Minggu, 16 Desember 2012

PENDIDIKAN KARAKTER MENJAMIN KECEMERLANGAN GENERASI, BENARKAH?

Nindira Aryudhani, S.Pi, M.Si



Tahun 2012 mencapai penghujung. Namun yang terjadi, kualitas generasi abad 21 ini justru makin diragukan. Makin nyata bahwa negeri ini tengah menghadapi krisis SDM, baik dari sisi akhlak maupun integritas. Lihatlah data berikut ini (Litbang Kompas 2012):
·     158 kepala daerah tersangkut korupsi sepanjang 2004-2011
·     42 anggota DPR terseret korupsi pada kurun waktu 2008-2011
·     30 anggota DPR periode 1999-2004 terlibat kasus suap pemilihan DGS BI
·     Kasus korupsi terjadi diberbagai lembaga seperti KPU,KY, KPPU, Ditjen Pajak, BI, dan BKPM
Begitu pula generasi mudanya. Diantara para pelajar dan mahasiswa, banyak yang tidak punya sopan santun, bagus nilainya untuk “pelajaran” pornografi, narkoba, kebut-kebutan, serta maniak having fun.
Atau saksikanlah potret anak didik, di mana tawuran pelajar sekolah telah mencoreng dunia pendidikan Indonesia. Pada 2010, setidaknya terjadi 128 kasus tawuran antar pelajar. Angka itu melonjak tajam lebih dari 100% pada 2011, yakni 330 kasus tawuran yang menewaskan 82 pelajar. Pada Januari-Juni 2012, telah terjadi 139 tawuran yang menewaskan 12 pelajar (tvOne, 27/09/2012).
Padahal untuk menjadi sebuah bangsa yang maju dan terdepan kualitas SDM mutlak diperlukan. Kualitas SDM yang dimaksud adalah berkaitan dengan integritas kepada kebenaran, ketinggian budi dan perilaku, kritis dan intelek, bahkan yang lebih penting adalah visioner dan berjiwa pemimpin. Karena, negara yang besar adalah negara yang dicirikan oleh kualitas generasi mudanya dengan kepribadian unggul sebagai ukurannya. Tapi, bagaimana nasib bangsa ini kedepan jika SDM-nya mengalami krisis identitas dan integritas?
Karena itu, Pemerintah melalui Kemendikbud menggulirkan program Pendidikan Berkarakter guna mewujudkan generasi unggul yang berjiwa pemimpin dan memiliki integritas kepada nilai kebenaran. Pendidikan karakter, saat ini dianggap mutlak perlu bukan hanya di sekolah saja, tapi di rumah dan di lingkungan sosial. Bahkan sekarang ini peserta pendidikan karakter bukan lagi anak usia dini hingga remaja, tetapi juga usia dewasa. Semuanya demi kelangsungan hidup bangsa ini (www.pendidikankarakter.com).
Sejatinya, pendidikan berkarakter berasal dari Barat. Sistem pendidikan Barat sendiri telah gagal melahirkan generasi unggul.  Maka, ketika kita mengikuti sistem pendidikan Barat, kita pun terikut mengalami kerusakan kualitas SDM.
Pada hakikatnya, tempat belajar bagi generasi dan umat adalah sekolah/lembaga pendidikan dan lingkungan tempat dia hidup.  Lingkungan ini dibentuk oleh pemikiran, perasaan dan aturan sebuah sistem.  Selama sistem yang diterapkan masih berbasis sistem sekular-kapitalis, maka pendidikan berkarakter pun tidak ada artinya. Oleh karena itu, pendidikan berkarakter tidak mungkin melahirkan generasi unggul dan cemerlang karena berpijak kepada nilai-nilai Barat, yaitu rasionalitas dan kebebasan yang berdasar pada aqidah sekularisme.
Pendidikan karakter hanya akan mencetak generasi muslim tanpa proses yang benar dan berbasis pada tujuan yang hakiki, yaitu sebagai bagian dari kehidupan. Jika demikian, sangatlah tidak mungkin kita harapkan mereka mampu menyelesaikan problematika bangsa. Akibatnya, mereka menjadi lemah identitas keislamannya karena berlandaskan pada standar manusia. Contoh: berzina tidak dipandang salah jika dilakukan suka sama suka. Lalu, korupsi akan dipandang buruk bukan karena bertentangan dengan Islam,  tapi sebatas karena merusak dan merugikan masyarakat.
Proses pembentukan karakter (character building) yang seharusnya berimbang antara syakhsiyah (karakter, kepribadian), tsaqofah dan ilmu kehidupan, tidak dikembangkan secara proporsional. Metode penanaman dan pengkristalan pemahaman serta kesadaran anak didik terhadap pentingnya aqidah dalam proses pembelajaran telah terkikis.
Islam memandang bahwa syakhsiyah harus dibangun dari aqliyah (pola pikir) dan nafsiyah (pola sikap). Aqliyah Islam adalah standar berpikir dan norma baik buruk berlandaskan aqidah Islam dan hukum Islam bukan rasio dan naluri manusia. Nafsiyah Islam adalah cara bersikap dan mengambil pilihan-pilihan dalam hidupnya sejalan dengan aqliyah/pola berpikir Islam. Bagi setiap muslim, standar baik-benar hanyalah dari Allah SWT dan Rasul-Nya. Termasuk karakter/kepribadian baik juga ditentukan Allah. Firman Allah:
Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui. (TQS Al-Baqoroh [2]: 216).
Seorang yang memiliki syakhsiyah Islamiyyah (karakter/kepribadian Islam) yang tangguh akan tampil mulia di tengah masyarakat dengan sifat-sifat khas dan unik. Sejarah membuktikan, generasi muda senantiasa berperan sentral dan strategis menuju perubahan fundamental. Jadi jelas, generasi muda muslim adalah generasi terbaik, sehingga mereka tidak boleh terjebak dalam skenario Barat untuk melanggengkan sekularisme.
Proses untuk membangun bangsa yang peduli terhadap masalah umat sangat erat kaitannya dengan upaya mencetak generasi muda muslim. Dalam hal ini, terdapat tiga pilar yang harus terintegrasi, yaitu keluarga (sebagai sekolah pertama dan utama), lembaga pendidikan (dengan kurikulum berlandaskan aqidah Islam dalam rangka mewujudkan kepribadian Islam) serta pemerintah atau negara (penanggung jawab dan pelaksana hukum Islam). Misinya adalah mewujudkan lingkungan dan peraturan yang kondusif dalam menjaga kualitas generasi muda. Dengan demikian, generasi cemerlang adalah generasi terbaik dambaan umat, yang hanya dapat terwujud dalam sistem yang menegakkan syariat Islam dalam bingkai Khilafah Islamiyyah, aamiin. Wallaahu a’lam bish showab.