Rabu, 20 Juni 2012

Prahara Program Kondom Remaja

Nindira Aryudhani, S.Pi, M.Si

Nafsiah Mboi, Menkes yang baru sudah resmi dilantik oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Masa kerjanya memang tak lama, hanya 2,5 tahun. Namun bukan berarti masa bakti yang singkat itu menghalangi Menkes untuk membuat suatu perubahan yang signifikan demi tercapainya kondisi kesehatan masyarakat yang lebih baik. Dalam jumpa pers yang digelar di Ruang Leimena kantor Kementerian Kesehatan, Kamis (14/06/2012), Menkes memang masih belum dapat mengemukakan program-program kerja seperti apa yang akan dilaksanakan secara konkrit (health.detik.com, 15/06/2012).
“Saya sudah menandatangani kontrak kinerja dengan presiden. Yang bagus adalah, di dalam kontrak kinerja ada targetnya, misalnya memastikan pencapaian target Kemenkes 2014. Jadi, saya bersama teman di kemenkes tinggal memonitor program-program yang ada agar selesai sesuai target yang ditetapkan bersama. Saya tidak bikin target baru dalam kontrak kinerja yang juga sudah ditandatangani Bu Endang (Alm.) ini,” kata Menkes (health.detik.com, 15/06/2012).
Rencananya, Menkes bersama jajaran akan membahas secara intensif tantangan apa yang akan dihadapi oleh Kementerian Kesehatan untuk beberapa tahun mendatang. Namun secara eksternal, Menkes mengaku tantangannya adalah wilayah Indonesia yang sangat luas dan memiliki masalah kesehatan yang berbeda-beda. “Untuk pastinya, silakan tanya saya lagi satu bulan dari sekarang,” demikian kata Menkes (health.detik.com, 15/06/2012).

Menkes Menggebrak Nusantara
Disindir mengenai permasalahan HIV/AIDS yang telah menjadi isu yang akrab ditangani selama beberapa tahun terakhir, Menkes yang sebelumnya menjabat sebagai Sekretaris Eksekutif Komite Penanggulangan AIDS (KPA) Nasional ini berharap dapat melakukan gebrakan. Yaitu mengusulkan agar remaja dipermudah aksesnya untuk mendapat kondom (health.detik.com, 15/06/2012).
“Kita berharap bisa meningkatkan kesadaran mengenai kesehatan reproduksi untuk remaja. Dalam Undang-Undang, yang belum menikah tidak boleh diberi kontrasepsi. Namun kami menganalisis data dan itu ternyata berbahaya jika tidak melihat kenyataan. Sebanyak 2,3 juta remaja melakukan aborsi setiap tahunnya menurut data dari BKKBN,” kata Menkes. Menkes melihat, angka sebanyak itu menunjukkan bahwa banyak remaja mengalami kehamilan yang tidak diinginkan. Ia menegaskan, Undang-Undang perlindungan anak menyatakan bahwa setiap anak yang dikandung sampai dilahirkan harus diberikan haknya sesuai UU Perlindungan Anak. Maka, mempermudah akses remaja untuk mendapatkan kondom diharapkan dapat menekan angka aborsi dan kehamilan yang tak diinginkan (health.detik.com, 15/06/2012).
Tentu saja hal ini mungkin akan mendapat pertentangan dari kelompok-kelompok tertentu yang menganggap pemberian kondom kepada remaja dapat memicu seks bebas. Tapi Menkes berpendapat, jika pemahaman remaja mengenai kesehatan reproduksi sudah cukup baik, tidak perlu ada kekhawatiran idenya ini akan memicu seks bebas. “Kita akan membahas bagaimana hak-hak anak dalam kandungan ini dapat terpenuhi. Kampanye kondom difokuskan untuk seks yang beresiko. Untuk mempercepat pencapaian goal MDGs poin 6 tentang HIV/AIDS, maka kampanye kondom merupakan suatu kewajiban. Setiap hubungan seks yang beresiko menularkan penyakit atau kehamilan yang tak diinginkan adalah hubungan seks yang beresiko,” tegas Menkes (health.detik.com, 15/06/2012).

