Umat
Islam saat ini berada dalam kegelapan, tidak ubahnya seperti yang
terjadi pada masa sebelum Islam datang ke dunia ini, hanya dalam bentuk
yang agak berbeda. Kerusakan moral, tindakan kriminal, kemiskinan,
anak-anak terlantar dan ditelantarkan, perceraian semakin sulit
dibendung. Tidak berbeda dengan kondisi tersebut, kaum perempuan hari
ini pun sangat memprihatinkan. Berbagai persoalan terus membelit
kehidupan mereka. Kemiskinan, kekerasan, diskriminasi dan ketidakadilan
seolah tak bisa lepas dari potret kehidupan mereka. Ini terjadi merata
di seluruh dunia, tak terkecuali di Indonesia.
Kapitalisme Menghinakan Perempuan
Perempuan
saat ini menjadikan ide-ide kapitalis sebagai pijakan. Mereka
menyatakan bahwa persoalan perempuan akan terselesaikan dengan
membebaskan perempuan berkiprah dimana pun, terutama dalam ranah publik.
Dengan itu suara dan partisipasinya diperhitungkan, baik dalam
keluarganya maupun masyarakat. Alih-alih mampu mengangkat nasib
perempuan, gagasan pemberdayaan politik perempuan dalam perspektif
demokrasi kapitalis ini justru menjadi racun yang kian mengukuhkan kegagalan menyelesaikan persoalan-persoalan perempuan. Sebaliknya, ide-ide kapitalis-sekular sukses menjerumuskan perempuan ke dalam jurang kejahiliahan dan kegelapan. Betapa tidak? Kondisi
kaum perempuan saat ini tak ubahnya seperti perempuan-perempuan pada
masa ketika sebelum Islam datang walau dalam penampakan yang tidak
persis sama. Apakah kita masih tetap ingin berada dalam kegelapan dengan berharap pada sistem yang rusak ini? Sudah saatnya kita
bergerak membangunkan umat dari keterlenaan. Kegelapan ini tidak akan
pernah beranjak dari umat secara keseluruhan selama umat Islam
mencampakkan aturan-aturan dari Allah dan Rasul-Nya. Kondisi umat akan
mendapat kemuliaan dan meraih kemenangan sebagaimana yang pernah
dirasakan oleh generasi kaum Muslim sebelumnya jika mereka menerapkan
aturan Allah dan Rasul-Nya secara kaffah dalam naungan Daulah Khilafah. Allah SWT telah mengingatkan kita dalam firman-Nya:
أَفَحُكْمَ الْجَاهِلِيَّةِ يَبْغُونَ وَمَنْ أَحْسَنُ مِنَ اللَّهِ حُكْمًا لِقَوْمٍ يُوقِنُونَ
Hukum Jahiliahkah yang mereka kehendaki? Hukum siapakah yang lebih baik daripada hukum Allah bagi orang-orang yang yakin? (QS al-Maidah [5]: 50).
Oleh karena itu, secara imani dan realistik, penyelesaian mendasar dari semua persoalan yang kita hadapi sekarang ini hanyalah dengan mencampakkan sistem yang rusak dan kembali ke sistem yang mampu memberi jaminan penyelesaian secara tuntas dan adil, yakni sistem yang berasal dari Zat Yang Mahasempurna dan Mahaadil. Itulah sistem Islam yang kemampuannya telah teruji selama berabad-abad membawa umat ini pada kemuliaan dan martabatnya yang hakiki sebagai khayru ummah. Sistem Islam mampu menjadi motor peradaban dan membawa rahmat bagi manusia secara keseluruhan.
Syariah Menjamin Hak-hak dan Peran Perempuan
Sistem
Islam memiliki aturan komperehensif yang menjamin keadilan dan
kesejahteraan bagi siapapun, termasuk perempuan. Hanya sistem Islam yang
memberi solusi atas setiap persoalan kehidupan yang berangkat dari
pandangan yang universal mengenai perempuan, yakni sebagai bagian dari
masyarakat manusia, yang hidup berdampingan secara harmonis dan damai
dengan laki-laki dalam kancah kehidupan ini.
Syariah
Islam sebagai aturan kehidupan dipastikan akan menjamin kebahagiaan
manusia secara keseluruhan selama aturan ini tegak dan diterapkan secara
kaffah. Aturan Islam pun dipastikan akan bersifat tetap
sekalipun bentuk kehidupan masyarakat berubah, karena Islam datang dari
Zat Yang Mahatahu dan Mahasempurna.
Mahasuci
Allah yang telah memberikan aturan Islam yang bersifat tetap dan
sempurna, yakni aturan yang telah memuliakan kaum perempuan setelah
sebelumnya mereka dihinakan dan direndahkan. Islam datang pada saat
budaya masyarakat mensubordinasi perempuan. Pada saat itu perempuan tak
lebih dari benda yang bisa dimiliki dan diwariskan, bahkan hanya
dianggap sebagai pemuas nafsu laki-laki yang tak boleh berkeinginan.
Yang lebih mengerikan, pada saat itu perempuan menjadi simbol kehinaan.
Kehadiran anak perempuan dianggap sebagai aib luar biasa besar dan
membunuhnya menjadi budaya yang diwajarkan.
Jelas,
sebuah revolusi besar ketika Islam justru datang dengan mengungkapkan
bahwa perempuan dan laki-laki adalah manusia dengan segala potensi hidup
dan akalnya. Sebagai manusia, perempuan juga mengemban tugas hidup yang
sama sebagaimana laki-laki, yakni beribadah melakukan penghambaan
kepada Allah sang Pencipta, sekaligus mengemban misi kekhalifahan di
muka bumi berdasarkan aturan hidup yang telah ditentukan. Islam juga
menetapkan bahwa standar kemuliaan seseorang tidak ada kaitannya dengan
jenis kelamin, kedudukan dan materi, melainkan terkait dengan kadar
ketakwaan seseorang di hadapan Allah. Dalam kerangka pemuliaan ini,
Islam menetapkan berbagai aturan yang adil dan harmonis yang akan
menjamin kemuliaan hidup keduanya, baik di dunia maupun di akhirat.
Memang benar, adakalanya Allah SWT memberikan aturan yang sama kepada laki-laki dan perempuan. Sebagai
hamba Allah SWT, keduanya dipandang dari sisi insaniahnya yang memiliki
potensi dan akal yang sama. Keduanya wajib menuntut ilmu, berbakti
kepada orangtua, menegakkan shalat, membayar zakat, bershaum, berhaji,
mengemban dakwah, dan lain-lain. Namun, adakalanya pula
Allah SWT memberikan aturan yang berbeda manakala dipandang dari sisi
tabiat keduanya memang berbeda sebagai laki-laki dan perempuan; baik
berkaitan dengan fungsi, kedudukan maupun posisi masing-masing dalam
masyarakat. Allah SWT telah membebankan kewajiban mencari nafkah dan
melindungi keluarga kepada laki-laki, misalnya. Sebaliknya, Allah SWT
telah menjadikan tugas pokok perempuan sebagai ibu dan pengelola
rumahtangga sesuai dengan tabiat keperempuanannya. Sungguh, aturan ini sangat adil.
Dalam
hal peran, Islam telah menetapkan bahwa di samping sebagai hamba Allah
SWT yang mengemban kewajiban-kewajiban individual sebagaimana halnya
laki-laki, perempuan secara khusus telah dibebani tanggung jawab
kepemimpinan sebagai ibu dan pengatur rumahtangga (ummun wa rabbah al-bayt).
Sebagai ibu, dia wajib merawat, mengasuh, mendidik dan memelihara
anak-anaknya agar kelak menjadi orang yang mulia di hadapan Allah SWT.
Sebagai pengatur rumahtangga dia berperan membina, mengatur dan
menyelesaikan urusan rumah tangganya agar memberikan ketenteraman dan
kenyamanan bagi anggota-anggota keluarga yang lain, sekaligus menjadi
mitra utama laki-laki sebagai pemimpin rumahtangganya berdasarkan
hubungan persahabatan dan kasih sayang. Dengan peran-peran khususnya
ini, sesungguhnya perempuan dipandang telah memberikan sumbangan besar
kepada umat dan masyarakatnya. Bahkan kegemilangan peradaban sebuah
masyarakat—sebagaimana yang pernah dicapai belasan abad oleh umat Islam
terdahulu—tidak bisa dipisahkan dari keberhasilan peran para ibu. Sebab
dengan begitu, berarti mereka telah berhasil mendidik dan memelihara
generasi umat sehingga tumbuh menjadi individu-individu yang mumpuni,
yakni generasi mujtahid dan mujahid yang telah berhasil membangun
masyarakat dan peradaban Islam hingga mengalami kegemilangan. Oleh
karena itu, jelas menjadi ibu sesungguhnya merupakan peran yang sangat
mulia dan memiliki nilai politis dan strategis, karena dari para ibu
inilah akan lahir para pemimpin umat yang cerdas dan berkualitas.
Islam
juga membuka ruang bagi perempuan untuk masuk dalam kehidupan umum,
berkiprah dalam aktivitas yang dibolehkan seperti berjual beli, menjadi
pedagang, bahkan qadhi. Sebagaimana yang terjadi pada masa Khalifah Umar ra. Pada waktu itu Umar ra. mengangkat Syifa’ sebagai qadhi hisbah. Demikian
pula terkait pelaksanaan aktivitas yang diwajibkan syariah, seperti
menuntut ilmu dan berdakwah. Namun dalam kehidupan umum ini, Islam
mewajibkan kaum perempuan menggunakan pakaian syar’i, yakni jilbab dan kerudung, melarang ber-tabarruj, memerintahkan laki-laki dan perempuan menjaga pandangan, melarang ber-khalwat, serta memerintahkan kaum perempuan yang hendak bepergian jauh untuk disertai mahram-nya.
Dengan aturan-aturan ini, kehormatan keduanya akan selalu terjaga dan
terhindar dari tindak kejahatan seksual sebagaimana yang kerap terjadi
dalam masyarakat kapitalistik saat ini.
Islam
pun telah menempatkan perempuan sebagai bagian dari masyarakat
sebagaimana halnya laki-laki. Keberadaan keduanya di tengah-tengah
masyarakat tidak dapat dipisahkan. Keduanya bertanggung jawab
menghantarkan kaum Muslim menjadi umat terbaik di dunia. Karena itu,
aktivitas politik dalam pengertian pengaturan urusan umat bukan
kewajiban laki-laki saja, melainkan juga merupakan kewajiban kaum
perempuan sebagai bagian dari umat. Hal ini pun secara tegas diungkap
dalam beberapa nash yang bersifat umum (Lihat, misalnya, QS Ali Imran
[3]: 104). Di dalam hadis penuturan Hudzaifah ra. juga disebutkan bahwa
Rasulullah saw. pernah bersabda: “Barangsiapa yang tidak memperhatikan kepentingan kaum Muslim, ia tidak termasuk di antara mereka. Barangsiapa bangun pada pagi hari dan tidak memperhatikan urusan kaum Muslim, ia bukanlah golongan mereka.” (HR ath-Thabari).
Tidak sedikit kaum perempuan yang ikut berjihad bersama Rasulullah saw. dan para Sahabat.
Justru
melalui penerapan syariah Islam secara utuh dan konsisten oleh penguasa
dan penjagaan/pengawasan yang ketat dari umat inilah yang akan
menghantarkan pada tercapainya kemaslahatan hidup yang rahmatan lil ’alamin
sebagaimana yang Allah janjikan. Tidak hanya perempuan yang
termuliakan, bahkan umat secara keseluruhan akan memperoleh kebahagiaan
dan kebangkitan yang hakiki sebagaimana yang pernah dialami sejak masa
Rasulullah saw. hingga Khilafah diruntuhkan.
Khilafah Mensejahterakan Perempuan
Umat
manusia, termasuk kaum perempuan, di bawah naungan Khilafah benar-benar
bisa merasakan kehidupan yang mulia dan terhormat. Mereka diselimuti
perasaan aman dan nyaman serta diwarnai kewajaran dan keadilan. Semuanya
merasa hidup makmur dan sejahtera. Bahkan pernah ada suatu masa saat
tidak ada lagi yang mau mengambil zakat, karena semua merasa telah kaya!
Khalifah
Umar bin al-Khaththab ra. pernah berkata, “Sekiranya ada seekor domba
yang terperosok di tepi sungai Dajlah, niscaya saya yakin bahwa Allah
pasti akan menghisab saya akan hal itu pada Hari Kiamat. Jadi, mengapa
kamu belum juga meratakan jalan itu untuknya?” Beliau berkata pula,
“Demi Allah, aku tidak akan merasakan kenyang, sebelum seorang Muslim
yang terakhir di Madinah merasa kenyang!”
Apa
yang dilakukan Khalifah Umar bin Khaththab ra. juga menunjukkan
bagaimana Khilafah Islam melindungi dan menjamin kesejahteraan
perempuan, bahkan rakyat secara keseluruhan. Beliau yang kekuasaannya
sudah melewati batas-batas semenanjung Arabia telah terbiasa melakukan
patroli untuk memastikan semua penduduk terpenuhi kebutuhannya. Beliau
bahkan tak ragu memanggul karung berisi gandum demi memenuhi kebutuhan
seorang ibu dan anaknya karena kesadaran penuh akan tanggungjawab
sebagai kepala negara di sisi Allah SWT. Beliau pun pernah menetapkan
kebijakan menggilir pasukan jihad setiap empat bulan sekali demi
mendengar keluhan seorang istri tentara yang merindukan suaminya.
Khalifah
Umar bin Abdul Aziz menulis surat kepada amilnya (kepala daerah) di
Samarkand, Sulaiman bin Abi as-Samri, “Hendaklah kamu membangun beberapa
penginapan di wilayahmu. Jika ada di antara kaum Muslim yang melewati
wilayahmu maka biarkan mereka tinggal sehari semalam dan uruslah
kendaraannya. Jika ia masih punya alasan untuk tinggal maka biarkan ia
tinggal sehari dua malam. Jika ada seseorang yang kehabisan bekal maka
berilah ia harta yang cukup untuk sampai ke daerah tempat tinggalnya.”
Pada
masa Khalifah al-Mu’tashim Billah, ketika seorang Muslimah jilbabnya
ditarik oleh salah seorang Romawi, ia segera menjerit dan meminta
tolongan kepada Khalifah: Wa Islama wa Mu’tashima!, “Di mana Islam dan di mana Khalifah Mu’tashim?” Ketika mendengar jeritan perempuan Muslimah tersebut, Khalifah serta-merta bangkit dan memimpin sendiri pasukannya untuk
membela kehormatan seorang muslimah yang dinodai oleh seorang pejabat
kota tersebut (waktu itu masuk dalam wilayah kekaisaran Romawi). Kepala
Negara Daulah Khilafah Islamiyah ini mengerahkan ratusan ribu tentaranya
ke Amuria-perbatasan antara Suriah dan Turki. Sesampainya
di Amuria, beliau meminta agar orang Romawi pelaku kezaliman itu
diserahkan untuk diadili. Saat penguasa Romawi menolaknya, beliau pun
segera menyerang kota, menghancurkan benteng pertahanannya dan menerobos
pintu-pintunya hingga kota itu pun jatuh ke tangan kaum Muslim. Ribuan
pasukan musuh terbunuh, ribuan lainnya berhasil ditawan.
Demikianlah
kesempurnaan aturan Islam yang dibawa oleh Muhammad saw. untuk seluruh
umat manusia hingga akhir jaman, tanpa memihak salah satunya seraya
mengabaikan yang lainnya. Sebagai aturan yang terpadu,
Islam mengatur seluruh aspek kehidupan yang akan menjamin terwujudnya
ketentraman umat manusia, karena Islam sesuai dengan fitrah manusia,
memuaskan akal manusia dan tidak membedakan jenis kelamin manusia. Telah
jelas bagaimana keadaan umat Islam ketika berada dalam naungan Daulah
Khilafah Islamiyah. Seluruhnya dapat merasakan bagaimana cahaya Islam
menaungi seluruh umat, tanpa kecuali.
Karena
itu, inilah yang benjadi agenda umat Islam saat ini, yaitu menegakkan
kembali Daulah Khilafah Islamiyah, agar umat Islam terlepas dari
kejahiliahan dan kegelapan, bangkit menuju cahaya Islam, sehingga
seluruh dunia diterangi dengan kemuliaan dan kesejahteraan. []
sumber: http://hizbut-tahrir.or.id/2012/04/06/khilafah-menjamin-hak-hak-perempuan/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar