Rabu, 21 September 2016

Ratusan Purnama, Penantian dan Nostalgia Sebuah Romansa

Nindira Aryudhani, S.Pi, M.Si

Pernik AADC? 2

“Jadi beda, purnama di New York dan di Jakarta?” seru Cinta kepada Rangga dalam salah satu adegan mini drama persembahan LINE tentang AADC? di tahun 2014 lalu. Mini drama ini bisa disaksikan secara gratis di Youtube, dan mendapat hampir 6 juta penonton.

Kini, dua tahun kemudian, Miles Production berhasil membuat sekuelnya, yaitu AADC? 2. Serentak ditayangkan di tiga negara (Indonesia, Malaysia, Brunei Darussalam) mulai tanggal 28 April, AADC? 2 telah menyedot perhatian sejak gala premiernya di Yogyakarta, 23 April lalu. Bahkan, publik telah menanti kurang lebih 14 tahun lamanya, yaitu sejak penayangan sekuel pertamanya di tahun 2002.

Miles Production benar-benar telah membayar nostalgia dan kerinduan penonton AADC? melalui AADC? 2. Ya, Rangga dan Cinta telah lama berpisah, satu hal yang sepertinya membuat para fans AADC? kecewa berat sekaligus harap-harap cemas. Namun, ini juga menjadi perkembangan yang terasa cukup masuk akal dari hubungan cinta jarak jauh anak SMA yang sudah lewat 14 tahun. Hal ini membuat AADC? 2 terasa lebih nyata dan membumi. Tak cuma hubungan dua pemeran utamanya, masing-masing tokoh dalam film ini memiliki perkembangan karakter yang begitu terlihat. Para tokoh dalam film ini mengalami kematangan karakter. Terutama tokoh Rangga, yang terasa lebih berwarna. Berbeda dengan film pertama, karakter di film AADC? 2 terasa lebih berdimensi (liputan6.com, 27/04/2016).

Penayangan AADC? 2 yang berbarengan dengan Captain America: Civil War ternyata tidak membuat film garapan Riri Riza dan Mira Lesmana itu kekurangan penonton. Buktinya, pada hari pertama, penontonAADC 2 mencapai angka 200 ribu penonton. Semakin hari, jumlah penonton AADC? 2 pun semakin membludak. Data terakhir, penonton AADC? 2 bahkan sudah menembus angka 1 juta penonton dalam 4 hari (tabloidbintang.com, 02/05/2016).

Menengok negeri jiran Malaysia, sebagai salah satu dari 3 negara yang serentak menayangkan AADC? 2 selain Indonesia dan Brunei Darussalam, AADC? 2 tercatat meraup lebih dari 300 ribu ringgit (Rp 960 juta) pada hari pertama penayangannya. AADC? 2 ditayangkan di 90 bioskop di seluruh Malaysia dengan lebih dari 25 ribu penonton di hari pertamanya, Kamis (28/04) (antaranews.com, 30/04/2016). 

Puisi Rangga, Bikin Baper Massal

Dari mini drama AADC? tahun 2014, kerinduan sosok Rangga pada Cinta sudah terlihat nyata. Dalam kisah tersebut diceritakan Rangga ingin menemui Cinta melalui sebuah aplikasi messenger. Tentu treaser trailer ini semakin menguatkan bahwa tokoh pria berwajah dingin itu benar-benar kangen pada cintanya di masa SMA (kapanlagi.com, 19/12/2015).

Masih seperti di film AADC, Rangga menggunakan puisi Ada Apa dengan Cinta? untuk menuangkan perasaannya pada Cinta.

Ada Apa Dengan Cinta?

perempuan datang atas nama cinta
bunda pergi karna cinta
digenangi air racun jingga adalah wajahmu
seperti bulan lelap tidur di hatimu
yang berdinding kelam dan kedinginan

ada apa dengannya
meninggalkan hati untuk dicaci
lalu sekali ini aku melihat karya surga
dari mata seorang hawa

ada apa dengan cinta
tapi aku pasti akan kembali
dalam satu purnama
untuk mempertanyakan kembali cintanya.
bukan untuknya, bukan untuk siapa
tapi untukku

karena aku ingin kamu,itu saja.

Cinta tetap di Jakarta. Sementara Rangga masih di New York dengan kedai kopi miliknya. Pikirannya tidak fokus dan gelisah. Banyak yang menggelayut dalam pikirannya. Rupanya, jalinan asmara Cinta dan Rangga tak mulus. Sempat bertemu kembali di New York, mereka berpisah pada tahun 2006 tanpa alasan yang jelas. Rangga memutuskan Cinta hanya lewat secarik surat tanpa membeberkan alasannya. Cinta marah, perasaan Rangga tak terbendung. Berikut puisi yang ditulis Rangga untuk Cinta di film AADC 2.

Batas

Semua perihal diciptakan sebagai batas 
Membelah sesuatu dari sesuatu yang lain 
Hari ini membelah membatasi besok dan kemarin 
Besok batas hari ini dan lusa

Jalan-jalan memisahkan deretan toko dan perpustakaan kota, bilik penjara, dan kantor wali kota, juga rumahku dan seluruh tempat di mana pernah ada kita 
Bandara dan udara memisahkan New York dan Jakarta

Resah di dadamu dan rahasia yang menanti di jantung puisi dipisahkan kata 
Begitu pula rindu. Antara pulau dan seorang petualang yang gila 
Seperti penjahat dan kebaikan dihalang ruang dan undang-undang

Seorang ayah membelah anak dari ibunya dan sebaliknya 
Atau senyummu dinding di antara aku dan ketidakwarasan 
Persis segelas kopi tanpa gula pejamkan mimpi dari tidur 
Apa kabar hari ini? 
Lihat tanda tanya itu jurang antara kebodohan dan keinginanku memilikimu sekali lagi

(bintang.com, 29/04/2016).

Heboh Netizen dengan Adegan Romantis AADC? 2

Puisi Rangga yang telah membuat penonton kaum hawa baper (bawa perasaan) berat, nyatanya harus rela dengan sedikit guncangan dari netizen terkait salah satu adegan di AADC? 2. Adegan yang bagi sebagian kalangan masih tabu itu ternyata justru menjadi klimaks film yang telah menguatkan ke-baper-an penonton pada sang bintang idola. Padahal, kesuksesan film ini justru didukung oleh adegan-adegan yang begitu membekas di benak penontonnya. Salah satunya adalah adegan romantis (baca: adegan ciuman) antara Cinta dan Rangga (liputan6.com, 30/04/2016).

Saking besarnya antusiasme masyarakat akan AADC? 2, bahkan sampai ada beberapa orang yang mengunggah video potongan adegan ciuman Cinta dan Rangga melalui akun YouTube. Tak ayal, netizen pun dibuat heboh, bahkan tak sedikit yang mengecam adegan tersebut.

Berikut ini di antara komentar netizen melalui Fanpage FacebookTribunnews.com.

Allhye Khachau: Adab ketimuran sdh tdk berlaku di Indonesia, skrg sdh adab kebarat2an... Baik di film maupun didunia keartisan indonesia... Ingat azab menunggumu...!

Santo San To: Hadehh gmn perasaan suaminya.bo*** lah suaminya ni atau dian satro ni demi duit hal begitupun dilakukan.parahh

Jaka Raharja: Giliran anak Ahmad dani di bully, ni yang ada ciuman juga yang banyak meracuni anak muda banyak gak di bully? Di mana keadilan itu?

Andry Brandals: Gak kebayang, respon suaminya dian sastro,.. sesak !

Pongge Duren: Cinta terlarang kambuh kembali.

(tribunnews.com, 28/04/2016).

Tayangan Visual, Efeknya pada Pola Pikir dan Perilaku

Ibarat rendemen ekstrak bahan alam yang mengandung komponen bioaktif, demikian halnya dengan sebuah karya. Tiap-tiap karya pasti mengandung pesan, tak terkecuali karya seni. Apalagi AADC? 2 merupakan karya seni visual. Pesan yang ingin disampaikan kepada penonton dapat disaksikan secara kasat mata, entah itu berupa adegan maupun isi percakapan secara verbal.

Ditambah potensi mayoritas warga Indonesia yang minat bacanya rendah, tapi lebih hobi nonton televisi, tayangan visual laksana zona utama yang mereka butuhkan dalam rangka mengakses informasi. Merujuk data BPS tahun 2012, sebanyak 91,58% penduduk Indonesia yang berusia 10 tahun ke atas lebih suka menonton televisi (kompas.com, 28/04/2016). Lihat saja, kegemaran pada tayangan visual bahkan terjadi pada penduduk yang usianya bahkan baru menjelang remaja, alias berusia muda.

Ini sungguh berkait kelindan dengan makna salah satu episode di AADC? 2, yaitu dalam adegan layaknya pasangan halal. Tak ayal, hal ini sempat ramai dibicarakan warga dunia maya. Tak sedikit pula yang menyebut bahaya menyaksikan adegan tersebut bagi kaum muda, selaku mayoritas penontonnya. Mereka tak hanya remaja masa kini, tapi juga kalangan yang 14 tahun lalu masih remaja saat menonton AADC? sekuel pertama. Tentu makin banyak pasangan mata yang menjadikan adegan tersebut sebagai asupan informasi ke dalam kepala mereka.

Tak ada yang tahu, sekeluarnya mereka dari gedung bioskop, sejauh mana pengaruh adegan tersebut dalam proses berpikir mereka. Apakah langsung atau tidak langsung, dalam jangka pendek atau panjang. Yang pasti, adegan tersebut termasuk kumpulan informasi menyimpang, yang kebolehannya hanya untuk dilakukan oleh pasangan suami-istri. Padahal, pasangan halal saja tidak layak mempertontonkannya di ranah publik. Jika adegan itu sudah sampai di ranah publik, artinya menjadi tontonan umum, maka bagi penontonnya, mereka telah terasup informasi menyimpang. Ini justru akan menjadi bencana yang merusak akal mereka. Jika mereka didominasi kaum muda, maka bisa diukur kira-kira bagaimana kerusakan perilaku sang penonton ini akibat mereka meniru aktivitas dalam tayangan visual yang menyimpang seperti itu. Karena itu, film ini termasuk tayangan visual yang harus disikapi. 

Menonton AADC? 2 mungkin hanya salah satu episode kehidupan bagi para penontonnya. Tentunya masih ada episode-episode kehidupan lain yang mereka alami, dari sisi tayangan visual lain yang mereka saksikan. Entah itu dari smartphone, internet, televisi, dsb.

Beredarnya foto ciuman Al-Ghazali dengan kekasihnya beberapa waktu lalu saja, sangat mungkin sudah membentuk suasana berpikir dalam kepala mereka. Belum lagi dengan fakta-fakta lain yang serupa, yang telah beredar terbuka luas di media massa, entah sejauh apa. Hingga tak heran, jika mereka akhirnya menyimpulkan bahwa adegan semacam itu adalah sebuah tren, bahkan sesuatu yang biasa. Meski yang melakukan adalah pasangan tak halal. Intinya, penonton akan tetap terpengaruh, dan merasakan efeknya.

Ini tak lain akibat adanya pemikiran bahwa hasil karya seni adalah bagian dari mekanisme kebebasan berekspresi. Kebebasan berekspresi sendiri adalah salah satu pilar penegak demokrasi. Yakni, dimana nilai-nilai kebebasan tanpa ikatan terhadap aturan Islam, alias nilai-nilai sekularisme, akan selalu mendapatkan ruang.

Banyaknya netizen yang mengecam adegan ciuman tersebut, nyatanya toh belum mampu mengalahkan nostalgia dan euforia penggemar terhadap kehadiran sekuel kedua AADC? ini. Padahal, kecaman netizen ini menunjukkan masih adanya kepedulian pada penyimpangan akibat peniruan terhadap budaya kebebasan, yang notabene berasal dari Barat, bukan dari Islam. Meski mengaku atas nama profesionalitas dan tanpa ada hubungan asmara, bintang pemeran di AADC? 2 yang melakukan adegan tersebut tetap saja bukan pasangan suami-istri.

Adanya Serangan Barat Melalui Film

Adegan intim semacam itu ada karena sebagian besar kaum Muslimin tidak memahami masalah hubungan antar dua lawan jenis: laki-laki dan perempuan. Penyebab kesalahan pemikiran dan penyimpangan terhadap hal ini, adalah serangan dahsyat atas kaum Muslimin yang dilancarkan oleh peradaban Barat. Peradaban Barat benar-benar telah mengendalikan cara berpikir dan selera kita sedemikian rupa, sehingga mengubah pemahaman (mafahim) kita tentang kehidupan, tolok-ukur (maqayis) kita terhadap segala sesuatu, dan keyakinan (qana’at) kita yang telah tertancap di dalam jiwa kita, yang pada awalnya beridentitas Islam.

Kemenangan peradaban Barat atas kita telah merambah ke seluruh aspek kehidupan kaum Muslimin, termasuk aspek pergaulan laki-laki dan perempuan. Belum lagi dengan kondisi, bahwa para pemilik peradaban Barat memang selalu mempropagandakan peradabannya itu, dimana media massa menjadi corong utamanya. Karena itulah, kaum Muslimin dengan mudah mengikuti begitu saja arus peradaban Barat tanpa membedakan antara ide-ide pandangan hidup (hadhârah) Barat dengan produk-produk fisiknya (madaniyah).

Kita harus ingat, bahwa film adalah salah satu produk media massa yang dapat ditunggangi oleh ide-ide dalam mem-Barat-kan kaum Muslimin. Yang membuat persoalan ini semakin pelik adalah kaum Muslimin sudah sampai pada taraf dengan sengaja membebaskan dirinya secara total dari segala ikatan dengan dalih aktualisasi kebebasan individu. Diantaranya, melepaskan sedikit demi sedikit keterikatan dari hukum syariat Islam. Termasuk melepaskan diri dari aturan Islam tentang pergaulan antara laki-laki dan perempuan. Na’udzu billaah.

Mari kita kembalikan, bahwa pada dasarnya manusia diciptakan oleh Allah Swt dengan dua jenis, laki-laki dan perempuan. Allah Swt telah mempersiapkan keduanya untuk mengarungi kancah kehidupan dengan sifat kemanusiaannya. Kedua jenis manusia ini masing-masing dibekali kebutuhan jasmani (hâjât ‘udhwiyyah) seperti rasa lapar, rasa dahaga, atau buang hajat; serta berbagai naluri (gharâ’iz), yaitu naluri mempertahankan diri (gharîzah al-baqa’), naluri melestarikan keturunan (gharîzah al-naw’), dan naluri beragama (gharizah altadayyun). Allah juga menjadikan pada keduanya daya pikir (akal), baik pada laki-laki maupun perempuan.

Akal adalah karunia Allah kepada manusia untuk dijadikan sarana dalam memahami berbagai fakta atau peristiwa kehidupan di sekitarnya. Sementara naluri, jika naluri manusia bangkit, ia akan menuntut pemuasan. Jika naluri itu tidak bangkit, ia tidak menuntut pemuasan. Aktivitas memuaskan naluri berwujud perilaku yang timbul pada diri manusia setelah ada informasi yang diolah oleh akal. Yang mana, informasi tersebut sebelumnya masuk ke dalam otak manusia melalui panca inderanya.

Faktor-faktor yang dapat membangkitkan naluri ada dua macam: (1) fakta yang dapat diindera; (2) pikiran yang dapat mengundang makna-makna (bayangan-bayangan dalam benak). Jika salah satu dari kedua faktor itu tidak ada, naluri tidak akan bergejolak. Sebab, gejolak naluri bukan karena faktor internal, sebagaimana kebutuhan jasmani, melainkan karena faktor eksternal, yaitu dari fakta-fakta yang terindera dan pikiran yang dihadirkan. Hal ini berlaku untuk semua macam naluri, termasuk naluri melestarikan keturunan. Berdasarkan faktor pembangkitnya, pemuasan dan kemunculan naluri melestarikan keturunan merupakan perkara yang dapat diatur oleh manusia. Artinya, manusia mampu mencegah bangkitnya naluri ini agar hanya mengarah kepada hal-hal yang bertujuan melestarikan keturunan.

Pasalnya, sengaja melihat atau membaca cerita porno atau mendengarkan fantasi-fantasi seksual, akan membangkitkan naluri melestarikan keturunan ini, dan akan menuntut pemuasan. Mungkin sebagian kalangan bisa berdalih bahwa ‘yang penting tidak meniru atau berpikir ngeres’. Tapi hal itu mampu dilakukan sampai sejauh mana, tak dapat terukur. Apalagi jika bentengnya kalah dengan kebebasan individu yang ‘harus dituruti’, maka suatu saat pasti akan kalah. Karena itu, sebaiknya menghindarkan diri dari fantasi-fantasi seksual, agar mencegah bangkitnya naluri melestarikan keturunan yang tidak pada tempatnya. Dengan kata lain, manusia dapat mengendalikannya.

Nah, ironisnya, film adalah salah satu sarana yang disajikan oleh kaum Barat untuk menghadirkan fakta atau fantasi-fantasi yang mengarah pada hal-hal berbau seksualitas. Warna-warni seksualitas itu sendiri sudah mulai merambah di film-film Indonesia, tidak terkecuali di AADC? 2. Jadi makin terbayang, fakta menyimpang dari salah satu adegan AADC? 2, yang meski mungkin hanya satu, tetaplah akan menjadi informasi yang juga menyimpang bagi akal. Artinya, akal justru mendapat asupan informasi yang salah. Bahkan dengan yang demikian itu, akal diantarkan untuk tidak melakukan proses berpikir benar. Akibatnya, jika manusia tidak menghindari fakta menyimpang semacam ini, atau tidak mengendalikan nalurinya, maka sangat mungkin manusia meniru sebagaimana yang ada dalam film, hingga aktivitas tersebut menjadi tren dan kebiasaan. Na’udzubillaah.

Aturan Islam Perihal Adegan Intim

Ramainya kritisan netizen terhadap adegan intim di salah satu adegan AADC? 2, seyogyanya menyadarkan kita bahwa Allah Swt telah mengutus Rasulullaah saw dengan membawa Islam, sebagai rahmat bagi seluruh alam. Allah Swt berfirman: “Dan tiadalah Kami mengutus engkau (Muhammad), melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.” (TQS Al-Anbiya [21]: 107). Selain mengandung rahmat, Allah telah melengkapi hukum Islam dengan berbagai peraturan yang mengatur segala bentuk interaksi manusia di dalam kehidupan mereka.

Memang benar, hubungan laki-laki dan perempuan, dari segi naluri seksual, adalah hubungan yang alamiah dan bukan merupakan hal yang aneh. Bahkan hal ini merupakan keharusan demi kelestarian jenis manusia. Namun demikian, membebaskan naluri ini sangat membahayakan manusia dan kehidupan bermasyarakat. Padahal oleh Allah, tujuan penciptaan naluri itu tiada lain untuk melahirkan anak dalam rangka melestarikan keturunan.

Atas dasar ini, pandangan terhadap naluri ini harus difokuskan pada tujuan penciptaan naluri ini pada diri manusia, yaitu untuk melestarikan jenis. Dari sinilah, harus diwujudkan pemahaman tertentu mengenai naluri melestarikan jenis, yaitu pemahaman yang membatasi naluri tersebut harus didominasi oleh ketakwaan kepada Allah Swt. Yaitu melalui mekanisme dan cara yang dikehendaki Allah Swt, bukan didominasi oleh kesenangan mencari kenikmatan dan pelampiasan syahwat.

Diantara interaksi intim yang terjadi pada lawan jenis sebagaimana yang heboh dalam film yang bersangkutan, yaitu aktivitas berciuman. Meski aktivitas ini sejatinya dalam ranah privat, tapi faktanya sering terjadi di ranah publik, termasuk di dalam adegan film. Karenanya, penting untuk memahami aturan Islam perihal berciuman. Yang ternyata, ciuman seorang laki-laki terhadap perempuan asing yang dikehendakinya atau sebaliknya, ciuman seorang perempuan terhadap laki-laki asing yang dia inginkan merupakan ciuman yang haram.

Karena ciuman semacam itu merupakan pendahuluan ke arah perzinaan, meski tanpa disertai syahwat, atau tidak sampai menghantarkan kepada perbuatan zina, atau tidak sampai terjadi perzinaan. Jadi, profesionalitas sebagai aktor atau aktris film bukanlah alasan untuk dilakukannya adegan berciuman. Apalagi jika berciuman itu dilakukan sebagai aktivitas nyata sepasang kekasih. Ini sudah pasti mengandung syahwat.

Sebab, Rasulullah SAW telah bersabda kepada Mâ‘iz ketika ia datang menghadap meminta agar beliau menyucikannya karena ia telah melakukan perbuatan zina: “...mungkin engkau telah menciumnya” (HR al-Bukhârî dari jalur Ibn ‘Abbâs). Lebih dari itu, karena ayat-ayat dan hadits-hadits yang mengharamkan zina, pengharaman itu juga mencakup seluruh pendahuluan ke arah perbuatan zina, walaupun hanya berupa sentuhan seperti yang terjadi diantara para pemuda dan pemudi. Walhasil, ciuman dengan lawan jenis adalah haram, hingga meskipun sebagai bentuk ucapan selamat kepada orang yang baru datang dari suatu perjalanan. Sebab, fakta ciuman semacam itu diantara pemuda dengan pemudi merupakan pendahuluan ke arah perbuatan zina.

Jadi jelas, fakta adegan intim secara keseluruhan yang terjadi pada semua film saat ini adalah asupan informasi yang tidak benar bagi akal. Karenanya, wajar jika akal mengolahnya menjadi wujud perilaku yang meniru adegan tersebut dalam kehidupan nyata. 

Firman Allah Swt: “Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk.” (TQS Al-Israa [17]: 32). Terkait ayat ini, Imam Al-Hakim mengeluarkan sebuah hadits marfu’ yang diriwayatkan oleh Ibnu ‘Abbas ra bahwa Rasulullaah saw bersabda: “Apabila zina dan riba telah nampak nyata dalam suatu kaum, maka mereka benar-benar telah menghalalkan adzab Allah terhadap diri mereka.” (HR Al-Hakim, Al-Baihaqi, dan Ath-Thabrani).

Dengan kata lain, wahai kaum muda, gunakanlah bibir untuk berucap kebenaran dan kebaikan, bukan untuk berciuman dengan yang tak halal.

Sebenarnya, manusia dapat menjauhkan faktor-faktor yang dapat membangkitkan naluri seksual dengan mencari kesibukan yang dapat mengalihkan dorongan naluri tersebut. Namun jika kesibukan sudah tak cukup mengalihkan, maka dalam hal ini Islam memiliki pemecahan yang ampuh, yang akan menjadikan naluri tersebut melahirkan kemaslahatan dan kedamaian di tengah-tengah masyarakat. Jelas, Islam-lah satu-satunya yang mampu mencegah kerusakan yang ditimbulkan dari kebebasan pemuasan naluri seksual di masyarakat. Solusi pemuasan yang sesuai syariah Islam yaitu pernikahan atau pemilikan hamba sahaya. Pernikahan bukanlah roman picisan, namun sebuah mahligai ibadah kepada Allah yang setara dengan separuh agama.

Pemuda: Sasaran Tayangan yang Melalaikan

Wahai pemuda dan pemudi, khususnya penggemar AADC? sekuel pertama dan kedua, ketahuilah bahwa terdapat hadits dari Abû Hurairah yang disepakati oleh al-Bukhâri dan Muslim, dari Nabi saw, beliau bersabda: “Ada tujuh golongan yang akan dinaungi Allah di bawah naungan-Nya, pada hari yang tidak ada naungan kecuali naungan-Nya, yaitu Pemimpin yang adil; Pemuda yang senantiasa beribadah kepada Allah semasa hidupnya; Seseorang yang hatinya senantiasa terpaut dengan Masjid; Dua orang yang saling mencintai karena Allah, keduanya berkumpul dan berpisah kerena Allah; Seorang lelaki yang diajak oleh seorang perempuan yang cantik dan berkedudukan untuk berzina tetapi dia berkata, “Aku takut kepada Allah!”; Seorang yang memberi sedekah tetapi dia merahasiakannya seolah-olah tangan kanannya tidak mengetahui apa yang diberikan oleh tangan kirinya; dan seseorang yang mengingat Allah di waktu sunyi sehingga bercucuran air matanya.

Karena itu, seruan ini urgen bagi kaum muda, agar setiap detik masa hidupnya semata-mata dalam rangka memperhatikan dan memperjuangkan ayat-ayat Allah, serta meneladani Rasul saw. Mari juga kita perhatikan firman Allah dalam QS Al-‘Ashr ayat 1-3: “Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran.” 

Tak bisa disangkal, peran media massa, dalam hal ini khususnya film, cukup mempengaruhi kehidupan masyarakat. Opini atau keputusan kita selaku manusia berkorelasi dengan pola kita mengkonsumsi media. Sungguh, media massa memang potensial menjadi sarana propaganda. Bahkan media mampu mencuci otak dan menipu pola pikir. Maka bukan mustahil jika dahsyatnya pemberitaan di media massa akhirnya mampu menentukan animo masyarakat terhadap AADC? 2.

Sayangnya, media massa yang ada saat ini bersifat egois, hanya berorientasi profit, melakukan pembodohan publik, hingga penghilangan jati diri. Alih-alih mencerdaskan dan memberdayakan masyarakat, media massa malah menjadi pengancam generasi. Bagaimana tidak? Membludaknya penonton dan ludesnya tiket film AADC? 2 di bioskop sudah membuktikan target profit yang dicanangkan oleh produser. Belum lagi jika jadwal penayangan kebetulan ‘bentrok’ dengan jadwal sholat fardhu, rasanya berat meninggalkan jalannya kisah-kasih Rangga-Cinta setelah ratusan purnama berlalu. Tapi seharusnya para penggemar AADC? 2 itu merasa rugi, saat tidak sholat tepat waktu, tidak optimal berdakwah, melalaikan amanah orang tua, dsb, akibat mati-matian berjuang menonton AADC? 2 di bioskop.

Sungguh, menonton film adalah sesuatu yang bersifat mubah (boleh), yang jika ditinggalkan maka tidak menyebabkan dosa sebagaimana sholat fardhu ataupun aktivitas dakwah. Definisi mubah adalah apa yang dituju oleh dalil wahyu terhadap seruan Allah Swt yang di dalamnya terdapat pilihan, antara melakukan atau meninggalkannya. Jika sampai membuat penontonnya jatuh berdosa, termasuk karena ada adegan haram yang berpengaruh hingga ditiru penonton, maka aktivitas menonton film yang bersangkutan harus ditinggalkan.

Firman Allah Swt berikut ini hendaknya membuat kita hati-hati: “Ketahuilah, bahwa sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah-megah antara kamu serta berbangga-banggaan tentang banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani; kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur. Dan di akhirat (nanti) ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridhaan-Nya. Dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu.” (TQS al-Hadid [57]: 20). Demikian halnya dengan sabda Rasul saw: “Nyanyian dan permainan hiburan yang melalaikan menumbuhkan kemunafikan dalam hati.” (HR. ad-Dailami).

Khatimah: Khilafah, Menjamin Media Sesuai Syariah

Berdasarkan uraian ini, sungguh negara harus mengakui bahwa benar-benar telah absen, karena tidak hadir untuk melindungi rakyat. Yang miskin miskin iman dibiarkan menyantap hiburan yang mendorong maksiat, syahwat dan kejahatan. Pun yang miskin ekonomi, disuguhi hiburan melenakan agar tidak menuntut negara untuk menjamin kesejahteraan diri dan keluarganya. Generasi penerus dibiarkan rusak menjadi korban kerusakan media dan mendapatkan role model dari media yang penuh racun.

Padahal Rasulullaah saw telah bersabda: “Setiap kalian adalah pemimpin yang akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya. Seorang amir (kepala pemerintahan) adalah pemimpin bagi rakyatnya, yang akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya...” (HR al-Bukhari Muslim).

Dalam sistem kapitalisme, media berorientasi hiburan dan bisnis. Dalam Islam, media mewujudkan fungsinya sebagai sarana edukasi dan informasi. Media menjelaskan berbagai tuntunan syariat juga memandu pemanfaatan IPTEK agar rakyat cerdas bersikap dalam segala aspek karena dorongan takwa. Hingga mampu memilah mana yang benar dan mana yang salah. Termasuk mewujudkan masyarakat yang peduli karena budaya kritis terhadap lingkungan dan berani menasihati pemerintah dalam aktivitas mengoreksi kebijakan pemerintah.

Khilafah tidak akan mengadopsi prinsip kebebasan pers maupun berekspresi, meski semua media bebas menyebarkan berita, asalkan tidak bertentangan dengan ketentuan syariat. Media-media asing akan diawasi, bahkan dilarang agar tidak menebar racun pemikiran dan nilai menyimpang dari Barat. Media bagi kaum muda didominasi dorongan berperilaku positif dan terikat pada aturan Islam sebagaimana dicontohkan generasi-generasi sukses dalam peradaban Islam, bukan karakter-karakter khayalan dalam buaian genre asmara dan biusan romansa.

Khilafah akan mengerahkan segenap SDM dan dana untuk mewujudkan media yang sehat, mencerdaskan dan melindungi. Negara akan tegas menghapus semua media yang menghantarkan pada keharaman baik dalam bentuk buku, majalah, tayangan visual atau konten-konten virtual. Ini tertuang dalam rancangan konstitusi Pasal 15 RUU Daulah Khilafah: “Segala sesuatu yang menghantarkan pada yang haram hukumnya adalah haram, apabila diduga kuat dapat menghantarkan pada yang haram. Jika hanya dikhawatirkan, maka tidak diharamkan.” (An-Nabhani, Muqaddimah ad-Dustûr, halaman 88).

Sebagai penegas, perlindungan Khilafah terhadap agar terbebas dari media merusak adalah kebijakan Khalifah yang menetapkan media ditangani khusus oleh Departemen Penerangan (Daairat I’lamy) yang bertanggung jawab langsung pada Khalifah, bukan bagian dari swasta, meski dengan dalih kreativitas pekerja seni (ringkasan Makalah KIN-3).

Wallaahu a’lam bish showab [].

Tidak ada komentar:

Posting Komentar