* Menyambut Konferensi Intelektual Muslimah untuk Bangsa (KIMB), 20 Mei 2012
Graha Sabha Widya, Komplek Wisma Makara, UI Depok_
Negara
yang besar adalah negara yang memiliki komitmen tinggi
untuk merealisasikan rahmatan lil ‘alamin,
yang dicirikan oleh kualitas generasi mudanya dengan kepribadian unggul
sebagai ukurannya. Hal ini dalam konteks memahami keberadaan dirinya sebagai
mahluk ciptaan Allah Swt.
Dalam dunia pendidikan, ada korelasi yang
signifikan antara pemerintah sebagai lembaga “eksekutif”
dengan generasi bangsa. Sayangnya, penyelenggaraan
pendidikan saat ini dapat dikatakan miskin visi. Visi yang dicanangkan hanya bersifat
normatif. Hal ini karena
dunia pendidikan menggunakan
standar luaran dan outcome yang tidak
relevan dengan potensi, kultur dan budaya bangsa. Target capaian mencerdaskan
kehidupan bangsa pun tidak jelas kualifikasinya karena tidak pernah dielaborasi
dengan jelas. Akibatnya, tidak ada standar baku tentang makna bangsa
yang cerdas. Instrumen untuk mengukur keberhasilan PT dalam
mencetak para intelektual atau para pakar di bidang ilmunya pun bersifat kuantitatif dan sangat pragmatis. Beberapa
indikatornya antara lain jumlah publikasi internasional, level Scopus, jumlah penelitian dan
kerjasama internasional, serta jumlah doktor dan profesor.
Dalam skala mikro, indikator kinerja pembelajaran
dianggap memenuhi standar mutu bila mampu menghasilkan lulusan dengan indeks
prestasi tinggi (maksimal 4), waiting time for getting first job nol
bulan bahkan bila perlu diinden dengan gaji pertama tinggi.
Program yang digelar oleh
pemerintah melalui comprehensive
partnership, misalnya,
tidak dilakukan melalui studi kelayakan yang memadai tanpa memperhatikan
proyeksi ke depan terkait output dan outcome secara nasional. Intelektual
dicetak tanpa proses yang benar dan berbasis
pada tujuan yang hakiki karena tidak disentuhkan dengan tujuan pendidikan yang tersirat dalam visi pendidikan. Jika demikian, sangatlah tidak mungkin kita
harapkan mereka mampu menyelesaikan problematika
bangsa.
Hal ini mencerminkan kegagalan pemerintah dalam
mencerdaskan kehidupan bangsa karena tidak memperhitungkan proses berfikir
berbasis kesadaran akan integritas Sang Khaliq. Ada satu aspek penting yang
hilang, yaitu bahwa proses pembentukan karakter (character building) selama ini tidak dijadikan unsur yang
seharusnya berimbang dengan
pengembangan ilmu pengetahuan dan kehidupan. Pemahaman akan keseimbangan antara
syakhsiyah (kepribadian), tsaqofah dan ilmu kehidupan tidak dikembangkan secara
proporsional. Metode penanaman dan pengkristalan
pemahaman serta kesadaran anak didik terhadap pentingnya aqidah dalam
proses pembelajaran telah makin langka. Pergeseran paradigma
dalam visi “pencetakan” generasi yang unggul, telah terjadi secara
nasional bahkan internasional. Hal ini karena semua ingin
pragmatis dan instan, tanpa melalui proses
yang benar dan syar’i.
Proses untuk membangun bangsa yang peduli
terhadap masalah umat sangat erat kaitannya dengan upaya mencetak generasi muda
sebagai agent of change. Adalah tripartite
agent dengan output
yang memegang
teguh aqidah dan syariat, yaitu keluarga, masyarakat dan lingkungan serta
pemerintah atau negara. Misi ketiga agent tersebut hanya dapat terwujud
jika diimplementasikan dalam sistem yang menegakkan syariat
Islam. Jaminan terhadap solusi problematika bangsa insya
Allah dapat terlaksana dengan senjata tegaknya syariat Islam dalam bingkai Khilafah, aamiin.
Wallaahu a’lam bish
showab [].
Presented by :
Muslimah Hizbut Tahrir Indonesia (MHTI) Chapter IPB Dramaga
Contact Person : Nindira (0856 852 8655); Mufiidah
(0856 9704 3164)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar