Tahun 2012 mencapai penghujung. Namun yang terjadi, kualitas generasi
abad 21 ini justru makin diragukan. Makin nyata bahwa negeri ini tengah
menghadapi krisis SDM, baik dari sisi akhlak maupun integritas. Lihatlah data
berikut ini (Litbang Kompas 2012):
·
158 kepala daerah tersangkut korupsi
sepanjang 2004-2011
·
42 anggota DPR terseret korupsi pada
kurun waktu 2008-2011
·
30 anggota DPR periode 1999-2004
terlibat kasus suap pemilihan DGS BI
·
Kasus korupsi terjadi diberbagai
lembaga seperti KPU,KY, KPPU, Ditjen Pajak, BI, dan BKPM
Begitu pula generasi mudanya. Diantara
para pelajar dan mahasiswa, banyak yang tidak punya sopan santun, bagus
nilainya untuk “pelajaran” pornografi, narkoba, kebut-kebutan, serta maniak having fun.
Atau saksikanlah potret anak didik, di
mana tawuran
pelajar sekolah telah mencoreng dunia
pendidikan Indonesia. Pada 2010, setidaknya terjadi 128 kasus tawuran antar
pelajar. Angka itu melonjak tajam lebih dari 100% pada 2011, yakni 330 kasus
tawuran yang menewaskan 82 pelajar. Pada Januari-Juni 2012, telah terjadi 139
tawuran yang menewaskan 12 pelajar (tvOne, 27/09/2012).
Padahal untuk menjadi sebuah bangsa yang maju dan terdepan kualitas SDM
mutlak diperlukan. Kualitas SDM yang dimaksud adalah berkaitan dengan
integritas kepada kebenaran, ketinggian budi dan perilaku, kritis dan intelek, bahkan
yang lebih penting adalah visioner dan berjiwa pemimpin. Karena, negara yang besar adalah negara yang dicirikan oleh kualitas
generasi mudanya dengan kepribadian unggul sebagai
ukurannya. Tapi, bagaimana nasib bangsa ini kedepan jika SDM-nya mengalami
krisis identitas dan integritas?
Karena itu, Pemerintah melalui Kemendikbud menggulirkan program
Pendidikan Berkarakter guna mewujudkan generasi unggul yang berjiwa pemimpin
dan memiliki integritas kepada nilai kebenaran. Pendidikan karakter, saat ini dianggap mutlak perlu bukan hanya di sekolah saja, tapi di rumah dan di lingkungan sosial. Bahkan sekarang ini peserta pendidikan karakter bukan lagi anak usia dini hingga remaja, tetapi juga usia dewasa. Semuanya demi kelangsungan hidup bangsa ini (www.pendidikankarakter.com).
Sejatinya, pendidikan berkarakter berasal dari Barat. Sistem pendidikan
Barat sendiri telah gagal melahirkan generasi unggul. Maka, ketika kita mengikuti sistem pendidikan
Barat, kita pun terikut mengalami kerusakan kualitas SDM.
Pada hakikatnya, tempat belajar bagi generasi dan umat adalah
sekolah/lembaga pendidikan dan lingkungan tempat dia hidup. Lingkungan ini dibentuk oleh pemikiran,
perasaan dan aturan sebuah sistem.
Selama sistem yang diterapkan masih berbasis sistem sekular-kapitalis,
maka pendidikan berkarakter pun tidak ada artinya. Oleh karena itu, pendidikan
berkarakter tidak mungkin melahirkan generasi unggul dan cemerlang karena
berpijak kepada nilai-nilai Barat, yaitu rasionalitas dan kebebasan yang berdasar pada aqidah sekularisme.
Pendidikan karakter hanya akan mencetak generasi
muslim tanpa proses
yang benar dan berbasis pada tujuan yang hakiki, yaitu sebagai bagian dari
kehidupan. Jika demikian, sangatlah tidak mungkin kita harapkan mereka mampu menyelesaikan problematika
bangsa.
Akibatnya, mereka menjadi lemah
identitas keislamannya karena berlandaskan pada standar manusia. Contoh:
berzina tidak dipandang salah jika dilakukan suka sama suka. Lalu, korupsi akan
dipandang buruk bukan karena bertentangan dengan Islam, tapi sebatas karena merusak dan merugikan
masyarakat.
Proses pembentukan karakter (character building) yang seharusnya berimbang antara syakhsiyah (karakter, kepribadian), tsaqofah dan
ilmu kehidupan, tidak dikembangkan secara proporsional. Metode penanaman dan pengkristalan pemahaman serta kesadaran anak
didik terhadap pentingnya aqidah dalam proses pembelajaran
telah terkikis.
Islam memandang bahwa syakhsiyah
harus dibangun dari aqliyah (pola
pikir) dan nafsiyah (pola sikap).
Aqliyah Islam adalah standar berpikir dan norma baik buruk berlandaskan aqidah
Islam dan hukum Islam bukan rasio dan naluri manusia. Nafsiyah Islam
adalah cara bersikap dan mengambil pilihan-pilihan dalam hidupnya sejalan
dengan aqliyah/pola berpikir Islam. Bagi setiap muslim, standar baik-benar
hanyalah dari Allah SWT dan Rasul-Nya. Termasuk karakter/kepribadian baik juga
ditentukan Allah. Firman Allah:
Boleh jadi
kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu
menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu
tidak mengetahui. (TQS Al-Baqoroh [2]:
216).
Seorang yang memiliki
syakhsiyah Islamiyyah (karakter/kepribadian
Islam) yang tangguh akan tampil mulia di tengah masyarakat dengan sifat-sifat
khas dan unik. Sejarah membuktikan, generasi muda senantiasa berperan sentral
dan strategis menuju perubahan fundamental. Jadi jelas, generasi muda muslim
adalah generasi terbaik, sehingga mereka tidak boleh terjebak dalam skenario
Barat untuk melanggengkan sekularisme.
Proses untuk
membangun bangsa yang peduli terhadap masalah umat sangat erat kaitannya dengan
upaya mencetak generasi muda muslim. Dalam hal ini, terdapat tiga pilar yang harus terintegrasi, yaitu keluarga (sebagai sekolah
pertama dan utama), lembaga
pendidikan (dengan kurikulum berlandaskan aqidah Islam dalam rangka mewujudkan
kepribadian Islam) serta pemerintah atau negara (penanggung jawab
dan pelaksana hukum Islam). Misinya adalah mewujudkan lingkungan dan peraturan
yang kondusif dalam menjaga kualitas generasi muda. Dengan demikian, generasi
cemerlang adalah generasi terbaik dambaan umat, yang hanya dapat terwujud dalam sistem yang menegakkan syariat Islam dalam
bingkai Khilafah Islamiyyah, aamiin. Wallaahu a’lam bish
showab.