Selasa, 10 Maret 2015

Perempuan, Isu ‘Cantik’ untuk Menyerang Syariah

Nindira Aryudhani, S.Pi, M.Si

Muqodimah

Perempuan, makhluk cantik yang juga ‘cantik’ untuk dibahas. Kala kaum feminis mencoba membuat pembelaan untuk memblokade penindasan perempuan atas nama hak asasi manusia (HAM), nyatanya itu tak signifikan mengubah nasib perempuan. Ironisnya, pembelaan itu tak lebih dari sikap reaktif yang tak solutif. Buktinya, ketertindasan perempuan toh masih terpelihara. Jadi apa masalah sejatinya?

Inilah yang coba dijawab oleh sebuah agenda besar berkumpulnya seribu orang perempuan. Mereka hadir tak sekedar daftar. Tapi mereka hadir untuk berkontribusi total terhadap nasib perempuan. Mereka bicara Islam. Mereka bicara syariah. Mereka bicara Khilafah. Yang kesemuanya justru tentang solusi Islam terhadap permasalahan perempuan. Yang dibicarakan oleh perempuan, untuk kepentingan perempuan.

Tak pelak, semua itu termaktub dalam agenda besar Konferensi Perempuan dan Syariah yang diselenggarakan oleh Muslimah Hizbut Tahrir Indonesia. Konferensi bersejarah yang diikuti perempuan untuk menjawab permasalahan perempuan dalam bingkai ideologi Islam. Bertempat di AAC (Academic Activity Center) Dayan Dawood, Komplek Unsyiah, Banda Aceh (07/03/2015), acara ini jelas representatif untuk membicarakan solusi Islam bagi permasalahan perempuan. Bertema “Mengakhiri Serangan terhadap Syariah”, konferensi ini menawarkan solusi sistemik namun bukan bersumber dari ide feminis. Solusi fundamental tapi bukan dari konsep HAM. Melainkan solusi tuntas dari Allah Swt.

Menjawab Tudingan Buruk Penerapan Syariat Islam

Bagi setiap muslim, penerapan syariat bukan pilihan. Penerapan syariat adalah tuntutan imani yang melekat pada diri kita. Syariat Islam adalah hukum-hukum yang bersumber dari Allah SWT. Dialah Zat Yang Mahatahu apa yang terbaik untuk menangani seluruh urusan manusia, termasuk perlakuan terhadap perempuan. Standar kebenaran dan kebaikan semestinya dikembalikan kepada Allah, bukan dituntun oleh HAM dan nilai kebebasan. Untuk itu berbagai pandangan miring terhadap penerapan syariat tidak boleh dijawab dengan mengevaluasi layak tidaknya syariat menyelesaikan persoalan manusia. Serangan terhadap syariat juga tidak pantas dihadapi dengan sikap defensif apologetik.

Kesalahpahaman terhadap syariat semestinya mendorong kita untuk memberikan penjelasan rinci dan gambaran menyeluruh bagaimana semestinya hukum Allah diterapkan. Hingga bisa difahami bahwa penerapan syariat secara parsial dan lokal adalah penerapan yang tidak ideal. Dengan demikian, tentu tidak fair jika menunjuk penerapan syariat sebagai penyebab masih melekatnya masalah kemiskinan dan kekerasan pada diri perempuan. Sebab pada saat yang sama, berlakunya sistem demokrasi-liberal yang merusak terus memproduksi beragam krisis ekonomi maupun moral.

Gambaran buruk penerapan syariat terhadap perempuan adalah kebohongan terorganisir yang dipropagandakan oleh pemerintahan Barat dan para penguasa antek Barat untuk mempertahankan kepentingan mereka terhadap negeri-negeri Muslim. Mereka memanfaatkan dan mendanai berbagai lembaga internasional dan lokal, juga menyetir opini media massa sesuai kepentingannya.

Akan halnya serangan masif terhadap syariat terkait isu perempuan, tidak lain adalah reaksi membabi buta akibat ketakutan akan kembalinya Islam melalui perjuangan yang disokong penuh oleh kaum perempuan. Sekuat tenaga mereka mencegah kemunculan kembali sistem Islam yang hakiki, yang menjamin pemenuhan seluruh kebutuhan masyarakatnya, memberi kesejahteraan dan kedudukan terhormat pada kaum perempuan.

Karenanya serangan ini tidak bisa dihadapi secara sporadis. Tidak pula dengan adanya revisi dan perbaikan implementasi berbagai Perda dan qanun. Beragam serangan tersebut akan berakhir bila umat Islam memiliki sebuah negara yang menerapkan syariat secara sempurna dan menyeluruh (kaffah).

Penting kiranya bagi khalayak memahami hingga pada level mekanisme penjagaan negara terhadap syariat Islam secara sistemik, yaitu sebagai berikut: 
  1. Melakukan edukasi. Negara melakukan edukasi publik untuk menanamkan keimanan yang bersifat aqliyah (rasional) dan memastikan adanya penjelasan yang cukup bagi siapapun untuk memahami syariat secara utuh hingga bisa menjalankannya dengan penuh keyakinan dan ketaatan.
  2. Mendorong budaya peduli. Keterlibatan masyarakat (public engagement) dalam negara yang menerapkan syariat akan muncul berwujud budaya saling menasihati antar sesama dan muhasabah lil hukkam.
  3. Menerapkan sanksi yang tegas. Negara tidak akan membiarkan hadirnya pemikiran asing yang destruktif melalui berbagai media maupun lembaga. Pihak yang menyebarkan pemikiran dan propaganda meragukan hukum syariat dan kelayakan sistem Islam diancam sanksi penjara mulai 2 tahun hingga 15 tahun, bahkan boleh sampai taraf hukuman mati.
  4. Menyiapkan infrastruktur yang memadai. Sistem yang memadai berupa model pemerintahan Islam yang khas, sistem ekonomi islam yang produktif dan anti krisis, sistem sosial (ijtima’i) Islam yang bermartabat dan sistem Islam lainnya harus dipraktikkan sehingga menghasilkan solusi (mualajah musykilah). 
Perempuan dalam Syari’ah Islam

Kaum muslimin harus memahami, bahwa penerapan Syariat Islam sejatinya akan memberikan kemaslahatan kepada masyarakat, termasuk perempuan. Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya, perempuan adalah saudara kembar laki-laki”, ini mengindikasikan bahwa perempuan dan laki-laki berada di bawah aturan syari’ah yang sama, kecuali aturan untuk perbedaan kodratnya sebagai laki-laki dan perempuan. Berikut peran perempuan ketika Islam diterapkan secara sempurna:

1. Politik Praktis

Walau Islam melarang perempuan untuk memikul kewajiban pemerintahan dan urusan yang berkaitan dengan kekuasaan, namun perempuan diwajibkan untuk melakukan politik praktis. Sebagaimana yang disampaikan ayat berikut:

﴿وَلْتَكُنْ مِنْكُمْ أُمَّةٌ يَدْعُونَ إِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ

“Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar[; merekalah orang-orang yang beruntung.” (TQS. Ali Imran: 104).

Realita menunjukkan kepemimpinan perempuan dalam kerja politik sebagai bagian dari ketundukan pada aturan Syariah, yaitu:

(a). Perjuangan melawan penguasa tiran. Adalah Sumayyah Ummu Ammar bin Yasir r.a, seorang syahidah pertama dalam Islam.

(b). Partisipasi dalam aksi perubahan penting. Perempuan telah ikut serta dalam suatu peristiwa penting dalam Islam yaitu Bai’at Aqabah kedua (momentum pendirian negara Islam pertama). Mereka adalah Ummu Imarah r.a. dan Ummu Mani’i r.a.

(c). Partisipasi dalam Syura (Musyawarah) pada majlis umat). Rasulullah SAW pernah meminta keputusan Ummu Salamah r.a. setelah Perjanjian Hudaibiyah, ketika umat Islam lambat dalam menanggapi perintah beliau untuk melepas Ihram.

2. Perempuan Pelopor dalam Aksi Jihad

Walaupun jihad bukanlah kewajiban perempuan, Islam membolehkan perempuan berpartisipasi dalam berjuang. Ummu Imarah Nusaybah binti Ka’abr.a., Asma’a binti Yazid bin Al Sakanr.a. yang memiliki julukan juru bicara wanita, telah membunuh sembilan orang tentara Romawi dengan ujung tendanya di perang Yarmuk. Ada pula perempuan yang berpartisipasi dalam menyediakan makanan dan mengobati tentara yang terluka seperti Ummu Athiyyah r.a. dan Rufaidah Al-Aslamiyyah r.a.

3. Pelopor dalam keluarganya

Syariah memandang perempuan pada dasarnya adalah ibu dan pengatur rumah tangga. Demikanlah yang dilakukan oleh Al-Khansa pada anak-anak laki-lakinya dengan kecintaan pada jihad dan kesyahidan. Ketika datang kabar tentang syahid anaknya, dia tidak berkata apa-apa selain, “Segala puji bagi Allah yang memuliakanku dengan mensyahidkan mereka dalam bertempur di jalan Allah”.

4. Pelopor dalam Pengetahuan

Al-Shifa’a r.a, seorang perempuan yang diminta oleh Rasulullah SAW untuk mengajarkan cara membaca dan menulis untuk para perempuan di kota Madinah. Diantara mereka adalah Ummul Mukminin Hafsah binti Umar r.a. Rumahnya adalah sekolah pertama di Madinah Al Munawarah.

Tak hanya itu, diantara perempuan yang mencapai derajat mujtahid adalah Aisyah r.a., yang menjadi rujukan pendapat (fatwa). Al –Shifa’ar.a. karena pengetahuan, kehormatan, dan wataknya yang kuat dia telah ditunjuk sebagai hakim di pasar pada masa pemerintahan Umar bin Al-Khattab r.a. Ketika Syariat Islam diterapkan secara sempurna, ternyata didapati perempuan yang menjadi ahli ijtihad, hakim yang mulia, dokter tegar.

Khatimah: Khilafah Mewujudkan Kesejahteraan dan Kemuliaan Perempuan

Penerapan Syariat Islam yang kaaffah hanya terwujud ketika ditegakkan sistem Khilafah. Keberadaan Khilafah adalah kewajiban dalam Islam. Seluruh perempuan Islam memiliki tanggung jawab untuk mengupayakan tegaknya kembali sistem ini.

Khilafah adalah sistem yang menjamin hak penuh perempuan dalam hal pendidikan, ekonomi, hukum dan politik. Khilafah menekankan pentingnya mengembalikan perempuan sebagai ibu generasi, satu peran terhormat yang tak bisa ditandingi dengan kedudukan dan jabatan apapun. Khilafah mewajibkan penjagaan kehormatan perempuan, dari terjadinya pelecehan, kekerasan, eksploitasi dan perampasan hak-hak. Prinsip khilafah dalam memperlakukan perempuan: “Hukum asal seorang perempuan adalah sebagai ibu dan rabbatul bayt, dan perempuan adalah kehormatan yang wajib dijaga”. 

Di bawah naungan Khilafah sosok perempuan akan menjadi: 

(a) warga negara yang bermartabat dan dihormati.
(b) Perempuan akan bekerja berdasarkan pilihannya–tanpa keterpaksaan–dan mendapatkan haknya sebagai pekerja secara jelas.
(c) manusia yang menyadari betapa besarnya peran perempuan sebagai ibu generasi. Khilafah tidak membiarkan mereka bekerja meski satu hari demi memenuhi kebutuhan diri atau anak-anak mereka. 
(d) Perempuan yang akan membuat iri dunia karena kedudukan mereka dan akan menjadi panutan yang layak dan menginspirasi para perempuan secara global.

Khilafah mampu menjamin hak-hak kaum perempuan. Khilafah akan menjauhkan perempuan dari kemiskinan, eksploitasi, perendahan martabat dan ketidakadilan. Khilafah akan memberikan kesejahteraan, keamanan, kehormatan dan keadilan bagi setiap perempuan di seluruh wilayah negara tanpa kecuali.

Selayaknya semua perempuan menolak semua sistem buatan manusia. Sistem demokrasi-liberal telah nyata cacat dan gagal dalam menjamin kebaikan bagi perempuan. Perjuangan untuk memperbaiki nasib kaum perempuan hanya akan menghasilkan kegagalan dan keputusasaan bila jalan yang ditempuh adalah perjuangan kesetaraan gender ala kaum feminis, atau dengan meraih kursi-kursi parlemen dan kekuasaan. Jalan ini juga bertentangan dengan syariat sehingga semua muslimah semestinya menolaknya. []

sumber: https://www.islampos.com/perempuan-isu-cantik-untuk-menyerang-syariah-168563/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar