Jumat, 08 November 2013

Polisi Salah Asuh

Nindira Aryudhani, S.Pi, M.Si

Polri Tercoreng
Belakangan, rakyat negeri ini ramai dengan pemberitaan tentang perilaku menyeleweng polisi. Ya, lagi-lagi polisi. Tak hanya disumpah-serapahi saat ada pemeriksaan SIM dan STNK di jalan, kepolisian nampaknya juga mulai kehilangan kewibawaan sebagai sebuah lembaga pengayom umat.

Sebutlah kasus korupsi simulator SIM yang telah merugikan negara milyaran rupiah beberapa waktu lalu. Berlanjut hingga mencuat sejumlah fakta seperti polisi yang mabuk di tempat umum, polisi dalam foto bugil serta sejumlah aksi koboi polisi yang menewaskan individu tak bersalah.

Polri tercoreng, itu sudah jelas. Masyarakat pun makin mempertanyakan kinerja Polri. Belum lagi dengan mahalnya ‘uang masuk’ jika ingin masuk sekolah perwira polisi, dari berbagai jenis strata. Polri yang seharusnya menjadi pengayom sekaligus teladan bagi masyarakat awam, nyatanya kini harus mempertaruhkan nama baiknya. Keberadaan Polri jadi seolah ‘mengancam’ kualitas generasi selanjutnya. Jika hingga kini masih banyak anak kecil yang bercita-cita jadi polisi, nampaknya para orang tua harus lebih waspada.

Polri, Lembaga Salah Asuh
Tak cukup sampai di situ. Bagaimanapun, Polri sejak negeri ini merdeka adalah lembaga yang tumbuh sebagai hasil asuhan sistem yang tegak dulu dan kini. Demikian pula dari sisi kinerjanya, tak bisa dilepaskan dari hasil pengasuhan dan pembinaan kepribadian para perwiranya. Jika ingin memperbaiki Polri, maka harus terlebih dahulu mengganti sistem pengasuhnya ini.
Harus diakui, Polri dilahirkan dari rahim sistem demokrasi, dengan sistem kehidupan sekular sebagai inang pengasuhnya. Terlebih setelah sistem pengasuhnya bertambah satu, yaitu sistem neoliberal. Akibatnya, Polri tumbuh bagaikan anak yang sama sekali tak pernah dikenalkan pada hakikat kebenaran. Lihat saja, lembaga Polri ibarat tambang emas untuk memuluskan sejumlah aksi mafia uang dan peradilan. Bahkan karakternya bak sarang penyamun yang seharusnya mereka berantas. Demikian halnya, Polri pun jauh dari peran hakikinya sebagai penegak kebenaran. Karena dalam sistem demokrasi, kebenaran bersifat relatif dan berstandar ganda, tergantung siapa yang punya dana. Si Pemilik Dana-lah yang mampu membeli hukum dan peradilan, sehingga harus mengesampingkan kebenaran sejati. Intinya, polisi dalam sistem demokrasi, akan selalu buta pada kebenaran.

Mungkin memang ada individu-individu polisi yang jujur dan masih idealis. Tapi berapa gelintir jumlahnya jika harus dibandingkan dengan yang tidak jujur dan tidak idealis. Jenderal Hoegeng Imam Santoso mungkin satu polisi jujur dan idealis di antara yang jauh lebih banyak tak seperti dirinya.

Kapolri Jenderal Hoegeng diberhentikan Presiden Soeharto. Banyak pihak mensinyalir adanya motif politik ada di belakang pencopotan ini. Sejak mau dilantik sebagai Kapolri, Hoegeng memang sudah tak cocok dengan Soeharto. Sepak terjang Hoegeng membuat kroni keluarga Cendana terusik. Apalagi sejumlah kasus diduga melibatkan orang-orang dekat Soeharto. Puncak perseteruan itu, Soeharto mencopot Hoegeng sebagai Kapolri tanggal 2 Oktober 1971. Baru tiga tahun, Hoegeng menjabat. Seharusnya masih ada dua tahun lagi. Ironinya dengan alasan penyegaran, justru pengganti Hoegeng, Jenderal M Hasan lebih tua satu tahun. Hoegeng menghadap Soeharto, dia menanyakan mengapa dicopot. Secara tersirat, Soeharto berkata tak ada tempat untuk Hoegeng lagi. Soeharto menawari Hoegeng dengan jabatan sebagai duta besar atau diplomat di negara lain. Sebuah kebiasaan untuk membuang mereka yang kritis terhadap Orde Baru. Hoegeng menolaknya (merdeka.com, 25/07/2013). Ujung karirnya mengharuskan Pak Hoegeng keluar karena tak ingin idealismenya terkoyak oleh sistem demokrasi yang saat itu memang sudah tak adil pada kebenaran.

Polisi, Jabatan Bermuatan Ibadah
Selanjutnya, untuk menjadi perwira polisi, hendaknya ditinjau dari hakikat profesi dan peran polisi itu sendiri. Sebagai sebuah aturan kehidupan, Islam jelas punya aturan untuk hal ini. Menjadi polisi hendaknya merupakan bagian dari aktivitas ibadah, sebagaimana firman Allah Swt dalam QS. Adz-Dzariyat ayat 56: “Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku.” Demikian halnya, Rasul saw telah mencontohkan dengan pembentukan lembaga kepolisian dalam Khilafah.

Saat memilih para pejabatnya, Rasul saw memiliki standarisasi mutlak yang harus dipenuhi. Ketika mengangkat seorang pejabat, Rasul saw memilih mereka yang paling dapat berbuat baik dalam kedudukan yang akan disandangnya, selain hatinya telah dipenuhi dengan keimanan (Kitab Daulah Islam).

Imam al-Bukhari telah menuturkan riwayat dari Anas, “Sesungguhnya Qais bin Saad di hadapan Rasulullah saw. adalah berposisi sebagai amir kepolisian.” Qais di sini adalah Qais bin Saad bin Ubadah al-Anshari al-Khazraji. Imam at-Tirmidzi juga telah menuturkan riwayat: “Qais bin Saad telah diangkat oleh Nabi saw. dalam posisi sebagai amir kepolisian.” Al-Anshari berkata, “Yakni orang yang mengurusi urusan-urusan kepolisian.” Ibn Hibban menerjemahkan hadis tersebut, ia berkata, “Yakni menjaga Nabi saw. dari perbuatan kaum musyrik di majelis beliau jika kaum musyrik itu menemui beliau.”

Dalam struktur negara Khilafah, satuan kepolisian beranggotakan laki-laki yang sudah balig dan memiliki kewarganegaraan. Wanita boleh menjadi anggota kepolisian untuk melaksanakan tugas-tugas wanita yang memiliki hubungan dengan tugas-tugas keamanan dalam negeri. Negara akan mengeluarkan undang-undang yang khusus untuk mengatur masalah ini sesuai dengan hukum-hukum syariah.

Al-Azhari berkata, “Polisi adalah setiap kesatuan yang merupakan kesatuan terbaik. Di antara kesatuan pilihan tersebut adalah polisi, karena mereka adalah prajurit-prajurit pilihan. Bahkan dikatakan mereka adalah kesatuan terbaik yang lebih menonjol daripada tentara. Dikatakan bahwa mereka dinamakan syurthah (polisi) karena mereka memiliki ciri-ciri yang telah dikenal, baik dari pakaian maupun kemampuan geraknya.”

Pendapat di atas adalah juga yang dipilih al-Ashma’i. Bahwa polisi adalah kesatuan terbaik yang terjun dalam perang dan mereka siap untuk mati. Polisi adalah kesatuan di antara para penolong wali. Ia disebut dengan syurthi seperti halnya sebutan turki dan juhani. Mereka dinamakan demikian karena diri mereka dapat diketahui dengan tanda-tanda yang sudah dikenal luas.

Satuan kepolisian negara Khilafah ada dua jenis: polisi militer dan polisi yang berada di samping penguasa. Polisi militer adalah bagian dari tentara yang memiliki tanda-tanda yang lebih menonjol daripada pasukan lainya untuk mendisiplinkan urusan-urusan pasukan. Polisi militer merupakan bagian dari pasukan yang berada di bawah Amirul Jihad, yaitu berada di bawah Departemen Perang. Satuan kepolisian militer memiliki seragam khusus dan ciri-ciri tertentu untuk menjaga keamanan. Adapun polisi yang selalu siap di samping penguasa berada di bawah Departemen Keamanan Dalam Negeri (Kitab Struktur Negara Khilafah).

Khatimah
Sudah saatnya lembaga kepolisian memperbaiki kinerja dalam rangka mengembalikan kewibawaannya. Peran polisi di tengah-tengah masyarakat adalah menegakkan kebenaran. Dalam Islam, hal ini disebut ‘amar ma’ruf nahyi mungkar. Dari sisi inilah sejatinya kewibawaan lembaga kepolisian ini harus dibangun dan dijaga, sehingga polisi pun memang layak disebut pahlawan. Dengan demikian, anggota masyarakat juga akan berpikir berulang kali untuk meragukan kinerja polisi jika yang ditegakkan memang kebenaran hakiki. Wallaahu a’lam bish showab []

Kamis, 07 November 2013

Haruskah Susah Menikah di Bulan Dzulhijjah?

Nindira Aryudhani, S.Pi, M.Si

Bulan Dzulhijjah 1434 H baru saja berlalu. Di bulan tersebut, biasanya memang banyak pernikahan digelar. Meski demikian, sejatinya menikah tak harus di bulan Dzulhijjah. Karena atas izin Allah Swt, semua hari adalah baik. Namun yang lucu, mengagetkan dan rasa-rasanya baru kali ini terjadi, Kementerian Agama RI nampaknya kewalahan mengurus menjamurnya jumlah pasangan yang akan menikah belakangan ini. Hal ini ditunjukkan dengan kurangnya stok buku nikah.

Buku Nikah Langka

Jadi, meski telah melangsungkan pernikahan, sejumlah pengantin tak bisa mengantongi buku nikah. Mereka hanya mendapatkan surat pengganti buku nikah. Fenomena ini telah terjadi sejak awal Oktober di beberapa daerah di Tanah Air. Persediaan buku nikah yang menipislah yang menjadi penyebabnya (news.liputan6.com, 31/10/2013).

“Ada beberapa provinsi yang peristiwa pernikahannya di atas 100 ribu beberapa bulan terakhir,” kata Direktur Penerangan Urusan Agama Islam dan Pembinaan Syariah Kementerian Agama, Mochtar Ali. Mochtar membenarkan adanya kelangkaan buku nikah. Kelangkaan dipicu adanya kelonjakan jumlah pernikahan pada beberapa daerah terutama di 6 Provinsi. Daerah itu yakni Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Lampung, Banten, dan NTB (news.liputan6.com, 31/10/2013).

“Di awal bulan Oktober stok buku nikah sudah mulai berkurang,” imbuhnya. Selain adanya kelonjakan jumlah pasangan yang melangsungkan pernikahan, Mochtar membeberkan alasan lain kelangkaan stok buku nikah. Penyebab lainnya yakni, pengesahan anggaran Kementerian Agama yang baru dilakukan pada Juni 2013 lalu. Hal ini menyebabkan keterlambatan pelelangan percetakan buku nikah baru (news.liputan6.com, 31/10/2013).

“Kementerian Agama dalam hal ini Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam menyampaikan permohonan maaf atas terjadinya kekurangan buku nikah pada beberapa provinsi di Indonesia, sehingga beberapa pasangan pengantin yang telah dicatatkan pernikahannya belum memperoleh buku nikah,” kata Direktur Jenderal Bimas Islam, Abdul Djamil. “Kami menargetkan seluruh pasangan pengantin yang belum memperoleh buku nikah dapat mengambil buku nikahnya pada KUA tempat pencatatan perkawinan pada bulan Desember 2013 tanpa dipungut biaya,” lanjutnya (news.okezone.com, 31/10/2013).

