Nindira Aryudhani, S.Pi, M.Si
Kamis
(13/06), NET (News and Entertainment
Television) berkunjung ke Kantor DPP MHTI dalam rangka mewawancarai
Ustadzah Iffah Ainur Rochmah, Juru Bicara MHTI. Berkenaan dengan Hari Keluarga
Nasional akhir Juni nanti, maka tema yang diangkat dalam wawancara tersebut
adalah pandangan Islam terhadap keluarga berencana dengan metode vasektomi.
Hasil wawancara ini sendiri akan ditayangkan pada acara NET pada Jumat (14/06)
siang.
Pada
intinya, Ustadzah Iffah menyampaikan tentang dua hal. Pertama, penyikapan
terhadapan kebijakan hukum boleh atau tidaknya vasektomi dalam Islam. Kedua, kritik
MHTI tentang persoalan kependudukan. Bicara rencana keluarga melalui program KB, legalisasi kebijakan vasektomi oleh BKKBN dianggap
sebagai solusi. Terkait dengan hal ini, Ustadzah Iffah mencontohkan berita vasektomi yang pernah terjadi di Kabupaten
Mukomuko, Provinsi Bengkulu. Warga pria di kabupaten tersebut diusulkan
mendapat hadiah Rp 1 juta dari Kepala Daerah, jika bersedia memasang alat
kontrasepsi vasektomi.
Vasektomi dulu diharamkan karena dilakukan dengan cara memutuskan, memotong
permanen saluran vas deferens (saluran
sperma laki-laki dari buah zakar ke saluran keluarnya).
Tapi sekarang, vasektomi hanya mengikat saluran vas deferens. Masalahnya, Majelis
Ulama Indonesia (MUI) justru mengeluarkan fatwa menghalalkan praktik vasektomi
untuk program KB atau menjarangkan kehamilan. Hal ini didukung oleh BKKBN. Bahkan,
Nahdatul Ulama (NU) juga menyatakan dukungannya terhadap program KB yang
digalakkan BKKBN. Maka bisa dibayangkan, bahwa dengan
dukungan fatwa dari MUI, peserta pria program Keluarga Berencana (KB) dapat bertambah pesat.
Ustadzah
Iffah juga menekankan bahwa vasektomi dan
tubektomi adalah ‘pemandulan tetap’ yang terlarang
dalam hukum Islam. Secara singkat, dalam mengatasi pengendalian jumlah
penduduk dengan konteks pengaturan jarak kelahiran, Islam telah menetapkan ‘azl (senggama terputus) sebagai
solusinya.
Lebih jauh
lagi, Ustadzah Iffah mengkritisi kebijakan BKKBN. Diantaranya, Pertama, bahwa problem kependudukan tidak
semata karena besarnya pertumbuhan penduduk. Masalah
kemiskinan, beratnya beban biaya pendidikan dan kesehatan
adalah akibat salah pengelolaan
SDA. Ironisnya, di tengah kekayaan SDA
Indonesia, tak
sedikit rakyatnya yang terbelenggu kemiskinan. Oleh karenanya, hal ini juga memerlukan alternatif sistem ekonomi. Islam
memiliki sistem ekonomi yg menjamin
pertumbuhan sekaligus pemerataan kekayaan.
Selanjutnya,
Kedua, negara yang mengontrol populasi dengan pembatasan
kelahiran sebagaimana di Eropa,
juga Singapura, saat
ini justru sedang resah karena
minimnya pertumbuhan penduduk. Mereka malah
sedang mendorong dan memberi insentif untuk perempuan yang
bersedia hamil dan melahirkan. Artinya, dunia telah menyadari bahwa pertumbuhan penduduk adalah potensi
demografi, bukan ancaman.
Ketiga, program
BKKBN semestinya diarahkan untuk
menyiapkan dan membantu orang tua mendidik anak sebaik mungkin. Tidak sedikit
keluarga yang punya satu anak saja masih miskin,
anaknya jadi pecandu narkoba dan seks bebas.
Keempat, fatwa MUI yang dulu mengharamkan sekarang menghalalkan patut dikritisi landasan nash-nya. Tidak boleh hukum berubah
sekadar karena ada kemanfaatan. Alasan bisa dilakukan rekanalisasi tidak cukup kuat untuk menghilangkan fakta ‘pemandulan’ yang menjadi dasar pengharaman
vasektomi/MOP (Metode Operasi Pria). Jadi kembali lagi, meski MUI
sekarang membolehkan, sejatinya vasektomi yang sekarang tetap sama merupakan
pemandulan. Disamping itu, hanya bisa dilakukan oleh
dokter khusus yang sangat mahal biayanya, tidak terjangkau masyarakat umum.
Sementara pelaku program vasektomi justru kebanyakan masyarakat kelas bawah yang didorong melakukan vasektomi untuk mengatasi masalah ekonomi [nindira].
Original link: http://hizbut-tahrir.or.id/2013/06/15/vasektomi-bukan-solusi-keluarga-berencana/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar