Rabu, 04 Maret 2015

Begal Makin Bengal

Nindira Aryudhani, S.Pi, M.Si

Ramainya berita begal di berbagai daerah, tak urung membuat warga waspada. Terlebih dengan beredarnya sejumlah broadcast berita melalui sosial media dan messenger. Ngerinya, aksi para pelaku begal tak hanya melakukan kekerasan. Namun dengan menggunakan senjata tajam, mereka (pelaku begal) tak segan membunuh korbannya. Di sisi lain, tak ayal berita ini pun akhirnya cukup manjur meredam geliat berita kenaikan harga beras dan BBM.

Di Bogor, isu begal membuat sejumlah warga khawatir untuk berpergian keluar rumah, apalagi jika pulang kerja pada malam hari. Meski demikian, Kepala Polres Bogor AKBP Sonny Mulvianto Utomo mengimbau kepada masyarakat agar tidak terlalu panik. Ia menegaskan, tidak ada gerombolan begal di wilayah Bogor (tribunnews.com, 27/02/2015).

Begal pun makin bengal. Aksi begal ternyata juga merambah hingga ke daerah-daerah. AKBP Muslimin Ahmad Kapolres Semarang mengatakan, untuk mengantisipasi dengan melakukan peningkatan patroli di daerah-daerah yang sekiranya sepi dan rawan terjadi pembegalan. “Oleh karena itu, kita antisipasi dengan peningkatan patroli di daerah-daerah seperti diperbatasan, kemudian jalur-jalur yang sepi, yang rawan akan begal. Seperti kawasan industri pabrik yang pegawainya pulang malam, bisa jadi (incaran begal). Karena sistemnya (begal) *hit and run*, biasanya mereka (pelaku begal) mengincar daerah-daerah sepi, kemudian akses untuk melarikan diri mudah,” ujarnya.

Menanggapi adanya broadcast mengenai ancaman fisik balas dendam dari pelaku begal kepada oknum aparat kepolisian. Kapolres Semarang juga menyarankan pada anggotanya, untuk selalu waspada saat berpatroli dan menghimbau untuk tidak sendirian dalam berpatroli. “Kita tetap antisipasi juga, terkait dengan keselamatan anggota. Kita tingkatkan kewaspadaan. Kita harapkan pada seluruh anggota, saat melakukan patroli jangan sendirian, minimal berdua. Jadi ada yang mengawasi. Dalam pelaksanaan razia, juga kita tempatkan anggota untuk mengawasi keselamatan personilnya juga. Misalkan razia lalu lintas, Reskrim juga mem-backup. Membackup personil yang sedang melaksanakan tugas. Jadi ada backup personil,” terangnya (berita.suaramerdeka.com, 02/03/2015).

Pengelolaan Keamanan Dalam Negeri

Hal ini layak dikritisi, khususnya terkait dengan sistem keamanan di tengah masyarakat. Di mana, keamanan dalam negeri masih di tangan kaum muslimin. Artinya, sejumlah pejabat dan penguasa negeri ini adalah umat Islam. Tapi justru kaum muslimin berada dalam kondisi was-was dan tidak aman, terkait dengan keselamatan jiwanya.

Memang tak cukup hanya itu. Meski keamanan berada di tangan kaum muslimin, tapi sistem yang digunakan untuk mengelola keamanan tersebut bukanlah sistem Islam (Khilafah). Melainkan, sistem kapitalisme-demokrasi yang berasas kebebasan dan manfaat. Akibatnya, perilaku individu pun sekehendak hatinya sendiri. Bahkan bukan tidak mungkin, sistem keamanan akan dijadikan sebagai komoditas kapitalistik nantinya. 

Lihat saja, kisruh KPK dan Polri membuktikan bahwa pihak-pihak yang berwenang menjadi penegak hukum dan keamanan dalam negeri, malah ribut sendiri. Begal mah sok seneng weh nge-begal. Mereka tidak berpikir untuk menjauhi aktivitas yang mengganggu keamanan warga, padahal itu termasuk kemaksiatan. Sementara di sisi lain, para pejabat penegak hukum justru tengah sibuk memperdebatkan kebenaran.

Ditambah lagi, konsep sistem keamanannya juga tidak berlandaskan pada amar ma'ruf nahyi mungkar. Akhirnya, tidak ada proses tatsqif sebagaimana ajaran Islam. Yaitu membina dan memahamkan agar dapat membedakan antara yang haq dengan yang bathil, agar individu dan masyarakat senantiasa termotivasi dan tersuasanakan untuk tidak melakukan kemaksiatan. Disamping itu, adanya sistem sanksi yang tegas, yang bersifat sebagai penebus dan pencegah, sehingga mampu membuat jera dan mencegah kemaksiatan selanjutnya, juga efektif memasifkan sistem keamanan yang ada.

Seandainya saja pengelolaan negara ini didasarkan pada sistem Islam, maka sistem keamanan dalam negeri juga akan termasuk yang dikelola sesuai dengan aturan Islam. Dalam struktur negara Khilafah Islam, keamanan dalam negeri ditangani oleh satu departemen yang dinamakan Departemen Keamanan Dalam Negeri. Departemen ini dikepalai oleh Mudir Keamanan Dalam Negeri (Mudîr al-Amni ad-Dâkhili). Departemen ini memiliki cabang di setiap wilayah yang dinamakan Idârah al-Amni ad-Dâkhili (Administrasi Keamanan Dalam Negeri) yang dikepalai oleh Kepala Kepolisian Wilayah (Shâhib asy-Syurthah al-Wilâyah). Cabang ini di bawah wali dari sisi tanfîdz (pelaksanaan/eksekusi), tetapi dari sisi administrasi berada di bawah Departemen Keamanan Dalam Negeri.

Departemen Keamanan Dalam Negeri merupakan departemen yang mengurusi segala bentuk gangguan keamanan. Departemen ini juga mengurusi penjagaan keamanan di dalam negeri melalui satuan kepolisian dan ini merupakan sarana utama untuk menjaga keamanan dalam negeri. Departemen Keamanan Dalam Negeri berhak menggunakan satuan kepolisian kapan pun dan seperti yang diinginkannya. Perintah departemen ini harus segera dilaksanakan. Adapun jika keperluan menuntut untuk meminta bantuan pasukan, maka departemen ini wajib menyampaikan perkara tersebut kepada Khalifah.

Khalifah berhak memerintahkan pasukan untuk membantu Departemen Keamanan Dalam Negeri, atau dengan menyiapkan kekuatan militer untuk membantu Departemen Keamanan Dalam Negeri untuk menjaga keamanan, atau perkara lain menurut pandangan Khalifah. Khalifah juga berhak menolak permintaan Departemen Keamanan Dalam Negeri itu dan memerintahkannya agar mencukupkan diri dengan satuan kepolisian saja.

Satuan kepolisian beranggotakan laki-laki yang sudah balig dan memiliki kewarganegaraan. Wanita boleh menjadi anggota kepolisian untuk melaksanakan tugas-tugas wanita yang memiliki hubungan dengan tugas-tugas keamanan dalam negeri. Negara akan mengeluarkan undang-undang yang khusus untuk mengatur masalah ini sesuai dengan hukum-hukum syariah (Kitab Ajhizah).

Tugas Departemen Keamanan Dalam Negeri Khilafah Islam

Tugas Departemen Keamanan Dalam Negeri adalah menjaga keamanan dalam negeri bagi negara. Beberapa hal yang mungkin akan menganggu keamanan dalam negeri di antaranya adalah murtad dari Islam dan bughât, yakni keluar melepaskan diri dari negara; baik dengan aktivitas-aktivitas pengrusakan dan penghancuran, seperti berbagai bentuk serangan dan pendudukan pusat-pusat (tempat-tempat) strategis di dalam negara dan menguasainya, disertai dengan pelanggaran terhadap berbagai kepemilikan individu atau kepemilikan umum atau kepemilikan negara; ataupun dengan keluar menentang negara dengan menggunakan senjata untuk memerangi negara.

Di antara perbuatan-perbuatan yang mengganggu kemanan dalam negeri adalah al-hirâbah (perompakan), yakni pembegalan di jalanan, menyerang orang-orang untuk merampas harta milik mereka, dan mengancam nyawa mereka. Demikian juga, termasuk perbuatan yang mengganggu keamanan dalam negeri adalah penyerangan terhadap harta-harta masyarakat melalui kejahatan pencurian, perampasan, perampokan, penggelapan; gangguan terhadap jiwa masyarakat melalui pemukukan, pecederaan, dan pembunuhan; serta gangguan terhadap kehormatan melalui publikasi keburukan dan qadzaf (tuduhan) berzina.

Yang juga termasuk tugas-tugas Departemen Keamanan Dalam Negeri adalah treatment (perlakuan) terhadap orang yang dikhawatirkan menimbulkan kemadharatan dan bahaya. Treatment itu adalah dalam rangka untuk menghilangkan bahaya dan kemadharatan mereka terhadap umat dan negara. Inilah berbagai perbuatan yang menonjol yang akan menyebabkan gangguan terhadap keamanan dalam negeri. Departemen Keamanan Dalam Negeri melaksanakan aktivitas untuk menjaga negara dan masyarakat dari seluruh bentuk perbuatan tersebut.

Adapun orang-orang yang berbuat kerusakan, yaitu para pembegal jalanan, orang-orang yang menyerang masyarakat, merampok di jalan, merampas harta dan menghilangkan nyawa, maka Departemen Keamanan Dalam Negeri mengirimkan satuan polisi untuk mengusir mereka dan menjatuhkan sanksi terhadap mereka berupa sanksi hukuman mati dan penyaliban, atau hukuman mati, atau tangan dan kaki mereka dipotong secara bersilangan, atau diasingkan ke tempat lain. Hal itu sesuai dengan ketentuan yang ada di dalam firman Allah: “Sesungguhnya pembalasan terhadap orang-orang yang memerangi Allah dan Rasul-Nya dan membuat kerusakan di muka bumi hanyalah mereka dibunuh atau disalib, atau tangan dan kaki mereka dipotong dengan bertimbal-balik, atau dibuang dari negeri (tempat kediamannya). Yang demikian itu sebagai suatu penghinaan untuk mereka di dunia dan di akhirat mereka mendapatkan siksaan yang besar.” (TQS al- Maidah [5]: 33).

Untuk menghadapi para pembegal jalanan, maka mereka diperangi, baik mereka melawan ataupun melarikan diri, dan mereka diperlakukan sebagaimana ketentuan dalam ayat tersebut. Siapa saja yang membunuh dan mengambil harta, maka ia dijatuhi sanksi bunuh dan disalib. Siapa saja yang membunuh dan tidak mengambil harta, maka ia dijatuhi sanksi dengan dibunuh dan tidak disalib. Siapa saja yang mengambil harta dan tidak membunuh, maka ia dijatuhi sanksi dengan dipotong tangan dan kakinya secara bersilangan dan tidak dibunuh. Siapa saja yang menodongkan senjata, menakut-nakuti orang, tetapi tidak membunuh dan tidak mengambil harta, maka ia tidak dibunuh, tidak disalib, dan tidak dipotong tangan dan kakinya secara bersilangan. Ia hanya dibuang dengan diasingkan dari negerinya ke negeri lain yang jauh dari negara.

Departemen Keamanan Dalam Negeri membatasi diri dengan hanya memanfaatkan satuan polisi dalam menjaga keamanan negara. Departemen tidak boleh memanfaatkan selain satuan polisi; kecuali dalam kondisi polisi tidak mampu untuk menstabilkan keamanan. Dalam kondisi ini, Departemen Keamanan Dalam Negeri meminta Khalifah agar mendukungnya dengan kekuatan militer lainnya atau dengan kekuatan pasukan, sesuai tututaan keadaan.

Adapun serangan terhadap harta dalam bentuk pencurian, penggelapan, perampasan, dan perampokan; penyerangan terhadap jiwa dalam bentuk pemukulan, pencederaan, dan pembunuhan; serta pelanggaran terhadap kehormatan dalam bentuk publikasi keburukan dan qadzaf (menuduh seseorang berzina), maka Departemen Keamanan Dalam Negeri bertindak mencegahnya dengan mewaspadai, menjaga, dan melakukan patroli; kemudian dengan menerapkan hukuman-hukuman yang telah diputuskan qâdhî terhadap orang yang melakukan pelanggaran atas harta, jiwa, atau kehormatan tersebut. Semua itu tidak memerlukan kekuatan kecuali kekuatan satuan kepolisian saja.

Dalam hal ini, polisi diberi tugas untuk menjaga sistem, mengelola keamanan dalam negeri, dan melaksanakan seluruh aspek implementatif. Hal ini sesuai dengan hadits Anas yang menyebutkan tentang Rasul saw. yang menjadikan Qais bin Saad di sisi Nabi saw. memiliki kedudukan sebagai kepala polisi. Hadits itu menunjukkan bahwa polisi berada di samping penguasa. Makna berada di samping penguasa itu adalah polisi berperan sebagai kekuatan implementatif yang dibutuhkan oleh penguasa untuk menerapkan syariah, menjaga sistem, dan melindungi keamanan, termasuk melakukan kegiatan patroli. Kegiatan patroli itu adalah berkeliling pada malam hari untuk mengawasi dan mengejar pencuri serta mencari orang yang berbuat kerusakan/kejahatan dan orang yang dikhawatirkan melakukan tindak kejahatan (Kitab Ajhizah).

Khatimah

Demikianlah Khilafah mengatur sistem keamanan dalam negeri dengan sangat paripurna. Karena itu, persoalan umat kini bukanlah mendirikan banyak negara, melainkan membangun negara yang satu di seluruh dunia Islam. Bukan negara sembarang negara. Bukan pula membangun sebuah negara yang diberi sebutan Islam dan berhukum dengan selain yang diturunkan Allah.

Melainkan, membangun sebuah negara yang akan dapat melanjutkan kehidupan Islami yang terpancar dari akidah; sekaligus menerapkan Islam di tengah-tengah masyarakat, setelah terlebih dahulu Islam merasuk ke dalam jiwa, mantap di dalam akal, serta mengemban dakwah Islam ke seluruh penjuru dunia.

Sangat penting bagi umat Islam abad 21 ini untuk tidak mengisahkan Daulah Khilafah Islam sebatas romansa masa lalu. Sangat penting bagi kita untuk mendekatkan dan membumikan Khilafah dalam pemikiran dan perasaan kita. Khilafah yang telah runtuh 90 tahun lalu, kini diingat bukan untuk diratapi, tapi untuk diperjuangkan agar tegak kembali. “...kemudian akan ada khilafah di atas metode kenabian.” (HR. Ahmad). Wallaahu a’lam bish showab []

sumber: https://www.islampos.com/ketika-begal-makin-bengal-167291/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar