskipun dengan membayar Rp 3 juta. Maksud awalnya, sambil menunggu kesempatan yang lain. Namun, bayangan bekerja di tempat enak pupus. Sebab, di peternakan itu Sihatul harus mengurus 300 ekor sapi perah seorang diri, mulai dari memberi pakan, membersihkan kandang dan memerah susu. Dia harus memulai pekerjaan berat itu sejak pukul 3 pagi hingga pukul 10 malam, hanya istirahat sebentar di siang hari, bahkan tanpa hari libur. Bahkan, ia pernah pingsan karena kelelahan. Derita Sihatul tak berhenti di situ. Dia harus rela tidur di kamar sempit berdekatan dengan kandang sapi. Bila pekerjaannya lamban, majikannya akan langsung menendang atau menampar. Kesempatan berobat ke rumah sakit pun tak ada.

Suatu ketika, kakak Sihatul menerima kabar bahwa adiknya dilarikan ke rumah sakit karena tak sadarkan diri. Awalnya dokter memvonis Sihatul terkena gagal jantung. Vonis dokter dirasa janggal karena seluruh wajah Sihatul bengkak. Empat bulan Sihatul dirawat di rumah sakit, kondisinya tak kunjung membaik. Dia juga belum sadarkan diri. Bingung dengan kondisi istrinya, Suhandi memutuskan berhenti kerja di Malaysia dan pulang ke Banyuwangi pada akhir Desember lalu. Ia lalu melapor ke LSM Migrant Care dan BNP2TKI di Jakarta. Namun, dia kecewa karena tindak lanjut laporan tersebut sangat lambat. “Saya tidak tahu harus mengadu kemana lagi,” keluh Suhandi. Suhandi bersama LSM Migrant Care berencana akan ke Jakarta lagi untuk mengadukan nasib istrinya ke DPR RI dan Kementerian Tenaga Kerja. Dia berharap Sihatul dipulangkan ke Banyuwangi (tempo.co, 24/01/2014).

Masih dari Taiwan, adalah Susi (bukan nama sebenarnya). Kisahnya 10 tahun yang lalu memperlihatkan betapa tertekan hidupnya dalam upaya memburu dolar NT di Taiwan. Dia mengaku baru 15 bulan bekerja di salah satu keluarga kaya di Taiwan. Tugasnya hanya mengasuh kakek Ah Liang yang nyaris lumpuh. Ia berkisah, “Tiga bulan pertama, sungguh dimanja.” Ia mengaku dibelikan perhiasan, gelang, kalung, giwang, diberi fasilitas handphone, bahkan diperlakukan seperti anak sendiri. Enam bulan berlalu dalam glamor dan kegembiraan. Tiba-tiba saja suasana berubah, ketika Ah Liang mulai berulah. Dia merayu Susi agar mau dijadikan istri, sampai akhirnya malam kelabu itu terjadi.

Cerita pelik para TKI dan TKW di negeri seberang ternyata masih juga berlanjut sampai di bandara. Di Bandara Internasional Chiang Kai Sek, Taiwan, sejumlah TKI dan TKW masih juga diperlakukan diskriminatif. Mereka dilayani di tempat terpisah dari penumpang umum. Bahkan ketika tempat pelayanan boarding pass yang khusus melayani mereka penuh, sedangkan tempat pelayanan umum masih kosong, tetap saja mereka dibiarkan antre panjang. Untuk membedakan antara TKI/TKW dan penumpang umum, biasanya para TKI dan TKW itu diberi kode khusus berupa ID card yang ditempelkan di dada sebelah kiri atau kanan. Celakanya justru dengan ID card itulah, kerapkali mereka menjadi bulan-bulanan para calo atau oknum penipu setibanya di Bandara Cengkareng Jakarta. Masalahnya, akankah nasib pelik para pencari dolar di negeri seberang ini dibiarkan suram? (suaramerdeka.com, 05/09/2003).

Liberalisasi Ekonomi, Akar Permasalahan

Sejak Indonesia diterpa krisis ekonomi tahun 1997, aroma kebebasan atau liberalisasi di bidang ekonomi makin tajam. Karena kesulitan ekonomi, Indonesia harus bergantung pada pinjaman asing, khususnya IMF. Salah satu program unggulan IMF, yaitu privatisasi sektor ekonomi publik, telah membuahkan pil pahit yang harus ditelan Indonesia. Disamping itu, muncul pula kebijakan penghapusan subsidi pemerintah terhadap kebutuhan pokok rakyat, mulai dari BBM, TDL, pupuk, minyak tanah, hingga adanya keharusan impor sumberdaya pertanian dan pangan. Dampak langsung dari semua ini, jelas pemiskinan dan kemiskinan rakyat.

Tingginya angka kemiskinan berakibat pada perubahan paradigma berpikir tentang ekonomi, yang akhirnya berpengaruh pada perubahan perilaku masyarakat. Artinya, orang akan berlomba memenuhi kebutuhan ekonomi demi bertahan hidup. Bahkan seringkali tanpa memandang standar halal-haram.

Alhasil, kemiskinan inilah yang menggerakkan perempuan, termasuk para ibu, untuk bekerja mencari nafkah. Hingga tak sedikit yang memilih menjadi TKW di luar negeri. Hal ini seyogyanya dibaca sebagai bentuk keterpaksaan perempuan, yang harus bekerja keluar rumah. Namun, bukannya menghentikan dengan mengoptimalkan peran para suami dan wali (dari para perempuan ini) untuk mencari nafkah, sejumlah regulasi justru dikeluarkan oleh Pemerintah untuk mendukung perempuan bekerja. Gelar “pahlawan devisa“ telah salah kaprah dimaknai sebagai pahlawan penolong perekonomian bangsa karena para TKW ini bisa menghasilkan uang sendiri dan imbasnya akan mendongkrak pendapatan per kapita negara.

Sementara itu, di tengah masyarakat dikembangkan opini tentang sosok perempuan yang sukses. Yaitu mereka yang memiliki pekerjaan dan tidak bergantung kepada suami. Bukan opini tentang sosok perempuan sebagai ibu yang mampu mencetak anak-anaknya menjadi generasi cemerlang dan berakhlak mulia. Dengan kata lain, hal ini telah menghilangkan fitrah seorang ibu yang seharusnya berada di rumah untuk mendidik anak-anaknya dan menjadi pengatur rumah tangganya.

Celakanya lagi, jerat kapitalisme telah membuat sebagian ibu yang mendapat ‘sukses‘ dengan imbalan hasil kerja yang besar, tidak merasa sedih dan bersalah dengan pengabaian fungsi keibuannya. Rasa sedihnya tertutupi oleh hitungan sejumlah nominal mata uang. Maka, seperti inikah setitik asa yang dapat diandalkan saat mencari nafkah harus dengan ribuan kilometer ke negeri seberang?

Padahal sejatinya, perasaan bangga dan bahagia menjadi ibu itu tidak bisa dibayar dengan harta dunia. Melainkan hanya layak diganti dengan surga. Dari Abu Hurairah r.a. bahwa Nabi Muhammad saw bersabda: “Apabila seorang anak Adam mati putuslah amalnya kecuali tiga perkara, sedekah jariyah, atau ilmu yang memberi manfaat kepada orang lain atau anak yang soleh yang berdoa untuknya.” (HR Muslim).

Aturan Islam tentang Nafkah dan Bekerja

Andai seluruh ibu dan calon ibu memahami bagaimana pandangan Islam yang sebenarnya terhadap posisi dan peran mereka, dan bagaimana Khilafah menjamin pemenuhan hak-hak mereka, niscaya tak ada satu pun yang menolak Khilafah. Melainkan, mereka akan berlomba-lomba turut dan usaha menegakkan Khilafah. Karena sungguh, sistem demokrasi-kapitalisme buatan manusia ini telah menjadi sumber dari segala kesulitan.

Visi utama keberlangsungan Khilafah adalah penerapan aturan Allah Swt dalam kehidupan sebagai wujud pengabdian manusia sebagai hamba-Nya. Sebagaimana firman Allah Swt: “Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku.” (TQS Adz-Dzariyat [51]: 56). Dalam bidang ekonomi, Khilafah bicara tentang distribusi kekayaan dan jaminan kebutuhan hidup. Firman Allah Swt: “...supaya harta itu jangan beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu. Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah amat keras hukumannya.” (TQS Al-Hasyr [59]: 07). Ayat ini menjelaskan bahwa harta tidak boleh beredar di antara orang kaya saja. Allah Swt memberikan kewenangan kepada Rasul saw, sebagai kepala negara, untuk mengatur dan mengelola pendistribusiannya. Harta kekayaan harus tersebar merata agar kebutuhan setiap individu terpenuhi.

Islam menghormati ibu dengan tidak mewajibkannya mencari nafkah. Suami atau walinyalah yang berkewajiban memenuhi kebutuhan hidupnya. Sementara, jika keadaannya miskin, maka seorang ibu bisa dan boleh (mubah) untuk bekerja demi membantu suami atau keluarganya mencari nafkah. Namun, kewajiban dan tanggung jawab mencari nafkah tetap berada di tangan suami/walinya.

Di dalam Islam, bekerjanya seorang laki-laki adalah aktivitas yang mulia karena sebagai sarana beribadah kepada Allah. Allah Swt berfirman: ”Dialah Yang menjadikan bumi itu mudah bagi kamu, maka berjalanlah di segala penjuru bumi serta makanlah sebagian dari rezeki-Nya.” (TQS al-Mulk [67] 15). Demikian halnya, Rasulullaah saw pun mengutamakan masalah bekerja. Rasul saw pernah menyalami tangan Saad bin Muadz ra. Ketika itu kedua tangan Saad tampak kasar. Nabi saw lalu bertanya kepada Saad mengenai hal itu. Saad menjawab, “Saya selalu mengayunkan skrop dan kapak untuk mencarikan nafkah keluargaku.” Kemudian Rasulullah menciumi tangan Saad seraya bersabda, “Inilah dua telapak tangan yang disukai Allah Swt.” (Hadis ini disebutkan oleh as-Sarkhasi dalam al-Mabsuth). Kemudian dari hadis riwayat Bukhari-Muslim, “Sungguh sekiranya salah seorang di antara kamu sekalian mencari kayu bakar dan dipikulnya ikatan kayu bakar itu, maka yang demikian itu lebih baik baginya daripada ia meminta-minta kepada seseorang baik orang itu memberi ataupun tidak memberinya.”

Serta dalam hadits yang lain: ”Siapa saja yang mencari dunia demi mendapatkan dari yang halal, seraya menjaga dari kehinaan, untuk memenuhi nafkah keluarganya atau karena empati dengan tetangganya maka dia akan menemui Allah Swt dan wajahnya bagaikan sinar bulan purnama. Siapa saja yang mencari dunia untuk mendapatkan yang halal, namun demi suatu kebanggaan, memperbanyak harta dan pamer kekayaan maka dia akan menemui Allah dan Allah murka kepadanya.” (Hadist ini tercantum dalam al-Mushannaf karya Ibn Abi Syaibah dari jalur Abu Hurairah).

Oleh karenanya, bentuk penghormatan Islam kepada kaum perempuan, adalah dengan menjaminnya untuk berhak memiliki, menggunakan dan mengembangkan harta kekayaan halal sebagaimana laki-laki. Khilafah menjamin kebutuhan pokok setiap perempuan, mengentaskan kemiskinan dan menciptakan kesejahteraannya melalui mekanisme berikut ini:

1. Khilafah memerintahkan para laki-laki (ayah) untuk bekerja menafkahi keluarganya; firman Allah Swt: ”...Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara ma'ruf...” (TQS Al-Baqarah [02]: 233)

2. Jika ada laki-laki (suami) yang tetap tidak mampu bekerja menanggung nafkah diri, istri dan anak-anaknya (misalnya karena sakit, sudah tua-renta, dll), maka beban tersebut dialihkan kepada ahli warisnya; firman Allah Swt: ”...Janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan karena anaknya dan seorang ayah karena anaknya, dan warispun berkewajiban demikian...” (TQS Al-Baqarah [02]: 233)

3. Jika suami dan kerabat dekat tidak ada, atau ada tapi tidak mampu menafkahi, maka Negara Khilafah yang langsung menafkahi keluarga miskin ini melalui Baitul Maal, sehingga perempuan dalam keluarga tersebut tetap tidak dipaksa bekerja; sabda Rasul saw: ”Siapa saja yang meninggalkan harta, maka harta itu untuk ahli warisnya dan siapa saja yang meninggalkan ‘kalla’ (orang lemah, tidak mempunyai anak dan tidak mempunyai orang tua), maka ia menjadi kewajiban kami.” (HR Muslim)

4. Jika Baitul Maal tidak ada harta sama sekali, maka kewajiban menafkahi orang miskin beralih kepada kaum muslimin secara kolektif; firman Allah Swt: ”Dan pada harta-harta mereka ada hak untuk orang miskin yang meminta dan orang miskin yang tidak mendapat bagian.” (TQS Adz-Dzariyat [51]: 19).

Kewajiban mencari nafkah yang dibebankan kepada kaum laki-laki, bukan dimaksudkan untuk menunjukkan kekuatan laki-laki dan kelemahan perempuan. Tapi peran ini diberikan sesuai dengan kemampuan dan tanggung jawab yang diberikan oleh Allah Swt kepada laki-laki. Dan ketika masing-masing pihak saling membantu dalam kehidupan bermasyarakat sambil tetap fokus dengan peran yang sudah ditetapkan, maka ketentraman dalam sebuah masyarakat akan terwujud. Insya Allah.

Khatimah

Dengan sebenar-benarnya, harus disadari bahwa kaum perempuan, para ibu dan calon ibu, memerlukan jaminan pemenuhan kebutuhan hidup. Mereka pastinya ingin merasakan kesejahteraan hidup di dunia dan akhirat. Termasuk, tentunya ingin dan memang berhak merasakan kenikmatan dunia.

Dengan demikian, andaikan perempuan memang harus bekerja, maka ia harus tetap memperhatikan batasan Islam. Artinya, ketika keluar rumah ia harus atas izin suami/wali, tetap menutup aurat, menjaga diri dari pergaulan yang tidak syar’iy dengan lawan jenis, serta adanya jenis-jenis pekerjaan yang dibolehkan dan yang dilarang syara’ bagi perempuan. Disamping itu, ia juga tidak boleh meninggalkan kewajiban utamanya sebagai ibu dan pengatur rumah tangga. Jika tugas utama ini telah ditunaikan, maka tidak ada larangan bagi kaum perempuan untuk berkecimpung dalam ranah publik.

Namun, ketika perempuan bekerja full time sebagaimana para laki-laki, jelas akan membuat keseimbangan dalam keluarga terganggu. Perempuan memiliki peran dan tanggung jawab sebagai ibu dan pendidik generasi. Peran sebagai ibu dan pendidik generasi tidak akan dapat tertunaikan dengan optimal, bahkan bisa jadi akan terabaikan. Ingatlah, Islam telah memuliakan perempuan dengan menjadikan ia seorang ibu yang di bawah telapak kakinyalah surga diletakkan. Wallaahu a’lam bish showab []