Rabu, 09 Mei 2012

DICARI!! ARSITEK DAN FOTOGRAFER KONSTRUKTOR KHILAFAH

Nindira Aryudhani, S.Pi, M.Si

Arus perubahan akan senantiasa bergulir dalam setiap periode kehidupan. Manusia, makhluk berakal aktor utama kehidupan, harus makin kreatif menghadapinya di setiap zaman. Demikian halnya dengan perguliran dakwah, tantangan dan kendala akan terus mewarnainya. Tak hanya sebagai aktor, peran manusia dalam dakwah harus meluas sebagai arsitek atau fotografer mumpuni, meski tidak pernah memiliki pendidikan formal di bidang tersebut.
Atas nama ideologi Islam, profesi arsitek dan fotografer itu dapat terwujud sedemikian rupa dalam diri manusia, tanpa iming-iming sejumlah nominal kapital. Bagaimana tidak? Bukankah tugas utama seorang arsitek itu merancang sebuah gambar yang akan diwujudkan dalam bentuk nyata?  Dan bukankah tugas utama seorang fotografer itu memotret sebuah fakta untuk diolah dalam rangka menghasilkan gambar yang berseni dalam kancah teknologi? Selanjutnya, bagaimana jika yang objek yang dihadapi itu diganti? Sehingga, seorang arsitek tidak hanya menghadapi sekumpulan gambar yang akan menjadi bangunan, dan seorang fotografer tidak hanya menghadapi sekumpulan pemandangan atau peristiwa untuk dituangkan dalam sejumlah format software.
Paduan indah antara seorang arsitek dan fotografer akan nampak justru ketika yang menjadi objek adalah manusia seutuhnya.  Manusia yang dipandang memiliki fitrah dan potensinya. Manusia yang harus diurusi, manusia yang harus dilayani oleh orang-orang yang akan menjadi arsitek dan fotografernya. Ia didesain tidak hanya untuk mengisi kekosongan kertas gambar.  Ia juga tidak akan bergaya hanya untuk aktivitas editing.  Ia akan didesain dan di-“edit” sebagai bagian dari masyarakat yang memiliki perasaan, pemikiran dan peraturan yang sama, serta terjadi interaksi di dalamnya.  Alat desainnya pun bukan pensil dan meja gambar, dan media editing-nya juga bukan sebuah software canggih.  Alat desain mutakhirnya justru pemikiran, dan  media editing-nya adalah proses berpikir. Jangan lupa, pemikiran dan proses berpikir adalah letak kekuatan utama bagi manusia. Mengingat, kapasitas kekuatan fisik tiap manusia tentu berbeda.  Jadi standar fisik tentu akan membuat manusia terkategori hanya pada dua hal, yaitu menang atau kalah.  Oleh karena itu, tentu bukan sesuatu yang remeh tatkala ada orang yang justru memilih aktivitas untuk membangkitkan kekuatan utama pada manusia itu.  Ya, itulah aktivitas seorang pengemban dakwah.
Kekuatan pemikiran telah membuktikan potensinya.  Peradaban gemilang bangunan Rasulullaah saw dan para shahabatnya di Madinah, adalah bukti bahwa kekuatan pemikiran dan proses berpikir yang menjadi pondasinya.  Pemikiran dan proses berpikir tentang sebelum kehidupan dunia, saat kehidupan di dunia dan setelah kehidupan dunia, dan segala sesuatu yang terkait di dalamnya.  Tentang sebuah kesadaran, akan dibawa ke mana aliran makna hidup ini jika tidak disandarkan sepenuh daya dan upaya hanya kepada Yang Maha Mengatur manusia, kehidupan dan alam semesta.  Sebuah pemikiran yang akan bermuara hanya pada hakikat penciptaan oleh Sang Khaliq. Sebagaimana firman Allah Swt dalam QS. Adz-Dzariyat ayat 56: “Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku.” Maka aktivitas seorang muslim adalah terikat dengan hukum Allah Swt. Ingat pula standar kesuksesan bagi seorang muslim dalam QS. Al-Ashr ayat 1-3: “Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasihat-menasihati supaya menaati kebenaran dan nasihat-menasihati supaya menetapi kesabaran.” Dengan mindset sukses seperti ini, maka setiap pengemban dakwah siap untuk membuat arus baru perubahan sebagai the agent of change. Hal ini sebagaimana firman Allah Swt dalam QS. Ar-Ra’du ayat 11: ”…Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan suatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. Dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, maka tak ada yang dapat menolaknya dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia.
Muatan dan arah perubahan harus senantiasa dipenuhi dengan langkah mendekatkan diri kepada Allah Swt. Membuat arus perubahan pun tidak bisa sendiri atau gerak individu. Faktanya, Rasulullaah saw ketika menegakkan Daulah Khilafah Islamiyyah di Madinah, diawali dengan membentuk pergerakan bersama para shahabat untuk menentang segala kekufuran di kalangan kaum kafir Quraisy dan kabilah-kabilah di jazirah Arab. Maka dalam bergerak, hendaknya kita memiliki prinsip yang terdiri dari dasar pemikiran yang benar dengan batasan yang jelas, metode gerak organisasi atau pergerakan yang lurus, bertumpu pada orang-orang yang berkesadaran sempurna terhadap perubahan, serta memiliki ikatan yang benar dengan sesama individu dalam sebuah pergerakan di mana ia terlibat di dalamnya.
Prinsip-prinsip ini kemudian menjadi penting. Bukan hal aneh jika setiap pengemban dakwah harus memahami karakternya sebagai the agent of change, di mana ia akan selalu menjadi pihak yang berada di garda terdepan dalam mengawal perubahan hakiki. Demikian pula di masa kini, para pengemban dakwah harus tergabung dalam tim yang solid untuk memulai perubahan yang dicita-citakan. Bercermin dari kisah Rasulullaah saw, maka jelas bahwa perubahan hakiki hanyalah dengan syariat Islam. 
Wallaahu a'lam bish showab [].

1 komentar: