Nindira Aryudhani, S.Pi, M.Si
Tanggal
3 Maret 1924 adalah tanggal resmi keruntuhan Daulah Khilafah Islam. Yang mana,
generasi sekarang belum pernah menyaksikan Daulah Khilafah Islam yang menerapkan
Islam. Begitu pula generasi yang hidup pada akhir masa Daulah Khilafah Islam
(Daulah Utsmaniyah) yang berhasil diruntuhkan Barat. Mereka hanya dapat
menyaksikan sisa-sisa negara tersebut dengan secuil sisa-sisa Pemerintahan
Islam. Karena itu, sulit sekali bagi seorang muslim untuk memperoleh gambaran
tentang Pemerintahan Islam yang mendekati fakta sebenarnya sehingga dapat
disimpan dalam benaknya.
Khilafah
Telah Runtuh
Padahal
baru sekitar 90 tahun Daulah Khilafah Islam runtuh. Namun bekasnya yang
sebelumnya pernah tegak selama 13 abad itu sama sekali tak nampak. Umat Islam
saat ini tidak akan mampu menggambarkan bentuk pemerintahan tersebut, kecuali
dengan standar sistem demokrasi yang rusak yang kini bisa kita saksikan, yang
dipaksakan atas negeri-negeri Islam. Serial kekinian yang barangkali dianggap
menggambarkan pemerintahan Islam di masa lalu, sebutlah “Abad Kejayaan” atau
“Jodha-Akbar” di salah satu stasiun televisi swasta itu, tak ubahnya penyesatan
belaka.
Kesulitannya
bukan hanya itu. Masih ada yang lebih sulit lagi yaitu mengubah benak
(pemikiran) yang sudah terbelenggu oleh tsaqafah Barat. Tsaqafah tersebut
merupakan senjata yang digunakan Barat untuk menikam Daulah Khilafah Islam,
dengan tikaman yang luar biasa, hingga mematikannya. Barat lalu memberikan senjata
itu kepada generasi muda negara tersebut, dalam kondisi masih meneteskan darah
“ibu” mereka yang baru saja terbunuh, sambil berkata dengan sombong, “Sungguh
aku telah membunuh ibu kalian yang lemah itu, yang memang layak dibunuh karena
perawatannya yang buruk terhadap kalian. Aku janjikan kepada kalian perawatan
yang akan membuat kalian bisa merasakan kehidupan bahagia dan kenikmatan yang nyata.”
Kemudian, mereka mengulurkan tangannya untuk bersalaman dengan si pembunuh,
padahal senjata sang pembunuh itu masih berlumuran darah ibu mereka. Perlakuan
pembunuh itu kepada mereka seperti serigala yang membiarkan mangsanya lari,
lalu dikejar lagi agar dapat ditangkap dan dimangsa. Mangsanya itu tidak akan
bangun lagi kecuali diterkam kembali hingga darahnya mengucur atau dibanting ke
dalam jurang, kemudian serigala itu memangsanya.
Bagaimana
mungkin orang-orang yang benaknya telah terbelenggu tersebut dapat mengetahui
bahwa senjata beracun yang pernah dipakai untuk mengakhiri Daulah Khilafah
Islam milik mereka itu adalah senjata yang sama yang dapat menghabisi —selama
mereka berpegang teguh kepadanya— kehidupan dan institusi mereka.
Pemikiran-pemikiran yang mereka usung —seperti nasionalisme, sekularisme, dan
ide-ide lain yang dipakai untuk menikam Islam— adalah sebagian racun yang
sengaja dicekokkan oleh tsaqafah tersebut kepada mereka.
Serangan
Misionaris, seluruhnya merupakan kenyataan sejarah yang mengawali segalanya.
Serangan itu menunjukkan kepada kita perihal sang pembunuh yang sadis itu.
Memahamkan kepada kita tentang berbagai sebab yang mendorongnya melakukan
tindakan sadis tersebut, serta memperlihatkan kepada kita berbagai sarana yang
digunakan untuk merealisir aksinya. Ternyata tidak ada sebab lain, kecuali
dengan maksud untuk melenyapkan Islam dan tidak ada sarana yang paling penting,
kecuali tsaqafah tersebut yang datang bersamaan dengan serangan para misionaris.
