Selasa, 01 Oktober 2013

Ibu Hamil dan Bangku Prioritas KRL

Nindira Aryudhani, S.Pi, M.Si

Fasilitas publik yang satu ini (KRL Commuter Line) nampaknya tak henti menuai kritik. Khususnya yang bernuansa ketidakpuasan pelanggan terhadap pelayanan dan fasilitas di KRL.

Yang terakhir terjadi di bulan September ini, seorang perempuan muda yang sedang hamil tiba-tiba jatuh pingsan saat berada di KRL Commuter Line (CL) tujuan Bogor. Saat itu, kondisi KRL CL memang penuh sesak karena bertepatan dengan jam pulang kantor, ditambah lagi pendingin gerbong yang tidak terasa dingin membuat para penumpang kegerahan (tribunnews.com, 13/09/2013).

“Barusan ada mbak-mbak hamil muda pingsan gara-gara AC tidak berasa, berdiri dan desak-desakan di commuter tujuan Bogor, kasihan,” kata salah seorang penumpang Valentina Naruza di akun twitternya, Jumat (13/9/2013). Belum diketahui kondisi perempuan tersebut, namun beberapa penumpang yang berada di dalam KRL CL langsung memberikan pertolongan dan memberikan tempat duduk kepada perempuan tersebut (tribunnews.com, 13/09/2013).

Valentina sebelumnya mengaku tidak tahu kalau perempuan yang pingsan tersebut sedang mengandung. “Soalnya perutnya belum kelihatan gede tahu-tahu pingsan,” ujarnya. Hingga berita ini diturunkan belum ada keterangan resmi dari pihak PT KAI atau pun pihak KRL CL. Belakangan ini memang penumpang KRL CL selalu disesaki penumpang, terutama pada saat-saat jam sibuk, seperti pergi kantor atau pun pulang kantor. Memang, warga Jabodetabek kini lebih memilih menggunakan jasa KRL ketimbang menaiki kendaran pribadi atau pun angkutan umum. Karena selain waktu tempuh yang relatif singkat, penumpang pun dapat terhindar dari macet (tribunnews.com, 13/09/2013).

Perempuan Hamil Bekerja, Jadi Korban

Pada faktanya, sebagian besar penumpang KRL CL adalah para perempuan bekerja, tak terkecuali yang sedang hamil. Dengan perkembangan nominal harga tiket yang lebih murah, sudah menjadi rahasia umum bahwa pelayanan yang diberikan pun murahan. Kondisi penumpang yang berdesakan di dalam gerbong khusus perempuan, rasanya tak pernah terhindar dari kehebohan. Apalagi jika ada yang tak empati dengan penumpang yang selayaknya berhak duduk di bangku prioritas.

Belum lagi jika ibu hamil harus bersaing dengan manula, ibu yang membawa anak, maupun yang memiliki keterbatasan fisik (maaf, baca: cacat). Ketiga golongan terakhir, biasanya tak mau merelakan jatah duduknya bagi ibu hamil. Ya maklum juga, bagaimanapun mereka sebagai sesama yang berhak pada bangku tersebut.

Murahnya tarif tiket KRL CL ibarat pisau bermata dua. Penumpang membludak dan berdesak-desakan menjadi lumrah kendati tak nyaman. Penumpang rentan seperti ibu hamil, lansia dan ibu dengan anak-anak menjadi tersiksa. Sedikit penumpang berempati memberikan tempat duduknya. Hal itu dikeluhkan Nia Angga, penumpang KRL CL rute Cisauk-Palmerah. Nia menceritakan saat dirinya hamil dan harus berjuang memasuki gerbong KRL yang padat (news.detik.com, 24/07/2013).

“Pernah saya sedang hamil besar, berdiri di depan bangku prioritas yang diduduki sama bapak-bapak, eh bapak-bapak itu tetap nggak mau berdiri. Malah kadang mereka bilang ‘Ke gerbong paling depan aja’ (gerbong khusus perempuan). Lha orang saya berhak kok! Justru di gerbong perempuan kan kemungkinan sudah diduduki sama ibu-ibu hamil juga!” tulis Nia dalam e-mail ke redaksi detikcom (news.detik.com, 24/07/2013).

“Apalagi kalau saya masuk dari pintu yang bertangga yang notabene bukan bangku prioritas, makin parahlah ketidakempatian mereka. Kayaknya orang hamil itu bagai penyakit,” keluh Nia. Nia berharap, ada petugas keamanan di setiap gerbong, yang bisa menegur penumpang yang tak berempati seperti itu. “Kalau penumpang yang minta kan sungkan, penumpang lain belum tentu peduli. Kalau petugas yang negur biarpun masih ngomel-ngomel biasanya nurut,” tutur Nia (news.detik.com, 24/07/2013).

Selain kurang petugas, petugas yang sudah ada dinilainya kurang tegas. “Nggak ada ketegasan saat membantu ibu hamil atau bawa anak, nggak ada ketegasan buat penumpang yang membawa barang banyak, pun bagi orang-orang yang melanggar,” tutur Nia. Namun Nia berharap manajemen CL bisa diperbaiki sehingga bisa menjadi alat transportasi yang bisa diandalkan (news.detik.com, 24/07/2013).

Ini membuktikan ketidaksiapan pelayanan PT KAI. Oleh karenanya, setidaknya fakta ini dapat ditinjau dari dua sisi.

Pertama, dari sisi ketersediaan pelayanan kereta. Nominal harga tiket di sini menunjukkan kualitas pelayanan. Padahal pelayanan bagus tak wajib mahal. Jika memang misi pelayanan publik ini untuk menjamin kemashlahatan dan kemudahan urusan umat, maka landasan penetapan harga tentu bukan dari sisi nominal yang akan diperoleh. Melainkan, segala sesuatu yang dapat mengantarkan pada kemudahan urusan itulah yang akan menjadi fokus. Hanya saja, karena negeri ini bersistem kapitalistik, maka wajar jika segala sesuatu yang baik harus diberi nominal tinggi, termasuk pelayanan publik. Sebaliknya, sesuatu yang bersifat tidak baik (baca: buruk) harus diberi nominal rendah. Karena landasannya adalah mencari laba. Akibatnya, pemerintah seperti penjual jasa.

Buktinya saat pengadaan bangku prioritas. Adanya bangku ini, tetap saja hal tersebut tidak menjamin ibu hamil penumpang setia KRL CL bisa mendapat duduk. Perlu diketahui KRL ini umumnya terdiri dari 8 gerbong dan di setiap gerbong tersebut tersedia 2 tempat duduk khusus ibu hamil yang bisa menampung 3-4 penumpang sehingga total hanya tersedia 6 atau 8 bangku untuk ibu hamil di dalam setiap gerbong KRL. Namun, sesedikit apapun kursi khusus yang tersedia di KRL, jika para penumpang lain memiliki mata hati, mereka bisa saja memberikan tempat duduknya kepada ibu hamil. Sayang kenyataannya, terkadang para ibu hamil ini harus berjalan dari satu gerbong ke gerbong lain untuk mendapatkan duduk. Padahal, jelas-jelas di belakang bangku prioritas tersebut tertempel stiker yang menuliskan salah satu golongan yang berhak duduk di bangku prioritas adalah ibu hamil (theurbanmama.com, 09/11/2010). 

Kedua, dari sisi perempuan bekerja. Sejatinya, tak seharusnya nasib perempuan demikian. Pergi pagi pulang petang, ditambah harus berdesakan saat naik kereta. Pasalnya, KRL adalah sarana transportasi paling praktis dan ekonomis di Jabodetabek, jika dibandingkan dengan sarana transportasi yang lain. 

Namun lihatlah, hal ini menunjukkan bahwa sebagian kecil implementasi abad partisipasi penuh perempuan (full participation age) telah dimainkan. Kesempatan bekerja bagi para perempuan ini menjadi terbuka karena mereka harus menyokong perekonomian keluarga. Mereka harus ikut banting tulang demi tetap mengepulnya asap dapur. Padahal dalam Islam, hukumnya mubah (boleh) bagi perempuan untuk bekerja. Karena mereka adalah pihak yang wajib diberi nafkah, bukan mencari nafkah. Sementara itu, yang tidak boleh diabaikan namun ternyata terabaikan, adalah peran mereka sebagai ibu, pengatur rumah tangga dan pendidik generasi. Semua peran itu jelas dipertaruhkan demi sejumput gaji.

Ibu Hamil, Fisik Lemah Bukan Berarti Malas

Allah Swt telah berfirman tentang perempuan hamil: “Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu- bapanya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah- tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepadaKu dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu.” (TQS Luqman [31]: 14) 

Secara fisik, perempuan hamil memang mengalami kelemahan. Akan tetapi, bukan berarti kelemahan itu menjadi alasan untuk bermalas-malasan. Kisah Asma’ binti Abu Bakar ra tentu sangat legendaris sebagai teladan bagi kaum muslimah yang tengah hamil. Berikut cuplikannya.

Ketika kekerasan kaum kafir Quraisy terhadap para shahabat Rasulullaah saw semakin menjadi-jadi, beliau pun mengizinkan mereka untuk berhijrah ke Madinah. Setelah itu, Allah Swt mengizinkan Rasul-Nya untuk hijrah ke Madinanh. Beliau disertai oleh Abu Bakar Ash-Shidiq ra. Dalam peristiwa ini, keluarga Abu Bakar ra memainkan peran paling monumental dalam catatan sejarah berkaitan dengan totalitas mereka dalam memperjuangkan Islam dan membela Rasul saw, tak terkecuali peran Asma’ binti Abu Bakar ra.

‘Aisyah ra menuturkan, “Kami sekeluarga menyiapkan seluruh perbekalan mereka berdua. Kami juga membuatkan makanan yang diletakkan di dalam wadah. Asma’ binti Abu Bakar ra memotong selendang pinggangnya untuk mengikat penutup wadah. Itulah yang membuatnya dijuluki ‘perempuan pemiliki selendang’ (dzaatun nithaaq).” (HR Bukhari no. 3905).

Asma’ ra menuturkan, “Aku membuat makanan untuk Nabi saw dan Abu Bakar ketika mereka hendak bertolak ke Madinah. Aku berkata kepada ayah, ‘Aku tidak membawa sesuatu untuk mengikat (wadah makanan) kecuali selendang pinggangku ini.’ Abu Bakar berkata, ‘Kalau begitu, belahlah selendang pinggangmu menjadi dua.’ Aku mengikuti sarannya, maka aku dijuluki ‘perempuan pemilik dua selendang’ (dzaatun nithaaqain).” (HR Bukhari no. 3907).

Apa yang dilakukan Asma’ ra di atas tidak mudah diemban oleh seorang laki-laki pemberani sekalipun, karena sangat riskan dan sarat bahaya. Juga membutuhkan keberanian, ketegaran hati dan kemampuan mengendalikan emosi, termasuk visi dan wawasan politik. Keberanian Asma’ ra tidak hanya teruji dalam kejadian yang dialaminya itu.

Dapat dibayangkan bagaimana tingkat kesabaran dan ketabahannya dalam bahaya yang begitu berat, mengingat saat itu ia sedang hamil tua. Namun, di malam hari yang gelap dan sunyi, Asma’ ra membawa makanan dan menempuh perjalanan yang terjal dan jauh, serta mendaki gunung yang cukup tinggi untuk mencapai Gua Tsur, tempat persembunyian Rasul saw dan Abu Bakar ra dalam perjalanan hijrah ke Madinah. Asma’ ra melewati semua bahaya tersebut, sementara mata-mata Quraisy terus mengintainya.

Asma’ ra bahkan pernah ditampar oleh Abu Jahal akibat tidak mau memberitahukan keberadaan Rasul saw dan Abu Bakar ra. Abu Jahal menamparnya hingga antingnya terlepas, lalu pergi, padahal Asma’ saat itu sedang hamil. Hanya saja, kasih sayang Allah Swt selalu menaunginya. Dan pandangan Allah Swt tetap menjaganya.

Setelah Rasul saw dan Abu Bakar ra tiba di Madinah, mereka mengutus beberapa orang untuk menjemput keluarga masing-masing. Maka, Asma’ ra ikut hijrah walaupun sedang mengandung Abdullah bin Zubair ra. Asma’ ra menuturkan kisah hijrahnya, “Aku bertolak ke Madinah saat kandunganku sudah tua (9 bulan). Setibanya di Madinah, aku tinggal di Quba’ dan di sinilah aku melahirkan…” (HR Bukhari no. 3909) (Buku “35 Sirah Shahabiyah” Jilid 2)

Islam Memuliakan Muslimah yang Sedang Hamil

Islam memuliakan muslimah yang sedang hamil. Berikut ini setidaknya ada 14 kemuliaan yang diberikan Islam bagi muslimah yang sedang hamil:

  • Apabila seorang perempuan mengandung dalam rahimnya, maka beristighfarlah para malaikat untuknya. Allah Swt mencatatkan baginya setiap hari dengan 1.000 kebaikan dan menghapuskan darinya 1.000 kejahatan.
  • Apabila seorang perempuan mulai sakit hendak bersalin, maka Allah Swt mencatatkan baginya pahala orang berjihad di jalan Allah Swt.
  • Apabila seorang perempuan melahirkan anak, hilanglah dosa-dosanya seperti keadaan ia baru dilahirkan.
  • Apabila telah lahir anaknya lalu disusuinya, maka bagi ibu itu setiap setegukan dari pada susunya diberi 1 kebajikan.
  • Apabila semalaman si ibu tidak tidur dan memelihara anaknya yang sakit, maka Allah Swt memberinya pahala seperti memerdekakan 70 orang hamba dengan ikhlas untuk membela agama Allah Swt.
  • Rakaat shalat perempuan yang sedang hamil adalah lebih baik dari pada 80 rakaat shalat perempuan yang tidak hamil.
  • Perempuan yang memberi minum air susu ibu (ASI) kepada anaknya dari dirinya sendiri akan mendapat 1 pahala pada tiap-tiap tetes susu yang diberikannya.
  • Perempuan yang tidak cukup tidur pada malam hari karena menjaga anaknya yang sakit akan diampunkan oleh Allah Swt seluruh dosanya dan bila ia menghibur hati anaknya Allah memberi 12 tahun pahala ibadah.
  • Perempuan yang hamil akan dapat pahala terus berpuasa pada siang hari.
  • Perempuan yang hamil akan dapat pahala terus beribadah pada malam hari.
  • Perempuan yang bersalin akan mendapat pahala 70 tahun shalat dan puasa, serta setiap kesakitan pada 1 uratnya Allah Swt mengkurniakan 1 pahala haji.
  • Sekiranya perempuan mati di masa 40 hari selepas bersalin, dia akan dianggap sebagai mati syahid.
  • Jika perempuan menyusui anaknya sampai cukup tempo (2,5 tahun), maka malaikat-malaikat di langit akan kabarkan berita bahwa syurga wajib baginya.
  • Jika perempuan memberi susu dirinya pada anaknya yang menangis, Allah Swt akan memberi pahala 1 tahun shalat dan berpuasa. 
Subhanallah. Betapa mulianya perempuan hamil, tentunya dengan jalan kehamilan yang diridhai oleh Allah Swt, bukan dengan cara kehamilan yang dimurkai Allah Swt (sumber: https://www.facebook.com/MotivationLoveMuslim/posts/572667822772021).

Fasilitas Publik Bagian dari Urusan Politik

Islam, sebagai mabda (ideologi), selalu punya solusi tentang problematika sosial-kemasyarakatan. Islam mampu bicara tentang perkara umat karena disamping sebagai aqidah ruhiyah (agama), Islam juga merupakan aqidah siyasiyah (politik). Politik dalam Islam bermakna mengurusi urusan umat. Maka dalam Islam, perkara politik akan diurus secara integral oleh kepala negara (khalifah) sebagai penanggung jawab urusan umat yang hidup dalam negara yang dipimpinnya.

Kepala negara sebagai penanggung jawab urusan umat telah dicontohkan oleh Rasulullaah saw dan beliau bersabda: “Sesungguhnya seorang pemimpin itu adalah perisai, rakyat akan berperang di belakangnya serta berlindung dengannya. Apabila ia memerintahkan untuk bertaqwa kepada Allah ‘Azza wa Jalla serta bertindak adil, maka ia akan mendapat pahala. Tetapi jika ia memerintahkan dengan selain itu, maka ia akan mendapat akibat buruk hasil perbuatannya.” [HR Muslim, 9/376, no. 3428].

Imam an-Nawawi rahimahullah (Wafat: 676 H) menjelaskan: “Maksud menjadi perisai di sini adalah sebagai tabir yang menghalang musuh dari mengganggu umat Islam, juga menjaga perhubungan (perpaduan) dalam kalangan masyarakat, menjaga kehormatan Islam, menjadi yang ditakuti (dihormati) rakyatnya, dan mereka berlindung kepadanya. Berperang di belakangnya pula, maksudnya adalah berperang bersama pemimpin melawan orang-orang kafir, pembangkang (atau pemberontak), kaum khawarij, setiap orang yang melakukan kerosakan (ahli fasad), dan mereka yang melakukan kezaliman secara umum.” [Syarah Shahih Muslim, 12/230].

Juga hadits Rasulullaah saw: “Seorang imam (khalifah atau kepala negara) adalah pemelihara dan pengatur urusan rakyat dan ia akan dimintai pertanggung jawaban atas urusan rakyatnya.” (HR Bukhari dan Muslim). Serta sabda beliau saw sebagai pengingat dan peringatan: “Sebaik-baik pemimpin kalian adalah kalian cinta kepada mereka, dan mereka pun mencintai kalian. Mereka mendoakan kalian dan kalian pun mendoakan mereka. Dan seburuk-buruk pemimpin kalian ialah kalian benci kepada mereka, dan mereka pun benci kepada kalian. Kalian melaknat mereka, dan mereka pun melaknat kalian…” (HR. Muslim no. 3447).

Rasulullaah saw sebagai sebaik-baik teladan, sangat memperhatikan kemudahan urusan layanan publik. Dalam Kitab Struktur Negara Khilafah (2008) dinyatakan bahwa manajemen berbagai urusan negara dan berbagai kepentingan masyarakat ditangani oleh departemen, jawatan, serta unit-unit yang didirikan untuk menjalankan urusan-urusan negara dan memenuhi kepentingan-kepentingan masyarakat tersebut.

Rasulullaah saw secara langsung mengatur berbagai kepentingan masyarakat di Madinah. Rasulullaah saw secara langsung mengatur departemen-departemen. Departemen merupakan lembaga administratif tertinggi untuk satu kemaslahatan di antara berbagai kemaslahatan negara seperti kewarganegaraan, transportasi, pencetakan mata uang, pendidikan, kesehatan, pertanian, ketenagakerjaan, jalan, dan sebagainya. Departemen itu mengurusi manajemen departemen itu sendiri, jawatan-jawatan, dan unit-unit yang ada di bawahnya.

Beliau menunjuk para penulis untuk mengatur departemen-departemen itu. Beliau juga secara langsung memelihara urusan-urusan mereka, mengatasi berbagai permasalahan mereka, mengatur berbagai interaksi mereka, menjamin kebutuhan-kebutuhan mereka, serta mengarahkan mereka pada sesuatu yang menjadikan urusan mereka semakin baik. Semua ini termasuk dari perkara-perkara administratif yang memudahkan kehidupan mereka tanpa banyak problem dan kerumitan.

Rasulullaah saw pernah bersabda: “Sesungguhnya Allah telah mewajibkan berlaku ihsan dalam segala hal. Jika kalian membunuh (melaksanakan qishâsh) maka lakukanlah pembunuhan itu secara ihsan (baik/sempurna). Jika kalian menyembelih maka lakukan penyembelihan itu secara baik/sempurna...” (HR Muslim dari Syadad bin Aus). Ihsân (kebaikan, kesempurnaan) dalam melaksanakan pekerjaan jelas diperintahkan oleh syariah. Untuk merealisasikan kebaikan/kesempurnaan dalam melaksanakan pekerjaan, harus terpenuhi tiga hal berikut dalam manajemennya:

  1. Kesederhanaan aturan; karena kesederhanaan aturan itu akan memberikan kemudahan dan kepraktisan, sementara aturan yang rumit akan menyebabkan kesulitan.
  2. Kecepatan dalam pelayanan transaksi; karena hal itu akan mempermudah orang yang memiliki keperluan.
  3. Pekerjaan itu ditangani oleh orang yang mampu dan profesional. 
Ketiga hal itu menjadi wajib bagi kesempurnaan pekerjaan sebagaimana juga dituntut oleh pelaksanaan pekerjaan itu sendiri.

Islam Punya Solusi

Kita sepatutnya membuang sistem ekonomi kapitalisme yang sudah terbukti gagal. Kapitalisme gagal mewujudkan kemampuan negara untuk memberikan fasilitas umum yang memadai bagi seluruh rakyat. Tidak adanya dana untuk menyediakan sarana transportasi publik yang aman, nyaman dan terjangkau disebabkan pengelolaan aset-aset kepemilikan umum diserahkan kepada swasta sesuai kaidah kapitalisme. Kemiskinan yang mendera hampir separo penduduk Indonesia, mendorong perempuan ikut membanting tulang bekerja di luar rumah juga menjadi bukti lain kegagalan kapitalisme menyejahterakan masyarakat.

Syariat Islam mewajibkan penerapan sistem ekonomi Islam (an-Nidzam al-Iqtishadi fi al-Islam). Sistem ekonomi Islam menetapkan negara tidak boleh menyerahkan aset-aset umat kepada swasta. Dengan strategi inilah maka kebutuhan-kebutuhan publik berupa sarana transportasi yang aman dan nyaman, berbagai fasilitas umum, bahkan layanan pendidikan dan kesehatan serta keamanan bisa diperoleh umat secara memadai dan murah, bahkan gratis.

Allah Swt telah menganugerahkan kekayaan alam di laut, hutan, barang tambang dan sebagainya yang lebih dari cukup untuk melayani kebutuhan umat. Kepemilikan sarana dan pengelolaan alat transportasi semisal Kereta Api harus dikembalikan menjadi jawatan milik negara, tidak sebagai perseroan publik seperti sekarang (PT KAI). Jawatan ini mendapatkan pembiayaan penuh dari negara agar bisa meningkatkan jumlah dan mutu layanannya. Juga agar memperoleh bahan bakar batu bara secara murah, layanan KRL bisa memiliki pembangkit sendiri agar tidak sering macet akibat kurangnya pasokan listrik, peremajaan rel, jumlah kereta dan gerbong-gerbongnya memadai. Semua bisa dilakukan agar selalu menjadi sarana transportasi publik yang aman, nyaman dan terjangkau bagi masyarakat baik perempuan maupun laki-laki.