Reaksi Sejumlah Pihak
Sejumlah tokoh pun bereaksi. Diantaranya, Presidium Medical Emergency Rescue Committee (MER-C), Jose Rizal Jurnalis. Ia menyatakan bahwa kampanye penggunaan kondom ala Menteri Kesehatan Nafsiah Mboi itu tidak dilandasi agama dan hanya melihat statistik penyebaran penyakit dengan hubungan heteroseksual. “Dia (Menkes) tidak melihat moralitas dan sebagainya, padahal persoalan ini juga menyangkut moral. Kampanye itu sama saja, silahkan hubungan seks karena ada kondom. Ini kacau, hubungan seks bebas atau seks di luar nikah dilarang agama, tapi kalau terpaksa silahkan pakai kondom. Ini jelas cara berpikir yang liberal, seperti di Amerika Serikat,” tegas Jose Rizal (itoday/eramuslim.com, 18/06/2012).
“MER-C menolak keras cara mengatasi AIDS dengan cara itu. Hukum agama harus ditegakkan. Hukum agama untuk kemaslahatan umat manusia, tapi banyak yang menganggap itu pengekangan kebebasan. Ini dua hal yang selalu diadu. Kebebasan dibiarkan, nantinya orang bebas menganut seks bebas atas atas nama kebebasan. Terus ada kampanye kondom, ini jadi kacau,” kecam Jose Rizal (itoday/eramuslim.com, 18/06/2012).
Ketua Umum Muslimat NU, Khofifah Indar Parawansa, pun buka suara. Khofifah mengatakan bahwa persoalan yang melanda bangsa ini adalah kemerosotan moral, dan bagi-bagi kondom bukan satu penyelesaian masalah. “Yang jelas bagi-bagi kondom tidak akan selesaikan masalah moral di Indonesia," kata Khofifah. Selain itu, program tersebut juga dinilainya tidak sinkron dengan program kementerian lain yang mengarah pada pembangunan moral dan karakter (antaranews.com, 19/06/2012).
Khofifah mengungkapkan, Kementerian Agama telah memprogram gerakan Magrib mengaji, sementara Kementerian Pendidikan Nasional dan Kebudayaan telah menyiapkan pedoman pendidikan karakter.  Ini jelas merusak orkestra pembangunan kita karena program yang satu bertentangan dengan program yang lain," kata Menteri Pemberdayaan Perempuan era Presiden Abdurrahman Wahid itu. Menurut Khofifah, masalah kemerosotan moral sudah sangat memprihatinkan. Khofifah pun mengatakan, berdasar data yang di-up date Muslimat NU pada tahun 2011, ada lima juta perempuan menggugurkan kandungan, sebagian besar berusia 16 tahun ke bawah, yakni mencapai 62%. Persoalan umat yang sudah seperti ini jangan dijawab bagi-bagi kondom bagi remaja kita. Akan tetapi, bagaimana kita ikhtiar luar biasa agar ada iman dan takwa yang tertanam pada anak-anak kita,” katanya (antaranews.com, 19/06/2012).
Juru Bicara Muslimah Hizbut Tahrir Indonesia (MHTI), Iffah Ainur Rochmah, juga angkat bicara. Iffah menyatakan bahwa sosialisasi Menkes tentang penanggulangan AIDS ala UNAIDS ini sangat liberal. Sosialisasi kondom ini tidak akan pernah memutus mata rantai utama penyebaran AIDS yakni menghapus pergaulan bebas, tapi malah memberi jalan keluar agar pergaulan bebas tidak menghantar pada HIV atau kehamilan tak diinginkan. Sejak awal kebijakan terkait penanggulangan AIDS memang sangat liberal. Dengan pengalaman Nafsiah sebagai aktivis HIV/AIDS, implementasi kebijakan liberal tersebut  bisa jadi lebih nyata. Buktinya, baru diumumkan pengangkatannya,  Menkes baru sudah menyatakan ke media akan menggerakkan semua jajaran kementriannya untuk kampanye kondom (hizbut-tahrir.or.id, 17/06/2012).
“Dia (Menkes) anggap keberhasilan kampanye kondom ini adalah indikator keberhasilan penanggulangan AIDS. Masya Allah, bahkan akan menjadikan kalangan remaja 15-24 tahun sebagai sasaran yang tak boleh diabaikan. Mereka diasumsikan belum menikah tapi rawan melakukan seks bebas. Agar tidak terjadi kehamilan dan tidak kena AIDS, pakai saja kondom! Astaghfirullah. Program sangat berbahaya bagi umat. Seks bebas bisa semakin merajalela. Kalau data BKKBN tahun 2010 lalu menunjukkan 51% remaja Jabodetabek telah lakukan seks pra nikah, jangan sampai kita anggap biasa kalau angka ini semakin meningkat. Karenanya program ini harus kita kritisi bahkan layak kita tolak,” tegasnya (hizbut-tahrir.or.id, 17/06/2012).
Iffah menambahkan, tapi kita tak bisa pungkiri, kedaulatan negeri sudah terampas oleh tekanan-tekanan internasional. Liberalisme semakin mengakar kuat. Salah satunya lewat MDGs. Target MDGs 2015 terkait angka penderita HIV/AIDS di Indonesia harus dikejar. Kalau tidak, maka ada ‘hukuman internasional’ yang harus diterima. Ingat kan, beberapa minggu lalu Indonesia mendapat hukuman melalui laporan UPR terkait kebebasan beragama. Pemerintah langsung mengambil tindakan, tanpa menimbang masalahnya secara mendalam. Hal yang sama kiranya juga terjadi dalam kasus pencapaian target penderita AIDS sesuai target MDGs. Untuk mengejar target inilah semua rekomendasi liberal harus diambil. Termasuk kampanye kondom, dengan mengabaikan dampaknya terhadap makin tingginya pelaku seks bebas. Kalau sebelumnya masih diperhatikan UU yang melarang pemberian kontrasepsi kepada yang belum menikah, kini UU itu pun ditabrak demi mengejar ‘pujian’ internasional (hizbut-tahrir.or.id, 17/06/2012).

Jangan Lupakan yang Satu Ini
Entah apa yang sedang merasuk ke dalam pemikiran Bu Menkes. Jangan lupakan yang satu ini. Indonesia kini memiliki predikat anyar. Yakni negara dengan pengakses situs porno nomor satu sedunia. Torehan ini sungguh memalukan. Pasalnya, satu setengah tahun lalu posisi Indonesia masih di urutan tujuh, namun satu bulan silam justru merangsek naik ke posisi teratas. Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) pun membenarkan torehan buruk ini (jpnn.com, 16/06/2012).
“Menurut data dari search engine yang kami dapat, terakhir sekitar satu bulan lalu memang menyebutkan, Indonesia menjadi negara pengakses situs pornografi tertinggi di dunia,” jelas Kepala Humas dan Pusat Informasi Kementerian Kominfo, Gatot S. Dewa Broto. Walau tidak membeberkan secara rinci berapa besaran angkanya, Gatot menyatakan ini merupakan pekerjaan rumah dan tugas yang harus terus diselesaikan jajarannya. Karena, Kominfo memiliki tanggung jawab moral dalam meminimalisir akses ke situs konten mesum itu. “Kami akan bekerja lebih keras untuk menyelesaikan permasalahan ini,” sambungnya (jpnn.com, 16/06/2012).
Menteri Komunikasi dan Informasi, Tifatul Sembiring menambahkan bahwa efek dari internet tergantung dari pengguna. Kepada Radar Bogor (Grup JPNN) ia menuturkan, berdasarkan riset pornografi di 12 kota besar Indonesia terhadap 4.500 siswa-siswi SMP, ditemukan sebanyak 97,2% dari mereka pernah membuka situs porno. Data selanjutnya juga menambahkan bahwa 91% dari mereka sudah pernah melakukan kissing, petting atau oral sex. “Bahkan, data tersebut juga menyebutkan 62,1% siswi SMP pernah berzina dan 22% siswi SMU pernah melakukan aborsi,” ujarnya (jpnn.com, 16/06/2012).
Seperti diketahui, pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) telah membentuk gugus tugas pencegahan dan penanganan pornografi. Tim yang terdiri dari para menteri hingga pemerintah daerah ini akan bekerja untuk membasmi pornografi secara terpadu. Pembentukan gugus tugas ini ditandai dengan terbitnya Perpres No 25 Tahun 2012 pada 2 Maret lalu. Perpres tersebut mengacu pada Pasal 42 Undang-undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi yang mengamanatkan dibentuknya gugus tugas. Namun hingga saat ini, tim ini belum menemui hasil maksimal (jpnn.com, 16/06/2012).
Terpisah, Kepala Kantor Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Kota Bogor, Chusnul Rozaqi masih menunggu hasil dari invetarisasi permasalahan ini dari Kemenkominfo. Jadi sudah jelas, belum ada langkah proteksi pornografi yang dilakukan pemkot. “Untuk di Kota Bogor sendiri masih menunggu kewenangan dari pusat,” singkat Chusnul ketika dihubungi semalam (jpnn.com, 16/06/2012).
Pemerhati anak, sosial dan pendidikan, Jeannie Chamidi Ibrahim merasa kecewa dengan predikat baru yang didapat bangsa ini. Jeannie berpendapat, bebasnya akses porno dilatarbelakangi bebasnya keluar masuk warung internet (warnet). “Sampai saat ini tidak ada batasan umur. Kondisi seperti ini yang dikhawatirkan menghancurkan psikis anak-anak,” tukas Jeannie (jpnn.com, 16/06/2012).
Sementara itu, Pakar informatika dan telematika, Roy Suryo mengatakan, fenomena pengunggah situs porno massal itu dinilai bukan hal aneh di sejumlah negara. Apalagi di Indonesia. “Bagi saya pribadi, terus terang masalah ini sudah tidak asing lagi. Apalagi peringkat tersebut karena negara-negara lain juga memiliki kecenderungan yang sama,” jelas Roy. Roy pun menegaskan, pemerintah mesti segera memperbaiki citra internet Indonesia ke arah lebih baik. Dan itu bisa dilakukan via penyebaran software ke sekolah-sekolah, instansi, komunitas dan warnet untuk mengantisipasi lalu lintas situs mesum tersebut. “Harus ada proteksi hardware dari server-nya (hulu) serta diperlukan pendidikan brainware, etika, moral dan keagamaan,” jelas anggota DPR RI dari Fraksi Demokrat itu (jpnn.com, 16/06/2012).

Ingat yang Berikut Ini
Para pejabat negeri ini memang makin linglung mengelola aset negara. Generasi muda yang seharusnya menjadi tulang punggung peradaban justru dibenamkan hingga kerak dasar yang membuat mereka menjadi golongan tak beradab. Sadarkah para pejabat akan hal itu? Ke mana larinya nilai kemanusiaan dalam diri Bu Menkes sebagai seorang perempuan yang juga seorang ibu? Bagaimana jika ia menjadi salah satu ibu dari para remaja tersebut? Mengapa kebijakannya tidak menjaga tapi malah memfasilitasi generasi muda untuk menjadi biadab dengan makin berpotensi melakukan zina? Na’udzubillaah.
Firman Allah Swt yang berisi peringatan keras berikut ini hendaknya membuat kita sesempurna mungkin dalam bercermin, karena manusia itu lemah. “Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk.” (TQS Al-Israa [17]: 32). Dan sabda Rasul saw: “Jika zina dan riba merjalela di suatu negeri maka mereka telah menghalalkan adzab Allah atas diri mereka.” (HR. Hakim, Thabrani dan Baihaqi).
Kaitannya dengan hal ini, Islam mengatur tentang pemeliharaan keturunan. Islam telah menurunkan hukum-hukum berikut sanksi-sanksi yang berfungsi sebagai pencegah, dalam rangka memelihara keturunan manusia dan nasabnya. Islam telah mengharamkan zina dan mengharuskan dijatuhkan sanksi bagi pelakunya. Hal ini bertujuan untuk menjaga lestarinya kesucian dari sebuah keturunan. Sehingga, seorang ayah akan tetap dapat memelihara anak-anaknya serta merawat mereka, di mana ia dapat memastikan bahwa anak-anak tersebut merupakan bagian dari dirinya sendiri (darah dagingnya) (Kitab Dirosah al-Fikr). Karenanya, anak tersebut harus diperoleh dengan jalan yang sah, yaitu pernikahan, bukan perzinaan.
Bahkan, Islam pun telah menyediakan solusi berlapis agar manusia makin terjaga dan berhati-hati menyikapi zina. Islam telah mengatur masalah hadd al-qadzaf (menuduh berzina), yakni bagi siapa saja yang menuduh orang lain telah berbuat zina tanpa membawa bukti, maka kepadanya akan dijatuhkan hukuman jilid (cambuk) (Kitab Dirosah al-Fikr). Artinya, sekalipun zina merupakan salah satu pelanggaran hukum syara’, tapi menuduh zina terhadap seseorang tanpa alasan, ternyata juga termasuk pelanggaran terhadap hukum syara’. Maka, kita pun harus cermat.

Khatimah
Jadi, pasti menyesatkan bila ada yang mengkampanyekan dengan penggunaan kondom  akan tercegah dari HIV/AIDS. Kondom didesain sebagai alat kontrasepsi, pencegah kehamilan. Bukan sebagai penangkal menyebarnya virus melalui hubungan kelamin. Kebanyakan ahli juga sudah memberitakan bahwa pori-pori kondom berukuran lebih besar dari virus HIV, berarti virus tetap bisa menular meski memakai kondom. Lebih penting lagi, seks di luar nikah (zina) adalah dosa besar, baik menularkan HIV atau tidak, terjadi kehamilan atau tidak (hizbut-tahrir.or.id, 17/06/2012).
Wallaahu a’lam bish showab [].

Tidak ada komentar:

Posting Komentar