Senin, 02 Maret 2015

Mendekatkan dan Membumikan Khilafah

Nindira Aryudhani, S.Pi, M.Si

Tanggal 3 Maret 1924 adalah tanggal resmi keruntuhan Daulah Khilafah Islam. Yang mana, generasi sekarang belum pernah menyaksikan Daulah Khilafah Islam yang menerapkan Islam. Begitu pula generasi yang hidup pada akhir masa Daulah Khilafah Islam (Daulah Utsmaniyah) yang berhasil diruntuhkan Barat. Mereka hanya dapat menyaksikan sisa-sisa negara tersebut dengan secuil sisa-sisa Pemerintahan Islam. Karena itu, sulit sekali bagi seorang muslim untuk memperoleh gambaran tentang Pemerintahan Islam yang mendekati fakta sebenarnya sehingga dapat disimpan dalam benaknya.

Khilafah Telah Runtuh

Padahal baru sekitar 90 tahun Daulah Khilafah Islam runtuh. Namun bekasnya yang sebelumnya pernah tegak selama 13 abad itu sama sekali tak nampak. Umat Islam saat ini tidak akan mampu menggambarkan bentuk pemerintahan tersebut, kecuali dengan standar sistem demokrasi yang rusak yang kini bisa kita saksikan, yang dipaksakan atas negeri-negeri Islam. Serial kekinian yang barangkali dianggap menggambarkan pemerintahan Islam di masa lalu, sebutlah “Abad Kejayaan” atau “Jodha-Akbar” di salah satu stasiun televisi swasta itu, tak ubahnya penyesatan belaka.

Kesulitannya bukan hanya itu. Masih ada yang lebih sulit lagi yaitu mengubah benak (pemikiran) yang sudah terbelenggu oleh tsaqafah Barat. Tsaqafah tersebut merupakan senjata yang digunakan Barat untuk menikam Daulah Khilafah Islam, dengan tikaman yang luar biasa, hingga mematikannya. Barat lalu memberikan senjata itu kepada generasi muda negara tersebut, dalam kondisi masih meneteskan darah “ibu” mereka yang baru saja terbunuh, sambil berkata dengan sombong, “Sungguh aku telah membunuh ibu kalian yang lemah itu, yang memang layak dibunuh karena perawatannya yang buruk terhadap kalian. Aku janjikan kepada kalian perawatan yang akan membuat kalian bisa merasakan kehidupan bahagia dan kenikmatan yang nyata.” Kemudian, mereka mengulurkan tangannya untuk bersalaman dengan si pembunuh, padahal senjata sang pembunuh itu masih berlumuran darah ibu mereka. Perlakuan pembunuh itu kepada mereka seperti serigala yang membiarkan mangsanya lari, lalu dikejar lagi agar dapat ditangkap dan dimangsa. Mangsanya itu tidak akan bangun lagi kecuali diterkam kembali hingga darahnya mengucur atau dibanting ke dalam jurang, kemudian serigala itu memangsanya.

Bagaimana mungkin orang-orang yang benaknya telah terbelenggu tersebut dapat mengetahui bahwa senjata beracun yang pernah dipakai untuk mengakhiri Daulah Khilafah Islam milik mereka itu adalah senjata yang sama yang dapat menghabisi —selama mereka berpegang teguh kepadanya— kehidupan dan institusi mereka. Pemikiran-pemikiran yang mereka usung —seperti nasionalisme, sekularisme, dan ide-ide lain yang dipakai untuk menikam Islam— adalah sebagian racun yang sengaja dicekokkan oleh tsaqafah tersebut kepada mereka.

Serangan Misionaris, seluruhnya merupakan kenyataan sejarah yang mengawali segalanya. Serangan itu menunjukkan kepada kita perihal sang pembunuh yang sadis itu. Memahamkan kepada kita tentang berbagai sebab yang mendorongnya melakukan tindakan sadis tersebut, serta memperlihatkan kepada kita berbagai sarana yang digunakan untuk merealisir aksinya. Ternyata tidak ada sebab lain, kecuali dengan maksud untuk melenyapkan Islam dan tidak ada sarana yang paling penting, kecuali tsaqafah tersebut yang datang bersamaan dengan serangan para misionaris.

Kaum Muslim telah lupa tentang bahaya tsaqafah ini. Memang mereka memerangi penjajah, tetapi pada saat yang sama mereka pun mengambil tsaqafahnya. Padahal, tsaqafah itulah penyebab terjajahnya mereka, sekaligus terkonsentrasikannya penjajahan di negeri-negeri mereka. Selanjutnya, mereka menyaksikan betapa banyak pandanganpandangannya yang saling bertentangan, rendah, hina, dan menjijikan. Mereka membalikkan punggungnya dari orang-orang asing —dengan mengklaim bahwa hal itu dilakukan untuk memerangi mereka— seraya mengulurkan tangan kepada Barat dari arah belakang dengan maksud untuk mengambil racun-racunnya yang mematikan itu, lalu menelannya. Akibatnya, mereka jatuh tersungkur di hadapannya dalam keadaan binasa. Orang-orang bodoh menyangka mereka adalah para syuhada yang gugur di medan perang. Padahal, mereka hanyalah petarung yang lupa dan sesat.

Apa sebetulnya yang mereka kehendaki? Apakah mereka menghendaki negara yang tidak berasaskan Islam, ataukah menginginkan banyaknya negara di negeri-negeri Islam? Sebetulnya Barat —sejak kekuasaan beralih kepadanya—, telah memberikan banyak negara kepada mereka untuk menuntaskan makarnya dalam menjauhkan Islam dari pemerintahan, memecah-belah negeri-negeri kaum Muslim, serta membius mereka dengan sikap phobi terhadap kekuasaan. Setiap saat, Barat selalu memberi mereka negara baru untuk semakin menyesatkan dan menambah perpecahan mereka. Barat selalu siap memberi mereka lebih banyak lagi, selama mereka masih mengusung ideologi dan pemahamannya karena mereka adalah pengikut setia Barat.

Melenyapkan Daulah Khilafah Islam

Perang Dunia I berakhir ditandai dengan gencatan senjata antara dua pihak yang ber tempur, setelah sekutu memperoleh kemenangan gemilang. Sementara Daulah Utsmaniyah hancur berkeping-keping menjadi negara-negara kecil. Sekutu berhasil menguasai seluruh negeri Arab, Mesir, Suriah, Palestina, kawasan Timur Yordania dan Irak, lalu mereka memaksanya untuk melepaskan diri dari Daulah Utsmaniyah. Di tangan penguasa Utsmaniyah tidak ada yang tersisa selain negeri Turki. Turki sendiri sudah disusupi sekutu.

Angkatan Laut Inggris menguasai selat Bosporus. Pasukan Inggris menduduki sebagian ibukota dan alur pelayaran Selat Dardanella serta beberapa medan pertempuran penting di seluruh wilayah Turki. Pasukan Perancis menduduki sebagian kota Istambul dan memenuhi jalan-jalan dengan pasukannya yang terdiri dari orang-orang Senegal. Tentara Italia menguasai Beira dan jalur kereta api. Para perwira sekutu mengendalikan urusan kepolisian, pasukan pengawal nasional (garda nasional) dan pelabuhan. Mereka juga melucuti senjata para perwira Turki dan membubarkan sebagian dari tentara Turki. Pemerintahan yang sakit ini akhirnya dibentuk kembali di bawah kepemimpinan Taufiq Pasha, yang menjalankan instruksi-instruksi musuh yang berkuasa. Saat itu Khalifah Negara Islam adalah Wahiduddin. Dia melihat bahwa dirinya dihadapkan pada masalah ini dan dia wajib menyelamatkan kedudukannya dengan cara yang sangat bijak.

Saat itu, kondisi negara memang masih tetap seperti semula, yakni Sekutu masih terus mendominasi dan Turki terus dalam keadaan beku hingga pertengahan tahun 1919 M. Di ujung tahun ini keadaan mulai berubah. Kelemahan menggerogoti pasukan Sekutu. Italia, Perancis, dan Inggris mengalami kelesuan yang sangat parah, karena pertikaian masalah ras. Konflik internal sangat tajam hingga nyaris mencerai-beraikan barisan kesatuan mereka. Di antara negara-negara sekutu sendiri telah dirayapi pertikaian. Kondisi ini sebenarnya sangat memungkinkan bagi Turki, mencoba membidikkan anak panahnya yang terakhir, sehingga diharapkan dapat menyelamatkan kedudukan Negara. Tindakan ini seharusnya diambil Turki setelah melihat sekutu dalam keadaan lemah dan saling bertikai sampai-sampai di antara sesama mereka saling berebut untuk membakar Turki agar melawan negara-negara tertentu, dan membantu mengalahkan negara-negara lainnya dari kelompok yang sama, yaitu Sekutu.

Konferensi perdamaian belum ditetapkan, syarat-syarat perdamaian juga belum dirumuskan. Sementara di bagian ufuk, kilauan cahaya angan-angan mulai tampak. Keyakinan akan kemungkinan menyusun gerakan perlawanan mulai terbentuk. Akan tetapi, Inggris lebih dulu menangkap tanda-tanda ini. Dengan cepat, Inggris mempekerjakan Mushthafa Kamal. Dia harus berjalan sesuai dengan strategi politik Inggris, melaksanakan kebijakan globalnya, dan mewujudkan misi utamanya yang hendak merubuhkan Negara Khilafah.

Dalam melaksanakan aksinya, Mushthafa Kamal mengawali revolusinya dengan memberi baju kebangsaan, dan mengakhirinya dengan melenyapkan kekhilafahan, dan memisahkan Turki dari bagian-bagian wilayah Daulah Utsmaniyah. Bukti di lapangan menunjukkan, revolusi Mushthafa Kamal adalah untuk kepentingan Inggris. Inggrislah yang menyiapkan segala sesuatunya untuk keberhasilan revolusi ini. Inggris mengirim Mushthafa Kamal agar mengadakan revolusi.

Dari langkah-langkah Mushthafa Kamal yang sistematis, dapat dilihat bahwa ia bermaksud untuk segera mengakhiri pemerintahan Islam. Karena itu, tidak aneh jika indikasinya, yaitu ketika komite kebangsaan mendebatnya tentang masalah Turki, Mushthafa Kamal justru berpidato dengan mengatakan, “Aku bukanlah seorang mukmin yang terikat dengan liga negeri-negeri Islam, tidak juga dengan kelompok bangsa-bangsa Utsmaniyah. Masing-masing orang dari kita mempercayai pendapat yang dilihatnya. Pemerintah harus meyakini (memegang teguh) politik yang kokoh, yang disusun dan dibangun di atas sejumlah nilai esensial yang memiliki tujuan satu dan tunggal. Politik itu untuk menjaga kehidupan kebangsaan. Wilayah independennya masuk dalam bingkai yang bersifat geografis. Maka, tidak ada sentimen rasa (iman) dan tidak pula angan-angan (kekhilafahan) yang harus berpengaruh dalam politik kita. Kita harus menjauhkan mimpi dan khayalan. Di masa lalu hal itu telah membebani kita dengan bayaran yang sangat mahal.”

Demikianlah, Mushthafa Kamal mengumumkan bahwa dirinya menghendaki kemerdekaan Turki yang bersifat kebangsaan, bukan umat Islam. Namun demikian, persoalannya tidak semudah sebagaimana yang dikehendaki Mushthafa Kamal. Bangsa Turki adalah bangsa Muslim. Apa yang dilakukan Mushthafa Kamal adalah bentuk penentangan terhadap Islam. Negara pun didominasi pemikiran yang menyatakan bahwa Mushthafa Kamal bertekad menghabisi Islam. Pemikiran ini diperkuat dengan perilaku-perilaku Mushthafa Kamal sendiri yang jelas-jelas mengingkari dan melanggar Islam di sepanjang hidupnya, terutama penentangannya terhadap semua hukum syara’. Dia juga sering melecehkan atau merendahkan setiap keputusan suci atau hukum yang berlaku di tengah-tengah kehidupan kaum Muslim. Mayoritas umat yakin bahwa pemerintahannya adalah pemerintahan kufur yang terlaknat.

Masyarakat akhirnya bergabung di seputar Khalifah Abdul Majid (khalifah setelah Wahiduddin) dan berusaha untuk mengembalikan kekuasaan kepadanya dan menjadikannya penguasa yang akan menghukum kaum yang murtad. Mushthafa Kamal mengetahui bahaya yang mulai membesar. Dia juga melihat bahwa mayoritas rakyat membencinya dan menggambarkannya sebagai seorang zindiq, kafir, dan atheis. Mushthafa Kamal berpikir keras tentang persoalan ini. Akhirnya, dia memantapkan langkahnya dengan meningkatkan aktivitas propaganda menentang khalifah dan khilafah. Di setiap tempat dan kesempatan, dia membakar gelora semangat Komite Kebangsaan hingga Undang-undang Pemberantasan (subversif) semakin dipertajam dengan menyatakan bahwa setiap penentang Republik dan setiap dukungan terhadap Sultan dicap sebagai pengkhianat yang diancam hukuman mati. Kemudian dalam setiap mejelis pertemuan, apalagi dalam Komite Kebangsaan (Dewan Nasional), Mushthafa Kamal membahas, membincangkan, dan mengumumkan bahaya Khilafah.

Lebih jauh, Mushthafa Kamal menyiapkan iklim yang mendorong penghapusan khilafah. Sebagian anggota dewan membicarakan manfaat khilafah bagi Turki dari sisi diplomasi. Akan tetapi, Mushthafa Kamal menentang mereka dan berkata pada Komite Nasional: “Bukankah khilafah, Islam, dan tokoh-tokoh agama, yang telah memerangi orangorang desa Turki dan mereka mati selama lima abad? Sekarang ini Turki baru melihat kepentingannya dan tidak menghiraukan (daerah) India dan Arab, serta melaksanakan pemerintahan sendiri yang bebas dari penguasaan kaum Muslim.”

Demikianlah langkah-langkah Mushthafa Kamal. Dia menjalankan aksinya dengan propaganda menentang khilafah seraya menjelaskan bahaya-bahayanya bagi Turki, sebagaimana menjelaskan bahaya-bahaya khalifah terhadap dirinya. Dia menggambarkan khalifah dan para pendukungnya dengan gambaran yang tidak jujur, dan menampakkan gambar mereka dengan penampakan yang direkayasa Inggris.

Tidak cukup itu saja. Bahkan, dia juga menciptakan gelombang ketakutan atas orang-orang yang mendukung khilafah. Ketika seorang anggota dewan meneriakkan keberpihakannya pada khilafah dengan keras, dan dengan tegas dia menunjukkan pembelaannya pada agama, melihat penentangan ini tidak ada cara lain yang bisa dilakukan Mushthafa Kamal kecuali menugaskan seseorang secara rahasia untuk membunuh anggota dewan itu di malam hari. Dengan cepat, petugas rahasia dari kroni Mushthafa Kamal membunuh anggota dewan tersebut di tengah perjalanan pulang ke rumahnya dari pertemuan Komite Nasional.

Kemudian juga ketika seorang anggota dewan lain menyampaikan orasi Islam, lalu Mushthafa Kamal mendatanginya dan mengancamnya dengan hukuman gantung jika dia masih membuka mulutnya sekali lagi. Seperti inilah cara-cara yang dilakukan Mushthafa Kamal. Dia menebarkan ketakutan di sepanjang pemerintahannya. Dia juga menugaskan seorang hakim Istambul untuk melakukan kewajiban menghapus panji-panji kebesaran yang mengitari arak-arakan khalifah di tengah-tengah pelaksanaan shalat Jum’at. Akibatnya, martabat khalifah turun hingga ke batas yang paling rendah. Mushthafa Kamal juga memperingatkan dengan keras kepada para pengikut khalifah supaya melepaskan diri darinya. Peringatannya harus dilaksanakan.

Memperhatikan perkembangan ini, sebagian golongan moderat dari para pendukung Mushthafa Kamal yang masih memiliki semangat Islam mengkhawatirkan terhapusnya khilafah. Maka, mereka meminta Mushthafa Kamal untuk mendudukkan dirinya menjadi khalifah kaum Muslim. Namun, Mushthafa Kamal tidak menerimanya. Kemudian dua orang utusan yang masing-masing dari Mesir dan India mendatangi Mushthafa Kamal. Keduanya juga meminta Mushthafa Kamal mengangkat dirinya menjadi khalifah. Harapan ini berulang-ulang disampaikan, tetapi Mushthafa Kamal menolaknya, bahkan dia telah menyiapkan pukulan yang mematikan dengan mengumumkan penghapusan khilafah. Di tengah kehidupan bangsa, di tengah pasukan, dan di tengah Komite Naional, dia membangkitkan kemarahan dan kemurkaan terhadap pihak-pihak asing, musuh, dan sekutu khalifah.