Kaum
Muslim telah lupa tentang bahaya tsaqafah ini. Memang mereka memerangi
penjajah, tetapi pada saat yang sama mereka pun mengambil tsaqafahnya. Padahal,
tsaqafah itulah penyebab terjajahnya mereka, sekaligus terkonsentrasikannya
penjajahan di negeri-negeri mereka. Selanjutnya, mereka menyaksikan betapa
banyak pandanganpandangannya yang saling bertentangan, rendah, hina, dan
menjijikan. Mereka membalikkan punggungnya dari orang-orang asing —dengan mengklaim
bahwa hal itu dilakukan untuk memerangi mereka— seraya mengulurkan tangan
kepada Barat dari arah belakang dengan maksud untuk mengambil racun-racunnya
yang mematikan itu, lalu menelannya. Akibatnya, mereka jatuh tersungkur di
hadapannya dalam keadaan binasa. Orang-orang bodoh menyangka mereka adalah para
syuhada yang gugur di medan perang. Padahal, mereka hanyalah petarung yang lupa
dan sesat.
Apa
sebetulnya yang mereka kehendaki? Apakah mereka menghendaki negara yang tidak
berasaskan Islam, ataukah menginginkan banyaknya negara di negeri-negeri Islam?
Sebetulnya Barat —sejak kekuasaan beralih kepadanya—, telah memberikan banyak
negara kepada mereka untuk menuntaskan makarnya dalam menjauhkan Islam dari
pemerintahan, memecah-belah negeri-negeri kaum Muslim, serta membius mereka
dengan sikap phobi terhadap kekuasaan. Setiap saat, Barat selalu memberi mereka
negara baru untuk semakin menyesatkan dan menambah perpecahan mereka. Barat
selalu siap memberi mereka lebih banyak lagi, selama mereka masih mengusung
ideologi dan pemahamannya karena mereka adalah pengikut setia Barat.
Melenyapkan
Daulah Khilafah Islam
Perang
Dunia I berakhir ditandai dengan gencatan senjata antara dua pihak yang ber
tempur, setelah sekutu memperoleh kemenangan gemilang. Sementara Daulah
Utsmaniyah hancur berkeping-keping menjadi negara-negara kecil. Sekutu berhasil
menguasai seluruh negeri Arab, Mesir, Suriah, Palestina, kawasan Timur Yordania
dan Irak, lalu mereka memaksanya untuk melepaskan diri dari Daulah Utsmaniyah. Di
tangan penguasa Utsmaniyah tidak ada yang tersisa selain negeri Turki. Turki
sendiri sudah disusupi sekutu.
Angkatan
Laut Inggris menguasai selat Bosporus. Pasukan Inggris menduduki sebagian
ibukota dan alur pelayaran Selat Dardanella serta beberapa medan pertempuran penting
di seluruh wilayah Turki. Pasukan Perancis menduduki sebagian kota Istambul dan
memenuhi jalan-jalan dengan pasukannya yang terdiri dari orang-orang Senegal.
Tentara Italia menguasai Beira dan jalur kereta api. Para perwira sekutu
mengendalikan urusan kepolisian, pasukan pengawal nasional (garda nasional) dan
pelabuhan. Mereka juga melucuti senjata para perwira Turki dan membubarkan
sebagian dari tentara Turki. Pemerintahan yang sakit ini akhirnya dibentuk
kembali di bawah kepemimpinan Taufiq Pasha, yang menjalankan
instruksi-instruksi musuh yang berkuasa. Saat itu Khalifah Negara Islam adalah
Wahiduddin. Dia melihat bahwa dirinya dihadapkan pada masalah ini dan dia wajib
menyelamatkan kedudukannya dengan cara yang sangat bijak.
Saat
itu, kondisi negara memang masih tetap seperti semula, yakni Sekutu masih terus
mendominasi dan Turki terus dalam keadaan beku hingga pertengahan tahun 1919 M.
Di ujung tahun ini keadaan mulai berubah. Kelemahan menggerogoti pasukan
Sekutu. Italia, Perancis, dan Inggris mengalami kelesuan yang sangat parah,
karena pertikaian masalah ras. Konflik internal sangat tajam hingga nyaris
mencerai-beraikan barisan kesatuan mereka. Di antara negara-negara sekutu
sendiri telah dirayapi pertikaian. Kondisi ini sebenarnya sangat memungkinkan
bagi Turki, mencoba membidikkan anak panahnya yang terakhir, sehingga
diharapkan dapat menyelamatkan kedudukan Negara. Tindakan ini seharusnya
diambil Turki setelah melihat sekutu dalam keadaan lemah dan saling bertikai
sampai-sampai di antara sesama mereka saling berebut untuk membakar Turki agar
melawan negara-negara tertentu, dan membantu mengalahkan negara-negara lainnya
dari kelompok yang sama, yaitu Sekutu.
Konferensi
perdamaian belum ditetapkan, syarat-syarat perdamaian juga belum dirumuskan.
Sementara di bagian ufuk, kilauan cahaya angan-angan mulai tampak. Keyakinan
akan kemungkinan menyusun gerakan perlawanan mulai terbentuk. Akan tetapi,
Inggris lebih dulu menangkap tanda-tanda ini. Dengan cepat, Inggris
mempekerjakan Mushthafa Kamal. Dia harus berjalan sesuai dengan strategi
politik Inggris, melaksanakan kebijakan globalnya, dan
mewujudkan misi utamanya yang hendak merubuhkan Negara Khilafah.
Dalam
melaksanakan aksinya, Mushthafa Kamal mengawali revolusinya dengan memberi baju
kebangsaan, dan mengakhirinya dengan melenyapkan kekhilafahan, dan memisahkan
Turki dari bagian-bagian wilayah Daulah Utsmaniyah. Bukti di lapangan
menunjukkan, revolusi Mushthafa Kamal adalah untuk kepentingan Inggris.
Inggrislah yang menyiapkan
segala sesuatunya untuk keberhasilan revolusi ini. Inggris mengirim Mushthafa
Kamal agar mengadakan revolusi.
Dari
langkah-langkah Mushthafa Kamal yang sistematis, dapat dilihat bahwa ia
bermaksud untuk segera mengakhiri pemerintahan Islam. Karena itu, tidak aneh
jika indikasinya, yaitu ketika komite kebangsaan mendebatnya tentang masalah
Turki, Mushthafa Kamal justru berpidato dengan mengatakan, “Aku bukanlah seorang
mukmin yang terikat dengan liga negeri-negeri Islam, tidak juga dengan kelompok
bangsa-bangsa Utsmaniyah. Masing-masing orang dari kita mempercayai pendapat
yang dilihatnya. Pemerintah harus meyakini (memegang teguh) politik yang kokoh,
yang disusun dan dibangun di atas sejumlah nilai esensial yang memiliki tujuan
satu dan tunggal. Politik itu untuk menjaga kehidupan kebangsaan. Wilayah
independennya masuk dalam bingkai yang bersifat geografis. Maka, tidak ada
sentimen rasa (iman) dan tidak pula angan-angan (kekhilafahan) yang harus berpengaruh
dalam politik kita. Kita harus menjauhkan mimpi dan khayalan. Di masa lalu hal
itu telah membebani kita dengan bayaran yang sangat mahal.”
Demikianlah,
Mushthafa Kamal mengumumkan bahwa dirinya menghendaki kemerdekaan Turki yang
bersifat kebangsaan, bukan umat Islam. Namun demikian, persoalannya tidak
semudah sebagaimana yang dikehendaki Mushthafa Kamal. Bangsa Turki adalah
bangsa Muslim. Apa yang dilakukan Mushthafa Kamal adalah bentuk penentangan terhadap
Islam. Negara pun didominasi pemikiran yang menyatakan bahwa Mushthafa Kamal
bertekad menghabisi Islam. Pemikiran ini diperkuat dengan perilaku-perilaku
Mushthafa Kamal sendiri yang jelas-jelas mengingkari dan melanggar Islam di
sepanjang hidupnya, terutama penentangannya terhadap semua hukum syara’. Dia
juga sering melecehkan atau merendahkan setiap keputusan suci atau hukum yang berlaku
di tengah-tengah kehidupan kaum Muslim. Mayoritas umat yakin bahwa pemerintahannya
adalah pemerintahan kufur yang terlaknat.
Masyarakat
akhirnya bergabung di seputar Khalifah Abdul Majid (khalifah setelah
Wahiduddin) dan berusaha untuk mengembalikan kekuasaan kepadanya dan
menjadikannya penguasa yang akan menghukum kaum yang murtad. Mushthafa Kamal
mengetahui bahaya yang mulai membesar. Dia juga melihat bahwa mayoritas rakyat
membencinya dan menggambarkannya sebagai seorang zindiq, kafir, dan atheis.
Mushthafa Kamal berpikir keras tentang persoalan ini. Akhirnya, dia memantapkan
langkahnya dengan meningkatkan aktivitas propaganda menentang khalifah dan
khilafah. Di setiap tempat dan kesempatan, dia membakar gelora semangat Komite Kebangsaan
hingga Undang-undang Pemberantasan (subversif) semakin dipertajam dengan
menyatakan bahwa setiap penentang Republik dan setiap dukungan terhadap Sultan
dicap sebagai pengkhianat yang diancam hukuman mati. Kemudian dalam setiap
mejelis pertemuan, apalagi dalam Komite Kebangsaan (Dewan Nasional), Mushthafa
Kamal membahas, membincangkan, dan mengumumkan bahaya Khilafah.
Lebih
jauh, Mushthafa Kamal menyiapkan iklim yang mendorong penghapusan khilafah.
Sebagian anggota dewan membicarakan manfaat khilafah bagi Turki dari sisi
diplomasi. Akan tetapi, Mushthafa Kamal menentang mereka dan berkata pada
Komite Nasional: “Bukankah khilafah, Islam, dan tokoh-tokoh agama, yang telah
memerangi orangorang desa Turki dan mereka mati selama lima abad? Sekarang ini
Turki baru melihat kepentingannya dan tidak menghiraukan (daerah) India dan
Arab, serta melaksanakan pemerintahan sendiri yang bebas dari penguasaan kaum
Muslim.”
Demikianlah
langkah-langkah Mushthafa Kamal. Dia menjalankan aksinya dengan propaganda
menentang khilafah seraya menjelaskan bahaya-bahayanya bagi Turki, sebagaimana
menjelaskan bahaya-bahaya khalifah terhadap dirinya. Dia menggambarkan khalifah
dan para pendukungnya dengan gambaran yang tidak jujur, dan menampakkan gambar
mereka dengan penampakan yang direkayasa Inggris.
Tidak
cukup itu saja. Bahkan, dia juga menciptakan gelombang ketakutan atas orang-orang
yang mendukung khilafah. Ketika seorang anggota dewan meneriakkan keberpihakannya
pada khilafah dengan keras, dan dengan tegas dia menunjukkan pembelaannya pada
agama, melihat penentangan ini tidak ada cara lain yang bisa dilakukan
Mushthafa Kamal kecuali menugaskan seseorang secara rahasia untuk membunuh
anggota dewan itu di malam hari. Dengan cepat, petugas rahasia dari kroni
Mushthafa Kamal membunuh anggota dewan tersebut di tengah perjalanan pulang ke
rumahnya dari pertemuan Komite Nasional.
Kemudian
juga ketika seorang anggota dewan lain menyampaikan orasi Islam, lalu Mushthafa
Kamal mendatanginya dan mengancamnya dengan hukuman gantung jika dia masih
membuka mulutnya sekali lagi. Seperti inilah cara-cara yang dilakukan Mushthafa
Kamal. Dia menebarkan ketakutan di sepanjang pemerintahannya. Dia juga
menugaskan seorang hakim Istambul untuk melakukan kewajiban menghapus
panji-panji kebesaran yang mengitari arak-arakan khalifah di tengah-tengah
pelaksanaan shalat Jum’at. Akibatnya, martabat khalifah turun hingga ke batas
yang paling rendah. Mushthafa Kamal juga memperingatkan dengan keras kepada
para pengikut khalifah supaya melepaskan diri darinya. Peringatannya harus
dilaksanakan.
Memperhatikan
perkembangan ini, sebagian golongan moderat dari para pendukung Mushthafa Kamal
yang masih memiliki semangat Islam mengkhawatirkan terhapusnya khilafah. Maka,
mereka meminta Mushthafa Kamal untuk mendudukkan dirinya menjadi khalifah kaum Muslim.
Namun, Mushthafa Kamal tidak menerimanya. Kemudian dua orang utusan yang masing-masing
dari Mesir dan India mendatangi Mushthafa Kamal. Keduanya juga meminta
Mushthafa Kamal mengangkat dirinya menjadi khalifah. Harapan ini berulang-ulang
disampaikan, tetapi Mushthafa Kamal menolaknya, bahkan dia telah menyiapkan
pukulan yang mematikan dengan mengumumkan penghapusan khilafah. Di tengah
kehidupan bangsa, di tengah pasukan, dan di tengah Komite Naional, dia
membangkitkan kemarahan dan kemurkaan terhadap pihak-pihak asing, musuh, dan
sekutu khalifah.
Upaya
membangkitkan kemarahan terhadap pihak asing ini merupakan tipuan untuk
memanipulasi tujuan, di antaranya menghubungkan dugaan negatif terhadap
khalifah yang dipersepsikan sebagai sekutu asing, sehingga rekayasa ini akan
membangkitkan kemarahan rakyat pada khalifah. Mushthafa Kamal juga membuat
isu-isu yang mampu membangkitkan perlawanan terhadap khalifah. Ketika iklim
yang sudah panas ini mendominasi negara, maka Mushthafa Kamal maju selangkah lebih
berani. Pada tanggal 3 Maret 1924 M, Mushthafa mengadakan sidang Komite
Nasional dengan rumusan yang sudah ditetapkan, yaitu menetapkan penghapusan
khilafah, mengusir khalifah, dan memisahkan agama dari negara.
Di
antara pidato yang disampaikan pada anggota dewan ketika menetapkan rumusan ini
adalah: “Dengan harga apa yang harus dibayar untuk menjaga Republik yang
terancam ini dan menjadikannya berdiri kokoh di atas prinsip ilmiah yang kuat?
Jawabnya, khalifah dan semua keturunan keluarga ‘Utsman harus pergi (dari
Turki), pengadilan agama yang kuno dan undang-undangnya harus diganti dengan
pengadilan dan undang-undang modern, sekolah-sekolah kaum agamawan harus
disterilkan tempatnya untuk dijadikan sekolah-sekolah negeri yang non-agama.”
Kemudian dia menyerang Islam dan orang-orang yang dinamakan kaum agamawan.
Dengan
kekuatan diktator, Mushthafa Kamal menetapkan rumusan ini melalui Komite
Nasional. Keputusan ditetapkan tanpa melalui diskusi. Kemudian dia mengirimkan
instruksi kepada hakim Istambul agar memutuskan hukuman pengusiran bagi
Khalifah Abdul Majid. Khalifah harus meninggalkan Turki sebelum fajar sehari
setelah dikeluarkan keputusan ini. Hakim dan sejumlah polisi yang menyertainya,
disertai militer berangkat ke istana khalifah di tengah malam. Mereka
memaksanya menaiki mobil lalu menuntunnya keluar perbatasan Turki. Mereka sama sekali
tidak memberikan toleransi dan belas-kasihan kepadanya sedikit pun, kecuali
hanya diperbolehkan membawa satu koper berisi beberapa lembar pakaian dan
sedikit uang.
Demikianlah
hantaman Mushthafa Kamal terhadap Daulah Khilafah Islam dan sistem Islam. Dia
mendirikan negara kapitalis dan sistem kapitalis. Dengan demikian, dia telah
merobohkan Daulah Khilafah Islam dan mewujudkan mimpi kaum kafir,
yang menjadi senda gurau mereka sejak Perang Salib. Ingatlah, dialah yang
menghancurkan Daulah Khilafah Islam!
Apa
Yang Harus Kita Lakukan?
Persoalannya
bukanlah mendirikan banyak negara, melainkan membangun negara yang satu di
seluruh dunia Islam. Demikian juga persoalannya bukan mendirikan negara
sembarang negara. Bukan pula membangun sebuah negara yang diberi sebutan Islam
dan berhukum dengan selain yang diturunkan Allah. Bahkan juga bukan mendirikan sebuah negara yang
dinamakan Islam dan berhukum dengan undang-undang Islam saja tanpa mengemban
Islam sebagai qiyadah fikriyah (kepemimpinan ideologis).
Sekali
lagi, persoalannya bukan mendirikan sebuah negara semacam itu, melainkan
membangun sebuah negara yang akan dapat melanjutkan kehidupan Islami yang
terpancar dari akidah; sekaligus menerapkan Islam di tengah-tengah masyarakat,
setelah terlebih dahulu Islam merasuk ke dalam jiwa, mantap di dalam akal,
serta mengemban dakwah Islam ke seluruh penjuru dunia.
Daulah
Khilafah Islam bukanlah khayalan seseorang yang tengah bermimpi, sebab terbukti
telah memenuhi pentas sejarah selama 13 abad. Ini adalah kenyataan. Keberadaan Daulah
Khilafah Islam merupakan sebuah kenyataan di masa lalu dan akan menjadi
kenyataan pula di masa depan, tidak lama lagi. Sebab, faktor-faktor yang
mendukung keberadaannya jauh lebih kuat untuk diingkari oleh jaman atau lebih
kuat untuk ditentang.
Saat
ini telah banyak orang-orang yang berpikiran cemerlang. Mereka itu adalah
bagian umat Islam yang sangat haus akan kejayaan Islam. Daulah Khilafah Islam
bukan sekadar harapan yang dipengaruhi hawa nafsu, tetapi kewajiban yang telah
Allah tetapkan kepada kaum Muslim. Allah memerintahkan mereka untuk
menegakkannya dan mengancam mereka dengan siksa-Nya jika mengabaikan
pelaksanaannya.
Bagaimana
mereka mengharapkan ridha Allah, sementara kemuliaan di negeri mereka bukan
milik Allah, Rasul-Nya, dan kaum Muslim? Bagaimana mereka akan selamat dari
siksa-Nya, sementara mereka tidak menegakkan negara yang mempersiapkan pasukan,
menjaga daerah-daerah perbatasan, melaksanakan hudud Allah dan menerapkan
pemerintahan dengan segala hal yang telah Allah turunkan? Karena itu, wajib
atas kaum Muslim menegakkan Daulah Khilafah Islam, sebab Islam tidak akan
terwujud dengan bentuk yang berpengaruh kecuali dengan adanya negara. Demikian
juga, negeri-negeri mereka tidak dapat dianggap sebagai Negara Islam kecuali
jika Daulah Khilafah Islam yang menjalankan roda pemerintahannya.
Daulah
Khilafah Islam semacam ini, bukan sesuatu yang mudah diwujudkan dengan sekadar
mengangkat para menteri —baik dari individu atau partai— lalu mereka menjadi
bagian dalam struktur pemerintahan. Sesungguhnya jalan menuju tegaknya Daulah
Khilafah Islam dihampari onak dan duri, penuh dengan berbagai resiko, dan
kesulitan. Belum lagi adanya tsaqafah non-Islam, yang akan menyulitkan; adanya pemikiran
dangkal yang akan menjadi penghalang; dan pemerintahan yang tunduk pada Barat,
yang membahayakan.
Sesungguhnya
orang-orang yang meniti jalan dakwah Islam untuk mewujudkan Daulah Khilafah
Islam; mereka lakukan itu untuk meraih pemerintahan, yang akan mereka gunakan
sebagai thariqah (metode) dalam melanjutkan kehidupan Islam di negeri-negeri
Islam dan mengemban dakwah Islam ke seluruh penjuru dunia. Karena itu, anda
saksikan mereka tidak akan menerima pemerintahan parsial, meskipun banyak hal
yang menggodanya. Mereka juga tidak akan menerima pemerintahan yang sempurna,
kecuali jika memberi peluang untuk menerapkan Islam secara revolusioner.
Khatimah
Karenanya,
sangat penting bagi umat Islam abad 21 ini untuk tidak mengisahkan Daulah
Khilafah Islam sebatas romantika sejarah. Melainkan harus memiliki gambaran bagaimana
Rasul saw. mendirikan Daulah Khilafah Islam. Juga, bagaimana orang kafir
penjajah itu telah menghancurkan Daulah Khilafah Islam dan bagaimana kaum
Muslim menegakkan kembali Daulah Khilafah Islam agar dapat mengembalikan cahaya
bagi dunia yang menerangi jalan petunjuk dalam kegelapan. “...kemudian akan ada
khilafah di atas metode kenabian.” (HR. Ahmad). Wallaahu a’lam bish showab []
Referensi:
Kitab “Daulah Islam” karya Syaikh Taqiyuddin An-Nabhani
sumber:
https://www.islampos.com/3-maret-90-tahun-lalu-runtuhlah-khilafah-itu-1-167033/
https://www.islampos.com/3-maret-1924-runtuhlah-khilafah-itu-2-167053/
https://www.islampos.com/3-maret-1924-runtuhlah-khilafah-itu-3-habis-167054/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar