Rabu, 21 September 2016

Antara AADC? 2, #MTU1437H, dan AADA 2

Nindira Aryudhani, S.Pi, M.Si

Muqodimah

Sebagaimana kita ketahui, gala premier film Ada Apa Dengan Cinta? 2 (AADC? 2) sukses digelar di Yogyakarta, Sabtu 23 April lalu. Film legendaris yang telah dinantikan kelanjutannya sejak 14 tahun yang lalu itu begitu menyedot perhatian publik.

Dilansir liputan6.com, antusiasme masyarakat Yogyakarta turut memeriahkan suasana gala ketika para bintang AADC? 2 berjalan di red carpet. Para bintang AADC? 2 pun tampil maksimal di acara tersebut. Mereka di antaranya Dian Sastrowardoyo, Titi Kamal, Adinia Wirasti, Sissy Priscillia, Nicholas Saputra, Dennis Adhiswara, penata musik Melly Goeslaw dan Anto Hoed, serta duet sutradara Riri Riza dan produser Mira Lesmana (liputan6.com, 23/04/2016).

Gala premier ini menjadi momentum, bahwa penayangan serentak AADC? 2 akan segera berlangsung. Dua puluh delapan April, dipilih sebagai tanggal tersebut. Tak tanggung-tanggung, tiga negara akan serempak menayangkan, yakni Indonesia, Malaysia dan Brunei Darussalam. Seperti film yang pertama, AADC? 2 ini juga diyakini bakal mendulang sukses.

Antara AADC? 2 dan #MTU1437H

Sebagaimana juga kita ketahui, pada hari Ahad 24 April lalu, 19 kota/kabupaten serentak menggelar agenda bulan Rajab 1437 H, bertajuk Muktamar Tokoh Umat (MTU). Yang juga tak kalah tanggung, di hari tersebut, tagar #MTU1437H pun memuncaki trending topic di Indonesia. Pelaksanaan MTU sendiri telah dimulai sejak hari Sabtu (23/04) di Balai Sudirman, Jakarta.

Dilansir dari laman resmi penyelenggara MTU, Hizbut Tahrir Indonesia di hizbut-tahrir.or.id, ketika hari pertama MTU digelar, Sabtu (23/04) di Jakarta, tagar #IslamRahmatanlilAlamin langsung menjadi topik bahasan nomor satu para pengguna jejaring sosial twitter di Indonesia (trending topic Indonesia/TTI). Saat dicek melalui program penghitung (tools) brand24, jangkauan tagar tersebut hingga 2.941.162 netizen. Sementara di hari kedua MTU digelar, Ahad (24/4) di Yogyakarta dan beberapa kota lainnya, tagar #MTU1437H menjadi TTI nomor satu dengan jangkauan hingga 7.884.507 netizen. Sedangkan kata “khilafah” masuk TTI pula di nomor urut sembilan dengan jangkauan yang menembus 4.268.279 pengguna jejaring sosial twitter.

Sehari setelahnya, Senin (25/04), pun tak kalah ramai. Sejumlah media cetak dan online, baik lokal maupun nasional, memuat liputan pelaksanaan MTU. Padahal, sejumlah kota/kabupaten di tanah air yang dijadwalkan, belum semuanya menggelar momentum spektakuler ini. Penyelenggaraan MTU masih akan berlanjut hingga tanggal 1 Mei mendatang. Masya Allah.

Telah nyata, sungguh krusial penyelenggaraan MTU. Tokoh umat dari berbagai kalangan akan hadir, atas izin Allah. Mereka berasal dari berbagai kalangan dan beragam latar belakang, seperti ulama, intelektual muslim, pengusaha, budayawan, insan media, dan sebagainya.

Tokoh umat, merekalah simpul umat. Merekalah tempat umat terikat dan bergantung, karena seorang tokoh adalah pimpinan dan panutan. Di tangan tokoh umat pulalah terletak nushroh (pertolongan). Tholabun nushroh (meminta pertolongan) adalah aktivitas dakwah dalam mencari perlindungan dan kekuasaan dari para ahlul quwwah (pemilik kekuatan). Aktivitas ini merupakan metode yang tetap dan wajib dilaksanakan untuk menegakkan Khilafah, karena aktivitas ini adalah hukum syariat yang diperintahkan oleh Allah kepada Nabi-Nya.

Dukungan tokoh-tokoh umat adalah kunci dalam perjuangan menuju tegaknya Khilafah. Di tangan mereka, opini di kalangan umat mengenai syariah dan Khilafah dapat dengan cepat diperbesar melalui berbagai uslub (cara teknis) yang memungkinkan. Dengan demikian, dukungan masyarakat luas pun akan diperoleh, sehingga para ahlul quwwah pun bersedia memberikan nushroh-nya. Semua itu dalam rangka mewujudkan Islam rahmatan lil ‘alamin, sebagaimana Mush’ab bin Umair ra yang membuka akal dan hati Usaid bin Hudhair ra dan Sa’ad bin Mu’adz ra untuk memberikan nushroh-nya kepada Rasulullaah saw, hingga Khilafah yang pertama dapat tegak di Madinah.

Lalu, AADA 2?

AADA 2 sejatinya akronim dari Ada Apa dengan Aqabah 2. Tepatnya, hal tersebut merepresentasikan peristiwa Baiat Aqabah 2. Kaitannya dengan pelaksanaan MTU, jelas erat. Karena Baiat Aqabah 2 adalah momentum dimana para tokoh umat, dalam hal ini para tokoh Anshor dari Aus dan Khazraj dari Madinah, membaiat Rasulullaah saw di Bukit Aqabah. Baiat ini sendiri memang baiat kedua, sebagai tekad mereka menjadi pembela Islam dan Rasul-Nya. Baiat Aqabah 2 adalah baiat pengangkatan Rasul saw sebagai kepala negara. Maka urgen bagi Rasul saw untuk menyaksikan secara langsung terhadap apa yang dapat diberikan oleh kaum Anshor bagi perjuangan Islam. Bahkan, Baiat Aqabah 2 sering disebut Baiat Perang.

Ketika pertama kali 6 orang warga Madinah masuk Islam di musim haji, hingga kemudian mereka kembali ke Madinah dan menceritakan keislaman mereka kepada kaumnya, sungguh telah terjalin hubungan batin yang melapangkan dada dan mempertautkan jiwa. Penuh dengan kesyahduan terhadap agama Islam, yang masih baru bagi mereka. Sejak saat itu, tidak satu rumah pun di perkampungan Aus dan Khazraj kecuali di dalamnya disebut-sebut nama Muhammad saw.

Tatkala tahun berikutnya tiba dan musim haji datang, 12 orang laki-laki dari penduduk Madinah datang. Mereka dan Nabi saw bertemu di Aqabah, lalu mereka membaiat beliau dalam peristiwa Baiat Aqabah Pertama. Mereka membaiat beliau bahwa seorang pun di antara mereka tidak akan menyekutukan Allah dengan sesuatu apapun, tidak mencuri, tidak berzina, tidak membunuh anak-anak mereka, tidak akan mendatangkan bukti-bukti yang direkayasa di antara dua tangan dan kakinya dan tidak akan melakukan maksiat dalam hal yang ma’ruf. Jika dia memenuhinya, maka baginya surga dan jika dia mengingkari sedikit saja dari hal tersebut, maka urusannya dikembalikan kepada Allah.

Bila Allah menghendaki, maka Dia akan mengadzabnya dan jika Dia menghendaki, maka Dia akan mengampuninya. Setelah mereka menyempurnakan bai’at tersebut dan musim haji berakhir, mereka seluruhnya kembali ke Madinah.

Ibnu Ishaq berkata, “Ketika orang-orang Madinah itu hendak kembali, Rasulullah saw mengutus Mush’ab bin ‘Umair menemani mereka. Mush’ab diperintahkan beliau agar membacakan al-Quran, mengajarkan Islam, dan memberi pemahaman agama kepada mereka. Sehingga dia dinamakan Muqarri’ Madinah: Mush’ab. Mush’ab tinggal di rumah As’ad bin Zurarah.

Menjelang AADA 2

Sebelum terlaksananya Baiat Aqabah 2, Rasul saw melakukan sejumlah monitoring dan evaluasi terhadap aktivitas dakwah di Madinah. Bukan gala premier layaknya AADC? 2 tentunya. Berikut kisahnya.

Baiat Aqabah pertama berhasil dengan baik dan penuh berkah. Orang yang masuk Islam jumlahnya memang tidak banyak. Tetapi cukup bagi mereka bersama seorang sahabat Rasul, Mush’ab bin Umair ra, untuk mengubah kondisi Madinah, menjungkirbalikkan pemikiran kafir, dan perasaan-perasaan yang sedang berkembang di tengah-tengah masyarakat. Di Madinah, berlanjut dengan kondisi dimana mayoritas masyarakatnya telah masuk Islam. Mereka telah terpengaruh Islam, baik pemikiran maupun perasaannya.

Penduduk Madinah bisa merasakan kesalahan pemikiran-pemikiran yang mereka emban dan mencoba membahas pemikiran-pemikiran dan sistem-sistem lain bagi kehidupan mereka. Karena itu, selama tinggal di Madinah dalam waktu yang singkat, dakwah Mush’ab disambut dengan baik. Dia mengajak manusia kepada Islam dan membina mereka dengan pemikiran-pemikiran dan hukum-hukum Islam.

Seketika Mush’ab merasakan sambutan yang cepat dan menyaksikan masyarakat menerima Islam serta kesediaan mereka untuk memahami hukum-hukum Islam dengan sangat mudah. Dia juga menyaksikan semakin bertambahnya jumlah kaum Muslim dan pesatnya perkembangan Islam di Madinah. Karena itu Mush’ab sangat gembira, dan semakin meningkatkan upaya pemberdayaan melalui pengajaran dan penyebaran dakwah.

Ketika datang musim haji, Mush’ab kembali ke Makkah dan menceritakan kepada Rasul tentang kaum Muslim di Madinah, kekuatan mereka, berita-berita Islam, dan perkembangan penyebarannya. Dia juga menggambarkan masyarakat Madinah kepada Rasul, yaitu tidak ada hal lain yang terwacanakan di tengah-tengah masyarakat kecuali Islam. Kekuatan dan posisi kaum Muslim di sana memberikan pengaruh yang melahirkan kemampuan Islam untuk mengalahkan segala hal.

Pada tahun itu sebagian kaum Muslim akan datang dan mereka adalah yang paling tinggi keimanannya kepada Allah, siap mengemban risalah Allah, dan mempertahankan agama-Nya. Nabi saw amat gembira mendengarkan kabar yang cukup banyak dari Mush’ab, hingga beliau berpikir keras mengenai persoalan ini.

Beliau membandingkan antara masyarakat Makkah dan Madinah. Di Makkah, beliau telah menghabiskan waktu selama 12 tahun berturut-turut untuk mengajak penduduk Makkah kepada Allah, berusaha keras menyebarkan dakwah, tidak pernah meninggalkan kesempatan sedikit pun kecuali mencurahkan segenap kemampuannya untuk dakwah, dan menanggung semua jenis penganiayaan. Akan tetapi, masyarakat tetap membatu dan dakwah tidak menemukan jalan apapun untuk menuju ke sana. Hal itu karena hati penduduk Makkah sangat keras, jiwa mereka penuh kebencian, dan akal mereka membeku bersama masa lalunya.

Hal ini berarti masyarakat Makkah keras seperi batu dan potensi penerimaannya terhadap dakwah sangat lemah. Penyebabnya adalah karena jiwa penduduknya telah dikuasai berhala kemusyrikan yang memang Makkah merupakan pusatnya. Adapun masyarakat Madinah, seiring dengan perjalanan Islam, beberapa orang dari Khazraj masuk Islam, kemudian terjadi baiat 12 orang laki-laki (Baiat Aqabah 1), diikuti aktivitas Mush’ab bin ‘Umair selama setahun. Semua itu sudah cukup untuk mewujudkan suasana Islami di Madinah dan masuknya banyak orang ke dalam agama Allah dengan kecepatan yang menakjubkan.

Karena itu, jelas sudah bagi Rasulullah saw bahwa Madinah jauh lebih layak daripada Makkah untuk pengembangan dakwah Islam. Masyarakat Madinah lebih berpotensi sebagai tempat terpancarnya cahaya Islam daripada Makkah. Berdasarkan hal ini, beliau berpikir keras untuk berhijrah ke Madinah beserta para sahabatnya menemui saudara-saudara mereka sesama kaum Muslim, sehingga mereka memperoleh keamanan di sisi saudara-saudaranya tersebut dan selamat dari penganiayaan kafir Quraisy. Mereka dapat leluasa mengembangkan dakwah dan melanjutkan tahapan dakwah kepada tahapan praktis, yaitu penerapan Islam dan mengemban risalahnya dengan kekuatan negara dan penguasanya. Inilah satu-satunya yang menjadi penyebab hijrah ke Madinah, bukan yang lain.

Hijrah ke Madinah dilakukan agar memungkinkan mereka mampu perpindahan dari risalahnya ke dalam suatu keadaan yang menjadikan risalah itu hidup di tengah-tengah masyarakat yang baru, sekaligus menyebar luas di seluruh permukaan bumi demi meninggikan kalimat Allah. Dari sini Rasul saw berpikir untuk memerintahkan para sahabatnya hijrah ke Madinah, setelah masuk dan tersebarnya Islam di sana.

Sebelum beliau memerintahkan mereka hijrah ke Madinah dan memutuskan untuk hijrah ke sana, beliau harus lebih dahulu melihat jamaah haji dari Madinah; melihat kondisi kaum Muslim yang datang untuk berhaji; memperhatikan sejauh mana kesiapan mereka untuk melindungi dakwah; menyaksikan sejauh mana kesiapan mereka berkorban di jalan Islam; dan melihat apakah kedatangan mereka ke Makkah siap untuk membai’at beliau dengan bai’at perang, yaitu bai’at yang akan menjadi batu pijakan untuk mendirikan Negara Islam. Beliau menunggu kedatangan rombongan haji tersebut dan itu terjadi pada tahun ke-12 sejak beliau diutus, yang bertepatan dengan tahun 622 M.

Baiat Aqabah 2

Akhirnya rombongan haji itu benar-benar datang ke Makkah dengan jumlah yang cukup banyak. Mereka terdiri dari 75 orang kaum Muslim, yaitu 73 laki-laki dan dua orang wanita. Kedua orang wanita itu adalah Nusaibah binti Ka’ab Ummi ‘Imarah salah seorang wanita dari Bani Mazin bin an-Najjar, dan Asma’ binti ‘Amru bin ‘Adiy salah seorang wanita dari Bani Salamah yang tidak lain adalah Ummu Mani’.

Rasul saw menemui mereka secara rahasia dan membicarakan tentang bai’at yang kedua. Pembicaraannya tidak sebatas masalah dakwah dan kesabaran dalam menghadapi semua kesengsaraan saja, tapi juga mencakup tentang kekuatan yang akan mampu mempertahankan kaum Muslim. Bahkan lebih jauh dari itu, yaitu mewujudkan cikal bakal yang akan menjadi pondasi dan pilar pertama dalam mendirikan Negara Islam. Sebuah negara yang akan menerapkan Islam di dalam masyarakat, mengembannya sebagai risalah universal ke seluruh umat manusia dengan membawa serta kekuatan yang akan menjaganya dan menghilangkan semua rintangan fisik yang menghalangi di jalan penyebaran dan penerapannya.

Beliau membicarakan hal itu kepada mereka dan akhirnya mengetahui kesiapan mereka yang baik, lalu membuat janji dengan mereka agar menemuinya di Aqabah pada tengah malam saat pertengahan hari-hari tasyriq. Beliau berpesan kepada mereka, “Janganlah kalian membangunkan seorang pun yang sedang tidur dan jangan pula kalian menunggu orang yang tidak ada!

Pada hari yang telah dijanjikan dan setelah sepertiga awal dari malam telah berlalu, mereka keluar dari penginapannya dengan mengendap-endap dan sembunyi-sembunyi, karena khawatir persoalan mereka terbongkar. Mereka pergi ke Aqabah dan mendakinya secara bersama-sama termasuk dua orang wanita yang menyertai mereka. Kemudian mereka menunggu kedatangan Rasul saw, maka dalam waktu yang tidak lama beliau beserta pamannya, ‘Abbas bin ‘Abdul Muthalib ra (yang belum masuk Islam saat itu) datang menemui mereka.

‘Abbas datang hanya untuk mengawasi dan menjaga keselamatan keponakannya. Dialah orang pertama yang berbicara dengan ucapan, “Wahai kaum Khazraj, sebagaimana yang kalian ketahui, sesungguhnya Muhammad berasal dari golongan kami. Kami telah menjaganya dari ancaman kaum kami yang juga memiliki kesamaan pandangan dengan kami tentang dirinya. Dia dimuliakan kaumnya dan disegani di negerinya. Akan tetapi semuanya dia tolak, kecuali untuk pergi mendatangi kalian dan bergabung dengan kalian. Jika kalian menganggap diri kalian dapat memenuhi segala hal yang dia dakwahkan, maka penuhilah itu dengan sempurna dan jagalah dia dari siapa pun yang menyalahinya. Maka itu semua menjadi tanggung jawab kalian. Jika kalian melihat diri kalian akan melalaikan dan menelantarkannya setelah kalian keluar bersamanya menunju tempat kalian, maka mulai saat ini tinggalkan dia.

Mendengar pernyataan ‘Abbas tersebut, maka mereka berkata, “Kami mendengar apa yang telah engkau katakan.” Lalu mereka berpaling kepada Rasul saw, “Bicaralah, wahai Rasul, maka ambillah apa yang engkau sukai untuk dirimu dan Tuhanmu.” Setelah membaca al-Quran dan mengharapkan mereka masuk ke dalam Islam, Rasul saw menjawab, “Aku bai’at kalian agar kalian melindungiku seperti kalian melindungi istri-istri dan anak-anak kalian.

Lalu al-Barra’ mengulurkan tangannya untuk membai’at beliau seraya berkata, “Kami membai’atmu, wahai Rasulullah. Demi Allah, kami adalah generasi perang dan pemilik medannya. Kami mewarisinya dengan penuh kebanggaan”. Namun, belum selesai ia mengucapkan pernyataannya, al-Barra’ sudah disela oleh Abu al-Haitsam bin at-Tiihan dengan mengatakan, “Wahai Rasulullah, di antara kami dan orang-orang Yahudi ada ikatan perjanjian. Kami berniat memutuskannya. Jika kami melakukan hal itu, kemudian Allah memenangkanmu, apakah engkau akan kembali kepada kaummu dan meninggalkan kami?” Rasul saw tersenyum dan berkata, “Bahkan, darah akan dibalas dengan darah, pukulan dibalas dengan pukulan! Sesungguhnya aku adalah bagian dari kalian, dan kalian adalah bagian dari diriku. Aku akan memerangi siapa pun yang kalian perangi dan aku berdamai dengan siapa pun yang kalian berdamai dengannya.

Orang-orang Madinah itu pun sangat bersemangat untuk memberikan bai’at. Namun, ‘Abbas bin ‘Ubadah segera berdiri dan berkata, “Wahai kaum Khazraj, apakah kalian menyadari makna membai’at laki-laki ini? Sesungguhnya kalian membai’atnya untuk memerangi manusia baik yang berkulit putih maupun hitam. Jika kalian menyaksikan harta benda kalian habis diterjang musibah, dan tokoh-tokoh kalian mati terbunuh, apakah kalian akan menelantarkannya? Maka mulai sekarang, demi Allah, jika kalian melakukannya itu adalah kehinaan dunia dan akhirat. Namun, jika kalian melihat bahwa diri kalian akan memenuhinya dengan segala hal yang telah kalian janjikan kepadanya walau harus kehilangan harta dan terbunuhnya para pemuka, maka ambillah dia, dan demi Allah hal itu merupakan kebaikan dunia dan akhirat!” Kaum Khazraj pun menjawab, “Sesungguhnya kami akan mengambilnya meski dengan resiko musnahnya harta benda dan terbunuhnya para pemuka.” Kemudian mereka berkata, “Wahai Rasulullah, apa bagian kami bila kami memenuhi hal itu?” Rasul menjawab dengan tenang dengan ucapan, “Surga.”

Seketika itu juga mereka beramai-ramai mengulurkan tangannya masing-masing lalu menggengam tangan beliau dan membai’atnya dengan kata-kata, “Kami membai’at Rasulullah saw untuk mendengar dan mentaati dalam keadaan sukar, mudah, senang, benci, maupun musibah tengah menimpa kami. Kami tidak akan merampas (kekuasaan) dari pemiliknya serta akan mengucapkan kebenaran di mana pun kami berada. Kami juga tidak akan takut di jalan Allah terhadap celaan orang-orang yang suka mencela.

Baiat Aqabah 2: Momentum Tegaknya Negara Islam yang Pertama

Tatkala mereka selesai, Nabi saw berkata, “Ajukanlah kepadaku dari kalian 12 orang wakil yang akan bertanggung jawab terhadap kaumnya dalam segala urusan mereka!” Mereka memilih sembilan orang dari Khazraj dan tiga orang dari Aus, lalu Nabi berkata kepada para wakil tersebut, “Kalian bertanggung jawab atas kaum kalian dalam segala urusan mereka, seperti Hawariyyun melindungi Isa bin Maryam, dan aku adalah penanggung jawab kaumku.” Mereka menjawab, “Ya.”

Setelah itu mereka kembali ke perkemahan mereka, mengemasi barang-barangnya, lalu pulang ke Madinah. Tidak lama berselang, Rasul saw memerintahkan kaum Muslim Makkah hijrah ke Madinah dan mereka berangkat secara terpisah-pisah, orang per orang atau dalam kelompok kecil.

Tidak berapa lama, Jibril datang menemui Nabi dan memerintahkan beliau agar malam itu tidak tidur di rumahnya sendiri. Jibril memberitahukan Rasul tentang rencana jahat kaum Quraisy yang ingin membunuh beliau, setelah mereka mendengar bahwa beliau berencana hijrah. Pada malam itu, beliau tidak tidur di rumahnya dan Allah mengizinkan baginya hijrah ke Madinah.

Berdasarkan hal ini, keberadaan kekuatan Islam yang ada di Madinah dan kesiapan Madinah untuk menerima Rasul saw, serta pendirian Negara Islam di sana, merupakan perkara yang mendorong Rasul saw untuk hijrah. Ini adalah penyebab langsung hijrahnya Rasul. Dengan demikian, amat keliru bila ada yang menduga bahwa Muhammad saw hijrah dari Makkah karena khawatir dengan ancaman orang-orang kafir Quraisy yang hendak membunuhnya dan melarikan diri dari hal itu.

Dalam aktivitas dakwah, beliau saw tidak pernah memperhitungkan masalah penderitaan sedikit pun. Kematian bukan menjadi pertimbangan beliau di jalan dakwah kepada Islam. Beliau pun tidak pernah menyibukkan dirinya demi keselamatan jiwa dan kehidupannya. Karena itu, hijrah belilau ke Madinah semata-mata karena dakwah Islam dan untuk mendirikan Negara Islam.

Rencana kaum kafir Quraisy untuk membunuh Muhammad, semata-mata karena didasari rasa takut akan hijrahnya Rasul ke Madinah dan keberhasilannya memperkokoh dakwah di sana. Kenyataannya, memang beliau saw berhasil mengalahkan mereka dan hijrah ke Madinah walaupun mereka menghalanginya. Mereka sama sekali tidak mampu mencegahnya walau sudah bersepakat membunuh beliau.

Dengan demikian, hijrah merupakan pembatas dalam Islam yang memisahkan antara tahapan-tahapan dakwah dengan upaya mewujudkan masyarakat dan negara yang memerintah dengan Islam, menerapkannya, dan mendakwahkannya dengan hujjah, bukti, dan dengan kekuatan yang melindungi dakwah ini dari kekuatan jahat dan kekufuran.

Jadi, Ada Apa Antara AADC? 2 dan AADA 2?

Sejak diruntuhkannya Khilafah Islamiyyah pada 1924, umat Islam hidup tanpa Khilafah. Sejak itu, sebagian besar hukum syariah tidak dijalankan. Akibatnya, Islam sebagai rahmatan li al-‘âlamîn tidak terwujud dalam kehidupan. Padahal, Khilafah-lah jalan yang mampu membebaskan kita dari dominasi, hegemoni, intervensi, dan segala bentuk penjajahan Amerika Serikat dan negara-negara kafir penjajah lainnya. Bahkan, inilah jalan yang dapat menghapuskan penjajahan dari seluruh dunia. Insya Allah.

Karena itu, andai antusiasme masyarakat Islam, khususnya di Indonesia, di abad 21 ini tak sekedar euforia menyambut AADC? 2 setelah ratusan purnama yang dinantikan Cinta untuk Rangga. Andai antusiasme mereka bagai kaum Anshor saat Baiat Aqabah 2. Andai antusiasme mereka membarengi antusiasme para tokoh umat yang hadir di MTU di seluruh Indonesia, maka niscaya pertolongan Allah itu makin dekat. Dan kaum Muslimin akan berbondong-bondong hijrah menuju negeri yang ditegakkan Khilafah di dalamnya. Masya Allah.

Firman Allah Swt: “Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk syurga, padahal belum datang kepadamu (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu? Mereka ditimpa oleh malapetaka dan kesengsaraan, serta digoncangkan (dengan bermacam-macam cobaan) sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya: "Bilakah datangnya pertolongan Allah?" Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat.” (TQS Al-Baqarah [2]: 214).

Sungguh, diantara kita tak ada yang tahu, doa dan kontribusi siapa yang diterima oleh Allah Swt. Sebagaimana diantara kita tak ada yang tahu, siapa yang akan masuk surga atau neraka. Karena itu, tugas kita hanyalah berjuang dan berusaha. Melaksanakan segala sesuatu menuju pertolongan Allah itu dengan senantiasa bersegera melaksanakan syariat Allah seraya tak pernah henti ber-fastabiqul khoirot, mewujudkan Islam rahmatan lil ‘alamiin. Wallaahu a’lam bish showab [].

Ratusan Purnama, Penantian dan Nostalgia Sebuah Romansa

Nindira Aryudhani, S.Pi, M.Si

Pernik AADC? 2

“Jadi beda, purnama di New York dan di Jakarta?” seru Cinta kepada Rangga dalam salah satu adegan mini drama persembahan LINE tentang AADC? di tahun 2014 lalu. Mini drama ini bisa disaksikan secara gratis di Youtube, dan mendapat hampir 6 juta penonton.

Kini, dua tahun kemudian, Miles Production berhasil membuat sekuelnya, yaitu AADC? 2. Serentak ditayangkan di tiga negara (Indonesia, Malaysia, Brunei Darussalam) mulai tanggal 28 April, AADC? 2 telah menyedot perhatian sejak gala premiernya di Yogyakarta, 23 April lalu. Bahkan, publik telah menanti kurang lebih 14 tahun lamanya, yaitu sejak penayangan sekuel pertamanya di tahun 2002.

Miles Production benar-benar telah membayar nostalgia dan kerinduan penonton AADC? melalui AADC? 2. Ya, Rangga dan Cinta telah lama berpisah, satu hal yang sepertinya membuat para fans AADC? kecewa berat sekaligus harap-harap cemas. Namun, ini juga menjadi perkembangan yang terasa cukup masuk akal dari hubungan cinta jarak jauh anak SMA yang sudah lewat 14 tahun. Hal ini membuat AADC? 2 terasa lebih nyata dan membumi. Tak cuma hubungan dua pemeran utamanya, masing-masing tokoh dalam film ini memiliki perkembangan karakter yang begitu terlihat. Para tokoh dalam film ini mengalami kematangan karakter. Terutama tokoh Rangga, yang terasa lebih berwarna. Berbeda dengan film pertama, karakter di film AADC? 2 terasa lebih berdimensi (liputan6.com, 27/04/2016).

Penayangan AADC? 2 yang berbarengan dengan Captain America: Civil War ternyata tidak membuat film garapan Riri Riza dan Mira Lesmana itu kekurangan penonton. Buktinya, pada hari pertama, penontonAADC 2 mencapai angka 200 ribu penonton. Semakin hari, jumlah penonton AADC? 2 pun semakin membludak. Data terakhir, penonton AADC? 2 bahkan sudah menembus angka 1 juta penonton dalam 4 hari (tabloidbintang.com, 02/05/2016).

Menengok negeri jiran Malaysia, sebagai salah satu dari 3 negara yang serentak menayangkan AADC? 2 selain Indonesia dan Brunei Darussalam, AADC? 2 tercatat meraup lebih dari 300 ribu ringgit (Rp 960 juta) pada hari pertama penayangannya. AADC? 2 ditayangkan di 90 bioskop di seluruh Malaysia dengan lebih dari 25 ribu penonton di hari pertamanya, Kamis (28/04) (antaranews.com, 30/04/2016). 

Puisi Rangga, Bikin Baper Massal

Dari mini drama AADC? tahun 2014, kerinduan sosok Rangga pada Cinta sudah terlihat nyata. Dalam kisah tersebut diceritakan Rangga ingin menemui Cinta melalui sebuah aplikasi messenger. Tentu treaser trailer ini semakin menguatkan bahwa tokoh pria berwajah dingin itu benar-benar kangen pada cintanya di masa SMA (kapanlagi.com, 19/12/2015).

Masih seperti di film AADC, Rangga menggunakan puisi Ada Apa dengan Cinta? untuk menuangkan perasaannya pada Cinta.

Ada Apa Dengan Cinta?

perempuan datang atas nama cinta
bunda pergi karna cinta
digenangi air racun jingga adalah wajahmu
seperti bulan lelap tidur di hatimu
yang berdinding kelam dan kedinginan

ada apa dengannya
meninggalkan hati untuk dicaci
lalu sekali ini aku melihat karya surga
dari mata seorang hawa

ada apa dengan cinta
tapi aku pasti akan kembali
dalam satu purnama
untuk mempertanyakan kembali cintanya.
bukan untuknya, bukan untuk siapa
tapi untukku

karena aku ingin kamu,itu saja.

Cinta tetap di Jakarta. Sementara Rangga masih di New York dengan kedai kopi miliknya. Pikirannya tidak fokus dan gelisah. Banyak yang menggelayut dalam pikirannya. Rupanya, jalinan asmara Cinta dan Rangga tak mulus. Sempat bertemu kembali di New York, mereka berpisah pada tahun 2006 tanpa alasan yang jelas. Rangga memutuskan Cinta hanya lewat secarik surat tanpa membeberkan alasannya. Cinta marah, perasaan Rangga tak terbendung. Berikut puisi yang ditulis Rangga untuk Cinta di film AADC 2.

Batas

Semua perihal diciptakan sebagai batas 
Membelah sesuatu dari sesuatu yang lain 
Hari ini membelah membatasi besok dan kemarin 
Besok batas hari ini dan lusa

Jalan-jalan memisahkan deretan toko dan perpustakaan kota, bilik penjara, dan kantor wali kota, juga rumahku dan seluruh tempat di mana pernah ada kita 
Bandara dan udara memisahkan New York dan Jakarta

Resah di dadamu dan rahasia yang menanti di jantung puisi dipisahkan kata 
Begitu pula rindu. Antara pulau dan seorang petualang yang gila 
Seperti penjahat dan kebaikan dihalang ruang dan undang-undang

Seorang ayah membelah anak dari ibunya dan sebaliknya 
Atau senyummu dinding di antara aku dan ketidakwarasan 
Persis segelas kopi tanpa gula pejamkan mimpi dari tidur 
Apa kabar hari ini? 
Lihat tanda tanya itu jurang antara kebodohan dan keinginanku memilikimu sekali lagi

(bintang.com, 29/04/2016).

Heboh Netizen dengan Adegan Romantis AADC? 2

Puisi Rangga yang telah membuat penonton kaum hawa baper (bawa perasaan) berat, nyatanya harus rela dengan sedikit guncangan dari netizen terkait salah satu adegan di AADC? 2. Adegan yang bagi sebagian kalangan masih tabu itu ternyata justru menjadi klimaks film yang telah menguatkan ke-baper-an penonton pada sang bintang idola. Padahal, kesuksesan film ini justru didukung oleh adegan-adegan yang begitu membekas di benak penontonnya. Salah satunya adalah adegan romantis (baca: adegan ciuman) antara Cinta dan Rangga (liputan6.com, 30/04/2016).

Saking besarnya antusiasme masyarakat akan AADC? 2, bahkan sampai ada beberapa orang yang mengunggah video potongan adegan ciuman Cinta dan Rangga melalui akun YouTube. Tak ayal, netizen pun dibuat heboh, bahkan tak sedikit yang mengecam adegan tersebut.

Berikut ini di antara komentar netizen melalui Fanpage FacebookTribunnews.com.

Allhye Khachau: Adab ketimuran sdh tdk berlaku di Indonesia, skrg sdh adab kebarat2an... Baik di film maupun didunia keartisan indonesia... Ingat azab menunggumu...!

Santo San To: Hadehh gmn perasaan suaminya.bo*** lah suaminya ni atau dian satro ni demi duit hal begitupun dilakukan.parahh

Jaka Raharja: Giliran anak Ahmad dani di bully, ni yang ada ciuman juga yang banyak meracuni anak muda banyak gak di bully? Di mana keadilan itu?

Andry Brandals: Gak kebayang, respon suaminya dian sastro,.. sesak !

Pongge Duren: Cinta terlarang kambuh kembali.

(tribunnews.com, 28/04/2016).

Tayangan Visual, Efeknya pada Pola Pikir dan Perilaku

Ibarat rendemen ekstrak bahan alam yang mengandung komponen bioaktif, demikian halnya dengan sebuah karya. Tiap-tiap karya pasti mengandung pesan, tak terkecuali karya seni. Apalagi AADC? 2 merupakan karya seni visual. Pesan yang ingin disampaikan kepada penonton dapat disaksikan secara kasat mata, entah itu berupa adegan maupun isi percakapan secara verbal.

Ditambah potensi mayoritas warga Indonesia yang minat bacanya rendah, tapi lebih hobi nonton televisi, tayangan visual laksana zona utama yang mereka butuhkan dalam rangka mengakses informasi. Merujuk data BPS tahun 2012, sebanyak 91,58% penduduk Indonesia yang berusia 10 tahun ke atas lebih suka menonton televisi (kompas.com, 28/04/2016). Lihat saja, kegemaran pada tayangan visual bahkan terjadi pada penduduk yang usianya bahkan baru menjelang remaja, alias berusia muda.

Ini sungguh berkait kelindan dengan makna salah satu episode di AADC? 2, yaitu dalam adegan layaknya pasangan halal. Tak ayal, hal ini sempat ramai dibicarakan warga dunia maya. Tak sedikit pula yang menyebut bahaya menyaksikan adegan tersebut bagi kaum muda, selaku mayoritas penontonnya. Mereka tak hanya remaja masa kini, tapi juga kalangan yang 14 tahun lalu masih remaja saat menonton AADC? sekuel pertama. Tentu makin banyak pasangan mata yang menjadikan adegan tersebut sebagai asupan informasi ke dalam kepala mereka.

Tak ada yang tahu, sekeluarnya mereka dari gedung bioskop, sejauh mana pengaruh adegan tersebut dalam proses berpikir mereka. Apakah langsung atau tidak langsung, dalam jangka pendek atau panjang. Yang pasti, adegan tersebut termasuk kumpulan informasi menyimpang, yang kebolehannya hanya untuk dilakukan oleh pasangan suami-istri. Padahal, pasangan halal saja tidak layak mempertontonkannya di ranah publik. Jika adegan itu sudah sampai di ranah publik, artinya menjadi tontonan umum, maka bagi penontonnya, mereka telah terasup informasi menyimpang. Ini justru akan menjadi bencana yang merusak akal mereka. Jika mereka didominasi kaum muda, maka bisa diukur kira-kira bagaimana kerusakan perilaku sang penonton ini akibat mereka meniru aktivitas dalam tayangan visual yang menyimpang seperti itu. Karena itu, film ini termasuk tayangan visual yang harus disikapi. 

Menonton AADC? 2 mungkin hanya salah satu episode kehidupan bagi para penontonnya. Tentunya masih ada episode-episode kehidupan lain yang mereka alami, dari sisi tayangan visual lain yang mereka saksikan. Entah itu dari smartphone, internet, televisi, dsb.

Beredarnya foto ciuman Al-Ghazali dengan kekasihnya beberapa waktu lalu saja, sangat mungkin sudah membentuk suasana berpikir dalam kepala mereka. Belum lagi dengan fakta-fakta lain yang serupa, yang telah beredar terbuka luas di media massa, entah sejauh apa. Hingga tak heran, jika mereka akhirnya menyimpulkan bahwa adegan semacam itu adalah sebuah tren, bahkan sesuatu yang biasa. Meski yang melakukan adalah pasangan tak halal. Intinya, penonton akan tetap terpengaruh, dan merasakan efeknya.

Ini tak lain akibat adanya pemikiran bahwa hasil karya seni adalah bagian dari mekanisme kebebasan berekspresi. Kebebasan berekspresi sendiri adalah salah satu pilar penegak demokrasi. Yakni, dimana nilai-nilai kebebasan tanpa ikatan terhadap aturan Islam, alias nilai-nilai sekularisme, akan selalu mendapatkan ruang.

Banyaknya netizen yang mengecam adegan ciuman tersebut, nyatanya toh belum mampu mengalahkan nostalgia dan euforia penggemar terhadap kehadiran sekuel kedua AADC? ini. Padahal, kecaman netizen ini menunjukkan masih adanya kepedulian pada penyimpangan akibat peniruan terhadap budaya kebebasan, yang notabene berasal dari Barat, bukan dari Islam. Meski mengaku atas nama profesionalitas dan tanpa ada hubungan asmara, bintang pemeran di AADC? 2 yang melakukan adegan tersebut tetap saja bukan pasangan suami-istri.

Adanya Serangan Barat Melalui Film

Adegan intim semacam itu ada karena sebagian besar kaum Muslimin tidak memahami masalah hubungan antar dua lawan jenis: laki-laki dan perempuan. Penyebab kesalahan pemikiran dan penyimpangan terhadap hal ini, adalah serangan dahsyat atas kaum Muslimin yang dilancarkan oleh peradaban Barat. Peradaban Barat benar-benar telah mengendalikan cara berpikir dan selera kita sedemikian rupa, sehingga mengubah pemahaman (mafahim) kita tentang kehidupan, tolok-ukur (maqayis) kita terhadap segala sesuatu, dan keyakinan (qana’at) kita yang telah tertancap di dalam jiwa kita, yang pada awalnya beridentitas Islam.

Kemenangan peradaban Barat atas kita telah merambah ke seluruh aspek kehidupan kaum Muslimin, termasuk aspek pergaulan laki-laki dan perempuan. Belum lagi dengan kondisi, bahwa para pemilik peradaban Barat memang selalu mempropagandakan peradabannya itu, dimana media massa menjadi corong utamanya. Karena itulah, kaum Muslimin dengan mudah mengikuti begitu saja arus peradaban Barat tanpa membedakan antara ide-ide pandangan hidup (hadhârah) Barat dengan produk-produk fisiknya (madaniyah).

Kita harus ingat, bahwa film adalah salah satu produk media massa yang dapat ditunggangi oleh ide-ide dalam mem-Barat-kan kaum Muslimin. Yang membuat persoalan ini semakin pelik adalah kaum Muslimin sudah sampai pada taraf dengan sengaja membebaskan dirinya secara total dari segala ikatan dengan dalih aktualisasi kebebasan individu. Diantaranya, melepaskan sedikit demi sedikit keterikatan dari hukum syariat Islam. Termasuk melepaskan diri dari aturan Islam tentang pergaulan antara laki-laki dan perempuan. Na’udzu billaah.

Mari kita kembalikan, bahwa pada dasarnya manusia diciptakan oleh Allah Swt dengan dua jenis, laki-laki dan perempuan. Allah Swt telah mempersiapkan keduanya untuk mengarungi kancah kehidupan dengan sifat kemanusiaannya. Kedua jenis manusia ini masing-masing dibekali kebutuhan jasmani (hâjât ‘udhwiyyah) seperti rasa lapar, rasa dahaga, atau buang hajat; serta berbagai naluri (gharâ’iz), yaitu naluri mempertahankan diri (gharîzah al-baqa’), naluri melestarikan keturunan (gharîzah al-naw’), dan naluri beragama (gharizah altadayyun). Allah juga menjadikan pada keduanya daya pikir (akal), baik pada laki-laki maupun perempuan.

Akal adalah karunia Allah kepada manusia untuk dijadikan sarana dalam memahami berbagai fakta atau peristiwa kehidupan di sekitarnya. Sementara naluri, jika naluri manusia bangkit, ia akan menuntut pemuasan. Jika naluri itu tidak bangkit, ia tidak menuntut pemuasan. Aktivitas memuaskan naluri berwujud perilaku yang timbul pada diri manusia setelah ada informasi yang diolah oleh akal. Yang mana, informasi tersebut sebelumnya masuk ke dalam otak manusia melalui panca inderanya.

Faktor-faktor yang dapat membangkitkan naluri ada dua macam: (1) fakta yang dapat diindera; (2) pikiran yang dapat mengundang makna-makna (bayangan-bayangan dalam benak). Jika salah satu dari kedua faktor itu tidak ada, naluri tidak akan bergejolak. Sebab, gejolak naluri bukan karena faktor internal, sebagaimana kebutuhan jasmani, melainkan karena faktor eksternal, yaitu dari fakta-fakta yang terindera dan pikiran yang dihadirkan. Hal ini berlaku untuk semua macam naluri, termasuk naluri melestarikan keturunan. Berdasarkan faktor pembangkitnya, pemuasan dan kemunculan naluri melestarikan keturunan merupakan perkara yang dapat diatur oleh manusia. Artinya, manusia mampu mencegah bangkitnya naluri ini agar hanya mengarah kepada hal-hal yang bertujuan melestarikan keturunan.

Pasalnya, sengaja melihat atau membaca cerita porno atau mendengarkan fantasi-fantasi seksual, akan membangkitkan naluri melestarikan keturunan ini, dan akan menuntut pemuasan. Mungkin sebagian kalangan bisa berdalih bahwa ‘yang penting tidak meniru atau berpikir ngeres’. Tapi hal itu mampu dilakukan sampai sejauh mana, tak dapat terukur. Apalagi jika bentengnya kalah dengan kebebasan individu yang ‘harus dituruti’, maka suatu saat pasti akan kalah. Karena itu, sebaiknya menghindarkan diri dari fantasi-fantasi seksual, agar mencegah bangkitnya naluri melestarikan keturunan yang tidak pada tempatnya. Dengan kata lain, manusia dapat mengendalikannya.

Nah, ironisnya, film adalah salah satu sarana yang disajikan oleh kaum Barat untuk menghadirkan fakta atau fantasi-fantasi yang mengarah pada hal-hal berbau seksualitas. Warna-warni seksualitas itu sendiri sudah mulai merambah di film-film Indonesia, tidak terkecuali di AADC? 2. Jadi makin terbayang, fakta menyimpang dari salah satu adegan AADC? 2, yang meski mungkin hanya satu, tetaplah akan menjadi informasi yang juga menyimpang bagi akal. Artinya, akal justru mendapat asupan informasi yang salah. Bahkan dengan yang demikian itu, akal diantarkan untuk tidak melakukan proses berpikir benar. Akibatnya, jika manusia tidak menghindari fakta menyimpang semacam ini, atau tidak mengendalikan nalurinya, maka sangat mungkin manusia meniru sebagaimana yang ada dalam film, hingga aktivitas tersebut menjadi tren dan kebiasaan. Na’udzubillaah.

Aturan Islam Perihal Adegan Intim

Ramainya kritisan netizen terhadap adegan intim di salah satu adegan AADC? 2, seyogyanya menyadarkan kita bahwa Allah Swt telah mengutus Rasulullaah saw dengan membawa Islam, sebagai rahmat bagi seluruh alam. Allah Swt berfirman: “Dan tiadalah Kami mengutus engkau (Muhammad), melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.” (TQS Al-Anbiya [21]: 107). Selain mengandung rahmat, Allah telah melengkapi hukum Islam dengan berbagai peraturan yang mengatur segala bentuk interaksi manusia di dalam kehidupan mereka.

Memang benar, hubungan laki-laki dan perempuan, dari segi naluri seksual, adalah hubungan yang alamiah dan bukan merupakan hal yang aneh. Bahkan hal ini merupakan keharusan demi kelestarian jenis manusia. Namun demikian, membebaskan naluri ini sangat membahayakan manusia dan kehidupan bermasyarakat. Padahal oleh Allah, tujuan penciptaan naluri itu tiada lain untuk melahirkan anak dalam rangka melestarikan keturunan.

Atas dasar ini, pandangan terhadap naluri ini harus difokuskan pada tujuan penciptaan naluri ini pada diri manusia, yaitu untuk melestarikan jenis. Dari sinilah, harus diwujudkan pemahaman tertentu mengenai naluri melestarikan jenis, yaitu pemahaman yang membatasi naluri tersebut harus didominasi oleh ketakwaan kepada Allah Swt. Yaitu melalui mekanisme dan cara yang dikehendaki Allah Swt, bukan didominasi oleh kesenangan mencari kenikmatan dan pelampiasan syahwat.

Diantara interaksi intim yang terjadi pada lawan jenis sebagaimana yang heboh dalam film yang bersangkutan, yaitu aktivitas berciuman. Meski aktivitas ini sejatinya dalam ranah privat, tapi faktanya sering terjadi di ranah publik, termasuk di dalam adegan film. Karenanya, penting untuk memahami aturan Islam perihal berciuman. Yang ternyata, ciuman seorang laki-laki terhadap perempuan asing yang dikehendakinya atau sebaliknya, ciuman seorang perempuan terhadap laki-laki asing yang dia inginkan merupakan ciuman yang haram.

Karena ciuman semacam itu merupakan pendahuluan ke arah perzinaan, meski tanpa disertai syahwat, atau tidak sampai menghantarkan kepada perbuatan zina, atau tidak sampai terjadi perzinaan. Jadi, profesionalitas sebagai aktor atau aktris film bukanlah alasan untuk dilakukannya adegan berciuman. Apalagi jika berciuman itu dilakukan sebagai aktivitas nyata sepasang kekasih. Ini sudah pasti mengandung syahwat.

Sebab, Rasulullah SAW telah bersabda kepada Mâ‘iz ketika ia datang menghadap meminta agar beliau menyucikannya karena ia telah melakukan perbuatan zina: “...mungkin engkau telah menciumnya” (HR al-Bukhârî dari jalur Ibn ‘Abbâs). Lebih dari itu, karena ayat-ayat dan hadits-hadits yang mengharamkan zina, pengharaman itu juga mencakup seluruh pendahuluan ke arah perbuatan zina, walaupun hanya berupa sentuhan seperti yang terjadi diantara para pemuda dan pemudi. Walhasil, ciuman dengan lawan jenis adalah haram, hingga meskipun sebagai bentuk ucapan selamat kepada orang yang baru datang dari suatu perjalanan. Sebab, fakta ciuman semacam itu diantara pemuda dengan pemudi merupakan pendahuluan ke arah perbuatan zina.

Jadi jelas, fakta adegan intim secara keseluruhan yang terjadi pada semua film saat ini adalah asupan informasi yang tidak benar bagi akal. Karenanya, wajar jika akal mengolahnya menjadi wujud perilaku yang meniru adegan tersebut dalam kehidupan nyata. 

Firman Allah Swt: “Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk.” (TQS Al-Israa [17]: 32). Terkait ayat ini, Imam Al-Hakim mengeluarkan sebuah hadits marfu’ yang diriwayatkan oleh Ibnu ‘Abbas ra bahwa Rasulullaah saw bersabda: “Apabila zina dan riba telah nampak nyata dalam suatu kaum, maka mereka benar-benar telah menghalalkan adzab Allah terhadap diri mereka.” (HR Al-Hakim, Al-Baihaqi, dan Ath-Thabrani).

Dengan kata lain, wahai kaum muda, gunakanlah bibir untuk berucap kebenaran dan kebaikan, bukan untuk berciuman dengan yang tak halal.

Sebenarnya, manusia dapat menjauhkan faktor-faktor yang dapat membangkitkan naluri seksual dengan mencari kesibukan yang dapat mengalihkan dorongan naluri tersebut. Namun jika kesibukan sudah tak cukup mengalihkan, maka dalam hal ini Islam memiliki pemecahan yang ampuh, yang akan menjadikan naluri tersebut melahirkan kemaslahatan dan kedamaian di tengah-tengah masyarakat. Jelas, Islam-lah satu-satunya yang mampu mencegah kerusakan yang ditimbulkan dari kebebasan pemuasan naluri seksual di masyarakat. Solusi pemuasan yang sesuai syariah Islam yaitu pernikahan atau pemilikan hamba sahaya. Pernikahan bukanlah roman picisan, namun sebuah mahligai ibadah kepada Allah yang setara dengan separuh agama.

Pemuda: Sasaran Tayangan yang Melalaikan

Wahai pemuda dan pemudi, khususnya penggemar AADC? sekuel pertama dan kedua, ketahuilah bahwa terdapat hadits dari Abû Hurairah yang disepakati oleh al-Bukhâri dan Muslim, dari Nabi saw, beliau bersabda: “Ada tujuh golongan yang akan dinaungi Allah di bawah naungan-Nya, pada hari yang tidak ada naungan kecuali naungan-Nya, yaitu Pemimpin yang adil; Pemuda yang senantiasa beribadah kepada Allah semasa hidupnya; Seseorang yang hatinya senantiasa terpaut dengan Masjid; Dua orang yang saling mencintai karena Allah, keduanya berkumpul dan berpisah kerena Allah; Seorang lelaki yang diajak oleh seorang perempuan yang cantik dan berkedudukan untuk berzina tetapi dia berkata, “Aku takut kepada Allah!”; Seorang yang memberi sedekah tetapi dia merahasiakannya seolah-olah tangan kanannya tidak mengetahui apa yang diberikan oleh tangan kirinya; dan seseorang yang mengingat Allah di waktu sunyi sehingga bercucuran air matanya.

Karena itu, seruan ini urgen bagi kaum muda, agar setiap detik masa hidupnya semata-mata dalam rangka memperhatikan dan memperjuangkan ayat-ayat Allah, serta meneladani Rasul saw. Mari juga kita perhatikan firman Allah dalam QS Al-‘Ashr ayat 1-3: “Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran.” 

Tak bisa disangkal, peran media massa, dalam hal ini khususnya film, cukup mempengaruhi kehidupan masyarakat. Opini atau keputusan kita selaku manusia berkorelasi dengan pola kita mengkonsumsi media. Sungguh, media massa memang potensial menjadi sarana propaganda. Bahkan media mampu mencuci otak dan menipu pola pikir. Maka bukan mustahil jika dahsyatnya pemberitaan di media massa akhirnya mampu menentukan animo masyarakat terhadap AADC? 2.

Sayangnya, media massa yang ada saat ini bersifat egois, hanya berorientasi profit, melakukan pembodohan publik, hingga penghilangan jati diri. Alih-alih mencerdaskan dan memberdayakan masyarakat, media massa malah menjadi pengancam generasi. Bagaimana tidak? Membludaknya penonton dan ludesnya tiket film AADC? 2 di bioskop sudah membuktikan target profit yang dicanangkan oleh produser. Belum lagi jika jadwal penayangan kebetulan ‘bentrok’ dengan jadwal sholat fardhu, rasanya berat meninggalkan jalannya kisah-kasih Rangga-Cinta setelah ratusan purnama berlalu. Tapi seharusnya para penggemar AADC? 2 itu merasa rugi, saat tidak sholat tepat waktu, tidak optimal berdakwah, melalaikan amanah orang tua, dsb, akibat mati-matian berjuang menonton AADC? 2 di bioskop.

Sungguh, menonton film adalah sesuatu yang bersifat mubah (boleh), yang jika ditinggalkan maka tidak menyebabkan dosa sebagaimana sholat fardhu ataupun aktivitas dakwah. Definisi mubah adalah apa yang dituju oleh dalil wahyu terhadap seruan Allah Swt yang di dalamnya terdapat pilihan, antara melakukan atau meninggalkannya. Jika sampai membuat penontonnya jatuh berdosa, termasuk karena ada adegan haram yang berpengaruh hingga ditiru penonton, maka aktivitas menonton film yang bersangkutan harus ditinggalkan.

Firman Allah Swt berikut ini hendaknya membuat kita hati-hati: “Ketahuilah, bahwa sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah-megah antara kamu serta berbangga-banggaan tentang banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani; kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur. Dan di akhirat (nanti) ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridhaan-Nya. Dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu.” (TQS al-Hadid [57]: 20). Demikian halnya dengan sabda Rasul saw: “Nyanyian dan permainan hiburan yang melalaikan menumbuhkan kemunafikan dalam hati.” (HR. ad-Dailami).

Khatimah: Khilafah, Menjamin Media Sesuai Syariah

Berdasarkan uraian ini, sungguh negara harus mengakui bahwa benar-benar telah absen, karena tidak hadir untuk melindungi rakyat. Yang miskin miskin iman dibiarkan menyantap hiburan yang mendorong maksiat, syahwat dan kejahatan. Pun yang miskin ekonomi, disuguhi hiburan melenakan agar tidak menuntut negara untuk menjamin kesejahteraan diri dan keluarganya. Generasi penerus dibiarkan rusak menjadi korban kerusakan media dan mendapatkan role model dari media yang penuh racun.

Padahal Rasulullaah saw telah bersabda: “Setiap kalian adalah pemimpin yang akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya. Seorang amir (kepala pemerintahan) adalah pemimpin bagi rakyatnya, yang akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya...” (HR al-Bukhari Muslim).

Dalam sistem kapitalisme, media berorientasi hiburan dan bisnis. Dalam Islam, media mewujudkan fungsinya sebagai sarana edukasi dan informasi. Media menjelaskan berbagai tuntunan syariat juga memandu pemanfaatan IPTEK agar rakyat cerdas bersikap dalam segala aspek karena dorongan takwa. Hingga mampu memilah mana yang benar dan mana yang salah. Termasuk mewujudkan masyarakat yang peduli karena budaya kritis terhadap lingkungan dan berani menasihati pemerintah dalam aktivitas mengoreksi kebijakan pemerintah.

Khilafah tidak akan mengadopsi prinsip kebebasan pers maupun berekspresi, meski semua media bebas menyebarkan berita, asalkan tidak bertentangan dengan ketentuan syariat. Media-media asing akan diawasi, bahkan dilarang agar tidak menebar racun pemikiran dan nilai menyimpang dari Barat. Media bagi kaum muda didominasi dorongan berperilaku positif dan terikat pada aturan Islam sebagaimana dicontohkan generasi-generasi sukses dalam peradaban Islam, bukan karakter-karakter khayalan dalam buaian genre asmara dan biusan romansa.

Khilafah akan mengerahkan segenap SDM dan dana untuk mewujudkan media yang sehat, mencerdaskan dan melindungi. Negara akan tegas menghapus semua media yang menghantarkan pada keharaman baik dalam bentuk buku, majalah, tayangan visual atau konten-konten virtual. Ini tertuang dalam rancangan konstitusi Pasal 15 RUU Daulah Khilafah: “Segala sesuatu yang menghantarkan pada yang haram hukumnya adalah haram, apabila diduga kuat dapat menghantarkan pada yang haram. Jika hanya dikhawatirkan, maka tidak diharamkan.” (An-Nabhani, Muqaddimah ad-Dustûr, halaman 88).

Sebagai penegas, perlindungan Khilafah terhadap agar terbebas dari media merusak adalah kebijakan Khalifah yang menetapkan media ditangani khusus oleh Departemen Penerangan (Daairat I’lamy) yang bertanggung jawab langsung pada Khalifah, bukan bagian dari swasta, meski dengan dalih kreativitas pekerja seni (ringkasan Makalah KIN-3).

Wallaahu a’lam bish showab [].

Kamis, 08 September 2016

Tax Amnesty, ‘Karpet Merah’ Menguatkan Neoliberalisasi Ekonomi

Nindira Aryudhani, S.Pi, M.Si

Tinta sejarah belum lagi kering menuliskan gempita proklamasi kemerdekaan Indonesia. Pada 2016, terhitung 71 tahun sudah negeri ini berstatus merdeka. Ironisnya, momen tersebut nampaknya hanya akan berujung euforia. Setelah gagal mengatasi gejolak melambannya perekonomian nasional yang memburuk namun tegar menghadapi vonis Pansus Pelindo II pada Desember 2015, Presiden Joko Widodo melakukan perombakan kabinetnya. Terbukti berbuntut lanjut, reshuffle tak berhenti pada daur ulang personil di beberapa kursi menteri. Jokowi memang ingin gebrakan. Namun satu hal yang begitu menonjol dari semua itu, yaitu mulusnya realisasi kebijakan pengampunan pajak (tax amnesty). Hingga seorang Sri Mulyani Indrawati (SMI) yang telah mapan berkarir di Bank Dunia, rela pulang memenuhi panggilan Jokowi.

Tak ayal, reshuffle kabinet pun dianggap menjadi penguatan hegemoni penjajahan gaya baru (neoimperialisme) di kala resesi ekonomi tengah melanda dunia Barat dan Timur. Maka sungguh reshuffle ini begitu omong kosong andai rakyat ingin sedikit saja beroleh kado indah di usia tanah air yang tak lagi muda.

Reshuffle justru mengindikasikan bahwa kiblat kebijakan ekonomi kembali ke Barat. Dalam situasi ekonomi AS dan Uni Eropa menuju resesi, juga situasi ekonomi RRC yang melamban, sementara Jepang memberlakukan suku bunga negatif, maka model kebijakan ekonomi diyakini berpijak pada neoliberal sejati. Artinya, liberalisasi perekonomian akan berjalan tanpa hambatan dan meningkat sebagaimana kebijakan yang telah diterbitkan, peran swasta yang makin kukuh dalam penyediaan hajat hidup orang banyak, dan kebijakan membatasi belanja anggaran untuk penyediaan kebutuhan sosial pun akan makin menjadi pedoman sakral [3].

Memang, kehadiran personil hasil reshuffle akan menginjeksi semangat baru pergerakan ekonomi nasional. Namun, ini mengindikasikan bahwa jalur kebijakan keuangan tetap dikendalikan Barat sementara jalur perdagangan dan infrastruktur akan didominasi RRC. Dan guna mencapai target, maka yang terpenting adalah kinerja pertumbuhan ekonomi bertengger 5,2 persen, tanpa peduli bagaimana kualitas dan siapa pemilik pertumbuhan ekonomi itu [3].

Tax Amnesty
Pajak menjadi pilar utama penerimaan negara yang menganut paham kapitalisme, tak terkecuali Indonesia. Pendapatan perpajakan terhadap APBN mencapai sekitar 82% dari total penerimaan negara. Ini menunjukkan dengan jelas bahwa negara sangat mengandalkan pajak dari rakyat. Kendati demikian, nilainya masih dianggap kurang oleh pemerintah karena rasionya terhadap PDB masih di kisaran 12%. Di sisi lain, porsi pendapatan dari Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP), seperti royalti pertambangan dan pendapatan BUMN, terus turun. Tak heran, negara terus mencari jalan agar bisa ‘memalak’ rakyat dengan memperluas basis dan obyek kena pajak di samping mengutak-atik tarif pajak untuk meningkatkan penerimaan [6].

Tarif pajak penghasilan orang pribadi misalnya, ditetapkan secara progresif. Artinya, semakin tinggi pendapatan seseorang maka tarif pajaknya semakin tinggi. Hal ini jelas membuat banyak orang terutama yang kaya merasa keberatan meski pendapatannya diperoleh secara legal. Pasalnya, semakin produktif mereka dalam menghasilkan kekayaan, maka persentase kekayaan yang ditarik oleh negara juga akan semakin besar. Oleh karena itu, banyak wajib pajak yang melakukan berbagai cara untuk mengurangi kewajibannya seperti memanipulasi laporan keuangan, menyuap petugas pajak, hingga menyembunyikan kekayaan mereka di negara-negara tax heaven, negara yang memiliki tarif pajak yang rendah dan kerahasiaan informasi keuangan seseorang dijaga secara hukum, seperti Singapura, Swiss, Hongkong, Mauritius, dan Panama. Perilaku ‘menghindar’ dari pajak ini terjadi hampir di semua negara. Tak heran, begitu beredar bocoran Panama Papers, hampir semua orang kaya di dunia terdaftar di sana [6].

Pemerintah Indonesia turut menanggapi dokumen tersebut. Menteri Keuangan saat itu, Bambang Brodjonegoro telah meminta Direktur Jenderal Pajak Ken Dwijugiasteadi untuk mempelajari data-data dalam Panama Papers. Bocoran dokumen Panama atau Panama Papers menyebut nama-nama pengusaha asal Indonesia. Menkeu menyebut dana pengusaha, politisi dan pejabat Indonesia yang terparkir di luar negeri lebih dari 14.100 T (akumulasi sejak tahun 70-an). Sandiaga Uno salah satu pengusaha yang namanya disebut dalam dokumen menyatakan siap diperiksa oleh pemerintah. Uno sebelumnya mengakui perusahaannya ada di dalam dokumen offshore leak tersebut. Selain Uno, nama-nama beken seperti Sudwikatmono, Anthony Salim, Erick Tohir, Gita Wirjawan, Budi Sampoerna, Chairul Tanjung, Mochtar Riady, Sinar Mas Group, Rahmat Gobel, Rusdi Kirana dan sederet nama beken lainnya ikut mejeng dalam dokumen [7].

Wakil Ketua DPR Fadli Zon menyayangkan ratusan nama orang Indonesia ada dalam Panama Papers yang mengungkap penyimpanan uang triliunan di luar negeri tersebut. Oleh karena itu, Rancangan Undang-Undang (RUU) Tax Amnesty diakuinya makin diperlukan. “Kita memang dilematis. Kita ingin mereka yang mempunyai dana cukup besar disimpan di negara lain seharusnya atas nama kepentingan bangsa, mereka repatriasi dananya dalam negeri. Saya rasa itu salah satu niat baik tax amnesty,” kata Fadli di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (5/4). Di balik upaya DPR menyiapkan regulasi tax amnesty, pemerintah, kata Fadli, juga perlu menyiapkan pengelolaan atas uang tersebut [7].

Adapun Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan mempelajari nama-nama orang Indonesia yang disebut dalam dokumen hasil investigasi tentang kejahatan keuangan dunia terkait Panama Papers. Pasalnya, nama-nama yang disebut dalam dokumen itu diduga menyimpan uang atas kejahatan keuangan, seperti pengemplangan pajak dan pencucian uang [7].

Oktober 2015 lalu, tepat setahun pemerintahan Jokowi-JK, DPR mencuatkan pembahasan Rancangan Undang-undang (RUU) Pengampunan Nasional atau dikenal dengan pengampunan pajak alias tax amnesty. Kontroversi muncul ketika ada wacana koruptor diperbolehkan mengikuti tax amnesty dengan penghapusan pidana umum dan lainnya. Kontroversi tersebut sudah tegas dibantah pemerintah melalui Menkeu saat itu, Bambang Brodjonegoro dan DPR RI yang mengusulkan ide tax amnesty tersebut. Bahwa korupsi dicoret dari daftar pengampunan pajak, karena program ini hanya menawarkan pembebasan sanksi pidana pajak [8].

Pengamat Perpajakan Universitas Indonesia, Ruston Tambunan menilai penegasan ini sangat penting karena tidak lazim bagi sebuah negara untuk memberikan pengampunan pajak kepada pelaku kejahatan, termasuk koruptor. Menurutnya, di negara lain yang menerapkan tax amnesty, hanya diberikan pengampunan saksi pidana pajak, bukan pidana lain. Ruston juga mengatakan, tax amnesty biasanya diterapkan saat negara kekurangan duit. Itu alasannya. Italia, India dan Brazil pernah menerapkan tax amnesty dan berhasil. Sementara Indonesia pernah melakukannya tapi gagal karena tidak ada penegakkan hukum yang tegas [8].

Seperti diketahui, Menkeu Bambang Brodjonegoro mengakui adanya perkiraan melebarnya kekurangan target penerimaan pajak dari Rp 120 triliun menjadi Rp 130 triliun sampai dengan Rp 140 triliun dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2015. Ruston menjelaskan, dalam keadaan shortfall penerimaan pajak, dimana realisasinya tidak bisa memenuhi target atau selalu di bawah Rp 1.000 triliun, tax amnesty adalah cara paling cepat mendatangkan uang. Dengan program pengampunan pajak tarif rendah, Ruston optimistis pengusaha asing maupun orang Indonesia yang selama ini menyimpan dananya di luar negeri, bisa ditarik ke negara ini dengan potensi penerimaan cukup besar. “Kalau dari Rp 3.000 triliun, sebesar 40%-nya atau Rp 1.200 triliun saja masuk ke Indonesia dan dipungut tarif pajak 3%, maka Rp 36 triliun akan masuk ke penerimaan negara,” tandas Ruston [8].

Tax Amnesty, ‘Karpet Merah’ Menguatkan Neoliberalisasi Ekonomi
Terhitung Juli 2016, Undang-undang tentang Tax Amnesty berlaku. Pemerintah berdalih ini adalah cara untuk menambah pendapatan dari sektor perpajakan dengan alasan banyak para pengemplang pajak yang masih bergentayangan dan tak mau melaporkan kekayaannya [6].

Bagaimana negara tidak fokus cari uang, pasalnya rezim Jokowi sudah kadung terbebani oleh janji-janjinya sendiri untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat, minimal lebih baik dari penguasa sebelumnya. Sementara faktanya, negara sendiri sedang dalam kondisi ekonomi yang sulit. Padahal target penerimaan sangat ambisius. Dalam APBN 2016, pemerintah menargetkan pendapatan sebesar Rp 1.822,5 triliun. Target ini bersumber dari penerimaan perpajakan sebesar Rp 1.546,7 triliun dan PNBP sebesar Rp 273,8 triliun. Pengalaman tahun lalu, penerimaan dari pajak meleset. Dari target Rp 1.294,25 triliun, hanya tercapai Rp 1.055 triliun (81,5% dari target). Karena itu, salah satu jalan mendapatkan pundi-pundi uang adalah menggaet para konglomerat hitam yang sering memarkir hartanya di luar negeri, agar hartanya ditarik ke dalam negeri [6].

Dalam acara Sosialisasi Amnesti Pajak di JIExpo, Kemayoran, Senin (1/8), Jokowi menyatakan bahwa berdasarkan data Kementerian Keuangan, ada 11 ribu triliun (bahkan lebih banyak lagi) uang orang Indonesia yang disimpan di luar negeri. Hal yang paling penting, menurutnya, dana-dana tersebut bisa dibawa pulang ke Indonesia untuk membantu pembangunan di dalam negeri. Negara sangat butuh arus uang masuk dan juga investasi. Sementara, dana repatriasi akan sangat bermanfaat bagi negara. Jokowi menjelaskan, pemerintah sudah menyiapkan berbagai instrumen investasi mulai dari surat berharga negara hingga proyek-proyek industri dan infrastruktur, agar dapat menambah lapangan pekerjaan [4].

Karenanya, masuknya SMI ke dalam Kabinet Kerja ditanggapi positif oleh banyak pihak. Pasalnya, sepak terjang mantan Managing Director World Bank ini tidak lagi diragukan. Kepala Riset MNC Securities Edwin Sebayang meyakini, SMI mampu menjaga aliran dana tax amnesty. Hal ini tentu sesuai dengan harapan Jokowi. Menjaga aliran dana tax amnesty adalah salah satu harapan market. Bahkan, adanya SMI sebagai Menteri Keuangan diharapkan mampu menarik dana repatriasi hingga sebesar Rp 2.000 triliun [5]. Rekam jejak SMI sebagai seorang kader militan Berkeley Mafia, jelas menjadi angin segar bagi para investor [9]. Terbukti, dilantiknya SMI sebagai Menkeu yang baru, langsung menghijaukan IHSG di pasar saham [10].

Sepekan jadi menteri, gebrakan pertama SMI untuk mengantisipasi melesetnya target dana hasil tax amnesty, adalah pemangkasan anggaran. SMI mengevaluasi APBN Perubahan 2016 dan memangkas belanja hingga Rp 133,3 triliun. Menurutnya, penyesuaian perlu dilakukan agar APBN menjadi lebih kredibel. Keputusan ini telah disampaikan dan disepakati dalam sidang kabinet paripurna di Kantor Presiden, Rabu (3/8) [14].

SMI menyampaikan, pemerintah akan mengurangi belanja kementerian dan lembaga Rp 65 triliun. Kemudian transfer ke daerah Rp 68,8 triliun. Kata SMI, pemangkasan ini ditujukan hanya untuk belanja yang dianggap tidak menunjang program-program prioritas. Yang dikurangi berkaitan dengan perjalanan dinas, kegiatan konsinyering, dan juga pembangunan gedung. Pemangkasan anggaran dilakukan untuk mencegah pelebaran defisit anggaran. Ini karena penerimaan negara tahun ini akan mengalami penurunan yang cukup besar dari tahun-tahun sebelumnya. Dia mengungkapkan, penerimaan perpajakan masih akan mengalami tekanan yang sangat berat karena penerimaan negara dari sisi pajak akan kurang sekitar Rp 219 triliun. Penyesuaian dari sisi belanja perlu dilakukan agar defisit tetap terjaga sehingga tidak menimbulkan krisis kepercayaan terhadap APBN. SMI juga menambahkan, bersama Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution dan Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro akan terus menyisir belanja K/L yang bisa dikurangi [14].

Dalam UU Tax Amnesty, pengampunan pajak adalah penghapusan pajak yang seharusnya terutang, tidak dikenai sanksi administrasi perpajakan, dengan cara mengungkap harta dan membayar uang tebusan. Tujuannya, mempercepat pertumbuhan ekonomi melalui pengalihan harta, yang antara lain akan berdampak pada likuiditas domestik, perbaikan nilai tukar rupiah, penurunan suku bunga, dan peningkatan investasi. Selain itu, untuk mendorong reformasi perpajakan yang lebih berkeadilan serta perluasan basis data perpajakan yang lebih valid, komprehensif, dan terintegrasi; dan meningkatkan penerimaan pajak. Tak heran, jika benak rezim Jokowi membayangkan bahwa tax amnesty ini sangat menarik sehingga para konglomerat akan menarik uangnya yang kebanyakan berada di Singapura, masuk ke Indonesia. [6].

Namun, ekonom senior yang juga guru besar FE UI, Anwar Nasution membuyarkan angan-angan itu. Mantan Deputi Gubernur BI ini menyatakan tax amnesty tidak akan dapat mendorong pengembalian kembali kekayaan maupun dana milik orang Indonesia yang diparkir di luar negeri. Menurutnya, penyebab utama diaspora (pelarian) modal ke luar negeri bukan karena tingginya pajak penghasilan di Indonesia. Diaspora itu terjadi terutama karena dua hal, yakni buruknya sistem politik dan hukum di Indonesia yang tidak kondusif untuk menyimpan kekayaan serta buruknya produk maupun pelayanan lembaga keuangan nasional [6].

Lahirnya UU Tax Amnesty tergolong sangat cepat. Hanya membutuhkan waktu tiga bulan. Pembahasannya pun berlangsung secara tertutup di DPR. Ini bisa terjadi karena ‘lobi’ tingkat tinggi. Presiden Jokowi turun langsung untuk mengawal RUU Tax Amnesty. Pada 15 April Jokowi bertemu pimpinan DPR. Ia meminta DPR segera menyelesaikan UU itu secepatnya, hingga akhirnya UU itu pun disahkan akhir Juni. Pengamat kebijakan publik yang juga mantan aktivis, Syahganda Nainggolan menilai ada pemufakatan tidak bermoral dalam lahirnya UU Tax Amnesty ini. Ia juga menyebutkan, tax amnesty merupakan langkah pemerintah untuk melegalkan cukong-cukong kelas kakap. Dengan kata lain, UU Tax Amnesty mengukuhkan dominasi konglomerat hitam Cina di Indonesia [6].

Disamping itu, tax amnesty juga semakin memperlihatkan ketidakadilan dalam perpajakan. Rakyat dikenakan kenaikan pajak sangat tinggi, tapi pembangunan tidak menyentuh mereka. Padahal uang pajak sebenarnya habis untuk membayar utang luar negeri. Sementara di sisi lain, ada orang-orang kaya atau perusahaan-perusahaan besar yang selama ini justru mempunyai kesempatan bernegosiasi dengan pemerintah, agar mereka sebagai wajib pajak (WP) kebal hukum [6].

Secara nyata SMI menyatakan, bahwa Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak Kementerian Keuangan akan menghentikan pemeriksaan pajak, pemeriksaan bukti permulaan, dan penyidikan tindak pidana bagi yang mengikuti program ini sesuai dengan amanat UU Tax Amnesty. SMI juga mengingatkan jika WP akan mendapatkan manfaat dari amnesti pajak, diantaranya penghapusan pajak terutang baik Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM). Manfaat lainnya, penghapusan sanksi administrasi dan penghapusan sanksi pidana di bidang perpajakan [11].

Rezim Jokowi memang baru mencanangkan target Rp 165 triliun dari kebijakan tax amnesty. Target penerimaan awal itu kelihatannya besar. Padahal, jika mau mengelola sumberdaya alam secara benar oleh negara, pendapatannya bisa jauh lebih besar lagi. Abraham Samad ketika masih menjadi Ketua KPK pernah mengungkap data, ada Rp 7.200 triliun potensi pendapatan negara yang hilang setiap tahun. Menurutnya, dari 45 blok minyak dan gas saat ini, sebanyak 70% dikuasai oleh asing. Parahnya, banyak pengusaha tambang di Indonesia yang tak membayar pajak dan royalti kepada negara. Ia juga mengatakan, jika ditotal, maka pajak dan royalti yang dibayarkan dari blok migas, batu bara, dan nikel pada setiap tahunnya dapat mencapai Rp 20.000 triliun. Jika pendapatan tersebut dibagi ke seluruh rakyat, maka pendapatan rakyat Indonesia per bulan bisa mencapai Rp 20 juta [6].

Karenanya, melalui tax amnesty, para konglomerat hitam akan mendapatkan legalitas terhadap harta yang dulu mereka ambil secara tidak sah dari bumi Indonesia. Mereka yang dulu dianggap sebagai penjahat karena telah melarikan uang dari Indonesia, terselamatkan oleh tax amnesty (dengan sedikit membayar kepada negara), bahkan menjadi pahlawan yang ikut menyumbangkan dananya bagi pembangunan di Indonesia. Harta mereka pun menjadi harta legal setelah sekian lama menjadi harta ilegal. Terlebih dengan penghentian pemeriksaan tindak pidana, berbagai kejahatan yang pernah mereka lakukan terkait dengan asal hartanya, dapat menguap begitu saja [6].

Neoliberalisme adalah paham yang menghendaki pengurangan peran negara di bidang ekonomi. Menurut paham neoliberalisme, negara dianggap sebagai penghambat utama penguasaan ekonomi oleh individu, swasta atau korporat (perusahaan). Neoliberalisme merupakan upaya pelumpuhan negara, selangkah menuju corporate state atau negara korporat (korporatokrasi). Artinya, pengelolaan negara dikendalikan oleh korporat (perusahaan swasta/asing). Dalam negara korporat, negara dikendalikan oleh persekutuan jahat antara politikus dan pengusaha. Akibatnya, keputusan-keputusan politik tidak dibuat untuk kepentingan rakyat, tetapi untuk kepentingan perusahaan swasta baik domestik maupun asing. Hubungan negara dengan rakyat dikelola layaknya hubungan perusahaan dengan konsumen, antara penjual dan pembeli. Rakyat pun diposisikan layaknya pembeli yang harus membeli kepada negara dan perusahaan yang menyediakan berbagai pelayanan kepada masyarakat [13].

Di sisi lain, gelombang demokratisasi di segala bidang pasca Reformasi, khususnya di bidang politik, telah memberikan kesempatan kepada kekuatan kapitalis global untuk makin menancapkan pengaruhnya di Indonesia. Dengan kekuatan dana besarnya, mereka masuk dalam kontestasi politik di Indonesia. Harapannya, melalui orang-orang yang didukung, mereka bisa turut menentukan pemilihan pejabat publik dan memberikan arah kebijakan ke depan. Bagi politikus pragmatis, tak jadi soal menggadaikan kewenangan politik. Karena itu pasca Reformasi banyak sekali lahir kebijakan dan peraturan perundangan yang sangat liberal dan kental dipengaruhi oleh kepentingan asing [13].

Neoimperialisme adalah penjajahan model baru yang ditempuh oleh negara-negara kapitalis untuk tetap menguasai dan menghisap negara lain. Dalam penjajahan model lama dikenal semangat gold (kepentingan penguasaan sumberdaya ekonomi), glory(kepentingan kekuasaan politik) dan gospel (kepentingan misi Kristiani). Dalam penjajahan model baru saat ini, kepentingan ketiga (gospel) tidak begitu menonjol dan bergeser menjadi misi penyebaran ideologi sekularisme, demokrasi, kapitalisme dan liberalisme. Adapun kepentingan pertama dan kedua (gold dan glory) saat ini nyata sekali masih berjalan [13].

Neoliberalisme dan neoimperialisme ini berdampak sangat buruk bagi kita semua. Di antaranya: tingginya angka kemiskinan dan kesenjangan ekonomi, kerusakan moral, korupsi yang makin menjadi-jadi dan kriminalitas yang kian merajalela. Banyaknya pejabat dan anggota legislatif yang menjadi tersangka korupsi menjadi bukti sangat nyata perilaku mereka yang menghalalkan segala cara guna mengembalikan investasi politiknya. Eksploitasi sumberdaya alam di negeri ini secara brutal juga menunjukkan bagaimana para pemimpin negeri ini telah gelap mata dalam memperdagangkan kewenangannya. Mereka membiarkan kekayaan alam yang semestinya untuk kesejahteraan rakyat itu dihisap oleh perusahaan swasta maupun asing. Kenyataan buruk itu makin diperparah oleh kebijakan-kebijakan yang zalim seperti kenaikan harga BBM, elpiji, tarif listrik, dan lain-lain [13], tak terkecuali UU Tax Amnesty.

Demokrasi yang selama ini dipercaya sebagai sistem politik terbaik, yang akan mewadahi aspirasi rakyat, pada kenyataannya bohong belaka. Lahirnya UU-UU liberal, juga lembeknya Pemerintah di hadapan perusahaan-perusahaan swasta/asing adalah bukti nyata bahwa aspirasi rakyat diabaikan dan Pemerintah tunduk pada kekuatan para cukong di dalam dan luar negeri. Jadi, dalam demokrasi tidak ada yang namanya kedaulatan rakyat. Yang ada adalah kedaulatan para pemilik modal [13].

Maka dari itu, sebagai seorang kader neoliberal yang militan, tak berlebihan jika disebut bahwa SMI pulang kampung dengan misi neoliberalisasi ekonomi, dimana gebrakannya bertopeng tax amnesty. Mereka harus militan mengkerdilkan pemerintah untuk kepentingan korporatokrasi. Bahkan mereka membiarkan kekayaan alam negara kita dihisap habis oleh para majikannya yang kaum korporatokrat dengan dukungan Bank Dunia, Bank Pembangunan Asia dan IMF [12].

Pengelolaan Harta Negara Khilafah
Dalam negara Khilafah, Khalifah adalah orang yang mewakili umat dalam menjalankan pemerintahan, kekuasaan, dan penerapan hukum-hukum syariah, dimana melalui baiat terjadilah akad pengangkatannya. Mengenai peran Khalifah, diriwayatkan Ahmad dan al-Bukhari dari Abdullah bin Umar, bahwa ia mendengar Nabi saw. pernah bersabda:

الإِمَامُ رَاعٍ وَمَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ

Imam/Khalifah adalah pengurus dan ia bertanggung jawab terhadap rakyat diurusnya.” (HR Muslim dan Ahmad).

Artinya, semua hal yang berhubungan dengan pemeliharaan berbagai urusan rakyat dalam semua hal, wewenangnya hanya milik Khalifah. Khalifah boleh mewakilkannya kepada orang yang ia kehendaki untuk menangani apa saja yang ia kehendaki dan kapan saja ia kehendaki. Diantara hukum-hukum syariah yang merupakan wewenang Khalifah untuk mengadopsinya, terdapat hukum-hukum yang menjadi pegangan dalam menyusun APBN. Khalifah memiliki wewenang menetapkan rincian APBN, besaran anggaran untuk masing-masing pos baik berkaitan dengan pemasukan maupun pengeluaran. Anggaran negara, yaitu pos-pos pemasukan dan pengeluaran, telah dibatasi oleh hukum syariah; bahwa tidak boleh dipungut satu dinar pun kecuali harus sesuai dengan hukum syariah, juga tidak boleh dibelanjakan satu dinar pun kecuali harus sesuai dengan hukum syariah. Tidak ada seorang pun selain Khalifah yang boleh memungut harta, meski hanya satu dinar, juga tidak seorang pun selain Khalifah yang boleh membelanjakan harta kecuali telah diizinkan oleh Khalifah [1].

Penetapan rincian belanja atau apa yang disebut dengan pos-pos anggaran, maka hal itu diserahkan kepada pendapat dan ijtihad Khalifah. Demikian juga pos-pos pemasukan beserta pasal-pasal pendapatan. Hal ini sebagaimana Rasulullah saw. dulu pun mengambil pemasukan dari para amil. Beliau pula yang menangani pembelanjaannya [1].

Baitul Mal digunakan untuk menyebut tempat penyimpanan berbagai pemasukan negara dan sekaligus menjadi tempat pengeluarannya. Baitul Mal juga digunakan untuk menyebut lembaga yang bertugas memungut dan membelanjakan harta yang menjadi milik kaum Muslim. Dalam struktur negara Khilafah, Baitul Mal dikoordinir secara terpusat langsung di bawah wewenang Khalifah, bukan penguasa setempat (wali/amil) [1].

Dimungkinkan untuk membagi Baitul Mal menjadi dua bagian: Pertama: Bagian Pemasukan yang meliputi tiga dîwân: (1) Pos Fa’i dan Kharaj: meliputi ghanîmah, kharaj, tanah-tanah, jizyah, fa’i dan pajak; (2) Pos Kepemilikan Umum: meliputi minyak bumi, gas, listrik, barang tambang, laut, sungai, selat, mata air, hutan, padang gembalaan, hima, dan sebagainya; (3) Pos Zakat: meliputi zakat uang, komoditas perdagangan, pertanian dan buah-buahan, unta, sapi dan domba [1].

Kedua: Bagian Pembelanjaan yang meliputi delapan dîwân: (1) Pos Dâr al-Khilâfah, (2) Pos Kemaslahatan Negara, (3) Pos Subsidi, (4) Pos Jihad, (5) Pos Pengelolaan Zakat, (6) Pos Pengelolaan Kepemilikan Umum, (7) Pos Keperluan Darurat, dan (8) Pos Anggaran, Pengontrolan, dan Pengawasan Umum [1].

Kedudukan Pajak dalam Islam
Dlaribah (pajak) adalah harta yang diwajibkan Allah Swt kepada kaum Muslim untuk membiayai berbagai kebutuhan dan pos-pos pengeluaran yang memang diwajibkan atas mereka, pada kondisi di baitul mal kaum Muslim tidak ada uang/harta. Pada dasarnya, terdapat pemasukan rutin bagi baitul mal. Dan Allah Swt menjadikan (pos-pos pemasukan) tersebut hak atas kaum Muslim. Yang nota benenya juga hak baitul mal. Seperti dari fai, kharaj, ‘usyur, dan dari milik umum yang dialihkan menjadi milik negara. Semua itu cukup untuk membiayai apa yang diwajibkan atas baitul mal pembiayaannya, baik dalam kondisi ada uang/harta maupun tidak, yang berhubungan dengan pemeliharaan urusan umat dan mewujudkan kemaslahatannya. Pada kondisi itu, negara tidak memerlukan pungutan pajak atas kaum Muslim [2].

Selain itu, Syari’ (Allah dan Rasul-Nya) telah menetapkan pembiayaan atas berbagai kebutuhan dan pos-pos pengeluaran, harus dipenuhi oleh baitul mal, baik dalam kondisi ada uang/harta didalamnya maupun tidak. Jika tidak ada uang/harta di baitul mal, maka kewajibannya (beralih) kepada kaum Muslim untuk membiayainya. Jika berbagai kebutuhan dan pos-pos pengeluaran itu tidak dibiayai, maka akan timbul kemudharatan atas kaum Muslim. Padahal Allah juga telah mewajibkan negara dan umat untuk menghilangkan kemudharatan yang menimpa kaum Muslim, yaitu jika tidak ada harta sama sekali, dan kaum Muslim tidak ada yang mendermakan. Sabda Rasulullah saw: “Tidak boleh ada bahaya (dlarar) dan (saling) membahayakan.” (HR. Ibnu Majah dan Ahmad) [2].

Allah Swt memberikan hak kepada negara untuk mendapatkan harta dalam rangka menutupi berbagai kebutuhan dan kemaslahatan tersebut dari kaum Muslim. Jika terjadi kondisi tersebut, negara mewajibkan kaum Muslim untuk membayar pajak hanya untuk menutupi (kekurangan biaya terhadap) berbagai kebutuhan dan pos-pos pengeluaran yang diwajibkan, tanpa berlebih (sebatas kekurangannya saja hingga terpenuhi). Kewajiban membayar pajak tersebut hanya dibebankan atas mereka yang mempunyai kelebihan dalam memenuhi kebutuhan pokok dan pelengkap dengan cara yang ma’ruf. Dalam hal ini, negara dapat mewajibkan pajak kepada kaum Muslim sebatas besarnya nilai pembiayaan tersebut, tidak boleh mewajibkan (pajak) lebih dari (nilai) yang seharusnya [2].

Pajak tersebut diwajibkan dengan anggaran sebagai berikut [2]:

(1) Pembiayaan jihad dan segala hal yang harus dipenuhi yang terkait dengan jihad, serta segala aktivitas yang memungkinkan penyebarluasan dakwah Islam ke seluruh dunia.

(2) Pembiayaan industri militer dan industri serta pabrik-pabrik penunjangnya, yang memungkinkan negara memiliki industri senjata.

(3) Pembiayaan para fuqara, orang-orang miskin, ibnu sabil. Pembiayaan terhadap mereka telah diwajibkan Allah Swt kepada kaum Muslim dengan zakat, shadaqah dan lainnya.

(4) Pembiayaan untuk gaji tentara, para pegawai, para hakim, para guru, dan lain-lain yang melaksanakan pekerjaan (pelayanan masyarakat) untuk kemaslahatan kaum Muslim.

(5) Pembiayaan yang harus dikeluarkan untuk kemaslahatan dan kemanfaatan umat, yang keberadaannya sangat dibutuhkan, dan jika tidak dibiayai maka bahaya (dlarar) akan menimpa umat. Misalnya untuk (pembiayaan) jalan-jalan umum, sekolah-sekolah, universitas, rumah sakit, masjid-masjid, pengadaan saluran air minum, dan lain-lain. Perkara-perkara seperti ini boleh dibangun oleh negara, tetapi pada saat di baitul mal terdapat uang/ harta berlebih. Jadi, hal itu dilakukan setelah membiayai lebih dahulu pengeluaran untuk pos-pos yang dapat mengakibatkan bahaya bagi umat (jika sarana/fasilitas tersebut tidak ada). Apabila di baitul mal tidak ada uang/harta berlebih, maka negara tidak boleh (memaksakan) membangunnya, dan tidak boleh mewajibkan pajak untuk pembiayaannya.

(6) Pembiayaan untuk keadaan darurat (bencana), seperti tanah longsor, gempa bumi dan angin topan, atau mengusir musuh. Pembiayaan untuk urusan-urusan ini tetap dilakukan walaupun peristiwanya tidak ada, bahkan termasuk pembiayaan yang bersifat tetap, harus dipenuhi baik ada uang/harta maupun tidak ada di baitul mal. Apabila di baitul mal ada uang, maka harus segera dialokasikan untuk bencana tersebut. Jika di baitul mal tidak ada uang, maka kaum Muslim wajib membiayainya, dan harus segera dikumpulkan dari mereka tanpa ada paksaan. Jika timbul kekhawatiran bahaya terus berlangsung, negara boleh meminjam (berhutang) untuk mencukupi pembiayaan bencana alam ini. Pinjaman tersebut dilunasi dari harta kaum Muslim yang dikumpulkan.

Inilah pos-pos yang wajib dibiayai oleh kaum Muslim, pada saat tidak uang/harta di baitul mal. Negara mewajibkan pajak atas kaum Muslim untuk pembiayaannya, tatkala pemasukan tetap baitul mal tidak lagi mencukupi. Begitu pula pemasukan dari pertambangan-pertambangan yang menjadi milik negara (al-huma) tidak cukup. Pajak diambil dari kaum Muslim yang memiliki kelebihan harta setelah mereka mampu memenuhi kebutuhan dasar dan pelengkapnya secara sempurna, sesuai dengan standar hidup tempat mereka tinggal. Siapa saja di antara kaum Muslim yang memiliki kelebihan harta, setelah mampu memenuhi kebutuhan dasar dan pelengkapnya, maka atas mereka diambil pajak. Dan siapa saja yang tidak memiliki kelebihan harta, maka pajak tidak diambil dari yang bersangkutan. Dan pintu terakhir yang wajib pembiayaannya setelah diri mereka sendiri (dan seterusnya) adalah pajak. Pajak serupa dengan nafkah. Juga serupa dengan shadaqah. Allah Swt berfirman: “Dan mereka bertanya kepadamu apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah: ‘Yang lebih dari keperluan’.” (TQS. al-Baqarah [2]: 219) [2].

Pajak diwajibkan berdasarkan pada besarnya kebutuhan dan kemampuan memenuhi pembelanjaan rutin atas hal-hal yang telah disebutkan sebelumnya. Pajak tidak boleh dipaksakan pengambilannya melebihi kesanggupan, atau melebihi kadar harta orang-orang kaya, atau berusaha untuk menambah pemasukan baitul mal. Dengan kata lain pajak tidak boleh diwajibkan, kecuali sekedar untuk memenuhi pembiayaan rutin pos-pos tersebut. Pajak tidak boleh diambil lebih dari itu. Sebab pengambilan yang lebih berarti dzalim. Dan hal ini bukan kewajiban kaum Muslim untuk membayarnya. Orang yang dzalim akan tertindas pada hari kiamat [2].

Negara tidak boleh mewajibkan pajak tanpa adanya kebutuhan yang mendadak (mendesak). Demikian juga negara tidak boleh mewajibkan pajak dalam bentuk keputusan pengadilan, atau untuk pungutan biaya dimuka (dalam urusan administrasi) negara. Negara juga tidak boleh mewajibkan pajak atas transaksi jual beli tanah dan pengurusan surat-suratnya, gedung-gedung, timbangan (atas barangbarang dagangan), atau lainnya yang bukan bagian dari bentuk-bentuk pajak yang telah dibahas. Dengan mewajibkannya berarti telah berlaku dzalim, dan ini dilarang. Bahkan termasuk ke dalam tindakan memungut cukai (al-maksu), seperti sabda Rasulullah saw: “Tidak akan masuk surga orang-orang yang memungut cukai.” (HR. Ahmad, ad-Darami dan Abu Ubaid) [2].

Khatimah
Indonesia kita jelas sekali harus segera diselamatkan. Ini adalah tanggung jawab kita, umat Islam, tanpa kecuali. Untuk menyelamatkan negeri ini umat Islam harus memiliki setidaknya dua macam kesadaran.

Pertama: kesadaran atas akar persoalan yang terjadi; yakni bahwa penyebab utama semua persoalan di atas adalah penerapan ideologi Kapitalisme sekular beserta turunannya: demokrasi, liberalisme, dsb. Dengan kata lain, semua problem di atas adalah akibat penerapan sistem dan hukum yang menyimpang dari sistem dan hukum Islam. Allah SWT berfirman:

وَمَنْ أَعْرَضَ عَن ذِكْرِي فَإِنَّ لَهُ مَعِيشَةً ضَنكًا

Siapa saja yang berpaling dari peringatan-Ku maka sesungguhnya bagi dia penghidupan yang sempit. (TQS Thaha [20]: 124).

Kedua: Kesadaran atas solusi yang hakiki, yaitu bahwa solusi yang benar untuk menyelesaikan berbagai problem yang melanda negeri ini adalah dengan kembali pada al-Quran. Allah SWT berfirman:

ظَهَرَ الْفَسَادُ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِي النَّاسِ لِيُذِيقَهُم بَعْضَ الَّذِي عَمِلُوا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ

Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan oleh perbuatan tangan manusia, supaya Allah menimpakan kepada mereka sebagian dari akibat perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar). (TQS ar-Rum [30]: 41).

Bangsa ini harus segera bertobat dari kemaksiatan ideologis, sistemik dan hukum sekular itu; lalu kembali pada ideologi, sistem dan hukum Islam, yakni dengan menerapkan syariah Islam secara total dalam semua aspek kehidupan di bawah sistem Khilafah Rasyidah ‘ala minhaj an-nubuwwah. Inilah proyek dan agenda utama dan vital untuk menyelamatkan negeri ini. Proyek ini sudah sangat mendesak untuk segera diwujudkan. Ini menjadi tanggung jawab keimanan dan tanggung jawab sejarah kita, umat Islam. Alhasil, Selamatkan Indonesia dengan Syariah dan Khilafah.

Wallaahu a’lam bish showab. []

Pustaka:

[1] Kitab Struktur Negara Khilafah

[2] Kitab Sistem Keuangan Negara Khilafah

[3] http://nasional.republika.co.id/berita/nasional/politik/16/07/28/ob191c385-menjadi-neoliberal-sejati

[4] http://www.republika.co.id/berita/ekonomi/makro/16/08/01/ob849e382-jokowi-sebut-uang-orang-indonesia-di-luar-negeri-rp-11-ribu-triliun

[5] http://economy.okezone.com/read/2016/07/28/20/1449181/sri-mulyani-diyakini-mampu-sedot-dana-tax-amnesty-rp2-000-t

[6] Tabloid Media Umat edisi 177, 24 Syawal-8 Dzulqaidah 1437 H/ 29 Juli-11 Agustus 2016

[7] http://hizbut-tahrir.or.id/2016/04/09/skandal-panama-papers-bukti-kejahatan-penguasa-kapitalis-dan-para-anteknya/

[8] http://m.liputan6.com/bisnis/read/2344526/pengampunan-pajak-jalan-cepat-buat-negara-yang-kekurangan-duit

[9] http://kwikkiangie.com/v1/2011/03/sri-mulyani-indrawati-smi-berkeley-mafia-organisasi-tanpa-bentuk-otb-imf-dan-world-bank-wb/

[10] http://bisnis.liputan6.com/read/2563156/euforia-sri-mulyani-jadi-menkeu-bikin-ihsg-menguat

[11] http://bisnis.liputan6.com/read/2566671/demi-tax-amnesty-sri-mulyani-stop-pemeriksaan-pajak

[12] http://kwikkiangie.com/v1/2011/03/apa-neo-liberalisme-neolib-itu-bagian-1/

[13] http://hizbut-tahrir.or.id/2015/05/12/indonesia-dalam-cengkeraman-neoimperialisme-dan-neoliberalisme/

[14] http://www.republika.co.id/berita/ekonomi/makro/16/08/03/obc3on335-seminggu-jadi-menkeu-sri-mulyani-pangkas-anggaran-rp-133-triliun