Upaya membangkitkan kemarahan terhadap pihak asing ini merupakan tipuan untuk memanipulasi tujuan, di antaranya menghubungkan dugaan negatif terhadap khalifah yang dipersepsikan sebagai sekutu asing, sehingga rekayasa ini akan membangkitkan kemarahan rakyat pada khalifah. Mushthafa Kamal juga membuat isu-isu yang mampu membangkitkan perlawanan terhadap khalifah. Ketika iklim yang sudah panas ini mendominasi negara, maka Mushthafa Kamal maju selangkah lebih berani. Pada tanggal 3 Maret 1924 M, Mushthafa mengadakan sidang Komite Nasional dengan rumusan yang sudah ditetapkan, yaitu menetapkan penghapusan khilafah, mengusir khalifah, dan memisahkan agama dari negara.

Di antara pidato yang disampaikan pada anggota dewan ketika menetapkan rumusan ini adalah: “Dengan harga apa yang harus dibayar untuk menjaga Republik yang terancam ini dan menjadikannya berdiri kokoh di atas prinsip ilmiah yang kuat? Jawabnya, khalifah dan semua keturunan keluarga ‘Utsman harus pergi (dari Turki), pengadilan agama yang kuno dan undang-undangnya harus diganti dengan pengadilan dan undang-undang modern, sekolah-sekolah kaum agamawan harus disterilkan tempatnya untuk dijadikan sekolah-sekolah negeri yang non-agama.” Kemudian dia menyerang Islam dan orang-orang yang dinamakan kaum agamawan.

Dengan kekuatan diktator, Mushthafa Kamal menetapkan rumusan ini melalui Komite Nasional. Keputusan ditetapkan tanpa melalui diskusi. Kemudian dia mengirimkan instruksi kepada hakim Istambul agar memutuskan hukuman pengusiran bagi Khalifah Abdul Majid. Khalifah harus meninggalkan Turki sebelum fajar sehari setelah dikeluarkan keputusan ini. Hakim dan sejumlah polisi yang menyertainya, disertai militer berangkat ke istana khalifah di tengah malam. Mereka memaksanya menaiki mobil lalu menuntunnya keluar perbatasan Turki. Mereka sama sekali tidak memberikan toleransi dan belas-kasihan kepadanya sedikit pun, kecuali hanya diperbolehkan membawa satu koper berisi beberapa lembar pakaian dan sedikit uang.

Demikianlah hantaman Mushthafa Kamal terhadap Daulah Khilafah Islam dan sistem Islam. Dia mendirikan negara kapitalis dan sistem kapitalis. Dengan demikian, dia telah merobohkan Daulah Khilafah Islam dan mewujudkan mimpi kaum kafir, yang menjadi senda gurau mereka sejak Perang Salib. Ingatlah, dialah yang menghancurkan Daulah Khilafah Islam!

Apa Yang Harus Kita Lakukan?

Persoalannya bukanlah mendirikan banyak negara, melainkan membangun negara yang satu di seluruh dunia Islam. Demikian juga persoalannya bukan mendirikan negara sembarang negara. Bukan pula membangun sebuah negara yang diberi sebutan Islam dan berhukum dengan selain yang diturunkan Allah. Bahkan juga bukan mendirikan sebuah negara yang dinamakan Islam dan berhukum dengan undang-undang Islam saja tanpa mengemban Islam sebagai qiyadah fikriyah (kepemimpinan ideologis).

Sekali lagi, persoalannya bukan mendirikan sebuah negara semacam itu, melainkan membangun sebuah negara yang akan dapat melanjutkan kehidupan Islami yang terpancar dari akidah; sekaligus menerapkan Islam di tengah-tengah masyarakat, setelah terlebih dahulu Islam merasuk ke dalam jiwa, mantap di dalam akal, serta mengemban dakwah Islam ke seluruh penjuru dunia.

Daulah Khilafah Islam bukanlah khayalan seseorang yang tengah bermimpi, sebab terbukti telah memenuhi pentas sejarah selama 13 abad. Ini adalah kenyataan. Keberadaan Daulah Khilafah Islam merupakan sebuah kenyataan di masa lalu dan akan menjadi kenyataan pula di masa depan, tidak lama lagi. Sebab, faktor-faktor yang mendukung keberadaannya jauh lebih kuat untuk diingkari oleh jaman atau lebih kuat untuk ditentang.

Saat ini telah banyak orang-orang yang berpikiran cemerlang. Mereka itu adalah bagian umat Islam yang sangat haus akan kejayaan Islam. Daulah Khilafah Islam bukan sekadar harapan yang dipengaruhi hawa nafsu, tetapi kewajiban yang telah Allah tetapkan kepada kaum Muslim. Allah memerintahkan mereka untuk menegakkannya dan mengancam mereka dengan siksa-Nya jika mengabaikan pelaksanaannya.

Bagaimana mereka mengharapkan ridha Allah, sementara kemuliaan di negeri mereka bukan milik Allah, Rasul-Nya, dan kaum Muslim? Bagaimana mereka akan selamat dari siksa-Nya, sementara mereka tidak menegakkan negara yang mempersiapkan pasukan, menjaga daerah-daerah perbatasan, melaksanakan hudud Allah dan menerapkan pemerintahan dengan segala hal yang telah Allah turunkan? Karena itu, wajib atas kaum Muslim menegakkan Daulah Khilafah Islam, sebab Islam tidak akan terwujud dengan bentuk yang berpengaruh kecuali dengan adanya negara. Demikian juga, negeri-negeri mereka tidak dapat dianggap sebagai Negara Islam kecuali jika Daulah Khilafah Islam yang menjalankan roda pemerintahannya.

Daulah Khilafah Islam semacam ini, bukan sesuatu yang mudah diwujudkan dengan sekadar mengangkat para menteri —baik dari individu atau partai— lalu mereka menjadi bagian dalam struktur pemerintahan. Sesungguhnya jalan menuju tegaknya Daulah Khilafah Islam dihampari onak dan duri, penuh dengan berbagai resiko, dan kesulitan. Belum lagi adanya tsaqafah non-Islam, yang akan menyulitkan; adanya pemikiran dangkal yang akan menjadi penghalang; dan pemerintahan yang tunduk pada Barat, yang membahayakan.

Sesungguhnya orang-orang yang meniti jalan dakwah Islam untuk mewujudkan Daulah Khilafah Islam; mereka lakukan itu untuk meraih pemerintahan, yang akan mereka gunakan sebagai thariqah (metode) dalam melanjutkan kehidupan Islam di negeri-negeri Islam dan mengemban dakwah Islam ke seluruh penjuru dunia. Karena itu, anda saksikan mereka tidak akan menerima pemerintahan parsial, meskipun banyak hal yang menggodanya. Mereka juga tidak akan menerima pemerintahan yang sempurna, kecuali jika memberi peluang untuk menerapkan Islam secara revolusioner.

Khatimah

Karenanya, sangat penting bagi umat Islam abad 21 ini untuk tidak mengisahkan Daulah Khilafah Islam sebatas romantika sejarah. Melainkan harus memiliki gambaran bagaimana Rasul saw. mendirikan Daulah Khilafah Islam. Juga, bagaimana orang kafir penjajah itu telah menghancurkan Daulah Khilafah Islam dan bagaimana kaum Muslim menegakkan kembali Daulah Khilafah Islam agar dapat mengembalikan cahaya bagi dunia yang menerangi jalan petunjuk dalam kegelapan. “...kemudian akan ada khilafah di atas metode kenabian.” (HR. Ahmad). Wallaahu a’lam bish showab []


Referensi: Kitab “Daulah Islam” karya Syaikh Taqiyuddin An-Nabhani

sumber:
https://www.islampos.com/3-maret-90-tahun-lalu-runtuhlah-khilafah-itu-1-167033/
https://www.islampos.com/3-maret-1924-runtuhlah-khilafah-itu-2-167053/
https://www.islampos.com/3-maret-1924-runtuhlah-khilafah-itu-3-habis-167054/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar