Rombongan haji dari
Madinah datang ke Makkah dengan jumlah yang cukup
banyak. Mereka terdiri dari 75 orang kaum Muslim, yaitu 73 laki-laki dan dua orang wanita. Kedua orang
wanita itu adalah Nasibah binti Ka’ab Ummi ‘Imarah salah seorang wanita
dari Bani Mazin bin an-Najjar, dan Asma’ binti ‘Amru bin ‘Adiy
salah seorang wanita dari Bani Salamah yang tidak lain adalah Ummu Mani’.
Rasul saw menemui mereka secara rahasia dan membicarakan tentang bai’at yang kedua. Pembicaraannya
tidak sebatas masalah dakwah dan kesabaran dalam menghadapi semua kesengsaraan saja, tapi juga mencakup tentang kekuatan
yang akan mampu mempertahankan kaum Muslim. Bahkan lebih jauh dari itu, yaitu mewujudkan cikal
bakal yang akan menjadi pondasi dan pilar pertama dalam mendirikan Negara
Islam.
Sebuah negara yang akan menerapkan Islam di dalam
masyarakat, mengembannya sebagai risalah universal ke seluruh umat manusia dengan membawa serta
kekuatan yang akan menjaganya dan menghilangkan semua rintangan fisik yang menghalangi di jalan penyebaran dan penerapannya.
Beliau membicarakan hal itu kepada mereka dan
akhirnya mengetahui kesiapan mereka yang baik, lalu membuat janji
dengan mereka agar menemuinya di Aqabah pada tengah malam saat pertengahan hari-hari
tasyriq. Beliau berpesan kepada mereka, “Janganlah kalian membangunkan seorang
pun yang sedang tidur dan jangan pula kalian menunggu orang yang
tidak ada!”
Pada hari yang telah dijanjikan dan setelah
sepertiga awal dari malam telah berlalu, mereka keluar dari penginapannya dengan mengendap-endap dan
sembunyi-sembunyi, karena khawatir persoalan mereka terbongkar. Mereka
pergi ke Aqabah dan mendakinya secara bersama-sama termasuk dua orang wanita yang menyertai mereka. Kemudian mereka menunggu
kedatangan Rasul saw, maka dalam waktu yang tidak lama beliau beserta pamannya, ‘Abbas (yang belum
masuk Islam saat itu) datang menemui mereka. ‘Abbas datang hanya
untuk mengawasi dan menjaga keselamatan keponakannya. Dialah orang pertama yang berbicara
dengan ucapan, “Wahai kaum Khazraj, sebagaimana yang kalian
ketahui, sesungguhnya Muhammad berasal dari golongan kami. Kami telah
menjaganya dari ancaman kaum kami yang juga memiliki kesamaan
pandangan dengan kami tentang dirinya. Dia dimuliakan kaumnya dan
disegani di negerinya. Akan tetapi semuanya dia tolak, kecuali untuk
pergi mendatangi kalian dan bergabung dengan kalian. Jika kalian
menganggap diri kalian dapat memenuhi segala hal yang dia dakwahkan, maka
penuhilah itu dengan sempurna dan jagalah dia dari siapa pun yang
menyalahinya. Maka itu semua menjadi tanggung jawab kalian. Jika kalian
melihat diri kalian akan melalaikan dan menelantarkannya setelah
kalian keluar bersamanya menunju tempat kalian, maka mulai saat ini
tinggalkan dia.” Mendengar pernyataan ‘Abbas tersebut, maka mereka
berkata, “Kami mendengar apa yang telah
engkau katakan.” Lalu mereka berpaling kepada Rasul saw, “Bicaralah,
wahai Rasul, maka ambillah apa yang engkau sukai untuk dirimu dan
Tuhanmu”.
Setelah membaca al-Quran dan mengharapkan mereka
masuk ke dalam Islam, Rasul saw menjawab, “Aku bai’at kalian agar kalian melindungiku seperti kalian melindungi
istri-istri dan anak-anak kalian.” Lalu al-Barra’ mengulurkan
tangannya untuk membai’at beliau seraya berkata, “Kami membai’atmu,
wahai Rasulullah. Demi Allah, kami adalah generasi perang dan
pemilik medannya. Kami mewarisinya dengan penuh kebanggaan”. Namun, belum selesai ia mengucapkan pernyataannya, al-Barra’
sudah disela oleh Abu al-Haitsam bin at-Tiihan dengan mengatakan, “Wahai Rasulullah, di antara kami dan orang-orang Yahudi ada
ikatan perjanjian. Kami berniat memutuskannya. Jika kami melakukan hal itu,
kemudian Allah memenangkanmu, apakah engkau akan kembali kepada
kaummu dan meninggalkan kami?” Rasul saw tersenyum dan berkata, “Bahkan, darah akan dibalas dengan darah, pukulan dibalas
dengan pukulan! Sesungguhnya aku adalah bagian dari kalian, dan
kalian adalah bagian dari diriku. Aku akan memerangi siapa pun yang
kalian perangi dan aku berdamai dengan siapa pun yang kalian
berdamai dengannya.” Orang-orang Madinah itu pun
sangat bersemangat untuk memberikan bai’at. Namun, ‘Abbas bin ‘Ubadah segera berdiri
dan berkata, “Wahai kaum
Khazraj, apakah kalian menyadari makna membai’at laki-laki ini?
Sesungguhnya kalian membai’atnya untuk memerangi manusia baik yang
berkulit putih maupun hitam. Jika kalian menyaksikan harta benda
kalian habis diterjang musibah, dan tokoh-tokoh kalian mati terbunuh, apakah
kalian akan menelantarkannya? Maka mulai sekarang, demi Allah,
jika kalian melakukannya itu adalah kehinaan dunia dan akhirat. Namun,
jika kalian melihat bahwa diri kalian akan memenuhinya dengan segala
hal yang telah kalian janjikan kepadanya walau harus kehilangan harta
dan terbunuhnya para pemuka, maka ambillah dia, dan demi Allah hal itu merupakan
kebaikan dunia dan akhirat!” Kaum Khazraj pun menjawab,
“Sesungguhnya kami akan mengambilnya meski dengan
resiko musnahnya harta benda dan terbunuhnya para pemuka.” Kemudian mereka berkata, “Wahai Rasulullah, apa bagian kami bila kami memenuhi
hal itu?”. Rasul menjawab dengan tenang dengan ucapan, “Surga”.
Seketika itu juga mereka beramai-ramai
mengulurkan tangannya masing-masing lalu menggengam tangan beliau dan membai’atnya dengan kata-kata, “Kami membai’at Rasulullah saw untuk
mendengar dan mentaati dalam keadaan sukar, mudah, senang,
benci, maupun musibah tengah menimpa kami. Kami tidak akan
merampas (kekuasaan) dari pemiliknya serta akan mengucapkan kebenaran
di mana pun kami berada. Kami juga tidak akan takut di jalan Allah
terhadap celaan orang-orang yang suka mencela.” Tatkala mereka selesai, Nabi saw berkata, “Ajukanlah kepadaku dari kalian 12 orang wakil yang akan bertanggung jawab terhadap kaumnya dalam
segala urusan mereka!” Mereka memilih sembilan orang dari Khazraj
dan tiga orang dari Aus, lalu Nabi berkata kepada para wakil tersebut, “Kalian bertanggung jawab atas kaum kalian dalam segala urusan mereka,
seperti Hawariyyun melindungi Isa bin Maryam, dan aku adalah
penanggung jawab kaumku”. Mereka menjawab, “Ya”.
Setelah itu mereka kembali ke perkemahan mereka,
mengemasi barang-barangnya, lalu pulang ke Madinah. Tidak lama
berselang, Rasul saw memerintahkan kaum Muslim Makkah hijrah
ke Madinah dan mereka berangkat secara terpisah-pisah. Kaum Muslim memulai hijrah
mereka orang per orang atau dalam kelompok kecil.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar