Nindira Aryudhani, S.Pi, M.Si
Fenomena Bintang Korea
Jay Park, penyanyi berdarah Korea asal Amerika
Serikat ini menyambangi Jakarta untuk kedua kalinya. Kali ini Jay Park datang
dalam rangkaian promo album barunya yang bertajuk “New Breed”. Jay akan bertemu
dengan penggemarnya selama dua hari di Jakarta, terhitung Rabu dan Kamis, 09-10 Mei 2012 (okezone.com,
08/05/2012). Sebelumnya, Suju (Super Junior)
telah lebih dulu datang ke Indonesia untuk menghibur penggemarnya pada 27-29
April 2012 lalu (republikaonline,
28/04/2012). Serupa dengan Jay, Suju pun disambut oleh jutaan penggemar, di Bandara Soekarno Hatta (republikaonline, 27/04/2012). Saking antusiasnya, Elf (sebutan untuk fans Suju)yang berasal dari
mana-mana ini, rela menunggu
berjam-jam di bawah terik matahari, demi menunggu pintu dibuka agar bisa segera memasuki gedung Mata
Elang Indoor Stadium (MEIS), Ancol, tempat konser Suju berlangsung. Rata-rata penonton konser Suju, telah tiba sejak pagi hari, meski panitia baru membuka pintu utama pukul 17.30 wib. Satu jam menjelang konser yang berlangsung pada pukul
18.30 wib, masih terdapat
antrian panjang Elf yang sabar
menunggu panggilan panitia pintu masuk berdasarkan kelas tiket. Harga tiket resmi termahal kelas Super
VIP Seat Rp 1,7 juta, yang
tiket termurah Rp 500 ribu (republikaonline, 28/04/2012).
Suju
dan Jay Park menjadi begitu terkenal dan punya fans tetap tentu bukan suatu kebetulan.
Faktanya, demam K-pop
muncul karena alasan klise yang sangat manusiawi, yaitu fisiknya. Budaya tersebut direpresentasikan dengan wajah
cantik jelita berkulit putih bak porselen yang lembut dan mulus atau
wajah ganteng yang imut, innoncent dan proposional. Meskipun
rumor di balik semua penampakan
wajah dan penampilan sang ikon dihantui berita ‘tidak asli’ alias hasil dari operasi
plastik, tapi para fans tidak peduli karena
fisik yang sempurna itulah yang mereka
puja, fisik yang tidak
mereka miliki (www.cerita.otsuzo.com, 06/03/2012).
Disamping
itu, sudah banyak bintang Korea pendahulunya yang telah meramaikan pasar
Indonesia. Jika diingat-ingat, fenomena dunia hiburan Korea sejatinya telah
menemukan jati dirinya sekitar tahun 2002, yang diawali dengan sejumlah serial
drama. Sebutlah Winter Sonata, yang sempat mencuatkan industri hiburan Korea ke seluruh dunia (kapanlagi.com, 17/01/2012). Tak heran jika dua pemeran utama
Winter Sonata, Bae Yong Joon (pemeran Kang Joon Sang/Lee Min Hyung) dan Choi Ji Woo (pemeran Jung Yu-jin), meraih penghargaan KBS Awards 2002 sebagai aktor dan aktris
dengan akting terbaik (wikipedia,
19/01/2012). Bahkan,
mereka menjadi bintang terunggul di Asia, termasuk Indonesia (poskotanews.com,
04/02/2012). Kini para bintang dari serial tersebut tengah merayakan
ulang tahun ke-10 Winter Sonata lewat Winter Sonata
Musikal. Yoon Suk Ho, sutradara
Winter Sonata, menyatakan Winter Sonata adalah proyek paling
bersejarah dalam hidupnya dan
itu membuatnya sangat
bersyukur, hingga setelah sepuluh
tahun berlalu, hal ini
seperti sebuah reuni (kapanlagi.com, 17/01/2012). Wajar jika sejumlah bintang Korea mendadak
terkenal di dunia, termasuk Indonesia. Karena industri hiburan Korea yang
spektakuler ini tidak terlepas dari program Pemerintah Korea, khususnya melalui
2010-2012 Visit Korea Year (www.visitkorea.or.kr, 2009).
Standarisasi Idola
Perkara idola,
fans dan eksistensi ternyata menarik. Idola selalu identik dengan fans. Sebagai seorang idola yang memiliki banyak fans, tentu
sangat berpengaruh pada eksistensi sang selebriti. Idola biasanya dianggap
sebagai standar, contoh bahkan teladan bagi fans.
Bahasan idola ini telah diingatkan dalam firman Allah Swt: “Sesungguhnya telah ada pada
(diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang
mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut
Allah.” (TQS Al-Ahzab [33]: 21). Dan menjadi idola bukan berarti pihak yang boleh mengalahkan keberadaan
Allah Swt, sebagaimana sabda Rasulullaah saw: “Kemuliaan adalah pakaian Allah. Kesombongan (kebesaran) adalah
selendang Allah. Allah berfirman, ‘Barangsiapa yang mencabut pakaian-Ku, maka
Aku akan menyiksa’.” (HR. Bukhari, Muslim). Serta firman Allah Swt: “Dan janganlah kamu berjalan di
muka bumi ini dengan sombong, karena sesungguhnya kamu sekali-kali tidak dapat
menembus bumi dan sekali-kali kamu tidak akan sampai setinggi gunung.” (TQS Al-Israa [17]: 37).
Lantas, teladan macam apa yang dapat diperoleh dari para idola tersebut? Energi macam apa pula yang dapat dibagi kepada para fans dari idolanya jika
para public figure itu sendiri hanya
berstandar dunia? Mengapa korbanan waktu, tenaga dan dana fantastis telah
menjadikan para fans itu melalaikan hal-hal lainnya? Padahal, eksistensi sang idola hanya tersandar pada normalitas dan keindahan fisik, bukan pada aspek yang
sebanding untuk dapat
diteladani dari diri Rasulullaah saw sebagaimana dalam ayat-ayat di atas.
Teladan dari idola sejati, Rasulullaah saw, adalah teladan
yang mutlak
diambil. Kegigihan beliau dalam berjuang mendakwahkan agama Allah Swt adalah
kegigihan sejati melawan tantangan hakiki. Tatkala Rasulullaah saw diutus dengan membawa Islam, masyarakat Makkah
dan sekitarnya membicarakan beliau dan dakwahnya. Seiring dengan berjalannya dakwah, mereka mulai menyadari “bahaya” dakwah tersebut.
Mereka pun sepakat untuk
menentang, memusuhi dan memeranginya. Mereka juga menggunakan berbagai sarana untuk
memalingkan Rasul
dari dakwahnya, namun tidak berhasil. Sarana-sarana terpenting yang mereka
gunakan untuk menyerang dakwah ini ada tiga, yaitu: (1) penganiayaan, (2) berbagai propaganda di dalam dan di
luar kota Makkah, dan (3) pemboikotan (Kitab
Ad-Daulah). Bayangkan,
betapa tidak ada langkah yang ringan dalam perjalanan dakwah Rasulullaah saw. Tapi yang
harus diketahui, ujian yang beliau
terima ternyata juga menentukan
kualitas kaum muslimin yang berjuang bersama beliau, baik dari kaum Muhajirin
maupun Anshor.
Muda, Ngetop,
Aset Peradaban
Sudah
saatnya anak muda harus mengganti mindset-nya
dalam mencari idola. Kesetaraan usia idola dengan fans-nya harus menjadikan
diri mereka sebagai para pemuda yang dapat bercermin bersama. Lihatlah generasi
muda binaan Rasulullaah saw saat mendakwahkan Islam di Makkah hingga berdirinya
Daulah Khilafah Islamiyyah pertama di Madinah. Peradaban Islam dipenuhi oleh
sumber daya manusia berkualitas yang menjadi aset terbesar masa depan dunia.
Ali
bin Abi Thalib, masuk Islam dan menjadi pengemban dakwah Islam pada usia 8
tahun. Mu’adz bin Jabal, dinobatkan menjadi hakim agung negara, saat usianya
masih 18 tahun. Demikian halnya penakluk Konstantinopel 1453, yang mana usia
Sultan Muhammad Al-Fatih pada tahun tersebut baru 21 tahun 2 bulan. Dan sudah
terlanjur ngetop, Sultan Muhammad
Al-Fatih adalah pemimpin terbaik dari pasukan terbaik yang dijanjikan Allah Swt
untuk membebaskan Konstantinopel yang tersohor sebagai kota yang sangat sulit
ditembus karena benteng-bentengnya yang kuat.
Menilik
usianya, mereka masih sangat muda saat mampu mewujudkan perubahan yang
revolusioner. Ada faktor lain dalam diri mereka yang menjadikannya mampu
menembus batas keghaiban dengan kekuatan pemikiran sebagai motornya. Mereka jelas
memiliki kapasitas berpikir yang optimal untuk meraih cita-cita perjuangannya. Menjadi
sosok muda, berprestasi dan ber-prestige
toh tidak membuat mereka terbanggakan hanya dengan ukuran duniawi semata.
Kemudaan mereka dalam prestasi dan prestige
tidak hanya bertaraf dunia, tapi juga bertaraf akhirat. Mereka adalah pemuda produk dari sebuah
cita-cita yang dianggap mustahil pada masanya dan masa kini. Kapasitas berpikir
mereka senantiasa dirangkai dengan keyakinan akan kebenaran janji Allah Swt
hingga telah membuatnya menjadi kenyataan bersejarah yang tertoreh sebagai
bagian penting dalam peradaban manusia.
K-Pop Sejati
Anak
muda juga harus memiliki kesadaran bahwa aliran makna hidup ini bersandar sepenuh
daya dan upaya hanya kepada Yang Maha Mengatur manusia, kehidupan dan alam semesta. Sebuah pemikiran yang akan bermuara hanya
pada hakikat penciptaan oleh Sang Khaliq. Sebagaimana firman
Allah Swt dalam QS. Adz-Dzariyat ayat 56: “Dan
Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku.”
Maka segala aktivitasnya harus terikat dengan hukum Allah Swt.
Tak
usah ragu mengganti kepanjangan K-pop
(korean pop) menjadi K-pop (Khilafah populer). Bahkan, jadilah pemuda penggemar K-pop (Khilafah populer) sejati. Karena
pemuda yang berkiprah
untuk dunia dengan tidak
menjadikan penerapan syariah Islam dalam Khilafah sebagai jalan dan target
perubahan, maka mereka akan merasa lelah dan sia-sia karena perubahan hakiki
nasib mereka tidak akan
pernah terwujud. Idola pun hanya fatamorgana. Hal ini sebagaimana firman Allah Swt
dalam QS. Ar-Ra’du ayat 11: ”…Sesungguhnya Allah tidak
mengubah keadaan suatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri
mereka sendiri. Dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum,
maka tak ada yang dapat menolaknya dan sekali-kali tak ada pelindung bagi
mereka selain Dia.” Kiprah pemuda dalam upaya penegakan Khilafah ini telah disambut oleh
Allah Swt dalam QS Ali ‘Imran [3] ayat 195: “Sesungguhnya Aku tidak
menyia-nyiakan amal orang-orang yang beramal di antara kamu, baik laki-laki
atau perempuan, (karena) sebagian kamu adalah turunan dari sebagian yang lain...”
Wallaahu
a’lam bish showab [].
tak hanya sebatas jadi penggemar, tp pejuang K-Pop (Khilafah populer), insya Allah...
BalasHapus