Rabu, 11 Maret 2015

Narasi Sesat Media Barat terhadap Syariat Islam

Nindira Aryudhani, S.Pi, M.Si

Muqodimah

Kala kaum feminis mencoba membuat pembelaan untuk memblokade penindasan perempuan atas nama hak asasi manusia (HAM), nyatanya itu tak signifikan mengubah nasib perempuan. Ironisnya, pembelaan itu tak lebih dari sikap reaktif yang tak solutif. Buktinya, ketertindasan perempuan toh masih terpelihara. Jadi apa masalah sejatinya?

Inilah yang coba dijawab oleh sebuah agenda besar berkumpulnya seribu orang perempuan. Mereka hadir untuk berkontribusi total terhadap nasib perempuan. Mereka bicara Islam. Mereka bicara syariah. Mereka bicara Khilafah. Mereka kaum perempuan, yang bicara tentang perempuan, dengan solusi syariat Islam.

Tak pelak, semua itu termaktub dalam agenda besar Konferensi Perempuan dan Syariah (KPS) yang diselenggarakan oleh Muslimah Hizbut Tahrir Indonesia. Konferensi bersejarah yang diikuti perempuan untuk menjawab permasalahan perempuan dalam bingkai ideologi Islam. Bertempat di AAC (Academic Activity Center) Dayan Dawood, Komplek Unsyiah, Banda Aceh (07/03/2015), acara ini jelas representatif untuk membicarakan solusi Islam bagi permasalahan perempuan. Bertema “Mengakhiri Serangan terhadap Syariah”, konferensi ini menawarkan solusi sistemik namun bukan bersumber dari ide feminis. Solusi fundamental tapi bukan dari konsep HAM. Melainkan solusi tuntas dari Allah Swt.

Kampanye Global ‘Women And Shariah: Separating Fact from Fiction’

Konferensi yang merupakan bagian dari Kampanye Global ‘Women And Shariah: Separating Fact from Fiction’ ini menghadirkan seribu orang perempuan, terdiri dari tokoh dan penggerak masyarakat Aceh dari berbagai daerah. Juga mengundang tokoh-tokoh nasional perempuan dan aktivis perempuan lainnya dari berbagai provinsi. Turut berpartisipasi aktif beberapa tokoh perempuan Malaysia dan akan hadir aktivis mewakili suara perempuan Brunei Darussalam.

Konferensi ini dimaksudkan untuk membongkar motif busuk dibalik serangan terhadap syariat yang terjadi secara sistematis dan masif. Terutama terkait penerapannya dalam menyelesaikan dinamika persoalan kaum perempuan. Konferensi ini juga merupakan bagian dari proses edukasi publik tentang Syari’ah Islam dan penerapannya dalam realita kehidupan yang akan menjamin perlindungan kehormatan perempuan dan kesejahteraannya. Dengan itu, diharapkan kaum perempuan memiliki modal memadai untuk menjawab tuduhan miring dan segera berkonsolidasi untuk mewujudkan gerak sistematis guna mengakhiri tuduhan keji bahwa penerapan syariah akan melahirkan pelanggaran HAM, merugikan dan mengamputasi hak-hak kaum perempuan sebagaimana hal ini nyaring disuarakan melalui berbagai forum dan sering mengisi ruang-ruang berita di media massa.

Sebagai kontribusi nyata dalam menjaga Islam dan umatnya, acara ini bertujuan mendekatkan makna penerapan syariat Islam kaffah yang tak lain adalah kewajiban setiap muslim. Hukum syariat tidak layak dievaluasi dengan standar Hak Asasi Manusia (HAM) dan nilai kebebasan. Karenanya, kaum Muslimin jangan bersikap reaktif dan lemah dengan mengambil pandangan menyesatkan yang menyelaraskan hukum syariat yang mulia dengan standar HAM yang sekuler. 

وَلَا تَهِنُوا۟ وَلَا تَحْزَنُوا۟ وَأَنتُمُ ٱلْأَعْلَوْنَ إِن كُنتُم مُّؤْمِنِينَ

“Janganlah kamu bersikap lemah, dan janganlah (pula) kamu bersedih hati, padahal kamulah orang-orang yang paling tinggi (derajatnya), jika kamu orang-orang yang beriman.” (QS. Ali Imran : 139)

Tak dipungkiri, salah satu serangan terhadap syariat Islam adalah melalui fakta penerapan Perda Syariah dan Qanun Aceh. Padahal hukum tersebut bersumber dari nash syara’ semata-mata. Ironisnya, para aktivis liberal malah selalu menggugat ratusan Perda dan qanun syariah yang disebut diskriminatif terhadap perempuan.

Mari kita pahami dengan betul, bahwa Perda Syariah dan Qanun Aceh bukanlah penerapan yang ideal. Mari kita sadari sepenuhnya, bahwa penerapannya yang parsial dan dibatasi pada sekup lokal serta dikungkung oleh sistem hukum negara sekuler demokrasi dan tata nilai liberal justru menjadi amunisi efektif bagi pembenci syariat untuk menyerang Syariah akibat ketidaksempurnaan penerapannya.

Andil Media Menyesatkan Narasi tentang Islam

Cara pandang Barat tak ayal memunculkan penyerangan Islam secara masif dan sistematis. Pemberlakuan syariat Islam secara lokal dan parsial justru memberi celah bagi musuh-musuh Islam untuk memberikan tuduhan miring terhadap syariat. Akibat narasi media, syariah malah menjadi musuh perempuan. Media-media Barat selalu berupaya mencari hal-hal yang tidak relevan dari penerapan syariat.

Meski kadang media terkesan membela perempuan, namun sejatinya tidak. KPS ini menegaskan bahwa harus ada visi politik Islam dalam menjamin kemuliaan perempuan. Ketika penerapan Islam minus visi politik, maka ia akan cacat.

Problematika perempuan saat ini sesungguhnya tak lain akibat penerapan sistem kapitalisme. Sayangnya, hal ini tidak pernah dibongkar oleh media. Karena itu, hendaknya media-media yang masih lurus, dapat bersinergi melakukan kampanye membongkar motif busuk Barat ini.

Sejatinya, penerapan syariat Islam adalah tuntutan keimanan. Islam sungguh memiliki paket hukum yang lengkap. Allah SWT bahkan telah menjelaskan metode penerapan syariat Islam, yang sayangnya tidak dipahami oleh kebanyakan kaum muslim. Metode baku penerapan syariat Islam secara kaffah adalah dengan institusi Khilafah. Perda syariah sebagai parsialitas penerapan Islam bukanlah metode penerapan syariat Islam yang sempurna. Maka jelas, masalah besarnya adalah pada metode penerapan syariat Islam yang belum diadopsi oleh umat Islam. Jadi wajar, jika dengan penerapan syariat Islam-nya yang masih parsial, membuat Aceh justru disebut horor. Ironis sebenarnya.

Penerapan syariat Islam harus diimbangi dengan proses edukasi di tengah-tengah masyarakat. Islam adalah risalah. Proses edukasi tersebut saat ini menjadi esential, khususnya oleh parpol, karena Khilafah belum tegak. Ini penting, karena sejak Khilafah runtuh tahun 1924, senantiasa ada upaya sistematis dari negara-negara Barat (Eropa dan Amerika) untuk menghapus sejarah Islam. Edukasi ini sendiri yaitu dengan mengenalkan bahwa syariat Islam tidak terbatas pada hukum-hukum terkait ibadah mahdloh. Karenanya, KPS ini pun tak lain adalah edukasi untuk mendekatkan kembali Khilafah kepada masyarakat, sebagai negara yang berideologi Islam. Negara pelindung bagi umat dalam naungan Islam.

Khatimah

Sungguh, Allah Swt telah memerintahkan menjadikan syariat sebagai tuntunan hidup sekaligus mewajibkan mengadopsi metode penerapannya dalam wadah negara khilafah yang akan mewujudkan seluruh maqashid syariah, menampakkan keagungan penerapannya hingga mampu mewujudkan rahmatan lil alamin.

Atas semua itu, sudah seyogyanya disadari bahwa untuk mengakhiri seluruh bentuk serangan terhadap syariat kita membutuhkan kesatuan politik umat dengan hadirnya kembali khilafah Islamiyah. Karena serangan ini tidak bisa dihadapi oleh individu maupun kelompok-kelompok pembela syariat secara sporadis. Serangan juga tidak akan berhenti dengan adanya revisi dan perbaikan implementasi berbagai Perda dan qanun.

Karena itu, satu-satunya langkah konkret adalah bersegera berjuang menegakkan Khilafah Islamiyah yang terbukti telah mewujudkan kehormatan, kemuliaan dan kesejahteraan bagi kaum perempuan. Bahkan sejarah nusantara yang menjadi bagian dari khilafah Utsmani telah melahirkan masa keemasan bagi negeri ini. Diantaranya, perempuan Aceh berabad-abad merasakan bagaimana Syariat Islam memuliakan mereka, membesarkan kiprah mereka dan menjamin kehormatan mereka.

Lahirnya tokoh-tokoh besar Muslimah Aceh seperti Laksamana Malahayati dan Cut Nyak Dien adalah sedikit contoh dari sekian banyak tokoh Muslimah yang memiliki peranan besar dalam berkiprah di masyarakat, sama sekali jauh dari gambaran terkekang dan terdiskriminasi seperti yang sering dinarasikan media Barat.

يُرِيدُونَ لِيُطْفِئُوا نُورَ اللَّهِ بِأَفْوَاهِهِمْ وَاللَّهُ مُتِمُّ نُورِهِ وَلَوْ كَرِهَ الْكَافِرُونَ

“Mereka ingin memadamkan cahaya (agama) Allah dengan mulut (ucapan-ucapan) mereka, sementara Allah tetap menyempurnakan cahaya-Nya meskipun orang-orang kafir benci (QS ash-Shaff [61]: 08).” []

sumber: https://www.islampos.com/media-barat-sesatkan-gambar-syariat-islam-169277/

Selasa, 10 Maret 2015

Perempuan, Isu ‘Cantik’ untuk Menyerang Syariah

Nindira Aryudhani, S.Pi, M.Si

Muqodimah

Perempuan, makhluk cantik yang juga ‘cantik’ untuk dibahas. Kala kaum feminis mencoba membuat pembelaan untuk memblokade penindasan perempuan atas nama hak asasi manusia (HAM), nyatanya itu tak signifikan mengubah nasib perempuan. Ironisnya, pembelaan itu tak lebih dari sikap reaktif yang tak solutif. Buktinya, ketertindasan perempuan toh masih terpelihara. Jadi apa masalah sejatinya?

Inilah yang coba dijawab oleh sebuah agenda besar berkumpulnya seribu orang perempuan. Mereka hadir tak sekedar daftar. Tapi mereka hadir untuk berkontribusi total terhadap nasib perempuan. Mereka bicara Islam. Mereka bicara syariah. Mereka bicara Khilafah. Yang kesemuanya justru tentang solusi Islam terhadap permasalahan perempuan. Yang dibicarakan oleh perempuan, untuk kepentingan perempuan.

Tak pelak, semua itu termaktub dalam agenda besar Konferensi Perempuan dan Syariah yang diselenggarakan oleh Muslimah Hizbut Tahrir Indonesia. Konferensi bersejarah yang diikuti perempuan untuk menjawab permasalahan perempuan dalam bingkai ideologi Islam. Bertempat di AAC (Academic Activity Center) Dayan Dawood, Komplek Unsyiah, Banda Aceh (07/03/2015), acara ini jelas representatif untuk membicarakan solusi Islam bagi permasalahan perempuan. Bertema “Mengakhiri Serangan terhadap Syariah”, konferensi ini menawarkan solusi sistemik namun bukan bersumber dari ide feminis. Solusi fundamental tapi bukan dari konsep HAM. Melainkan solusi tuntas dari Allah Swt.

Menjawab Tudingan Buruk Penerapan Syariat Islam

Bagi setiap muslim, penerapan syariat bukan pilihan. Penerapan syariat adalah tuntutan imani yang melekat pada diri kita. Syariat Islam adalah hukum-hukum yang bersumber dari Allah SWT. Dialah Zat Yang Mahatahu apa yang terbaik untuk menangani seluruh urusan manusia, termasuk perlakuan terhadap perempuan. Standar kebenaran dan kebaikan semestinya dikembalikan kepada Allah, bukan dituntun oleh HAM dan nilai kebebasan. Untuk itu berbagai pandangan miring terhadap penerapan syariat tidak boleh dijawab dengan mengevaluasi layak tidaknya syariat menyelesaikan persoalan manusia. Serangan terhadap syariat juga tidak pantas dihadapi dengan sikap defensif apologetik.

Kesalahpahaman terhadap syariat semestinya mendorong kita untuk memberikan penjelasan rinci dan gambaran menyeluruh bagaimana semestinya hukum Allah diterapkan. Hingga bisa difahami bahwa penerapan syariat secara parsial dan lokal adalah penerapan yang tidak ideal. Dengan demikian, tentu tidak fair jika menunjuk penerapan syariat sebagai penyebab masih melekatnya masalah kemiskinan dan kekerasan pada diri perempuan. Sebab pada saat yang sama, berlakunya sistem demokrasi-liberal yang merusak terus memproduksi beragam krisis ekonomi maupun moral.

Gambaran buruk penerapan syariat terhadap perempuan adalah kebohongan terorganisir yang dipropagandakan oleh pemerintahan Barat dan para penguasa antek Barat untuk mempertahankan kepentingan mereka terhadap negeri-negeri Muslim. Mereka memanfaatkan dan mendanai berbagai lembaga internasional dan lokal, juga menyetir opini media massa sesuai kepentingannya.

Akan halnya serangan masif terhadap syariat terkait isu perempuan, tidak lain adalah reaksi membabi buta akibat ketakutan akan kembalinya Islam melalui perjuangan yang disokong penuh oleh kaum perempuan. Sekuat tenaga mereka mencegah kemunculan kembali sistem Islam yang hakiki, yang menjamin pemenuhan seluruh kebutuhan masyarakatnya, memberi kesejahteraan dan kedudukan terhormat pada kaum perempuan.

Karenanya serangan ini tidak bisa dihadapi secara sporadis. Tidak pula dengan adanya revisi dan perbaikan implementasi berbagai Perda dan qanun. Beragam serangan tersebut akan berakhir bila umat Islam memiliki sebuah negara yang menerapkan syariat secara sempurna dan menyeluruh (kaffah).

Penting kiranya bagi khalayak memahami hingga pada level mekanisme penjagaan negara terhadap syariat Islam secara sistemik, yaitu sebagai berikut: 
  1. Melakukan edukasi. Negara melakukan edukasi publik untuk menanamkan keimanan yang bersifat aqliyah (rasional) dan memastikan adanya penjelasan yang cukup bagi siapapun untuk memahami syariat secara utuh hingga bisa menjalankannya dengan penuh keyakinan dan ketaatan.
  2. Mendorong budaya peduli. Keterlibatan masyarakat (public engagement) dalam negara yang menerapkan syariat akan muncul berwujud budaya saling menasihati antar sesama dan muhasabah lil hukkam.
  3. Menerapkan sanksi yang tegas. Negara tidak akan membiarkan hadirnya pemikiran asing yang destruktif melalui berbagai media maupun lembaga. Pihak yang menyebarkan pemikiran dan propaganda meragukan hukum syariat dan kelayakan sistem Islam diancam sanksi penjara mulai 2 tahun hingga 15 tahun, bahkan boleh sampai taraf hukuman mati.
  4. Menyiapkan infrastruktur yang memadai. Sistem yang memadai berupa model pemerintahan Islam yang khas, sistem ekonomi islam yang produktif dan anti krisis, sistem sosial (ijtima’i) Islam yang bermartabat dan sistem Islam lainnya harus dipraktikkan sehingga menghasilkan solusi (mualajah musykilah). 
Perempuan dalam Syari’ah Islam

Kaum muslimin harus memahami, bahwa penerapan Syariat Islam sejatinya akan memberikan kemaslahatan kepada masyarakat, termasuk perempuan. Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya, perempuan adalah saudara kembar laki-laki”, ini mengindikasikan bahwa perempuan dan laki-laki berada di bawah aturan syari’ah yang sama, kecuali aturan untuk perbedaan kodratnya sebagai laki-laki dan perempuan. Berikut peran perempuan ketika Islam diterapkan secara sempurna:

1. Politik Praktis

Walau Islam melarang perempuan untuk memikul kewajiban pemerintahan dan urusan yang berkaitan dengan kekuasaan, namun perempuan diwajibkan untuk melakukan politik praktis. Sebagaimana yang disampaikan ayat berikut:

﴿وَلْتَكُنْ مِنْكُمْ أُمَّةٌ يَدْعُونَ إِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ

“Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar[; merekalah orang-orang yang beruntung.” (TQS. Ali Imran: 104).

Realita menunjukkan kepemimpinan perempuan dalam kerja politik sebagai bagian dari ketundukan pada aturan Syariah, yaitu:

(a). Perjuangan melawan penguasa tiran. Adalah Sumayyah Ummu Ammar bin Yasir r.a, seorang syahidah pertama dalam Islam.

(b). Partisipasi dalam aksi perubahan penting. Perempuan telah ikut serta dalam suatu peristiwa penting dalam Islam yaitu Bai’at Aqabah kedua (momentum pendirian negara Islam pertama). Mereka adalah Ummu Imarah r.a. dan Ummu Mani’i r.a.

(c). Partisipasi dalam Syura (Musyawarah) pada majlis umat). Rasulullah SAW pernah meminta keputusan Ummu Salamah r.a. setelah Perjanjian Hudaibiyah, ketika umat Islam lambat dalam menanggapi perintah beliau untuk melepas Ihram.

2. Perempuan Pelopor dalam Aksi Jihad

Walaupun jihad bukanlah kewajiban perempuan, Islam membolehkan perempuan berpartisipasi dalam berjuang. Ummu Imarah Nusaybah binti Ka’abr.a., Asma’a binti Yazid bin Al Sakanr.a. yang memiliki julukan juru bicara wanita, telah membunuh sembilan orang tentara Romawi dengan ujung tendanya di perang Yarmuk. Ada pula perempuan yang berpartisipasi dalam menyediakan makanan dan mengobati tentara yang terluka seperti Ummu Athiyyah r.a. dan Rufaidah Al-Aslamiyyah r.a.

3. Pelopor dalam keluarganya

Syariah memandang perempuan pada dasarnya adalah ibu dan pengatur rumah tangga. Demikanlah yang dilakukan oleh Al-Khansa pada anak-anak laki-lakinya dengan kecintaan pada jihad dan kesyahidan. Ketika datang kabar tentang syahid anaknya, dia tidak berkata apa-apa selain, “Segala puji bagi Allah yang memuliakanku dengan mensyahidkan mereka dalam bertempur di jalan Allah”.

4. Pelopor dalam Pengetahuan

Al-Shifa’a r.a, seorang perempuan yang diminta oleh Rasulullah SAW untuk mengajarkan cara membaca dan menulis untuk para perempuan di kota Madinah. Diantara mereka adalah Ummul Mukminin Hafsah binti Umar r.a. Rumahnya adalah sekolah pertama di Madinah Al Munawarah.

Tak hanya itu, diantara perempuan yang mencapai derajat mujtahid adalah Aisyah r.a., yang menjadi rujukan pendapat (fatwa). Al –Shifa’ar.a. karena pengetahuan, kehormatan, dan wataknya yang kuat dia telah ditunjuk sebagai hakim di pasar pada masa pemerintahan Umar bin Al-Khattab r.a. Ketika Syariat Islam diterapkan secara sempurna, ternyata didapati perempuan yang menjadi ahli ijtihad, hakim yang mulia, dokter tegar.

Khatimah: Khilafah Mewujudkan Kesejahteraan dan Kemuliaan Perempuan

Penerapan Syariat Islam yang kaaffah hanya terwujud ketika ditegakkan sistem Khilafah. Keberadaan Khilafah adalah kewajiban dalam Islam. Seluruh perempuan Islam memiliki tanggung jawab untuk mengupayakan tegaknya kembali sistem ini.

Khilafah adalah sistem yang menjamin hak penuh perempuan dalam hal pendidikan, ekonomi, hukum dan politik. Khilafah menekankan pentingnya mengembalikan perempuan sebagai ibu generasi, satu peran terhormat yang tak bisa ditandingi dengan kedudukan dan jabatan apapun. Khilafah mewajibkan penjagaan kehormatan perempuan, dari terjadinya pelecehan, kekerasan, eksploitasi dan perampasan hak-hak. Prinsip khilafah dalam memperlakukan perempuan: “Hukum asal seorang perempuan adalah sebagai ibu dan rabbatul bayt, dan perempuan adalah kehormatan yang wajib dijaga”. 

Di bawah naungan Khilafah sosok perempuan akan menjadi: 

(a) warga negara yang bermartabat dan dihormati.
(b) Perempuan akan bekerja berdasarkan pilihannya–tanpa keterpaksaan–dan mendapatkan haknya sebagai pekerja secara jelas.
(c) manusia yang menyadari betapa besarnya peran perempuan sebagai ibu generasi. Khilafah tidak membiarkan mereka bekerja meski satu hari demi memenuhi kebutuhan diri atau anak-anak mereka. 
(d) Perempuan yang akan membuat iri dunia karena kedudukan mereka dan akan menjadi panutan yang layak dan menginspirasi para perempuan secara global.

Khilafah mampu menjamin hak-hak kaum perempuan. Khilafah akan menjauhkan perempuan dari kemiskinan, eksploitasi, perendahan martabat dan ketidakadilan. Khilafah akan memberikan kesejahteraan, keamanan, kehormatan dan keadilan bagi setiap perempuan di seluruh wilayah negara tanpa kecuali.

Selayaknya semua perempuan menolak semua sistem buatan manusia. Sistem demokrasi-liberal telah nyata cacat dan gagal dalam menjamin kebaikan bagi perempuan. Perjuangan untuk memperbaiki nasib kaum perempuan hanya akan menghasilkan kegagalan dan keputusasaan bila jalan yang ditempuh adalah perjuangan kesetaraan gender ala kaum feminis, atau dengan meraih kursi-kursi parlemen dan kekuasaan. Jalan ini juga bertentangan dengan syariat sehingga semua muslimah semestinya menolaknya. []

sumber: https://www.islampos.com/perempuan-isu-cantik-untuk-menyerang-syariah-168563/

Sabtu, 07 Maret 2015

Harga Beras Mengganas, Rakyat Makin Memelas

Nindira Aryudhani, S.Pi, M.Si

Komentar berita menanggapi pernyataan Elvira Devinamira tentang kenaikan harga beras.

TEMPO.CO, Jakarta - Elvira Devinamira tidak bisa menyalahkan pemerintah sekarang dengan melambungnya harga beras yang kini melonjak tinggi. Menurut Puteri Indonesia 2014 ini, kenaikan harga beras yang dikeluhkan sekarang bukan kesalahan pemerintah semata. Wanita kelahiran Surabaya, 28 Juni 1993 ini justru mengajak masyarakat berpikir positif dalam menyikapi kenaikan harga beras. Menurutnya, kenaikan harga beras bisa membantu petani.

"Kalau kenaikan ini ada dampak baiknya, misalnya membantu kesejahteraan petani Indonesia karena hasil panennya bisa dibeli dengan harga mahal, maka seharusnya ini bisa disikapi positif," tutur dia. Bila hal ini yang terjadi, Elvira justru melihatnya berdampak baik untuk petani dan pertanian di Indonesia.

Sumber: http://www.tempo.co/read/news/2015/03/02/219646489/Putri-Indonesia-Beras-Mahal-Bisa-Bikin-Petani-Kaya

Komentar:

Tidak ada yang meragukan jika Mbak Elvira ini orang pandai. Terbukti, dengan gelarnya sebagai Putri Indonesia, ia telah memenuhi salah satu slogannya, yaitu ‘brain’. Hanya saja, barangkali Mbak Elvira perlu sedikit berpikir secara holistik dan dengan paradigma yang berbeda. Bukan lagi demokrasi, tapi dengan paradigma Islam. Harga beras mahal, jelas membuatnya tak aman. Tak aman artinya tak mampu diakses oleh rakyat. Jelas, jika harga beras mengganas, rakyat pun makin memelas.

Sedikit menilik ke belakang, beberapa waktu lalu, Indonesia ditunjuk menjadi mitra strategis World Economic Forum (WEF) untuk mendukung keamanan pangan. Tak hanya itu, Indonesia juga memiliki Partnership for Indonesia Agriculture Sustainable (PISAgro) di bawah WEF New Vision for Agriculture (NVA). WEF New Vision for Agriculture (NVA) merupakan lembaga yang menggelar Jakarta Food Security Summit (JFSS) 12-13 Februari 2015 lalu. Dimana, ada delapan komoditas strategis yang akan dibahas pada JFSS, yaitu beras, gula, jagung, singkong, sagu, cabe dan bawang, serta kedelai, dan daging sapi.

Selain itu, juga didiskusikan komoditas unggulan ekspor seperti kelapa sawit, kopi, kakao, teh, tuna, dan udang, serta komoditas perbaikan gizi seperti susu, buah tropis (manggis, salak, mangga), daging sapi, dan daging ayam. JFSS diharapkan mampu menghasilkan solusi dari isu utama di bidang pertanian yang terkait dengan pembiayaan, ketersediaan lahan/tata ruang wilayah, infrastruktur, pascapanen, diiversifikasi pangan, dan pemasaran.

Agenda internasional ini tentunya tak ujug-ujug terjadi. Sudah ada sejarah panjang yang mendahului hingga akhirnya liberalisasi pangan di Indonesia makin mulus. Kondisi saat ini tak lain adalah derivat dari liberalisasi perdagangan. Terlebih sejak Indonesia menjadi anggota WTO (World Trade Organization). WTO adalah organisasi yang mengatur perdagangan dunia dengan menuntut negara-negara anggotanya membuka pasar secara luas melalui penghapusan berbagai hambatan dalam perdagangan. Indonesia resmi menjadi anggota WTO melalui ratifikasi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang Ratifikasi Pembentukan WTO.

Keikutsertaan Indonesia dalam WTO juga berdampak langsung terhadap meningkatnya impor pangan, seperti gandum, beras, kedelai, ikan, garam, hingga daging sapi. Rezim perdagangan bebas WTO telah mengancam hak bangsa dan negara Indonesia untuk menentukan kebijakan pangan dan pertanian untuk kepentingan bangsa. Dengan bergabung ke WTO, perlindungan ke petani justru hilang. Ini jelas semakin membunuh sektor pertanian.

Tak hanya itu, sejumlah asosiasi bisnis dan perusahaan multinasional yang notabene merupakan korporasi raksasa, selanjutnya akan berperan besar dalam menentukan aturan yang menjamin lemahnya regulasi di negara pengimpor, sehingga mereka bisa meningkatkan dan mengamankan pasar di masa depan.

Hal ini harus dikritisi. Bagaimana mungkin pemerintah sebagai pemegang kebijakan tertinggi di negeri ini malah menyengsarakan rakyat sendiri? Rasulullah Saw telah mengingatkan dalam haditsnya agar dapat menjaga amanah kepemimpinan, sebab hal itu akan dimintai pertanggungjawaban baik di dunia maupun dihadapan Allah SWT. Hal itu dijelaskan dalam hadits berikut: “Setiap kalian adalah pemimpin, dan kalian akan dimintai pertanggung jawaban atas kepemimpinannya.” (HR. Bukhori).

Pemimpin yang bertaqwa akan selalu berhati-hati dalam mengatur urusan rakyatnya. Pemimpin seperti ini cenderung untuk tidak menyimpang dari aturan Allah Swt. Ia selalu berjalan lurus sesuai dengan syari’at Islam. Semua itu tak lain hanya terwujud dalam naungan Khilafah. Dalam sebuah riwayat dikisahkan, bahwa ‘Aisyah ra berkata, ”Saya mendengar Rasulullah Saw berdoa di rumah ini, ‘Ya Allah, siapa saja yang diserahi kekuasaan untuk mengurusi urusan umatku, kemudian ia memberatkannya, maka beratkanlah dirinya, dan barangsiapa yang diserahi kekuasaan untuk mengurus urusan umatku, kemudian ia berlaku lemah lembut, maka bersikap lembutlah kepada dirinya.” (HR. Muslim). Juga sabda Rasul Saw: “Sesungguhnya seorang pemimpin merupakan perisai. Rakyat akan berperang di belakang serta berlindung dengannya.” (HR. Muslim).

Dengan demikian, dalam sistem Islam (Khilafah), konsep politik ekonomi dan kesejahteraan sebuah negara terkait dengan keamanan pangan akan memiliki paradigma tentang aman dari sisi jumlah, ketersediaan, daya beli, hingga termasuk daya jangkau/akses konsumen terhadap produk yang bersangkutan. []

Rabu, 04 Maret 2015

Begal Makin Bengal

Nindira Aryudhani, S.Pi, M.Si

Ramainya berita begal di berbagai daerah, tak urung membuat warga waspada. Terlebih dengan beredarnya sejumlah broadcast berita melalui sosial media dan messenger. Ngerinya, aksi para pelaku begal tak hanya melakukan kekerasan. Namun dengan menggunakan senjata tajam, mereka (pelaku begal) tak segan membunuh korbannya. Di sisi lain, tak ayal berita ini pun akhirnya cukup manjur meredam geliat berita kenaikan harga beras dan BBM.

Di Bogor, isu begal membuat sejumlah warga khawatir untuk berpergian keluar rumah, apalagi jika pulang kerja pada malam hari. Meski demikian, Kepala Polres Bogor AKBP Sonny Mulvianto Utomo mengimbau kepada masyarakat agar tidak terlalu panik. Ia menegaskan, tidak ada gerombolan begal di wilayah Bogor (tribunnews.com, 27/02/2015).

Begal pun makin bengal. Aksi begal ternyata juga merambah hingga ke daerah-daerah. AKBP Muslimin Ahmad Kapolres Semarang mengatakan, untuk mengantisipasi dengan melakukan peningkatan patroli di daerah-daerah yang sekiranya sepi dan rawan terjadi pembegalan. “Oleh karena itu, kita antisipasi dengan peningkatan patroli di daerah-daerah seperti diperbatasan, kemudian jalur-jalur yang sepi, yang rawan akan begal. Seperti kawasan industri pabrik yang pegawainya pulang malam, bisa jadi (incaran begal). Karena sistemnya (begal) *hit and run*, biasanya mereka (pelaku begal) mengincar daerah-daerah sepi, kemudian akses untuk melarikan diri mudah,” ujarnya.

Menanggapi adanya broadcast mengenai ancaman fisik balas dendam dari pelaku begal kepada oknum aparat kepolisian. Kapolres Semarang juga menyarankan pada anggotanya, untuk selalu waspada saat berpatroli dan menghimbau untuk tidak sendirian dalam berpatroli. “Kita tetap antisipasi juga, terkait dengan keselamatan anggota. Kita tingkatkan kewaspadaan. Kita harapkan pada seluruh anggota, saat melakukan patroli jangan sendirian, minimal berdua. Jadi ada yang mengawasi. Dalam pelaksanaan razia, juga kita tempatkan anggota untuk mengawasi keselamatan personilnya juga. Misalkan razia lalu lintas, Reskrim juga mem-backup. Membackup personil yang sedang melaksanakan tugas. Jadi ada backup personil,” terangnya (berita.suaramerdeka.com, 02/03/2015).

Pengelolaan Keamanan Dalam Negeri

Hal ini layak dikritisi, khususnya terkait dengan sistem keamanan di tengah masyarakat. Di mana, keamanan dalam negeri masih di tangan kaum muslimin. Artinya, sejumlah pejabat dan penguasa negeri ini adalah umat Islam. Tapi justru kaum muslimin berada dalam kondisi was-was dan tidak aman, terkait dengan keselamatan jiwanya.

Memang tak cukup hanya itu. Meski keamanan berada di tangan kaum muslimin, tapi sistem yang digunakan untuk mengelola keamanan tersebut bukanlah sistem Islam (Khilafah). Melainkan, sistem kapitalisme-demokrasi yang berasas kebebasan dan manfaat. Akibatnya, perilaku individu pun sekehendak hatinya sendiri. Bahkan bukan tidak mungkin, sistem keamanan akan dijadikan sebagai komoditas kapitalistik nantinya. 

Lihat saja, kisruh KPK dan Polri membuktikan bahwa pihak-pihak yang berwenang menjadi penegak hukum dan keamanan dalam negeri, malah ribut sendiri. Begal mah sok seneng weh nge-begal. Mereka tidak berpikir untuk menjauhi aktivitas yang mengganggu keamanan warga, padahal itu termasuk kemaksiatan. Sementara di sisi lain, para pejabat penegak hukum justru tengah sibuk memperdebatkan kebenaran.

Ditambah lagi, konsep sistem keamanannya juga tidak berlandaskan pada amar ma'ruf nahyi mungkar. Akhirnya, tidak ada proses tatsqif sebagaimana ajaran Islam. Yaitu membina dan memahamkan agar dapat membedakan antara yang haq dengan yang bathil, agar individu dan masyarakat senantiasa termotivasi dan tersuasanakan untuk tidak melakukan kemaksiatan. Disamping itu, adanya sistem sanksi yang tegas, yang bersifat sebagai penebus dan pencegah, sehingga mampu membuat jera dan mencegah kemaksiatan selanjutnya, juga efektif memasifkan sistem keamanan yang ada.

Seandainya saja pengelolaan negara ini didasarkan pada sistem Islam, maka sistem keamanan dalam negeri juga akan termasuk yang dikelola sesuai dengan aturan Islam. Dalam struktur negara Khilafah Islam, keamanan dalam negeri ditangani oleh satu departemen yang dinamakan Departemen Keamanan Dalam Negeri. Departemen ini dikepalai oleh Mudir Keamanan Dalam Negeri (Mudîr al-Amni ad-Dâkhili). Departemen ini memiliki cabang di setiap wilayah yang dinamakan Idârah al-Amni ad-Dâkhili (Administrasi Keamanan Dalam Negeri) yang dikepalai oleh Kepala Kepolisian Wilayah (Shâhib asy-Syurthah al-Wilâyah). Cabang ini di bawah wali dari sisi tanfîdz (pelaksanaan/eksekusi), tetapi dari sisi administrasi berada di bawah Departemen Keamanan Dalam Negeri.

Departemen Keamanan Dalam Negeri merupakan departemen yang mengurusi segala bentuk gangguan keamanan. Departemen ini juga mengurusi penjagaan keamanan di dalam negeri melalui satuan kepolisian dan ini merupakan sarana utama untuk menjaga keamanan dalam negeri. Departemen Keamanan Dalam Negeri berhak menggunakan satuan kepolisian kapan pun dan seperti yang diinginkannya. Perintah departemen ini harus segera dilaksanakan. Adapun jika keperluan menuntut untuk meminta bantuan pasukan, maka departemen ini wajib menyampaikan perkara tersebut kepada Khalifah.

Khalifah berhak memerintahkan pasukan untuk membantu Departemen Keamanan Dalam Negeri, atau dengan menyiapkan kekuatan militer untuk membantu Departemen Keamanan Dalam Negeri untuk menjaga keamanan, atau perkara lain menurut pandangan Khalifah. Khalifah juga berhak menolak permintaan Departemen Keamanan Dalam Negeri itu dan memerintahkannya agar mencukupkan diri dengan satuan kepolisian saja.

Satuan kepolisian beranggotakan laki-laki yang sudah balig dan memiliki kewarganegaraan. Wanita boleh menjadi anggota kepolisian untuk melaksanakan tugas-tugas wanita yang memiliki hubungan dengan tugas-tugas keamanan dalam negeri. Negara akan mengeluarkan undang-undang yang khusus untuk mengatur masalah ini sesuai dengan hukum-hukum syariah (Kitab Ajhizah).

Tugas Departemen Keamanan Dalam Negeri Khilafah Islam

Tugas Departemen Keamanan Dalam Negeri adalah menjaga keamanan dalam negeri bagi negara. Beberapa hal yang mungkin akan menganggu keamanan dalam negeri di antaranya adalah murtad dari Islam dan bughât, yakni keluar melepaskan diri dari negara; baik dengan aktivitas-aktivitas pengrusakan dan penghancuran, seperti berbagai bentuk serangan dan pendudukan pusat-pusat (tempat-tempat) strategis di dalam negara dan menguasainya, disertai dengan pelanggaran terhadap berbagai kepemilikan individu atau kepemilikan umum atau kepemilikan negara; ataupun dengan keluar menentang negara dengan menggunakan senjata untuk memerangi negara.

Di antara perbuatan-perbuatan yang mengganggu kemanan dalam negeri adalah al-hirâbah (perompakan), yakni pembegalan di jalanan, menyerang orang-orang untuk merampas harta milik mereka, dan mengancam nyawa mereka. Demikian juga, termasuk perbuatan yang mengganggu keamanan dalam negeri adalah penyerangan terhadap harta-harta masyarakat melalui kejahatan pencurian, perampasan, perampokan, penggelapan; gangguan terhadap jiwa masyarakat melalui pemukukan, pecederaan, dan pembunuhan; serta gangguan terhadap kehormatan melalui publikasi keburukan dan qadzaf (tuduhan) berzina.

Yang juga termasuk tugas-tugas Departemen Keamanan Dalam Negeri adalah treatment (perlakuan) terhadap orang yang dikhawatirkan menimbulkan kemadharatan dan bahaya. Treatment itu adalah dalam rangka untuk menghilangkan bahaya dan kemadharatan mereka terhadap umat dan negara. Inilah berbagai perbuatan yang menonjol yang akan menyebabkan gangguan terhadap keamanan dalam negeri. Departemen Keamanan Dalam Negeri melaksanakan aktivitas untuk menjaga negara dan masyarakat dari seluruh bentuk perbuatan tersebut.

Adapun orang-orang yang berbuat kerusakan, yaitu para pembegal jalanan, orang-orang yang menyerang masyarakat, merampok di jalan, merampas harta dan menghilangkan nyawa, maka Departemen Keamanan Dalam Negeri mengirimkan satuan polisi untuk mengusir mereka dan menjatuhkan sanksi terhadap mereka berupa sanksi hukuman mati dan penyaliban, atau hukuman mati, atau tangan dan kaki mereka dipotong secara bersilangan, atau diasingkan ke tempat lain. Hal itu sesuai dengan ketentuan yang ada di dalam firman Allah: “Sesungguhnya pembalasan terhadap orang-orang yang memerangi Allah dan Rasul-Nya dan membuat kerusakan di muka bumi hanyalah mereka dibunuh atau disalib, atau tangan dan kaki mereka dipotong dengan bertimbal-balik, atau dibuang dari negeri (tempat kediamannya). Yang demikian itu sebagai suatu penghinaan untuk mereka di dunia dan di akhirat mereka mendapatkan siksaan yang besar.” (TQS al- Maidah [5]: 33).

Untuk menghadapi para pembegal jalanan, maka mereka diperangi, baik mereka melawan ataupun melarikan diri, dan mereka diperlakukan sebagaimana ketentuan dalam ayat tersebut. Siapa saja yang membunuh dan mengambil harta, maka ia dijatuhi sanksi bunuh dan disalib. Siapa saja yang membunuh dan tidak mengambil harta, maka ia dijatuhi sanksi dengan dibunuh dan tidak disalib. Siapa saja yang mengambil harta dan tidak membunuh, maka ia dijatuhi sanksi dengan dipotong tangan dan kakinya secara bersilangan dan tidak dibunuh. Siapa saja yang menodongkan senjata, menakut-nakuti orang, tetapi tidak membunuh dan tidak mengambil harta, maka ia tidak dibunuh, tidak disalib, dan tidak dipotong tangan dan kakinya secara bersilangan. Ia hanya dibuang dengan diasingkan dari negerinya ke negeri lain yang jauh dari negara.

Departemen Keamanan Dalam Negeri membatasi diri dengan hanya memanfaatkan satuan polisi dalam menjaga keamanan negara. Departemen tidak boleh memanfaatkan selain satuan polisi; kecuali dalam kondisi polisi tidak mampu untuk menstabilkan keamanan. Dalam kondisi ini, Departemen Keamanan Dalam Negeri meminta Khalifah agar mendukungnya dengan kekuatan militer lainnya atau dengan kekuatan pasukan, sesuai tututaan keadaan.

Adapun serangan terhadap harta dalam bentuk pencurian, penggelapan, perampasan, dan perampokan; penyerangan terhadap jiwa dalam bentuk pemukulan, pencederaan, dan pembunuhan; serta pelanggaran terhadap kehormatan dalam bentuk publikasi keburukan dan qadzaf (menuduh seseorang berzina), maka Departemen Keamanan Dalam Negeri bertindak mencegahnya dengan mewaspadai, menjaga, dan melakukan patroli; kemudian dengan menerapkan hukuman-hukuman yang telah diputuskan qâdhî terhadap orang yang melakukan pelanggaran atas harta, jiwa, atau kehormatan tersebut. Semua itu tidak memerlukan kekuatan kecuali kekuatan satuan kepolisian saja.

Dalam hal ini, polisi diberi tugas untuk menjaga sistem, mengelola keamanan dalam negeri, dan melaksanakan seluruh aspek implementatif. Hal ini sesuai dengan hadits Anas yang menyebutkan tentang Rasul saw. yang menjadikan Qais bin Saad di sisi Nabi saw. memiliki kedudukan sebagai kepala polisi. Hadits itu menunjukkan bahwa polisi berada di samping penguasa. Makna berada di samping penguasa itu adalah polisi berperan sebagai kekuatan implementatif yang dibutuhkan oleh penguasa untuk menerapkan syariah, menjaga sistem, dan melindungi keamanan, termasuk melakukan kegiatan patroli. Kegiatan patroli itu adalah berkeliling pada malam hari untuk mengawasi dan mengejar pencuri serta mencari orang yang berbuat kerusakan/kejahatan dan orang yang dikhawatirkan melakukan tindak kejahatan (Kitab Ajhizah).

Khatimah

Demikianlah Khilafah mengatur sistem keamanan dalam negeri dengan sangat paripurna. Karena itu, persoalan umat kini bukanlah mendirikan banyak negara, melainkan membangun negara yang satu di seluruh dunia Islam. Bukan negara sembarang negara. Bukan pula membangun sebuah negara yang diberi sebutan Islam dan berhukum dengan selain yang diturunkan Allah.

Melainkan, membangun sebuah negara yang akan dapat melanjutkan kehidupan Islami yang terpancar dari akidah; sekaligus menerapkan Islam di tengah-tengah masyarakat, setelah terlebih dahulu Islam merasuk ke dalam jiwa, mantap di dalam akal, serta mengemban dakwah Islam ke seluruh penjuru dunia.

Sangat penting bagi umat Islam abad 21 ini untuk tidak mengisahkan Daulah Khilafah Islam sebatas romansa masa lalu. Sangat penting bagi kita untuk mendekatkan dan membumikan Khilafah dalam pemikiran dan perasaan kita. Khilafah yang telah runtuh 90 tahun lalu, kini diingat bukan untuk diratapi, tapi untuk diperjuangkan agar tegak kembali. “...kemudian akan ada khilafah di atas metode kenabian.” (HR. Ahmad). Wallaahu a’lam bish showab []

sumber: https://www.islampos.com/ketika-begal-makin-bengal-167291/

Senin, 02 Maret 2015

Mendekatkan dan Membumikan Khilafah

Nindira Aryudhani, S.Pi, M.Si

Tanggal 3 Maret 1924 adalah tanggal resmi keruntuhan Daulah Khilafah Islam. Yang mana, generasi sekarang belum pernah menyaksikan Daulah Khilafah Islam yang menerapkan Islam. Begitu pula generasi yang hidup pada akhir masa Daulah Khilafah Islam (Daulah Utsmaniyah) yang berhasil diruntuhkan Barat. Mereka hanya dapat menyaksikan sisa-sisa negara tersebut dengan secuil sisa-sisa Pemerintahan Islam. Karena itu, sulit sekali bagi seorang muslim untuk memperoleh gambaran tentang Pemerintahan Islam yang mendekati fakta sebenarnya sehingga dapat disimpan dalam benaknya.

Khilafah Telah Runtuh

Padahal baru sekitar 90 tahun Daulah Khilafah Islam runtuh. Namun bekasnya yang sebelumnya pernah tegak selama 13 abad itu sama sekali tak nampak. Umat Islam saat ini tidak akan mampu menggambarkan bentuk pemerintahan tersebut, kecuali dengan standar sistem demokrasi yang rusak yang kini bisa kita saksikan, yang dipaksakan atas negeri-negeri Islam. Serial kekinian yang barangkali dianggap menggambarkan pemerintahan Islam di masa lalu, sebutlah “Abad Kejayaan” atau “Jodha-Akbar” di salah satu stasiun televisi swasta itu, tak ubahnya penyesatan belaka.

Kesulitannya bukan hanya itu. Masih ada yang lebih sulit lagi yaitu mengubah benak (pemikiran) yang sudah terbelenggu oleh tsaqafah Barat. Tsaqafah tersebut merupakan senjata yang digunakan Barat untuk menikam Daulah Khilafah Islam, dengan tikaman yang luar biasa, hingga mematikannya. Barat lalu memberikan senjata itu kepada generasi muda negara tersebut, dalam kondisi masih meneteskan darah “ibu” mereka yang baru saja terbunuh, sambil berkata dengan sombong, “Sungguh aku telah membunuh ibu kalian yang lemah itu, yang memang layak dibunuh karena perawatannya yang buruk terhadap kalian. Aku janjikan kepada kalian perawatan yang akan membuat kalian bisa merasakan kehidupan bahagia dan kenikmatan yang nyata.” Kemudian, mereka mengulurkan tangannya untuk bersalaman dengan si pembunuh, padahal senjata sang pembunuh itu masih berlumuran darah ibu mereka. Perlakuan pembunuh itu kepada mereka seperti serigala yang membiarkan mangsanya lari, lalu dikejar lagi agar dapat ditangkap dan dimangsa. Mangsanya itu tidak akan bangun lagi kecuali diterkam kembali hingga darahnya mengucur atau dibanting ke dalam jurang, kemudian serigala itu memangsanya.

Bagaimana mungkin orang-orang yang benaknya telah terbelenggu tersebut dapat mengetahui bahwa senjata beracun yang pernah dipakai untuk mengakhiri Daulah Khilafah Islam milik mereka itu adalah senjata yang sama yang dapat menghabisi —selama mereka berpegang teguh kepadanya— kehidupan dan institusi mereka. Pemikiran-pemikiran yang mereka usung —seperti nasionalisme, sekularisme, dan ide-ide lain yang dipakai untuk menikam Islam— adalah sebagian racun yang sengaja dicekokkan oleh tsaqafah tersebut kepada mereka.

Serangan Misionaris, seluruhnya merupakan kenyataan sejarah yang mengawali segalanya. Serangan itu menunjukkan kepada kita perihal sang pembunuh yang sadis itu. Memahamkan kepada kita tentang berbagai sebab yang mendorongnya melakukan tindakan sadis tersebut, serta memperlihatkan kepada kita berbagai sarana yang digunakan untuk merealisir aksinya. Ternyata tidak ada sebab lain, kecuali dengan maksud untuk melenyapkan Islam dan tidak ada sarana yang paling penting, kecuali tsaqafah tersebut yang datang bersamaan dengan serangan para misionaris.

Kaum Muslim telah lupa tentang bahaya tsaqafah ini. Memang mereka memerangi penjajah, tetapi pada saat yang sama mereka pun mengambil tsaqafahnya. Padahal, tsaqafah itulah penyebab terjajahnya mereka, sekaligus terkonsentrasikannya penjajahan di negeri-negeri mereka. Selanjutnya, mereka menyaksikan betapa banyak pandanganpandangannya yang saling bertentangan, rendah, hina, dan menjijikan. Mereka membalikkan punggungnya dari orang-orang asing —dengan mengklaim bahwa hal itu dilakukan untuk memerangi mereka— seraya mengulurkan tangan kepada Barat dari arah belakang dengan maksud untuk mengambil racun-racunnya yang mematikan itu, lalu menelannya. Akibatnya, mereka jatuh tersungkur di hadapannya dalam keadaan binasa. Orang-orang bodoh menyangka mereka adalah para syuhada yang gugur di medan perang. Padahal, mereka hanyalah petarung yang lupa dan sesat.

Apa sebetulnya yang mereka kehendaki? Apakah mereka menghendaki negara yang tidak berasaskan Islam, ataukah menginginkan banyaknya negara di negeri-negeri Islam? Sebetulnya Barat —sejak kekuasaan beralih kepadanya—, telah memberikan banyak negara kepada mereka untuk menuntaskan makarnya dalam menjauhkan Islam dari pemerintahan, memecah-belah negeri-negeri kaum Muslim, serta membius mereka dengan sikap phobi terhadap kekuasaan. Setiap saat, Barat selalu memberi mereka negara baru untuk semakin menyesatkan dan menambah perpecahan mereka. Barat selalu siap memberi mereka lebih banyak lagi, selama mereka masih mengusung ideologi dan pemahamannya karena mereka adalah pengikut setia Barat.

Melenyapkan Daulah Khilafah Islam

Perang Dunia I berakhir ditandai dengan gencatan senjata antara dua pihak yang ber tempur, setelah sekutu memperoleh kemenangan gemilang. Sementara Daulah Utsmaniyah hancur berkeping-keping menjadi negara-negara kecil. Sekutu berhasil menguasai seluruh negeri Arab, Mesir, Suriah, Palestina, kawasan Timur Yordania dan Irak, lalu mereka memaksanya untuk melepaskan diri dari Daulah Utsmaniyah. Di tangan penguasa Utsmaniyah tidak ada yang tersisa selain negeri Turki. Turki sendiri sudah disusupi sekutu.

Angkatan Laut Inggris menguasai selat Bosporus. Pasukan Inggris menduduki sebagian ibukota dan alur pelayaran Selat Dardanella serta beberapa medan pertempuran penting di seluruh wilayah Turki. Pasukan Perancis menduduki sebagian kota Istambul dan memenuhi jalan-jalan dengan pasukannya yang terdiri dari orang-orang Senegal. Tentara Italia menguasai Beira dan jalur kereta api. Para perwira sekutu mengendalikan urusan kepolisian, pasukan pengawal nasional (garda nasional) dan pelabuhan. Mereka juga melucuti senjata para perwira Turki dan membubarkan sebagian dari tentara Turki. Pemerintahan yang sakit ini akhirnya dibentuk kembali di bawah kepemimpinan Taufiq Pasha, yang menjalankan instruksi-instruksi musuh yang berkuasa. Saat itu Khalifah Negara Islam adalah Wahiduddin. Dia melihat bahwa dirinya dihadapkan pada masalah ini dan dia wajib menyelamatkan kedudukannya dengan cara yang sangat bijak.

Saat itu, kondisi negara memang masih tetap seperti semula, yakni Sekutu masih terus mendominasi dan Turki terus dalam keadaan beku hingga pertengahan tahun 1919 M. Di ujung tahun ini keadaan mulai berubah. Kelemahan menggerogoti pasukan Sekutu. Italia, Perancis, dan Inggris mengalami kelesuan yang sangat parah, karena pertikaian masalah ras. Konflik internal sangat tajam hingga nyaris mencerai-beraikan barisan kesatuan mereka. Di antara negara-negara sekutu sendiri telah dirayapi pertikaian. Kondisi ini sebenarnya sangat memungkinkan bagi Turki, mencoba membidikkan anak panahnya yang terakhir, sehingga diharapkan dapat menyelamatkan kedudukan Negara. Tindakan ini seharusnya diambil Turki setelah melihat sekutu dalam keadaan lemah dan saling bertikai sampai-sampai di antara sesama mereka saling berebut untuk membakar Turki agar melawan negara-negara tertentu, dan membantu mengalahkan negara-negara lainnya dari kelompok yang sama, yaitu Sekutu.

Konferensi perdamaian belum ditetapkan, syarat-syarat perdamaian juga belum dirumuskan. Sementara di bagian ufuk, kilauan cahaya angan-angan mulai tampak. Keyakinan akan kemungkinan menyusun gerakan perlawanan mulai terbentuk. Akan tetapi, Inggris lebih dulu menangkap tanda-tanda ini. Dengan cepat, Inggris mempekerjakan Mushthafa Kamal. Dia harus berjalan sesuai dengan strategi politik Inggris, melaksanakan kebijakan globalnya, dan mewujudkan misi utamanya yang hendak merubuhkan Negara Khilafah.

Dalam melaksanakan aksinya, Mushthafa Kamal mengawali revolusinya dengan memberi baju kebangsaan, dan mengakhirinya dengan melenyapkan kekhilafahan, dan memisahkan Turki dari bagian-bagian wilayah Daulah Utsmaniyah. Bukti di lapangan menunjukkan, revolusi Mushthafa Kamal adalah untuk kepentingan Inggris. Inggrislah yang menyiapkan segala sesuatunya untuk keberhasilan revolusi ini. Inggris mengirim Mushthafa Kamal agar mengadakan revolusi.

Dari langkah-langkah Mushthafa Kamal yang sistematis, dapat dilihat bahwa ia bermaksud untuk segera mengakhiri pemerintahan Islam. Karena itu, tidak aneh jika indikasinya, yaitu ketika komite kebangsaan mendebatnya tentang masalah Turki, Mushthafa Kamal justru berpidato dengan mengatakan, “Aku bukanlah seorang mukmin yang terikat dengan liga negeri-negeri Islam, tidak juga dengan kelompok bangsa-bangsa Utsmaniyah. Masing-masing orang dari kita mempercayai pendapat yang dilihatnya. Pemerintah harus meyakini (memegang teguh) politik yang kokoh, yang disusun dan dibangun di atas sejumlah nilai esensial yang memiliki tujuan satu dan tunggal. Politik itu untuk menjaga kehidupan kebangsaan. Wilayah independennya masuk dalam bingkai yang bersifat geografis. Maka, tidak ada sentimen rasa (iman) dan tidak pula angan-angan (kekhilafahan) yang harus berpengaruh dalam politik kita. Kita harus menjauhkan mimpi dan khayalan. Di masa lalu hal itu telah membebani kita dengan bayaran yang sangat mahal.”

Demikianlah, Mushthafa Kamal mengumumkan bahwa dirinya menghendaki kemerdekaan Turki yang bersifat kebangsaan, bukan umat Islam. Namun demikian, persoalannya tidak semudah sebagaimana yang dikehendaki Mushthafa Kamal. Bangsa Turki adalah bangsa Muslim. Apa yang dilakukan Mushthafa Kamal adalah bentuk penentangan terhadap Islam. Negara pun didominasi pemikiran yang menyatakan bahwa Mushthafa Kamal bertekad menghabisi Islam. Pemikiran ini diperkuat dengan perilaku-perilaku Mushthafa Kamal sendiri yang jelas-jelas mengingkari dan melanggar Islam di sepanjang hidupnya, terutama penentangannya terhadap semua hukum syara’. Dia juga sering melecehkan atau merendahkan setiap keputusan suci atau hukum yang berlaku di tengah-tengah kehidupan kaum Muslim. Mayoritas umat yakin bahwa pemerintahannya adalah pemerintahan kufur yang terlaknat.

Masyarakat akhirnya bergabung di seputar Khalifah Abdul Majid (khalifah setelah Wahiduddin) dan berusaha untuk mengembalikan kekuasaan kepadanya dan menjadikannya penguasa yang akan menghukum kaum yang murtad. Mushthafa Kamal mengetahui bahaya yang mulai membesar. Dia juga melihat bahwa mayoritas rakyat membencinya dan menggambarkannya sebagai seorang zindiq, kafir, dan atheis. Mushthafa Kamal berpikir keras tentang persoalan ini. Akhirnya, dia memantapkan langkahnya dengan meningkatkan aktivitas propaganda menentang khalifah dan khilafah. Di setiap tempat dan kesempatan, dia membakar gelora semangat Komite Kebangsaan hingga Undang-undang Pemberantasan (subversif) semakin dipertajam dengan menyatakan bahwa setiap penentang Republik dan setiap dukungan terhadap Sultan dicap sebagai pengkhianat yang diancam hukuman mati. Kemudian dalam setiap mejelis pertemuan, apalagi dalam Komite Kebangsaan (Dewan Nasional), Mushthafa Kamal membahas, membincangkan, dan mengumumkan bahaya Khilafah.

Lebih jauh, Mushthafa Kamal menyiapkan iklim yang mendorong penghapusan khilafah. Sebagian anggota dewan membicarakan manfaat khilafah bagi Turki dari sisi diplomasi. Akan tetapi, Mushthafa Kamal menentang mereka dan berkata pada Komite Nasional: “Bukankah khilafah, Islam, dan tokoh-tokoh agama, yang telah memerangi orangorang desa Turki dan mereka mati selama lima abad? Sekarang ini Turki baru melihat kepentingannya dan tidak menghiraukan (daerah) India dan Arab, serta melaksanakan pemerintahan sendiri yang bebas dari penguasaan kaum Muslim.”

Demikianlah langkah-langkah Mushthafa Kamal. Dia menjalankan aksinya dengan propaganda menentang khilafah seraya menjelaskan bahaya-bahayanya bagi Turki, sebagaimana menjelaskan bahaya-bahaya khalifah terhadap dirinya. Dia menggambarkan khalifah dan para pendukungnya dengan gambaran yang tidak jujur, dan menampakkan gambar mereka dengan penampakan yang direkayasa Inggris.

Tidak cukup itu saja. Bahkan, dia juga menciptakan gelombang ketakutan atas orang-orang yang mendukung khilafah. Ketika seorang anggota dewan meneriakkan keberpihakannya pada khilafah dengan keras, dan dengan tegas dia menunjukkan pembelaannya pada agama, melihat penentangan ini tidak ada cara lain yang bisa dilakukan Mushthafa Kamal kecuali menugaskan seseorang secara rahasia untuk membunuh anggota dewan itu di malam hari. Dengan cepat, petugas rahasia dari kroni Mushthafa Kamal membunuh anggota dewan tersebut di tengah perjalanan pulang ke rumahnya dari pertemuan Komite Nasional.

Kemudian juga ketika seorang anggota dewan lain menyampaikan orasi Islam, lalu Mushthafa Kamal mendatanginya dan mengancamnya dengan hukuman gantung jika dia masih membuka mulutnya sekali lagi. Seperti inilah cara-cara yang dilakukan Mushthafa Kamal. Dia menebarkan ketakutan di sepanjang pemerintahannya. Dia juga menugaskan seorang hakim Istambul untuk melakukan kewajiban menghapus panji-panji kebesaran yang mengitari arak-arakan khalifah di tengah-tengah pelaksanaan shalat Jum’at. Akibatnya, martabat khalifah turun hingga ke batas yang paling rendah. Mushthafa Kamal juga memperingatkan dengan keras kepada para pengikut khalifah supaya melepaskan diri darinya. Peringatannya harus dilaksanakan.

Memperhatikan perkembangan ini, sebagian golongan moderat dari para pendukung Mushthafa Kamal yang masih memiliki semangat Islam mengkhawatirkan terhapusnya khilafah. Maka, mereka meminta Mushthafa Kamal untuk mendudukkan dirinya menjadi khalifah kaum Muslim. Namun, Mushthafa Kamal tidak menerimanya. Kemudian dua orang utusan yang masing-masing dari Mesir dan India mendatangi Mushthafa Kamal. Keduanya juga meminta Mushthafa Kamal mengangkat dirinya menjadi khalifah. Harapan ini berulang-ulang disampaikan, tetapi Mushthafa Kamal menolaknya, bahkan dia telah menyiapkan pukulan yang mematikan dengan mengumumkan penghapusan khilafah. Di tengah kehidupan bangsa, di tengah pasukan, dan di tengah Komite Naional, dia membangkitkan kemarahan dan kemurkaan terhadap pihak-pihak asing, musuh, dan sekutu khalifah.

Upaya membangkitkan kemarahan terhadap pihak asing ini merupakan tipuan untuk memanipulasi tujuan, di antaranya menghubungkan dugaan negatif terhadap khalifah yang dipersepsikan sebagai sekutu asing, sehingga rekayasa ini akan membangkitkan kemarahan rakyat pada khalifah. Mushthafa Kamal juga membuat isu-isu yang mampu membangkitkan perlawanan terhadap khalifah. Ketika iklim yang sudah panas ini mendominasi negara, maka Mushthafa Kamal maju selangkah lebih berani. Pada tanggal 3 Maret 1924 M, Mushthafa mengadakan sidang Komite Nasional dengan rumusan yang sudah ditetapkan, yaitu menetapkan penghapusan khilafah, mengusir khalifah, dan memisahkan agama dari negara.

Di antara pidato yang disampaikan pada anggota dewan ketika menetapkan rumusan ini adalah: “Dengan harga apa yang harus dibayar untuk menjaga Republik yang terancam ini dan menjadikannya berdiri kokoh di atas prinsip ilmiah yang kuat? Jawabnya, khalifah dan semua keturunan keluarga ‘Utsman harus pergi (dari Turki), pengadilan agama yang kuno dan undang-undangnya harus diganti dengan pengadilan dan undang-undang modern, sekolah-sekolah kaum agamawan harus disterilkan tempatnya untuk dijadikan sekolah-sekolah negeri yang non-agama.” Kemudian dia menyerang Islam dan orang-orang yang dinamakan kaum agamawan.

Dengan kekuatan diktator, Mushthafa Kamal menetapkan rumusan ini melalui Komite Nasional. Keputusan ditetapkan tanpa melalui diskusi. Kemudian dia mengirimkan instruksi kepada hakim Istambul agar memutuskan hukuman pengusiran bagi Khalifah Abdul Majid. Khalifah harus meninggalkan Turki sebelum fajar sehari setelah dikeluarkan keputusan ini. Hakim dan sejumlah polisi yang menyertainya, disertai militer berangkat ke istana khalifah di tengah malam. Mereka memaksanya menaiki mobil lalu menuntunnya keluar perbatasan Turki. Mereka sama sekali tidak memberikan toleransi dan belas-kasihan kepadanya sedikit pun, kecuali hanya diperbolehkan membawa satu koper berisi beberapa lembar pakaian dan sedikit uang.

Demikianlah hantaman Mushthafa Kamal terhadap Daulah Khilafah Islam dan sistem Islam. Dia mendirikan negara kapitalis dan sistem kapitalis. Dengan demikian, dia telah merobohkan Daulah Khilafah Islam dan mewujudkan mimpi kaum kafir, yang menjadi senda gurau mereka sejak Perang Salib. Ingatlah, dialah yang menghancurkan Daulah Khilafah Islam!

Apa Yang Harus Kita Lakukan?

Persoalannya bukanlah mendirikan banyak negara, melainkan membangun negara yang satu di seluruh dunia Islam. Demikian juga persoalannya bukan mendirikan negara sembarang negara. Bukan pula membangun sebuah negara yang diberi sebutan Islam dan berhukum dengan selain yang diturunkan Allah. Bahkan juga bukan mendirikan sebuah negara yang dinamakan Islam dan berhukum dengan undang-undang Islam saja tanpa mengemban Islam sebagai qiyadah fikriyah (kepemimpinan ideologis).

Sekali lagi, persoalannya bukan mendirikan sebuah negara semacam itu, melainkan membangun sebuah negara yang akan dapat melanjutkan kehidupan Islami yang terpancar dari akidah; sekaligus menerapkan Islam di tengah-tengah masyarakat, setelah terlebih dahulu Islam merasuk ke dalam jiwa, mantap di dalam akal, serta mengemban dakwah Islam ke seluruh penjuru dunia.

Daulah Khilafah Islam bukanlah khayalan seseorang yang tengah bermimpi, sebab terbukti telah memenuhi pentas sejarah selama 13 abad. Ini adalah kenyataan. Keberadaan Daulah Khilafah Islam merupakan sebuah kenyataan di masa lalu dan akan menjadi kenyataan pula di masa depan, tidak lama lagi. Sebab, faktor-faktor yang mendukung keberadaannya jauh lebih kuat untuk diingkari oleh jaman atau lebih kuat untuk ditentang.

Saat ini telah banyak orang-orang yang berpikiran cemerlang. Mereka itu adalah bagian umat Islam yang sangat haus akan kejayaan Islam. Daulah Khilafah Islam bukan sekadar harapan yang dipengaruhi hawa nafsu, tetapi kewajiban yang telah Allah tetapkan kepada kaum Muslim. Allah memerintahkan mereka untuk menegakkannya dan mengancam mereka dengan siksa-Nya jika mengabaikan pelaksanaannya.

Bagaimana mereka mengharapkan ridha Allah, sementara kemuliaan di negeri mereka bukan milik Allah, Rasul-Nya, dan kaum Muslim? Bagaimana mereka akan selamat dari siksa-Nya, sementara mereka tidak menegakkan negara yang mempersiapkan pasukan, menjaga daerah-daerah perbatasan, melaksanakan hudud Allah dan menerapkan pemerintahan dengan segala hal yang telah Allah turunkan? Karena itu, wajib atas kaum Muslim menegakkan Daulah Khilafah Islam, sebab Islam tidak akan terwujud dengan bentuk yang berpengaruh kecuali dengan adanya negara. Demikian juga, negeri-negeri mereka tidak dapat dianggap sebagai Negara Islam kecuali jika Daulah Khilafah Islam yang menjalankan roda pemerintahannya.

Daulah Khilafah Islam semacam ini, bukan sesuatu yang mudah diwujudkan dengan sekadar mengangkat para menteri —baik dari individu atau partai— lalu mereka menjadi bagian dalam struktur pemerintahan. Sesungguhnya jalan menuju tegaknya Daulah Khilafah Islam dihampari onak dan duri, penuh dengan berbagai resiko, dan kesulitan. Belum lagi adanya tsaqafah non-Islam, yang akan menyulitkan; adanya pemikiran dangkal yang akan menjadi penghalang; dan pemerintahan yang tunduk pada Barat, yang membahayakan.

Sesungguhnya orang-orang yang meniti jalan dakwah Islam untuk mewujudkan Daulah Khilafah Islam; mereka lakukan itu untuk meraih pemerintahan, yang akan mereka gunakan sebagai thariqah (metode) dalam melanjutkan kehidupan Islam di negeri-negeri Islam dan mengemban dakwah Islam ke seluruh penjuru dunia. Karena itu, anda saksikan mereka tidak akan menerima pemerintahan parsial, meskipun banyak hal yang menggodanya. Mereka juga tidak akan menerima pemerintahan yang sempurna, kecuali jika memberi peluang untuk menerapkan Islam secara revolusioner.

Khatimah

Karenanya, sangat penting bagi umat Islam abad 21 ini untuk tidak mengisahkan Daulah Khilafah Islam sebatas romantika sejarah. Melainkan harus memiliki gambaran bagaimana Rasul saw. mendirikan Daulah Khilafah Islam. Juga, bagaimana orang kafir penjajah itu telah menghancurkan Daulah Khilafah Islam dan bagaimana kaum Muslim menegakkan kembali Daulah Khilafah Islam agar dapat mengembalikan cahaya bagi dunia yang menerangi jalan petunjuk dalam kegelapan. “...kemudian akan ada khilafah di atas metode kenabian.” (HR. Ahmad). Wallaahu a’lam bish showab []


Referensi: Kitab “Daulah Islam” karya Syaikh Taqiyuddin An-Nabhani

sumber:
https://www.islampos.com/3-maret-90-tahun-lalu-runtuhlah-khilafah-itu-1-167033/
https://www.islampos.com/3-maret-1924-runtuhlah-khilafah-itu-2-167053/
https://www.islampos.com/3-maret-1924-runtuhlah-khilafah-itu-3-habis-167054/