Abdul mengungkapkan, Kemenag sedang melakukan proses lelang pengiriman buku nikah yang dilaksanakan oleh ULP Ditjen Bimas Islam. “Setelah dilakukan penandatanganan kontrak lelang pengiriman buku nikah, maka buku nikah segera dikirim ke seluruh provinsi. Ditargetkan buku nikah sudah kembali tersedia di KUA-KUA mulai Desember 2013,” ujarnya (news.okezone.com, 31/10/2013).

Bukan Syarat Sah Nikah

Hal-hal yang menjadi syarat sah nikah dalam Islam, adalah: kedua mempelai (laki-laki dan perempuan), wali dari mempelai perempuan, tidak ada penghalang pernikahan bagi kedua mempelai, dua orang saksi, akad nikah (ijab-qobul), dan keridhoan mempelai perempuan untuk menerima akad nikah (Kitab Nizhomul Ijtima’iy). Memang benar, buku nikah bukan syarat sah ataupun rukun nikah. Akan tetapi, bijakkah ‘menyalahkan’ lonjakan angka pernikahan sebagai alasan kelangkaan buku nikah? Rasanya tidak, karena fasilitas publik seperti buku nikah ini adalah bagian dari tanggung jawab pemerintah.

Terkait dengan hal ini, Allah Swt telah berfirman: “Dan nikahkanlah orang-orang yang sedirian di antara kamu, dan orang-orang yang layak (menikah) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan kurnia-Nya. Dan Allah Maha luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui.” (TQS An-Nuur [24]: 32). Dalam ayat yang lain: “Dan diantara tanda-tanda kekuasaanNya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikanNya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir.” (TQS Ar-Ruum [30]: 21). “Janganlah kalian mendekati zina, karena zina itu perbuatan keji dan suatu jalan yang buruk.” (TQS Al-Israa [17]: 32). 

Dan sabda Rasul saw: “Wahai para pemuda, siapa saja diantara kalian yang telah mampu untuk kawin, maka hendaklah dia menikah. Karena dengan menikah itu lebih dapat menundukkan pandangan dan lebih menjaga kemaluan. Dan barang siapa yang belum mampu, maka hendaklah dia berpuasa, karena sesungguhnya puasa itu bisa menjadi perisai baginya.” (HR. Bukhori-Muslim). Dalam hadits yang lain: “Seburuk-buruk kalian, adalah yang tidak menikah, dan sehina-hina mayat kalian, adalah yang tidak menikah.” (HR. Bukhari).

Betapa hebatnya urusan pernikahan, hingga Allah dan Rasul-Nya dalam banyak ayat dan hadits memerintahkannya. Dan tentunya, urusan ini menjadi penting untuk kelangsungan dan penjagaan kesucian generasi kaum muslimin. Maka tegas pula peringatan Rasul saw dalam sabdanya terkait dengan tanggung jawab pengurusan pernikahan ini oleh pejabat yang berwenang, termasuk dalam hal ini adalah penyediaan buku nikah. Sabda Rasul saw: “Sesungguhnya seorang imam (penguasa) itu (bagaikan) perisai. Orang-orang berperang di belakangnya dan juga berlindung dengannya. Maka jika ia memerintah (berdasarkan) takwa kepada Allah ta’ala dan berlaku adil, maka baginya pahala. Akan tetapi jika ia memerintah tidak dengan (takwa pada Allah dan tidak berlaku adil) maka ia akan mendapatkan balasannya.” (HR. Muslim).

Khatimah

Lucu bukan? Saat di satu sisi pergaulan dan seks bebas difasilitasi dengan kemudahan mendapatkan kondom atas nama kebijakan dari salah satu kementerian, di sisi lain ada perkara pernikahan yang justru halal tapi malah minim fasilitas. Bagaimana zina tak makin subur dibandingkan pernikahan? Tentu ironis bagi negeri berpenduduk muslim terbesar di dunia ini. Wallaahu a’lam bish showab []

Petisi Tolak Miss World, Suara Mayoritas yang Diabaikan

Nindira Aryudhani, S.Pi, M.Si

Miss World 2013 telah usai. Tak pelak, babak baru liberalisasi peradaban manusia pun dimulai. Ya, kompetisi ratu sejagat Miss World yang dihelat di Bali akhirnya rampung, dengan mendaulat Megan Lynne Young, Miss Filipina, sebagai Miss World 2013. Selama masa karantina di Bali, pihak penyelenggara Miss World 2013 yakni Miss World Indonesia Organization kerap kali menuai kontroversi berupa protes keras, termasuk yang berujung pada peralihan lokasi malam puncak penjurian. Rencana awalnya, acara akan berlangsung di Sentul, Jawa Barat, tetapi akhirnya diputuskan agar seluruh kegiatan Miss World dipusatkan di Pulau Dewata. Meskipun mengalami perubahan, ajang Miss World 2013 tak terpuruk (female.kompas.com, 29/09/2013).

Setelah menuntaskan malam Grand Final di Bali Nusa Dua Convention Centre (BNDCC), Nusa Dua, Sabtu (28/9/2013), para petinggi dari organisasi Miss World terus menyanjung bahwa Indonesia merupakan host terbaik dari seluruh perhelatan Miss World sudah digelar selama 63 tahun belakangan. “Saya sangat puas dengan acara Miss World di Bali. Pihak penyelenggara sangat kooperatif, semua orang selalu ramah, kerja sama yang menyenangkan. Selama 63 tahun menyelenggarakan Miss World, Indonesia adalah host terbaik dibandingkan negara lain,’’ tandas Julia Morley, Chairman Miss World Organization kepada Raffi Ahmad sebelum mengikuti coronation dinner, seperti yang ditayangkan oleh RCTI, waktu setempat (female.kompas.com, 29/09/2013).

Dan yang tak kalah spektakuler, kontroversi latar belakang Megan mau tak mau turut mewarnai kemenangannya. Sebelum terpilih menjadi Miss Filipina, Megan Young sudah terjun ke dunia entertain. Bahkan, perempuan seksi ini pernah berpose topless untuk majalah pria dewasa Rogue edisi Maret 2012 (tabloidbintang.com, 28/09/2013). Meski demikian, kontroversi atas foto-foto “syur” Megan tidak menghentikan langkahnya untuk meraih anugerah sebagai Miss World 2013, menggantikan Miss World 2012, Yu Wenxia, asal China (sosok.kompasiana.com, 28/09/2013).

Kontes ‘Body’, Dustai Umat Islam

Sejatinya, masyarakat muslim Indonesia telah angkat bicara. Karena topless-nya Megan bukan foto pribadi. Melainkan foto untuk dikonsumsi khalayak untuk menikmati keindahan fisiknya. Sementara itu, statusnya sebagai pemenang Miss World jelas akan meneguhkannya sebagai idola baru dunia. Bayangkan saat tayangan Miss World disaksikan oleh masyarakat dunia, minimal 140 negara pemegang hak siarnya. Belum lagi jika ada yang menyiarkan ulang. Bukankah ini penyebaran kemaksiatan yang efektif dan efisien? Toh setelah kontes ini, dijamin para pengusaha dunia fashion, kosmetik, media massa hingga production house sudah antre untuk mengontrak para kontestan, khususnya pemenangnya, sebagai bintang promosi berbagai produk mereka.

Terpilihnya Megan Young yang profesinya adalah model majalah porno menjadi bukti ke sekian kali bahwa Miss World adalah kontes kecantikan yang hanya menilai perempuan dari “body” semata. Jelas bahwa kontes Miss World tetap pada jargonnya semula yang tak bisa lepas dari urusan mencari penampilan fisik yang seksi. Kalau pun di Indonesia, ajang ini bisa terselenggara tanpa ada huru-hara soal ketidak-pantasan berpakaian, bisa jadi hal ini karena sudah tercapai kesepakatan antara panitia penyelenggara dengan pihak Miss World Organization yang dipimpin Chairman Julia Morley.

Apa boleh buat, kontes Miss World nampaknya memang tidak memberi ruang apresiasi pada masalah moral kepribadian para kontestannya. Ironisnya lagi, juri-juri asal Indonesia pun seolah tak berdaya, dan seakan tak memiliki kemampuan untuk menyuarakan perihal kontroversi Megan Young ini. Padahal, seharusnya juri-juri asal Indonesia berkomitmen, menegakkan prinsip-prinsip ketat dalam penjurian, termasuk menelaah temuan negatif terkait foto-foto “syur” tersebut.

Di sejumlah jejaring sosial dan jurnalisme warga, kontroversi foto seronok Megan disebut-sebut menjadi sebuah cacat atas kesuksesan pergelaran Miss World 2013. Cacat, karena ternyata, pemenang Miss World 2013 ini tidak dapat menjaga harkat dan martabat diri dalam perjalanan karirnya. Memang, meski 130 kontestan Miss World 2013 mengganti pakaian bikini dengan sarong Bali dalam sesi Beach Fashion, dan mengenakan gaun fantastik karya desainer-desainer kondang Indonesia dalam berlenggak-lenggok di atas catwalk. Namun tak ayal, tata krama kesopanan ini sedikit “terkoyak” dengan temuan foto-foto “panas” Megan di dunia maya. Meski memiliki jiwa sosial tinggi dan empati kemanusiaan yang sudah dibuktikannya, kemenangan Megan Young ternoda dengan beredarnya foto-foto “panas” dirinya yang saat ini pasti sudah beredar ke seluruh dunia. Sepatutnya kemenangan Megan “dikaji ulang” atau bahkan kalau perlu dibatalkan (sosok.kompasiana.com, 28/09/2013).

Terlepas dari segala uraian di atas, Miss World 2013 telah membuktikan karakter aslinya. Alasan panitia yang berani menjamin ketiadaan kontes bikini sebagai puncak pamer aurat, ternyata tak sepenuhnya dapat dipercaya. Kontes bikini memang tak ada, tapi pamer aurat tetap ada. Kriteria Brain dan Behaviour atau apa pun istilahnya hanya kedok untuk menampilkan kontes ini lebih elegan, agar menarik perhatian publik. Meski ditampilkan seolah-olah kontestan juga dinilai kepintaran, wawasan dan perhatiannya pada soal-soal kemanusiaan, toh yang terpilih tetap yang paling dianggap sempurna fisiknya. Yakni seorang model majalah porno. Atau setidaknya ini menegaskan bahwa dalam kontes ini perilaku tak bermoral yang dilakukan oleh kontestan tak menghalanginya untuk mendapatkan mahkota sebagai ratu kecantikan dunia.

Rangkaian Isi Surat Tolak Miss World




Sejumlah surat, petisi dan pengumpulan tanda tangan mendukung penolakan Miss World datang dari berbagai komunitas di seluruh Indonesia, melalui kantor pusat Muslimah HTI di Tebet, Jakarta Selatan. Tercatat, 64 paket tolak Miss World datang dari berbagai propinsi, kota, kabupaten, bahkan kecamatan. Mulai dari wilayah Jabodetabek, Bandung, Semarang dan kota-kota lain di Jawa Tengah, berbagai kota dan kecamatan di Jawa Timur, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan Gorontalo, termasuk Bali, propinsi tempat pelaksanaan Miss World.

Penolakan berasal dari mubalighoh, jamaah majelis ta’lim, guru, karyawati, PNS, ibu rumah tangga hingga pelajar dan mahasiswa. Mereka adalah kalangan yang peduli dengan umat ini. Peduli dengan kelangsungan hidup generasi. Mereka sadar dan tak ingin generasi mendatang rusak dengan momen Miss World. Ini telah menguatkan fakta, bahwa Miss World adalah skandal yang sudah jelas kekeliruannya sejak awal. Dan tentu saja, makin membuka mata kita tentang Miss World dengan cikal-bakalnya sebagai kontes bikini di Inggris tahun 1952, yang memamerkan kemolekan tubuh perempuan.

Serangkaian surat umat Islam yang ditujukan kepada para anggota dewan yang terhormat di Komisi IX DPR RI agar membatalkan Miss World, telah masuk melalui kantor pusat MHTI. Diantara surat tersebut, yang menarik adalah paket dari salah seorang staf pengajar di Fakultas Tarbiyah dan Adab, IAIN Sultan Maulana Hasanuddin, Banten. Dosen yang bersangkutan menuliskan salah satu soal dalam lembar ujian akhir semester (UAS) tentang Miss World. Para peserta UAS diminta untuk menuliskan pendapat mereka tentang Miss World sebagai surat pernyataan menolak Miss World. Surat-surat tersebut antara lain berisi:
  1. Bertentangan dengan syariat Islam, di mana Indonesia berpenduduk muslim terbesar di dunia
  2. Perendahan dan pelecehan martabat/harga diri kaum perempuan saat mengenakan busana yang membuka aurat
  3. Bentuk eksploitasi perempuan dengan mereka berlenggak-lenggok di panggung, karena secara jelas ini menjadikannya sebagai alat promosi produk demi kepentingan bisnis
  4. Merusak generasi dan memicu tindakan asusila, seperti pemerkosaan, karena dilihat oleh banyak pasang mata khususnya kaum adam
  5. Menjadi bentuk idola baru bagi masyarakat untuk ditiru, khususnya oleh anak-anak perempuan
  6. Miss World adalah jalan penjajahan dan liberalisasi budaya
Miss World sungguh telah mengecewakan dan melukai masyarakat Indonesia yang mayoritas kaum muslimin. Lihatlah, umat bukan tak pernah peduli. Umat bukannya tak sadar. Umat bukannya tak berpikir. Umat bukan tak pernah menyuarakan kebenaran. Umat bukan tak pernah ber’amar ma’ruf nahyi mungkar. Tapi mereka tak pernah didengar.

Umat Tak Boleh Tertipu Lagi

Terbukti ‘kan, konsep 3B yang senantiasa didengungkan dan diagungkan dalam kontes ini jelas merupakan konsep dusta untuk membungkus Miss World dan semacamnya agar diterima masyarakat. Kita tentu bertanya-tanya, dalam kontes yang hanya dilakukan beberapa hari, bagaimanakah menilai kecerdasan, kecantikan, dan kepribadian? Yang dinilai hanyalah satu konsep saja, yakni kecantikan. Maka, mendukung ajang ini sama saja dengan melanggengkan penjualan tubuh perempuan. Jika untuk menjadi pintar seorang perempuan harus menjadi cantik dulu, maka betapa sulitnya menjalani kehidupan ini. Apalagi tidak setiap perempuan bisa ikut kontes Miss World. Maka tak diragukan lagi, penyelenggaraan Miss World jelas-jelas mengukuhkan otentisitas kontes ‘body’ belaka. Payahnya, selain tahun 2013 ini, Indonesia dikabarkan akan dipercaya kembali menjadi tuan rumah Miss World berikutnya di tahun 2015 (http://www.citizenjurnalism.com/hot-topics/2013-indonesia-menjadi-tuan-rumah-miss-world/). Wow, bukankah ini lipstick pembohong publik? Pasalnya, pasca-Miss World 2013, Indonesia harus bersiap dengan babak baru liberalisasi tatanan kehidupan masyarakatnya yang mayoritas kaum muslimin.

Realita ini harus diketahui oleh masyarakat luas agar tidak tertipu lagi dengan propaganda yang gencar dilontarkan pihak penyelenggara untuk mendapat dukungan dari publik Indonesia. Kontes-kontes kecantikan semacam ini jelas racun berbahaya bagi generasi umat karena:
  1. Kontes Miss World hanya promosi gaya hidup porno dan gelimang kemewahan. Dampak buruknya terhadap generasi nampak pada semakin banyaknya anak-anak yang menjadi pecandu pornografi, pelaku pergaulan bebas, menjadi pelacur untuk mendapatkan barang-barang mewah dan bercita-cita menjadi artis dan model agar cepat terkenal dan kaya.
  2. Kontes-kontes kecantikan dapat menghalangi lahirnya generasi khairu ummah. Tanpa disadari akan menjauhkan dari uswah hasanah seorang muslim. Karenanya, harapan kita untuk memiliki generasi yang mengharumkan identitas Islam dengan keunggulan karakter, perilaku dan karya intelektualitasnya akan berganti dengan lahirnya generasi yang dicatat dunia sebagai penghasil kepornoan dan pelaku pelecehan seksual. Naudzu billah.
Lebih memprihatinkan kita, pendidikan di keluarga dan kurikulum sekolah saat ini tidak mampu mencegah dampak buruk tersebut. Karenanya kita butuh tegaknya Khilafah Islamiyah yang tidak akan memberi sedikit pun jalan bagi hadirnya kontes-kontes kecantikan yang merusak begini. Wallaahu a’lam bish showab []

Selasa, 01 Oktober 2013

Ibu Hamil dan Bangku Prioritas KRL

Nindira Aryudhani, S.Pi, M.Si

Fasilitas publik yang satu ini (KRL Commuter Line) nampaknya tak henti menuai kritik. Khususnya yang bernuansa ketidakpuasan pelanggan terhadap pelayanan dan fasilitas di KRL.

Yang terakhir terjadi di bulan September ini, seorang perempuan muda yang sedang hamil tiba-tiba jatuh pingsan saat berada di KRL Commuter Line (CL) tujuan Bogor. Saat itu, kondisi KRL CL memang penuh sesak karena bertepatan dengan jam pulang kantor, ditambah lagi pendingin gerbong yang tidak terasa dingin membuat para penumpang kegerahan (tribunnews.com, 13/09/2013).

“Barusan ada mbak-mbak hamil muda pingsan gara-gara AC tidak berasa, berdiri dan desak-desakan di commuter tujuan Bogor, kasihan,” kata salah seorang penumpang Valentina Naruza di akun twitternya, Jumat (13/9/2013). Belum diketahui kondisi perempuan tersebut, namun beberapa penumpang yang berada di dalam KRL CL langsung memberikan pertolongan dan memberikan tempat duduk kepada perempuan tersebut (tribunnews.com, 13/09/2013).

Valentina sebelumnya mengaku tidak tahu kalau perempuan yang pingsan tersebut sedang mengandung. “Soalnya perutnya belum kelihatan gede tahu-tahu pingsan,” ujarnya. Hingga berita ini diturunkan belum ada keterangan resmi dari pihak PT KAI atau pun pihak KRL CL. Belakangan ini memang penumpang KRL CL selalu disesaki penumpang, terutama pada saat-saat jam sibuk, seperti pergi kantor atau pun pulang kantor. Memang, warga Jabodetabek kini lebih memilih menggunakan jasa KRL ketimbang menaiki kendaran pribadi atau pun angkutan umum. Karena selain waktu tempuh yang relatif singkat, penumpang pun dapat terhindar dari macet (tribunnews.com, 13/09/2013).

Perempuan Hamil Bekerja, Jadi Korban

Pada faktanya, sebagian besar penumpang KRL CL adalah para perempuan bekerja, tak terkecuali yang sedang hamil. Dengan perkembangan nominal harga tiket yang lebih murah, sudah menjadi rahasia umum bahwa pelayanan yang diberikan pun murahan. Kondisi penumpang yang berdesakan di dalam gerbong khusus perempuan, rasanya tak pernah terhindar dari kehebohan. Apalagi jika ada yang tak empati dengan penumpang yang selayaknya berhak duduk di bangku prioritas.

Belum lagi jika ibu hamil harus bersaing dengan manula, ibu yang membawa anak, maupun yang memiliki keterbatasan fisik (maaf, baca: cacat). Ketiga golongan terakhir, biasanya tak mau merelakan jatah duduknya bagi ibu hamil. Ya maklum juga, bagaimanapun mereka sebagai sesama yang berhak pada bangku tersebut.

Murahnya tarif tiket KRL CL ibarat pisau bermata dua. Penumpang membludak dan berdesak-desakan menjadi lumrah kendati tak nyaman. Penumpang rentan seperti ibu hamil, lansia dan ibu dengan anak-anak menjadi tersiksa. Sedikit penumpang berempati memberikan tempat duduknya. Hal itu dikeluhkan Nia Angga, penumpang KRL CL rute Cisauk-Palmerah. Nia menceritakan saat dirinya hamil dan harus berjuang memasuki gerbong KRL yang padat (news.detik.com, 24/07/2013).

“Pernah saya sedang hamil besar, berdiri di depan bangku prioritas yang diduduki sama bapak-bapak, eh bapak-bapak itu tetap nggak mau berdiri. Malah kadang mereka bilang ‘Ke gerbong paling depan aja’ (gerbong khusus perempuan). Lha orang saya berhak kok! Justru di gerbong perempuan kan kemungkinan sudah diduduki sama ibu-ibu hamil juga!” tulis Nia dalam e-mail ke redaksi detikcom (news.detik.com, 24/07/2013).

“Apalagi kalau saya masuk dari pintu yang bertangga yang notabene bukan bangku prioritas, makin parahlah ketidakempatian mereka. Kayaknya orang hamil itu bagai penyakit,” keluh Nia. Nia berharap, ada petugas keamanan di setiap gerbong, yang bisa menegur penumpang yang tak berempati seperti itu. “Kalau penumpang yang minta kan sungkan, penumpang lain belum tentu peduli. Kalau petugas yang negur biarpun masih ngomel-ngomel biasanya nurut,” tutur Nia (news.detik.com, 24/07/2013).

Selain kurang petugas, petugas yang sudah ada dinilainya kurang tegas. “Nggak ada ketegasan saat membantu ibu hamil atau bawa anak, nggak ada ketegasan buat penumpang yang membawa barang banyak, pun bagi orang-orang yang melanggar,” tutur Nia. Namun Nia berharap manajemen CL bisa diperbaiki sehingga bisa menjadi alat transportasi yang bisa diandalkan (news.detik.com, 24/07/2013).

Ini membuktikan ketidaksiapan pelayanan PT KAI. Oleh karenanya, setidaknya fakta ini dapat ditinjau dari dua sisi.

Pertama, dari sisi ketersediaan pelayanan kereta. Nominal harga tiket di sini menunjukkan kualitas pelayanan. Padahal pelayanan bagus tak wajib mahal. Jika memang misi pelayanan publik ini untuk menjamin kemashlahatan dan kemudahan urusan umat, maka landasan penetapan harga tentu bukan dari sisi nominal yang akan diperoleh. Melainkan, segala sesuatu yang dapat mengantarkan pada kemudahan urusan itulah yang akan menjadi fokus. Hanya saja, karena negeri ini bersistem kapitalistik, maka wajar jika segala sesuatu yang baik harus diberi nominal tinggi, termasuk pelayanan publik. Sebaliknya, sesuatu yang bersifat tidak baik (baca: buruk) harus diberi nominal rendah. Karena landasannya adalah mencari laba. Akibatnya, pemerintah seperti penjual jasa.

Buktinya saat pengadaan bangku prioritas. Adanya bangku ini, tetap saja hal tersebut tidak menjamin ibu hamil penumpang setia KRL CL bisa mendapat duduk. Perlu diketahui KRL ini umumnya terdiri dari 8 gerbong dan di setiap gerbong tersebut tersedia 2 tempat duduk khusus ibu hamil yang bisa menampung 3-4 penumpang sehingga total hanya tersedia 6 atau 8 bangku untuk ibu hamil di dalam setiap gerbong KRL. Namun, sesedikit apapun kursi khusus yang tersedia di KRL, jika para penumpang lain memiliki mata hati, mereka bisa saja memberikan tempat duduknya kepada ibu hamil. Sayang kenyataannya, terkadang para ibu hamil ini harus berjalan dari satu gerbong ke gerbong lain untuk mendapatkan duduk. Padahal, jelas-jelas di belakang bangku prioritas tersebut tertempel stiker yang menuliskan salah satu golongan yang berhak duduk di bangku prioritas adalah ibu hamil (theurbanmama.com, 09/11/2010). 

Kedua, dari sisi perempuan bekerja. Sejatinya, tak seharusnya nasib perempuan demikian. Pergi pagi pulang petang, ditambah harus berdesakan saat naik kereta. Pasalnya, KRL adalah sarana transportasi paling praktis dan ekonomis di Jabodetabek, jika dibandingkan dengan sarana transportasi yang lain. 

Namun lihatlah, hal ini menunjukkan bahwa sebagian kecil implementasi abad partisipasi penuh perempuan (full participation age) telah dimainkan. Kesempatan bekerja bagi para perempuan ini menjadi terbuka karena mereka harus menyokong perekonomian keluarga. Mereka harus ikut banting tulang demi tetap mengepulnya asap dapur. Padahal dalam Islam, hukumnya mubah (boleh) bagi perempuan untuk bekerja. Karena mereka adalah pihak yang wajib diberi nafkah, bukan mencari nafkah. Sementara itu, yang tidak boleh diabaikan namun ternyata terabaikan, adalah peran mereka sebagai ibu, pengatur rumah tangga dan pendidik generasi. Semua peran itu jelas dipertaruhkan demi sejumput gaji.

Ibu Hamil, Fisik Lemah Bukan Berarti Malas

Allah Swt telah berfirman tentang perempuan hamil: “Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu- bapanya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah- tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepadaKu dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu.” (TQS Luqman [31]: 14) 

Secara fisik, perempuan hamil memang mengalami kelemahan. Akan tetapi, bukan berarti kelemahan itu menjadi alasan untuk bermalas-malasan. Kisah Asma’ binti Abu Bakar ra tentu sangat legendaris sebagai teladan bagi kaum muslimah yang tengah hamil. Berikut cuplikannya.

Ketika kekerasan kaum kafir Quraisy terhadap para shahabat Rasulullaah saw semakin menjadi-jadi, beliau pun mengizinkan mereka untuk berhijrah ke Madinah. Setelah itu, Allah Swt mengizinkan Rasul-Nya untuk hijrah ke Madinanh. Beliau disertai oleh Abu Bakar Ash-Shidiq ra. Dalam peristiwa ini, keluarga Abu Bakar ra memainkan peran paling monumental dalam catatan sejarah berkaitan dengan totalitas mereka dalam memperjuangkan Islam dan membela Rasul saw, tak terkecuali peran Asma’ binti Abu Bakar ra.

‘Aisyah ra menuturkan, “Kami sekeluarga menyiapkan seluruh perbekalan mereka berdua. Kami juga membuatkan makanan yang diletakkan di dalam wadah. Asma’ binti Abu Bakar ra memotong selendang pinggangnya untuk mengikat penutup wadah. Itulah yang membuatnya dijuluki ‘perempuan pemiliki selendang’ (dzaatun nithaaq).” (HR Bukhari no. 3905).

Asma’ ra menuturkan, “Aku membuat makanan untuk Nabi saw dan Abu Bakar ketika mereka hendak bertolak ke Madinah. Aku berkata kepada ayah, ‘Aku tidak membawa sesuatu untuk mengikat (wadah makanan) kecuali selendang pinggangku ini.’ Abu Bakar berkata, ‘Kalau begitu, belahlah selendang pinggangmu menjadi dua.’ Aku mengikuti sarannya, maka aku dijuluki ‘perempuan pemilik dua selendang’ (dzaatun nithaaqain).” (HR Bukhari no. 3907).

Apa yang dilakukan Asma’ ra di atas tidak mudah diemban oleh seorang laki-laki pemberani sekalipun, karena sangat riskan dan sarat bahaya. Juga membutuhkan keberanian, ketegaran hati dan kemampuan mengendalikan emosi, termasuk visi dan wawasan politik. Keberanian Asma’ ra tidak hanya teruji dalam kejadian yang dialaminya itu.

Dapat dibayangkan bagaimana tingkat kesabaran dan ketabahannya dalam bahaya yang begitu berat, mengingat saat itu ia sedang hamil tua. Namun, di malam hari yang gelap dan sunyi, Asma’ ra membawa makanan dan menempuh perjalanan yang terjal dan jauh, serta mendaki gunung yang cukup tinggi untuk mencapai Gua Tsur, tempat persembunyian Rasul saw dan Abu Bakar ra dalam perjalanan hijrah ke Madinah. Asma’ ra melewati semua bahaya tersebut, sementara mata-mata Quraisy terus mengintainya.

Asma’ ra bahkan pernah ditampar oleh Abu Jahal akibat tidak mau memberitahukan keberadaan Rasul saw dan Abu Bakar ra. Abu Jahal menamparnya hingga antingnya terlepas, lalu pergi, padahal Asma’ saat itu sedang hamil. Hanya saja, kasih sayang Allah Swt selalu menaunginya. Dan pandangan Allah Swt tetap menjaganya.

Setelah Rasul saw dan Abu Bakar ra tiba di Madinah, mereka mengutus beberapa orang untuk menjemput keluarga masing-masing. Maka, Asma’ ra ikut hijrah walaupun sedang mengandung Abdullah bin Zubair ra. Asma’ ra menuturkan kisah hijrahnya, “Aku bertolak ke Madinah saat kandunganku sudah tua (9 bulan). Setibanya di Madinah, aku tinggal di Quba’ dan di sinilah aku melahirkan…” (HR Bukhari no. 3909) (Buku “35 Sirah Shahabiyah” Jilid 2)

Islam Memuliakan Muslimah yang Sedang Hamil

Islam memuliakan muslimah yang sedang hamil. Berikut ini setidaknya ada 14 kemuliaan yang diberikan Islam bagi muslimah yang sedang hamil:

  • Apabila seorang perempuan mengandung dalam rahimnya, maka beristighfarlah para malaikat untuknya. Allah Swt mencatatkan baginya setiap hari dengan 1.000 kebaikan dan menghapuskan darinya 1.000 kejahatan.
  • Apabila seorang perempuan mulai sakit hendak bersalin, maka Allah Swt mencatatkan baginya pahala orang berjihad di jalan Allah Swt.
  • Apabila seorang perempuan melahirkan anak, hilanglah dosa-dosanya seperti keadaan ia baru dilahirkan.
  • Apabila telah lahir anaknya lalu disusuinya, maka bagi ibu itu setiap setegukan dari pada susunya diberi 1 kebajikan.
  • Apabila semalaman si ibu tidak tidur dan memelihara anaknya yang sakit, maka Allah Swt memberinya pahala seperti memerdekakan 70 orang hamba dengan ikhlas untuk membela agama Allah Swt.
  • Rakaat shalat perempuan yang sedang hamil adalah lebih baik dari pada 80 rakaat shalat perempuan yang tidak hamil.
  • Perempuan yang memberi minum air susu ibu (ASI) kepada anaknya dari dirinya sendiri akan mendapat 1 pahala pada tiap-tiap tetes susu yang diberikannya.
  • Perempuan yang tidak cukup tidur pada malam hari karena menjaga anaknya yang sakit akan diampunkan oleh Allah Swt seluruh dosanya dan bila ia menghibur hati anaknya Allah memberi 12 tahun pahala ibadah.
  • Perempuan yang hamil akan dapat pahala terus berpuasa pada siang hari.
  • Perempuan yang hamil akan dapat pahala terus beribadah pada malam hari.
  • Perempuan yang bersalin akan mendapat pahala 70 tahun shalat dan puasa, serta setiap kesakitan pada 1 uratnya Allah Swt mengkurniakan 1 pahala haji.
  • Sekiranya perempuan mati di masa 40 hari selepas bersalin, dia akan dianggap sebagai mati syahid.
  • Jika perempuan menyusui anaknya sampai cukup tempo (2,5 tahun), maka malaikat-malaikat di langit akan kabarkan berita bahwa syurga wajib baginya.
  • Jika perempuan memberi susu dirinya pada anaknya yang menangis, Allah Swt akan memberi pahala 1 tahun shalat dan berpuasa. 
Subhanallah. Betapa mulianya perempuan hamil, tentunya dengan jalan kehamilan yang diridhai oleh Allah Swt, bukan dengan cara kehamilan yang dimurkai Allah Swt (sumber: https://www.facebook.com/MotivationLoveMuslim/posts/572667822772021).

Fasilitas Publik Bagian dari Urusan Politik

Islam, sebagai mabda (ideologi), selalu punya solusi tentang problematika sosial-kemasyarakatan. Islam mampu bicara tentang perkara umat karena disamping sebagai aqidah ruhiyah (agama), Islam juga merupakan aqidah siyasiyah (politik). Politik dalam Islam bermakna mengurusi urusan umat. Maka dalam Islam, perkara politik akan diurus secara integral oleh kepala negara (khalifah) sebagai penanggung jawab urusan umat yang hidup dalam negara yang dipimpinnya.

Kepala negara sebagai penanggung jawab urusan umat telah dicontohkan oleh Rasulullaah saw dan beliau bersabda: “Sesungguhnya seorang pemimpin itu adalah perisai, rakyat akan berperang di belakangnya serta berlindung dengannya. Apabila ia memerintahkan untuk bertaqwa kepada Allah ‘Azza wa Jalla serta bertindak adil, maka ia akan mendapat pahala. Tetapi jika ia memerintahkan dengan selain itu, maka ia akan mendapat akibat buruk hasil perbuatannya.” [HR Muslim, 9/376, no. 3428].

Imam an-Nawawi rahimahullah (Wafat: 676 H) menjelaskan: “Maksud menjadi perisai di sini adalah sebagai tabir yang menghalang musuh dari mengganggu umat Islam, juga menjaga perhubungan (perpaduan) dalam kalangan masyarakat, menjaga kehormatan Islam, menjadi yang ditakuti (dihormati) rakyatnya, dan mereka berlindung kepadanya. Berperang di belakangnya pula, maksudnya adalah berperang bersama pemimpin melawan orang-orang kafir, pembangkang (atau pemberontak), kaum khawarij, setiap orang yang melakukan kerosakan (ahli fasad), dan mereka yang melakukan kezaliman secara umum.” [Syarah Shahih Muslim, 12/230].

Juga hadits Rasulullaah saw: “Seorang imam (khalifah atau kepala negara) adalah pemelihara dan pengatur urusan rakyat dan ia akan dimintai pertanggung jawaban atas urusan rakyatnya.” (HR Bukhari dan Muslim). Serta sabda beliau saw sebagai pengingat dan peringatan: “Sebaik-baik pemimpin kalian adalah kalian cinta kepada mereka, dan mereka pun mencintai kalian. Mereka mendoakan kalian dan kalian pun mendoakan mereka. Dan seburuk-buruk pemimpin kalian ialah kalian benci kepada mereka, dan mereka pun benci kepada kalian. Kalian melaknat mereka, dan mereka pun melaknat kalian…” (HR. Muslim no. 3447).

Rasulullaah saw sebagai sebaik-baik teladan, sangat memperhatikan kemudahan urusan layanan publik. Dalam Kitab Struktur Negara Khilafah (2008) dinyatakan bahwa manajemen berbagai urusan negara dan berbagai kepentingan masyarakat ditangani oleh departemen, jawatan, serta unit-unit yang didirikan untuk menjalankan urusan-urusan negara dan memenuhi kepentingan-kepentingan masyarakat tersebut.

Rasulullaah saw secara langsung mengatur berbagai kepentingan masyarakat di Madinah. Rasulullaah saw secara langsung mengatur departemen-departemen. Departemen merupakan lembaga administratif tertinggi untuk satu kemaslahatan di antara berbagai kemaslahatan negara seperti kewarganegaraan, transportasi, pencetakan mata uang, pendidikan, kesehatan, pertanian, ketenagakerjaan, jalan, dan sebagainya. Departemen itu mengurusi manajemen departemen itu sendiri, jawatan-jawatan, dan unit-unit yang ada di bawahnya.

Beliau menunjuk para penulis untuk mengatur departemen-departemen itu. Beliau juga secara langsung memelihara urusan-urusan mereka, mengatasi berbagai permasalahan mereka, mengatur berbagai interaksi mereka, menjamin kebutuhan-kebutuhan mereka, serta mengarahkan mereka pada sesuatu yang menjadikan urusan mereka semakin baik. Semua ini termasuk dari perkara-perkara administratif yang memudahkan kehidupan mereka tanpa banyak problem dan kerumitan.

Rasulullaah saw pernah bersabda: “Sesungguhnya Allah telah mewajibkan berlaku ihsan dalam segala hal. Jika kalian membunuh (melaksanakan qishâsh) maka lakukanlah pembunuhan itu secara ihsan (baik/sempurna). Jika kalian menyembelih maka lakukan penyembelihan itu secara baik/sempurna...” (HR Muslim dari Syadad bin Aus). Ihsân (kebaikan, kesempurnaan) dalam melaksanakan pekerjaan jelas diperintahkan oleh syariah. Untuk merealisasikan kebaikan/kesempurnaan dalam melaksanakan pekerjaan, harus terpenuhi tiga hal berikut dalam manajemennya:

  1. Kesederhanaan aturan; karena kesederhanaan aturan itu akan memberikan kemudahan dan kepraktisan, sementara aturan yang rumit akan menyebabkan kesulitan.
  2. Kecepatan dalam pelayanan transaksi; karena hal itu akan mempermudah orang yang memiliki keperluan.
  3. Pekerjaan itu ditangani oleh orang yang mampu dan profesional. 
Ketiga hal itu menjadi wajib bagi kesempurnaan pekerjaan sebagaimana juga dituntut oleh pelaksanaan pekerjaan itu sendiri.

Islam Punya Solusi

Kita sepatutnya membuang sistem ekonomi kapitalisme yang sudah terbukti gagal. Kapitalisme gagal mewujudkan kemampuan negara untuk memberikan fasilitas umum yang memadai bagi seluruh rakyat. Tidak adanya dana untuk menyediakan sarana transportasi publik yang aman, nyaman dan terjangkau disebabkan pengelolaan aset-aset kepemilikan umum diserahkan kepada swasta sesuai kaidah kapitalisme. Kemiskinan yang mendera hampir separo penduduk Indonesia, mendorong perempuan ikut membanting tulang bekerja di luar rumah juga menjadi bukti lain kegagalan kapitalisme menyejahterakan masyarakat.

Syariat Islam mewajibkan penerapan sistem ekonomi Islam (an-Nidzam al-Iqtishadi fi al-Islam). Sistem ekonomi Islam menetapkan negara tidak boleh menyerahkan aset-aset umat kepada swasta. Dengan strategi inilah maka kebutuhan-kebutuhan publik berupa sarana transportasi yang aman dan nyaman, berbagai fasilitas umum, bahkan layanan pendidikan dan kesehatan serta keamanan bisa diperoleh umat secara memadai dan murah, bahkan gratis.

Allah Swt telah menganugerahkan kekayaan alam di laut, hutan, barang tambang dan sebagainya yang lebih dari cukup untuk melayani kebutuhan umat. Kepemilikan sarana dan pengelolaan alat transportasi semisal Kereta Api harus dikembalikan menjadi jawatan milik negara, tidak sebagai perseroan publik seperti sekarang (PT KAI). Jawatan ini mendapatkan pembiayaan penuh dari negara agar bisa meningkatkan jumlah dan mutu layanannya. Juga agar memperoleh bahan bakar batu bara secara murah, layanan KRL bisa memiliki pembangkit sendiri agar tidak sering macet akibat kurangnya pasokan listrik, peremajaan rel, jumlah kereta dan gerbong-gerbongnya memadai. Semua bisa dilakukan agar selalu menjadi sarana transportasi publik yang aman, nyaman dan terjangkau bagi masyarakat baik perempuan maupun laki-laki.

Selanjutnya, perlindungan terhadap perempuan harus dimulai dari pandangan yang shahih terhadap kedudukan perempuan di tengah masyarakat. Selain memiliki tanggung jawab sebagai manusia sama seperti laki-laki untuk bertaqwa, beribadah, termasuk berdakwah amar ma’ruf nahyi munkar, Islam menetapkan tanggung jawab utama perempuan dalam pembangunan masyarakat adalah di dalam rumah tangganya. Peran utama perempuan adalah menjadi ibu dan istri. Mengatur rumah tangga dan mendidik generasi adalah tanggung jawab yang amat berat dan juga mulia yang tidak bisa dikonversikan dengan materi sebanyak apa pun. Pelaksanaan peran ini bisa berpengaruh besar pada baik atau buruknya bangunan masyarakat. Maka negara akan memfasilitasi perempuan dengan pendidikan yang membangun kepribadian Islaminya (asy-syakhshiyah al-Islamiyah), menuntunnya melaksanakan syariat dalam kehidupan sehari-hari, termasuk memberi perhatian besar pada peningkatan kualitas ibu. Negara juga mengambil tindakan ketika ada pengabaian terhadap posisi perempuan yang telah digariskan oleh Islam.

Meskipun Islam membolehkan perempuan bekerja, tanggung jawab menyediakan nafkah bagi seluruh anggota keluarga tidak pernah berada di pundak perempuan namun berada di pundak suami. Jika suami tidak mampu, tanggung jawabnya berpindah kepada kerabat terdekat yang mampu. Dan bila tetap tidak sanggup, maka negara yang berkewajiban menyediakan nafkah.

Dengan pandangan mendasar inilah kita bisa menyaksikan bagaimana terhormatnya kedudukan perempuan, khususnya perempuan yang hamil, dalam Islam. Dengan Khilafah, syariat Islam diterapkan, negara menyediakan lapangan pekerjaan yang layak bagi tiap ayah, suami, atau wali, sehingga mereka bisa menafkahi istri, anak-anak dan keluarganya. Negara menjamin pemenuhan kebutuhan pokok bagi janda dan perempuan yang walinya tidak mampu menafkahi mereka. Selain itu negara menjamin pelayanan kesehatan, pendidikan dan keamanan yang terjangkau dan berkualitas untuk setiap warga negara. Tidak ada pelimpahan tanggung jawab pemenuhan kebutuhan pokok kepada perempuan, yang menyebabkan perempuan memasuki peran publiknya di sektor ekonomi dalam posisi tawar yang sangat rendah, yang membuatnya lemah dalam menghadapi masalah pelecehan seksual, tindak kekerasan, dan hal-hal buruk lain di tempat kerjanya (hizbut-tahrir.or.id).

Khatimah

Subhanallaah, Islam sangat detil bicara strategi dalam mengatur kepentingan masyarakat dilandasi dengan kesederhanaan aturan, kecepatan pelayanan, dan profesionalitas orang yang mengurusinya. Hal ini diambil dari realitas pelayanan kepentingan itu sendiri. Orang-orang yang memiliki kepentingan menginginkan kecepatan dan kesempurnaan pelayanan.

Keutamaan untuk memuliakan ibu hamil jelas menjadi bagian dari konsep ihsan di atas. Karena hal ini merupakan bagian dari perintah Allah Swt dalam QS Adz-Dzariyat ayat 56: “Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku.” Allah Swt juga berfirman: “Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. Dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun,” (TQS Al-Mulk [67]: 02).

Dengan demikian, segala ketidakempatian kepada ibu hamil dalam berbagai kondisi insya Allah bisa dihindari. Karena memuliakan ibu hamil adalah bagian perkara yang diatur dalam Islam. Disamping memang adanya sistem pengaturan fasilitas publik yang menjamin kesempurnaan pelaksanaan amal sholih dan ibadah tersebut. Wallaahu a’lam bish showab [].

Jumat, 06 September 2013

Dua Minggu, Tarif THB Masih Bikin Bete

Nindira Aryudhani, S.Pi, M.Si

Hampir dua minggu pemberlakuan tarif THB (Tiket Harian Berjaminan) pada KRL Commuter Line (CL) Jabodetabek masih hangat menjadi perbincangan. Mulai dari keribetannya, penumpang mengeluh waktu yang terbuang, kerepotan harus bolak-balik ke loket untuk menukar uang jaminan, bahkan ada yang tak bisa menukar kembali uang jaminannya (liputan6.com, 27/08/2013), loket penjualan tiket yang tak semuanya buka padahal banyak loket di beberapa stasiun besar, hingga pembicaraan ibu-ibu di gerbong khusus wanita tentang AC yang tak manusiawi padahal mereka sebelum naik kereta sudah direpotkan dengan sistem tiket baru ini. Belum lagi saat mengularnya antrean tiap hari Senin pagi di Stasiun Besar Bogor, membuat para penumpang yang sebagian besar bekerja di Jakarta itu akhirnya mengomel tanda tak puas dengan pelayanan PT KAI Commuter Jabodetabek (PT KJC).

THB, Kebijakan Baru PT KJC

Ya, hilangnya sekitar 800 Ribu tiket KRL sekali jalan atau yang dikenal dengan Kartu Single Trip selama E-ticketing, menjadikan PT KAI membuat kebijakan baru. Dalam siaran pers-nya (www.krl.co.id), PT KJC menyatakan bahwa sistem THB ini diterapkan karena menjadi fokus penting pada evaluasi yang dilakukan oleh PT KJC. Selain terus melakukan penertiban dan menguatkan pengamanan di Stasiun, PT KCJ juga akan menerapkan sistem uang jaminan sebesar Rp 5.000,- pada Kartu sekali jalan tersebut.

Pada prinsipnya untuk mendapatkan THB seluruh penumpang tetap harus ke loket setiap akan melakukan perjalanan, namun ada dua biaya yang harus dibayarkan yakni harga tarif sesuai jumlah stasiun yang akan dilewati dan Uang Jaminan sebesar Rp 5.000,- (lima ribu rupiah). Uang jaminan tersebut tidak hilang atau hangus selama pengguna mengembalikan tiket tersebut (melakukan Refund) atau pembelian rute perjalanan berikutnya atau perjalanan baru di loket Stasiun sesuai aturan yang berlaku. Pada THB, jika tidak dikembalikan pada hari yang sama maka penumpang akan diberi masa tenggang selama 7 hari setelah hari pembelian terakhir, namun jika melewati masa 7 hari tersebut maka uang jaminan pada tiket hangus dan tidak dapat digunakan lagi untuk pembelian rute perjalanan berikutnya. Selain melewati masa tenggang, uang jaminan pada THB juga akan hangus jika penumpang tidak melakukan tapping out pada perangkat E-Ticketing di gate out (keluar tidak melalui pintu resmi).

Tata cara penggunaan THB di Gate out (Stasiun tujuan) juga berbeda dengan Kartu Single Trip. Saat ini di Stasiun tujuan kartu single trip harus dimasukkan pada Card Slot Gate out, namun pada THB di Stasiun tujuan penumpang hanya cukup melakukan tapping kembali pada perangkat gate out. Diharapkan penerapan THB ini dapat menjadi cara yang efektif pada penerapan E-Ticketing sehingga sirkulasi kartu dapat terjaga dengan baik.

Penerapan THB juga bersifat permanen. Artinya, itu akan terus diterapkan hingga seluruh ‘jalan tikus’ keluar stasiun ditutup dari capaian saat ini sudah 90%. Dengan begitu, tidak ada lagi celah bagi penumpang untuk tidak mengembalikan tiket. THB diterapkan guna mengurangi kehilangan tiket elektronik yang mencapai 20.000 per hari atau sekitar 700.000 dalam sebulan dengan kerugian mencapai Rp 3 miliar (www.investor.co.id, 28/08/2013).

THB, Kebijakan Bermotif Ekonomi

Penerapan THB mendongkrak 30% penjualan tiket elektronik multitrip menjadi total sekitar 200.000 dari sebelumnya berkisar 150.000-160.000 tiket. Namun begitu, penjualan tiket ini belum ideal untuk jumlah penumpang KRL CL yang mencapai sekitar 600.000 orang. Direktur Utama PT Kereta Api Indonesia, induk usaha KCJ, Ignatius Jonan menuturkan, jumlah tiket elektronik multitrip idealnya terjual sebanyak 250.000 tiket agar bisa meningkatkan pelayanan penumpang reguler KRL CL. Menurutnya, penambahan jumlah penjualan tiket multitrip terjadi dalam lima hari sejak diterapkan THB. Adapun sebelum THB diberlakukan, penjualan tiket multitrip sebanyak 150.000-160.000 dalam 1,5 bulan (www.investor.co.id, 28/08/2013).

Memang, harus disadari bahwa sebagian besar orang bekerja ke Jakarta memilih KRL karena memang lebih ekonomis dibandingkan naik angkutan umum bermotor. Namun, bagaimanapun keadaannya dan apapun alasan PT KJC, di lapangan nyata bahwa sistem pelayanan masyarakat mereka hanya bermotif ekonomi. Tak ada sedikitpun motif untuk memudahkan urusan atau keperluan masyarakat pengguna alat transportasi KRL. Konsep modernisasi E-Ticketing membuktikan bahwa teknologi justru mempersulit, bukan memudahkan.

Memang apa salahnya jika penjualan tiket dilakukan dengan cara yang lebih sederhana? Benarkah kesan high-tech itu selalu bernilai positif? Tidakkah ini hanya semacam lifestyle yang jika tak dilakukan akan membuat rakyat negeri ini sepertinya ketinggalan zaman? Padahal, kemudahan pelayanan itu tak harus berkesan high-tech. Dan, apakah benar bahwa hilangnya kartu single trip hanya karena terbawa oleh para penumpang yang mungkin lewat jalan tikus?

Harus disadari bahwa manajerial pelayanan publik itu memang harus punya paradigma. Jika paradigma bungkus high-tech secara fisik saja yang dikejar, maka wajar jika target utama pengambil kebijakan untuk memudahkan dan menyejahterakan masyarakat yang diurusnya jelas takkan pernah tercapai. Terlebih ketika motif ekonomi telah mendominasi. Akibatnya, berbagai urusan administratif dan birokratif seolah makin asyik jika dipersulit.

Akibat dari hilangnya kartu single trip pun harus ditanggung oleh penumpang dengan adanya sistem THB. Padahal sangat mungkin bahwa itu juga disebabkan oleh tak memadainya fasilitas Gate Out di sejumlah stasiun, apalagi stasiun yang kecil dan tak punya lahan lagi untuk memperluas area pelayanan karena sudah berdesakan dengan kepentingan pencaharian lain seperti tempat ngetem angkutan umum atau pangkalan ojek. Jadi ini bukan semata-mata kesalahan penumpang yang lupa tak memasukkan kartu single trip di Card Slot Gate Out stasiun.

Apalagi sebelum pemberlakuan THB, yaitu tarif progresif pada bulan Juli lalu, ternyata PT KAI belum mendapatkan keuntungan. Pendapatan PT KCJ justru menurun meskipun bertambah jumlah penumpang, karena penumpang yang sebelumnya pelanggan KRL Ekonomi berpindah ke CL. Dari data sepuluh hari menjelang dan setelah pemberlakukan tarif progresif menyebutkan, jumlah penumpang KRL CL melonjak drastis yakni 26,9% sedangkan secara keseluruhan penumpang KRL naik 9,4%. Kenaikan signifikan penumpang KRL CL ditunjang oleh penumpang KRL Ekonomi yang berpindah ke CL karena tarifnya turun. Jumlah penumpang KRL Ekonomi pun turun hampir 80% pada periode tersebut sebelum akhirnya KRL Ekonomi dihapuskan. Akhirnya, kondisi ini dapat dijadikan momentum pemerintah maupun PT KAI sebagai operator untuk meraup penumpang sehingga mendukung program nasional penghematan konsumsi BBM, antipolusi serta kemacetan. Dengan kata lain, keuntungan ekonomi memang menjadi target PT KAI (beritasatu.com, 15/07/2013).

Islam: Manajemen Bagian dari Urusan Politik

Islam, sebagai mabda (ideologi), selalu punya solusi tentang problematika sosial-kemasyarakatan. Islam mampu bicara tentang perkara umat karena disamping sebagai aqidah ruhiyah (agama), Islam juga merupakan aqidah siyasiyah (politik). Politik dalam Islam bermakna mengurusi urusan umat. Maka dalam Islam, perkara politik akan diurus secara integral oleh kepala negara (khalifah) sebagai penanggung jawab urusan umat yang hidup dalam negara yang dipimpinnya.

Kepala negara sebagai penanggung jawab urusan umat telah dicontohkan oleh Rasulullaah saw dan beliau bersabda: “Sesungguhnya seorang imam (penguasa) itu (bagaikan) perisai. Orang-orang berperang di belakangnya, dan juga berlindung dengannya. Maka jika ia memerintah (berdasarkan) takwa kepada Allah ta’ala dan berlaku adil, maka baginya pahala. Akan tetapi jika ia memerintah tidak dengan (takwa pada Allah dan tidak berlaku adil) maka ia akan mendapatkan balasannya.” (HR. Muslim no.3428). Juga sabda beliau saw sebagai pengingat dan peringatan: “Sebaik-baik pemimpin kalian adalah kalian cinta kepada mereka, dan mereka pun mencintai kalian. Mereka mendoakan kalian dan kalian pun mendoakan mereka. Dan seburuk-buruk pemimpin kalian ialah kalian benci kepada mereka, dan mereka pun benci kepada kalian. Kalian melaknat mereka, dan mereka pun melaknat kalian…” (HR. Muslim no. 3447).

Rasulullaah saw sebagai sebaik-baik teladan, sangat memperhatikan kemudahan urusan layanan publik. Dalam Kitab Struktur Negara Khilafah (2008) dinyatakan bahwa manajemen berbagai urusan negara dan berbagai kepentingan masyarakat ditangani oleh departemen, jawatan, serta unit-unit yang didirikan untuk menjalankan urusan-urusan negara dan memenuhi kepentingan-kepentingan masyarakat tersebut. Rasulullaah saw secara langsung mengatur departemen-departemen.

Departemen merupakan lembaga administratif tertinggi untuk satu kemaslahatan di antara berbagai kemaslahatan negara seperti kewarganegaraan, transportasi, pencetakan mata uang, pendidikan, kesehatan, pertanian, ketenagakerjaan, jalan, dan sebagainya. Departemen itu mengurusi manajemen departemen itu sendiri, jawatan-jawatan, dan unit-unit yang ada di bawahnya.

Beliau juga menunjuk para penulis untuk mengatur departemen-departemen itu. Rasulullaah saw secara langsung mengatur berbagai kepentingan masyarakat di Madinah. Beliau juga secara langsung memelihara urusan-urusan mereka, mengatasi berbagai permasalahan mereka, mengatur berbagai interaksi mereka, menjamin kebutuhan-kebutuhan mereka, serta mengarahkan mereka pada sesuatu yang menjadikan urusan mereka semakin baik. Semua ini termasuk dari perkara-perkara administratif yang memudahkan kehidupan mereka tanpa banyak problem dan kerumitan.

Beliau juga meminta bantuan kepada beberapa orang Sahabat untuk menjalankan hal itu. Dengan demikian, pengaturan berbagai kemaslahatan rakyat itu merupakan salah satu fungsi struktur negara yang ditangani oleh Khalifah, atau Khalifah dapat mengangkat direktur profesional untuk mengurusinya. Karena itu, hendaknya terdapat struktur departemen yang mengurusi kemaslahatan masyarakat. Setiap departemen dikepalai oleh seorang direktur profesional yang menguasai berbagai sarana dan cara untuk memudahkan kehidupan rakyat serta memberikan berbagai pelayanan yang dibutuhkan rakyat tanpa kerumitan, bahkan dengan penuh kemudahan dan kesederhanaan.

Khatimah

Subhanallaah, Islam sangat detil bicara strategi dalam mengatur kepentingan masyarakat dilandasi dengan kesederhanaan aturan, kecepatan pelayanan, dan profesionalitas orang yang mengurusinya. Hal ini diambil dari realitas pelayanan kepentingan itu sendiri. Orang-orang yang memiliki kepentingan menginginkan kecepatan dan kesempurnaan pelayanan.

Rasulullaah saw pernah bersabda: “Sesungguhnya Allah telah mewajibkan berlaku ihsan dalam segala hal. Jika kalian membunuh (melaksanakan qishâsh) maka lakukanlah pembunuhan itu secara ihsan (baik/sempurna). Jika kalian menyembelih maka lakukan penyembelihan itu secara baik/sempurna...” (HR Muslim dari Syadad bin Aus).

Ihsân (kebaikan, kesempurnaan) dalam melaksanakan pekerjaan jelas diperintahkan oleh syariah. Untuk merealisasikan kebaikan/kesempurnaan dalam melaksanakan pekerjaan, harus terpenuhi tiga hal berikut dalam manajemennya:

  1. Kesederhanaan aturan; karena kesederhanaan aturan itu akan memberikan kemudahan dan kepraktisan, sementara aturan yang rumit akan menyebabkan kesulitan.
  2. Kecepatan dalam pelayanan transaksi; karena hal itu akan mempermudah orang yang memiliki keperluan.
  3. Pekerjaan itu ditangani oleh orang yang mampu dan profesional. 
Ketiga hal itu menjadi wajib bagi kesempurnaan pekerjaan sebagaimana juga dituntut oleh pelaksanaan pekerjaan itu sendiri.

Jadi, apakah pengaturan tarif THB sudah sesuai dengan strategi manajemen layanan publik yang dicontohkan oleh Rasulullaah saw? Wallaahu a’lam bish showab [].

Selasa, 03 September 2013

Benarkah Miss World Ajang Eksistensi Intelektualitas?

Nindira Aryudhani, S.Pi, M.Si

Intelek, cantik dan berkepribadian, itulah interpretasi slogan 3B-nya (Brain, Beauty, Behavior) Miss World. Kontes kecantikan tertua di dunia ini setiap tahun menghadirkan ratusan peserta yang tak hanya berparas menawan, tapi juga pintar dan berperilaku baik. Ya, Miss World 2013 telah menjelang. Ajang ini akan digelar pada September ini. Bali pun diputuskan sebagai pusat karantina dan Jakarta (tepatnya SICC di Sentul, Bogor) untuk malam final Miss World 2013 (okezone.com, 24/05/2013).

Beauty with a Purpose, Babak Fast Track, Kategori Multimedia
Senada, pun dengan panitia dan para kontestan. Mereka jelas makin sibuk dengan persiapan. Terlebih dengan adanya penambahan klasifikasi penjurian dalam babak fast track, yaitu dari kategori multimedia. Seperti diketahui, biasanya untuk babak tersebut memang hanya ada lima yang dikompetisikan, yakni Beauty with a Purpose, Fashion, Talent, Sport, serta Top Model (okezone.com, 24/05/2013).
Fast track Multimedia merupakan terobosan baru yang dibuat oleh panitia Miss World 2013 di Indonesia. Melalui fast track ini, Liliana Tanoesoedibjo, Ketua Yayasan Miss Indonesia, berharap bisa memperkenalkan Indonesia ke mancanegara (www.cekricek.co.id, 25/05/2013a). “Fast track dari multimedia ini yang terbaru. Nantinya, setiap finalis akan meng-upload aktivitas yang mereka lalui di jejaring sosial. Mereka akan melakukan hal yang besar untuk Indonesia,” jelas Liliana. Tentu saja ini akan menjadi penentu penilaian dari setiap kontestan. Bahkan, Liliana menambahkan kalau kontestan yang paling aktif-lah yang akan mendapat nilai tertinggi. “Siapa yg sering meng-upload paling sering dan follower-nya banyak juga poinnya lebih tinggi,” imbuhnya. (okezone.com, 24/05/2013).
Kabarnya, Vania Larissa (Miss Indonesia 2013), wakil Indonesia di ajang Miss World nanti, mengincar tiga kategori fast track, yaitu Miss Talent, Top Model dan Multimedia. “Fast track yang diincar itu talent tentunya karena saya menyanyi seriosa. Tapi Top Model juga jadi salah satu incaran. Kemudian Multimedia juga karena bangsa Indonesia memiliki populasi yang besar,” terangnya (www.cekricek.co.id, 25/05/2013b).
Mutakhirnya jejaring sosial maupun laman video online, telah dengan mudah menjadikan kontestan Miss World cepat populer. Terlebih jika intensitas aktivasi akunnya sangat tinggi, bersiaplah untuk segera menjadi selebriti. Namun, bayangkan jika yang dipopulerkan di media itu sebuah ajang kemaksiatan. Bukankah justru kemaksiatan itu makin merajalela? Pasalnya, selain tahun 2013, Indonesia juga dipercaya akan menjadi tuan rumah Miss World berikutnya di tahun 2015 (http://www.citizenjurnalism.com/hot-topics/2013-indonesia-menjadi-tuan-rumah-miss-world/). Tak diragukan lagi.

Brain, Klaim atas Simbol Intelektualitas Peserta Miss World
Jadi makin jelas bukan, bahwa tak ada satu pun kategori penjurian kontes kecantikan semacam ini yang mengedepankan peningkatan taraf berpikir. Apalagi untuk menyelesaikan permasalahan umat, jauh panggang dari api. Semua kategorinya bicara popularitas atas nama kemampuan dan kelebihan fisik semata. Dan untuk jadi pintar, haruskah jadi cantik dulu? Jika ada perempuan yang (maaf) pincang, tapi ia ber-IPK 4,00 dan menjadi lulusan terbaik di perguruan tingginya, apakah ia akan lolos seleksi peserta Miss World?
Wow, konsep 3B dalam kontes ini jelas merupakan konsep dusta untuk membungkus Miss World dan semacamnya agar diterima masyarakat. Kita tentu bertanya-tanya, dalam kontes yang hanya dilakukan beberapa hari, bagaimanakah menilai kecerdasan, kecantikan, dan kepribadian? Yang dinilai hanyalah satu konsep saja, yakni kecantikan. Maka, mendukung ajang ini sama saja dengan melanggengkan penjualan tubuh perempuan. Jika untuk menjadi pintar seorang perempuan harus menjadi cantik dulu, maka betapa sulitnya menjalani kehidupan ini. Karena tidak setiap perempuan bisa ikut kontes Miss World.
Perempuan para peserta Miss World termasuk para perempuan yang menjadikan ide-ide kapitalistik sebagai pijakan. Mereka ‘dengan sadar’ berkontribusi mengajak kaum perempuan selainnya untuk terkooptasi pada ide-ide tersebut. Ironisnya, alih-alih mampu mengangkat nasib perempuan yang diklaim pintar, posisi mereka dalam sistem demokrasi-liberalistik-kapitalistik justru menjadi racun yang kian mengukuhkan kegagalan menyelesaikan persoalan-persoalan perempuan. Sebaliknya, ide-ide kapitalistik-sekular akan makin sukses menjerumuskan perempuan ke dalam jurang kejahiliahan dan kegelapan. Kegelapan ini tidak akan pernah beranjak dari umat secara keseluruhan selama umat Islam mencampakkan aturan-aturan Allah Swt dan Rasul-Nya.
Akhirnya, kehidupan kapitalistik pun merancukan pemikiran perempuan, bahwa untuk mendapatkan hak-haknya, perempuan harus cantik, pintar dan banyak uang. Peran sejati perempuan dikaburkan, disesatkan, dikacaukan bahkan dilenyapkan. Perempuan tak lagi menjadi istri mulia, ibu tangguh, perempuan pejuang. Kehidupan perempuan kembali menjadi hina karena sistem yang digunakan bukan sistem Islam, yang punya cara pandang berbeda 180 derajat dengan cara pandang Islam terhadap perempuan. Kapitalisme akan selalu menjadikan perempuan menjadi barang dagangan, alat promosi berbagai produk untuk menarik pembeli. Harus diakui, Miss World adalah salah satu alat promosi itu. Oleh karenanya, sayang sekali, padahal perempuan terpelajar seharusnya bisa berkiprah dan berkontribusi dalam kemashlahatan umat.

Perempuan Pintar: Takwa dan Visioner
Menuntut ilmu merupakan bagian dari aktivitas ibadah, sebagaimana firman Allah Swt dalam QS. Adz-Dzariyat ayat 56: “Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku.” Dan Allah Swt telah menjamin orang-orang yang berilmu dalam Al-Qur’an: “…niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat…” (QS Al-Mujadilah [58]: 11). Juga firman Allah Swt: “…Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling taqwa di antara kamu…” (TQS Al-Hujuraat [49]: 13). Berdasarkan ayat-ayat tersebut, kepintaran adalah software baginya untuk menuju taqwa.
Selanjutnya, keterpelajaran kaum perempuan untuk kemashlahatan umat nyatanya hanya bisa dengan kebangkitan pemikiran, bukan dengan kontes Miss World. Bangkitnya manusia sejatinya tergantung dari pemikirannya tentang hidup, alam semesta dan manusia itu sendiri, serta hubungan ketiganya dengan sesuatu yang ada sebelum alam kehidupan dan sesudah kehidupan dunia. Sebab, pemikiranlah yang membentuk dan memperkuat persepsi (mafahim) terhadap segala sesuatu. Namun, persepsi ini tidak akan mengantarkan kepada kebangkitan yang benar, kecuali jika sesuai dengan fitrah manusia, memuaskan akal dan memberikan ketenangan hati. Maka tidak bisa tidak, persepsi itu hanyalah yang berlandaskan Islam, yang menjelaskan bahwa di balik alam semesta, manusia dan kehidupan, terdapat Allah Swt. Oleh karena itu, dalam perbuatan seorang hamba harus ada keyakinan akan hubungannya dengan Allah Swt secara mutlak sebagai bentuk ketaqwaannya.
Kegemilangan peradaban, sebagaimana yang pernah dicapai belasan abad oleh umat Islam terdahulu, tidak bisa dipisahkan dari keberhasilan peran para ibu. Panggung peradaban Islam tak hanya didominasi oleh laki-laki. Perempuan pun muncul untuk berkontribusi. Perempuan menjadi sosok yang memahami kemuliaan cahaya Islam dan tak kenal lelah mendidik umat untuk memahami cahaya petunjuk tersebut. Hal ini telah bermula sejak zaman Nabi Muhammad saw dan para shahabatnya saat merintis masyarakat berperadaban, yaitu peradaban yang menyatukan iman, ilmu, amal dan jihad. Inilah yang disebut oleh para ulama, “Orang Barat bisa maju karena meninggalkan agamanya, sedangkan kaum Muslimin hanya akan maju jika ia mendalami agamanya.”
Para perempuan Muslimah yang berkiprah untuk perubahan dengan tidak menjadikan penerapan syariah Islam dalam Khilafah sebagai jalan dan target perubahan, maka mereka akan merasa lelah dan sia-sia karena perubahan hakiki tidak akan pernah terwujud. Kiprah perempuan Muslimah dalam upaya penegakan Khilafah ini telah disambut oleh Allah Swt dalam QS Ali ‘Imran [3] ayat 195: “Sesungguhnya Aku tidak menyia-nyiakan amal orang-orang yang beramal di antara kamu, baik laki-laki atau perempuan, (karena) sebagian kamu adalah turunan dari sebagian yang lain...” Dengan demikian bukanlah mimpi, bahwa Khilafah adalah model pemerintahan cemerlang yang juga akan melahirkan generasi cemerlang hingga masyarakat yang bernaung di dalamnya memperoleh kesejahteraan dan meraih kemuliaan di dunia dan akhirat, insya Allah.
Wallaahu a’lam bish showab [].

Kamis, 04 Juli 2013

Tarif Progresif Bikin Sensitif

Nindira Aryudhani, S.Pi, M.Si



PT KAI Commuter Jabodetabek (KJC) akan menerapkan sistem tarif progresif sesuai dengan jarak tempuh (republika.co.id, 23/05/2013). Namun, realisasinya tak semulus rencana.

Faktanya, ribuan penumpang kereta rel listrik (KRL) commuter line dari Stasiun Besar Bogor antre 30 menit hingga 1 jam untuk membeli tiket pada hari pertama pemberlakuan tarif progresif, Senin (01/07). Mereka mengeluhkan persiapan penjualan tiket elektronik yang buruk (kompas.com, 01/07/2013a).

Antrean para pembeli tiket terlihat mengular hingga 40 meter dari depan loket. Sebagian penumpang sudah mengantre sejak pintu penghubung area parkir sepeda motor dan koridor masuk menuju loket dibuka. Beberapa penumpang terlihat kesal. Beberapa di antaranya menggerutu kepada petugas loket. Ada yang sudah antre sejak pukul 06.30, tapi baru bisa mencapai loket penjualan tiket pukul 07.50 WIB. Sementara itu,  panjang antrean calon penumpang di sembilan loket penjualan tiket terlihat sekitar 10 meter (kompas.com, 01/07/2013).

Yang lebih fantastis, antrean penumpang di Stasiun Depok Baru mencapai 500 meter. Dari loket stasiun mengular dua baris sampai ke gerbang belakang mal ITC. Dua baris penumpang harus antre hingga ke pelataran parkir yang belum tertata rapi dan melingkar. Jika dihitung, panjang antrean melingkarnya bisa mencapai hampir 1 kilometer (tempo.co, 01/07/2013a).

Para calon penumpang mengantre lebih dari satu jam untuk mendapatkan tiket. Mereka juga sangat menyayangkan PT KCJ yang tidak mengantisipasi lonjakan penumpang hingga terjadi antrean panjang. Padahal, antrean panjang biasanya hanya terjadi sampai pukul 09.00. Tapi pemberlakuan tarif progresif dan e-ticketing secara menyeluruh berdampak terlambatnya pelayanan. Hingga pukul 11.30, antrean masih terlihat (tempo.co, 01/07/2013).

Perempuan Bekerja, Jadi Korban

Pada faktanya, sebagian besar penumpang kereta commuter line adalah para perempuan bekerja. Dengan penerapan tarif progresif, secara nominal harga tiket memang bisa lebih murah. Akan tetapi, pelayanan yang diberikan pun murahan.

Kondisi penumpang yang berdesakan di dalam gerbong pun makin heboh. Terlebih di gerbong khusus perempuan. Ibu-ibu jadi sensitif. Mereka tak henti mengomel, menyayangkan ketidaksiapan pelayanan PT KAI. Oleh karenanya, setidaknya fakta ini dapat ditinjau dari dua sisi.

Pertama, dari sisi ketersediaan pelayanan kereta. Nominal harga tiket di sini menunjukkan kualitas pelayanan. Padahal pelayanan bagus tak wajib mahal. Jika memang misi pelayanan publik ini untuk menjamin kemashlahatan dan kemudahan urusan umat, maka landasan penetapan harga tentu bukan dari sisi nominal yang akan diperoleh. Melainkan, segala sesuatu yang dapat mengantarkan pada kemudahan urusan itulah yang akan menjadi fokus. Hanya saja, karena negeri ini bersistem kapitalistik, maka wajar jika segala sesuatu yang baik harus diberi nominal tinggi, termasuk pelayanan publik. Sebaliknya, sesuatu yang tidak baik (baca: buruk) harus diberi nominal rendah. Karena landasannya adalah mencari laba. Akibatnya, pemerintah seperti penjual jasa.

Buktinya saat penerapan tarif progresif. Semua orang tentu ingin menikmati fasilitas harga yang sesuai jarak tempuh itu. Terlebih, karena KRL ekonomi lambat laun ditiadakan. Saat ini saja, jumlah KRL ekonomi sudah dikurangi. Padahal, KRL ekonomi itu disebut sebagai alat transportasi bersubsidi pemerintah. Artinya, jumlah penumpang yang seharusnya diberi fasilitas harga murah itu sangat banyak. Malangnya, kebijakan pemerintah membuat harapan rakyat bertepuk sebelah tangan. Sementara secara fisik, fasilitas KRL ekonomi juga sangat mengenaskan.

Kedua, dari sisi perempuan bekerja. Sejatinya, tak seharusnya nasib perempuan demikian. Pergi pagi pulang petang, ditambah harus berdesakan saat naik kereta. Lihatlah, hal ini menunjukkan bahwa sebagian kecil implementasi abad partisipasi penuh perempuan (full participation age) telah dimainkan.

Pasalnya, KRL adalah sarana transportasi paling praktis dan ekonomis di Jabodetabek, jika dibandingkan dengan sarana transportasi yang lain. Tapi saksikan saat penerapan tarif progresif. Tarif yang terbilang murah untuk kereta listrik ber-AC membuat penumpang commuter line membludak. Untuk tujuan Stasiun Kebayoran dari Stasiun Serpong atau Rawa Buntu, hanya membayar Rp 2.000,- dari harga biasa sebesar Rp 8.000,-, tapi diragukan kenyamanannya. Commuter line pukul 07.48, yang biasanya agak lengang, pagi itu sangat padat. Terutama ketika berhenti di Stasiun Sudimara dengan jumlah penumpang naik terbanyak untuk KRL tujuan Serpong-Tanah Abang. Di gerbong khusus perempuan, para penumpang mengeluh dan berteriak kesakitan karena dorongan dari penumpang yang memaksa untuk masuk (tempo.co, 01/07/2013b).

Hari pertama tarif progresif ternyata tidak seluruhnya direspon positif. Suasana penumpang commuter line pagi itu dipenuhi dengan keluhan dan teriakan karena jumlah penumpang melebihi kapasitas. Belum lagi, gerbong yang disediakan pendek, hanya enam. Ada seorang ibu yang rela membayar lebih mahal asal tidak naik kereta sepadat itu. Karena memang penumpang KRL ekonomi semuanya lari ke commuter line (tempo.co, 01/07/2013b).

Wajar kiranya jika jumlah perempuan bekerja yang dulu menjadi penumpang KRL ekonomi, tak sedikit yang berpindah ke KRL commuter line. Karena secara jumlah, KRL ekonomi berkurang. Artinya, sedikit demi sedikit penggunaan KRL ekonomi sebagai fasilitas yang tersubsidi itu dikurangi oleh pemerintah.

Ditambah, kesempatan bekerja bagi para perempuan ini menjadi ada karena mereka harus menyokong perekonomian keluarga. Mereka harus ikut banting tulang demi tetap mengepulnya asap dapur. Padahal dalam Islam, hukumnya mubah (boleh) bagi perempuan untuk bekerja. Karena mereka adalah pihak yang wajib diberi nafkah, bukan mencari nafkah. Sementara itu, yang tidak boleh diabaikan namun ternyata terabaikan, adalah peran mereka sebagai ibu, pengatur rumah tangga dan pendidik generasi. Semua peran itu jelas dipertaruhkan demi sejumput gaji.

Pemimpin adalah Perisai

Rasulullaah saw bersabda: Sesungguhnya seorang pemimpin itu adalah perisai, rakyat akan berperang di belakangnya serta berlindung dengannya. Apabila ia memerintahkan untuk bertaqwa kepada Allah ‘Azza wa Jalla serta bertindak adil, maka ia akan mendapat pahala. Tetapi jika ia memerintahkan dengan selain itu, maka ia akan mendapat akibat buruk hasil perbuatannya.” [HR Muslim, 9/376, no. 3428].

Imam an-Nawawi rahimahullah (Wafat: 676 H) menjelaskan: Maksud menjadi perisai di sini adalah sebagai tabir yang menghalang musuh dari mengganggu umat Islam, juga menjaga perhubungan (perpaduan) dalam kalangan masyarakat, menjaga kehormatan Islam, menjadi yang ditakuti (dihormati) rakyatnya, dan mereka berlindung kepadanya. Berperang di belakangnya pula, maksudnya adalah berperang bersama pemimpin melawan orang-orang kafir, pembangkang (atau pemberontak), kaum khawarij, setiap orang yang melakukan kerosakan (ahli fasad), dan mereka yang melakukan kezaliman secara umum.” [Syarah Shahih Muslim, 12/230].

Juga hadits Rasulullaah saw: Seorang imam (khalifah atau kepala negara) adalah pemelihara dan pengatur urusan rakyat  dan ia akan dimintai pertanggung jawaban atas urusan rakyatnya.” (HR Bukhari dan Muslim).

Fakta KRL commuter line di atas hanyalah secuil fenomena di tengah rusaknya sistem demokrasi-kapitalisme. Telah banyak peristiwa yang menunjukkan demokrasi-kapitalisme adalah sistem timpang. Jadi memang sudah tak layak jadi pilihan. Sosok pemimpinnya saja sudah terdegradasi, jauh dari perannya sebagai perisai, apalagi penanggung jawab. Bagaimana mau berperan lebih luas untuk rakyat jika pemimpin hanya ibarat makelar penjual pelayanan publik, bukan pelayan publik itu sendiri?

Pemerintah seharusnya menyediakan sarana transportasi publik yang lebih memadai. Penumpukan penumpang terutama pada jam-jam sibuk harus diatasi dengan penambahan armada transportasi publik dan pengintensifan jadwal perjalanannya. Bahkan mungkin menambah jalur alternatif agar tidak menambah kemacetan. Tapi  selama ini pemerintah selalu beralasan tidak ada dana.

Selanjutnya, sebagian besar penumpang perempuan adalah perempuan bekerja. Maka patut ditelaah lebih lanjut, tentang latar belakang begitu banyaknya perempuan yang terlibat dalam aktivitas industri atau ekonomi di luar rumah. Apa yang menuntut kaum perempuan  berlomba-lomba menerjunkan diri dalam dunia kerja?

Ternyata sebagian besar karena dorongan membantu ekonomi keluarga. Pemiskinan struktural akibat penerapan ekonomi kapitalisme adalah penyebab utamanya. Banyak kepala rumah tangga yang tidak mampu mencukupi kebutuhan pokok keluarga. Sementara, lapangan kerja yang tersedia bagi perempuan lebih banyak di luar rumah. Maka terpaksa kaum perempuan meninggalkan fungsi ke-ibuannya demi kelangsungan ekonomi keluarga. Mereka bekerja di sektor industri dan manufaktur, di pabrik-pabrik, mulai pagi sampai petang, tanpa jam istirahat yang cukup. Ini sudah tidak manusiawi.

Sebagian lainnya, alasan perempuan bekerja adalah aktualisasi diri dan prestige. Ini juga tidak lepas dari sistem nilai yang salah. Perempuan dianggap lebih terhormat jika memiliki pendidikan tinggi, karir dan pekerjaan bagus dan seterusnya.  Inilah ciri khas kapitalisme. Kebaikan dan kebahagiaan diukur dengan materi dan kenikmatan fisik (hizbut-tahrir.or.id).

Islam Punya Solusi

Kita sepatutnya membuang sistem ekonomi kapitalisme yang sudah terbukti gagal. Kapitalisme gagal mewujudkan kemampuan negara untuk memberikan fasilitas umum yang memadai bagi seluruh rakyat. Tidak adanya dana untuk menyediakan sarana transportasi publik yang aman, nyaman dan terjangkau  disebabkan pengelolaan aset-aset kepemilikan umum diserahkan kepada swasta sesuai kaidah kapitalisme. Kemiskinan yang mendera hampir separo penduduk Indonesia, mendorong perempuan ikut membanting tulang bekerja di luar rumah juga menjadi bukti lain kegagalan kapitalisme menyejahterakan masyarakat.

Syariat Islam mewajibkan penerapan sistem ekonomi Islam (an-Nidzam al-Iqtishadi fi al-Islam). Sistem ekonomi Islam menetapkan negara tidak boleh menyerahkan aset-aset umat kepada swasta. Dengan strategi inilah maka kebutuhan-kebutuhan publik berupa sarana transportasi yang aman dan nyaman, berbagai fasilitas umum, bahkan layanan pendidikan dan kesehatan serta keamanan bisa diperoleh umat secara memadai dan murah, bahkan gratis.

Allah SWT telah menganugerahkan kekayaan alam di laut, hutan, barang tambang dan sebagainya yang lebih dari cukup untuk melayani kebutuhan umat.  Kepemilikan sarana dan pengelolaan alat transportasi semisal Kereta Api harus dikembalikan menjadi jawatan milik negara, tidak sebagai perseroan publik seperti sekarang (PT KAI). Jawatan ini mendapatkan pembiayaan penuh dari negara agar bisa meningkatkan jumlah dan mutu layanannya. Juga agar memperoleh bahan bakar batu bara secara murah,  layanan KRL bisa memiliki pembangkit sendiri agar tidak sering  macet akibat kurangnya pasokan listrik, peremajaan rel, jumlah kereta dan gerbong-gerbongnya memadai. Semua bisa dilakukan agar selalu menjadi sarana transportasi publik yang aman, nyaman dan terjangkau bagi masyarakat baik perempuan maupun laki-laki.

Selanjutnya, perlindungan terhadap perempuan harus dimulai dari pandangan yang shahih terhadap kedudukan perempuan di tengah masyarakat. Selain memiliki tanggung jawab sebagai manusia sama seperti laki-laki untuk bertaqwa, beribadah, termasuk berdakwah amar ma’ruf nahyi munkar, Islam menetapkan tanggung jawab utama perempuan dalam pembangunan masyarakat adalah di dalam rumah tangganya. Peran utama perempuan adalah menjadi ibu dan  istri. Mengatur rumah tangga dan mendidik generasi adalah tanggung jawab yang amat berat dan juga mulia yang tidak bisa dikonversikan dengan materi sebanyak apa pun. Pelaksanaan peran ini bisa berpengaruh besar pada baik atau buruknya bangunan masyarakat. Maka negara akan memfasilitasi perempuan dengan pendidikan yang membangun kepribadian Islaminya (asy-syakhshiyah al-Islamiyah), menuntunnya melaksanakan syariat dalam kehidupan sehari-hari, termasuk memberi perhatian besar pada peningkatan kualitas ibu. Negara juga mengambil tindakan ketika ada pengabaian terhadap posisi perempuan yang telah digariskan oleh Islam.

Meskipun Islam membolehkan perempuan bekerja, tanggung jawab menyediakan nafkah bagi seluruh anggota keluarga tidak pernah berada di pundak perempuan namun berada di pundak suami. Jika suami tidak mampu, tanggung jawabnya berpindah kepada kerabat terdekat yang mampu. Dan bila tetap tidak sanggup, maka negara yang berkewajiban menyediakan nafkah.

Dengan pandangan mendasar inilah kita bisa menyaksikan bagaimana terhormatnya kedudukan perempuan di masa Khilafah Islamiyah. Syariat Islam diterapkan, negara  menyediakan lapangan pekerjaan yang layak bagi tiap ayah, suami, atau wali, sehingga mereka bisa menafkahi istri, anak-anak dan keluarganya.  Negara menjamin pemenuhan kebutuhan pokok bagi janda dan perempuan yang walinya tidak mampu menafkahi mereka. Selain itu negara menjamin pelayanan kesehatan, pendidikan dan keamanan yang terjangkau dan berkualitas untuk setiap warga negara. Tidak ada pelimpahan tanggung jawab pemenuhan kebutuhan pokok kepada perempuan, yang menyebabkan perempuan memasuki peran publiknya di sektor ekonomi dalam posisi tawar yang sangat rendah, yang membuatnya lemah dalam menghadapi masalah pelecehan seksual, tindak kekerasan, dan hal-hal buruk lain di tempat kerjanya (hizbut-tahrir.or.id).

Wallaahu a'lam bish showab [].