Selanjutnya, perlindungan terhadap perempuan harus dimulai dari pandangan yang shahih terhadap kedudukan perempuan di tengah masyarakat. Selain memiliki tanggung jawab sebagai manusia sama seperti laki-laki untuk bertaqwa, beribadah, termasuk berdakwah amar ma’ruf nahyi munkar, Islam menetapkan tanggung jawab utama perempuan dalam pembangunan masyarakat adalah di dalam rumah tangganya. Peran utama perempuan adalah menjadi ibu dan istri. Mengatur rumah tangga dan mendidik generasi adalah tanggung jawab yang amat berat dan juga mulia yang tidak bisa dikonversikan dengan materi sebanyak apa pun. Pelaksanaan peran ini bisa berpengaruh besar pada baik atau buruknya bangunan masyarakat. Maka negara akan memfasilitasi perempuan dengan pendidikan yang membangun kepribadian Islaminya (asy-syakhshiyah al-Islamiyah), menuntunnya melaksanakan syariat dalam kehidupan sehari-hari, termasuk memberi perhatian besar pada peningkatan kualitas ibu. Negara juga mengambil tindakan ketika ada pengabaian terhadap posisi perempuan yang telah digariskan oleh Islam.

Meskipun Islam membolehkan perempuan bekerja, tanggung jawab menyediakan nafkah bagi seluruh anggota keluarga tidak pernah berada di pundak perempuan namun berada di pundak suami. Jika suami tidak mampu, tanggung jawabnya berpindah kepada kerabat terdekat yang mampu. Dan bila tetap tidak sanggup, maka negara yang berkewajiban menyediakan nafkah.

Dengan pandangan mendasar inilah kita bisa menyaksikan bagaimana terhormatnya kedudukan perempuan, khususnya perempuan yang hamil, dalam Islam. Dengan Khilafah, syariat Islam diterapkan, negara menyediakan lapangan pekerjaan yang layak bagi tiap ayah, suami, atau wali, sehingga mereka bisa menafkahi istri, anak-anak dan keluarganya. Negara menjamin pemenuhan kebutuhan pokok bagi janda dan perempuan yang walinya tidak mampu menafkahi mereka. Selain itu negara menjamin pelayanan kesehatan, pendidikan dan keamanan yang terjangkau dan berkualitas untuk setiap warga negara. Tidak ada pelimpahan tanggung jawab pemenuhan kebutuhan pokok kepada perempuan, yang menyebabkan perempuan memasuki peran publiknya di sektor ekonomi dalam posisi tawar yang sangat rendah, yang membuatnya lemah dalam menghadapi masalah pelecehan seksual, tindak kekerasan, dan hal-hal buruk lain di tempat kerjanya (hizbut-tahrir.or.id).

Khatimah

Subhanallaah, Islam sangat detil bicara strategi dalam mengatur kepentingan masyarakat dilandasi dengan kesederhanaan aturan, kecepatan pelayanan, dan profesionalitas orang yang mengurusinya. Hal ini diambil dari realitas pelayanan kepentingan itu sendiri. Orang-orang yang memiliki kepentingan menginginkan kecepatan dan kesempurnaan pelayanan.

Keutamaan untuk memuliakan ibu hamil jelas menjadi bagian dari konsep ihsan di atas. Karena hal ini merupakan bagian dari perintah Allah Swt dalam QS Adz-Dzariyat ayat 56: “Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku.” Allah Swt juga berfirman: “Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. Dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun,” (TQS Al-Mulk [67]: 02).

Dengan demikian, segala ketidakempatian kepada ibu hamil dalam berbagai kondisi insya Allah bisa dihindari. Karena memuliakan ibu hamil adalah bagian perkara yang diatur dalam Islam. Disamping memang adanya sistem pengaturan fasilitas publik yang menjamin kesempurnaan pelaksanaan amal sholih dan ibadah tersebut. Wallaahu a’lam bish showab [].