Tantepedia,
adalah sebutan untuk seorang kakak kelas di rumah cost kami semasa kuliah. Ia menjadi orang yang sangat ngemong kepada para juniornya, sehingga
kami memanggilnya ‘tante’. Selain itu, ia juga berwawasan luas dan menguasai
bahasa komunikasi dengan baik. Tak jarang, jika ia selalu menjadi rujukan setiap kali kami ingin bertanya maupun
diskusi. Wajar, jika kami
menyebut forum diskusi bersamanya dengan istilah ‘Universitas Tantepedia’.
Darinya, selain
kami dapat merujuk informasi tentang materi akademik, kami juga dapat bertanya
tentang informasi umum semacam
jadwal keberangkatan kereta berikut urutan stasiun mulai dari Bogor hingga
Jakarta Kota. Kemudian letak geografis suatu kota/wilayah, trayek angkutan umum,
makna sebuah film, isi buku, cara bersosialisasi dengan orang lain, nama tokoh
nasional dan internasional, peristiwa politik terkini hingga kisah dan
konspirasi ekonomi dalam
Keluarga Cendana.
Kami pun
bisa bertanya tentang buku rujukan yang bisa digunakan untuk tambahan bacaan
dalam materi kajian Islam, termasuk sejumlah dalil yang berkenaan dengannya. Disamping
itu, Tantepedia adalah
seorang penulis sebagai lahan untuk menuangkan kekayaan pemikirannya. Jadi,
memang tak berlebihan jika kami mengibaratkannya sebagai gudangnya ilmu atau
perpustakaan hidup. Subhanallaah.
Menyikapi Fakta
sebagai Asupan Akal
Berkenaan
dengan profil Tantepedia yang sedemikian rupa, mari kita ingat kembali wahyu
pertama yang diturunkan Allah Swt kepada Nabi Muhammad saw, yang disebutkan di
dalamnya bahwa tulis
baca adalah kunci ilmu pengetahuan. QS. Al-‘Alaq ayat 1-5: “Bacalah dengan (menyebut) nama
Tuhanmu Yang menciptakan, Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah.
Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah, Yang mengajar (manusia) dengan
perantaran kalam, Dia mengajar kepada
manusia apa yang tidak diketahuinya.” – kalam, maksudnya: Allah Swt mengajar manusia
dengan perantaraan tulis baca. Demikian pula firman Allah Swt dalam QS.
Al-Mujaadilah ayat 11: “…niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan
orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha
Mengetahui apa yang kamu kerjakan.”
Akal merupakan potensi manusia yang
Islam telah perintahkan kita untuk menjaganya. Islam pun
menganjurkan untuk menuntut ilmu, merenung (tadabbur)
dan berijtihad sebagai usaha untuk mengembangkan kemampuan akal pada diri
manusia. Karenanya, fakta sebagai asupan akal memerlukan sortasi. Islam pun telah mengatur tentang
kaidah amaliah, yaitu hendaknya suatu perbuatan didasarkan pada suatu pemikiran
dan tujuan tertentu (Kitab Dirosah al-Fikr).
Penginderaan terhadap suatu fakta yang
didahului oleh pengetahuan sebelumnya akan berproses di
dalam otak untuk menghasilkan
suatu pemikiran. Inilah yang akan menghasilkan kedalaman berpikir dan
kreativitas dalam perbuatan. Perasaan yang disertai dengan pemikiran akan
melahirkan kepekaan berpikir, yaitu suatu kepekaan yang dapat diperkuat oleh
pemikiran seseorang. Selanjutnya, pemikiran seperti ini harus diwujudkan
dalam perbuatan
untuk mencapai tujuan
tertentu (Kitab Mafahim HT). Fakta, yang merupakan bentuk visual yang diterima oleh
panca indera kita, kemudian diolah oleh
akal hingga menjadi sebuah pemahaman dan perilaku (Kitab Dirosah al-Fikr). Dengan
demikian, kepekaan seorang manusia sesudah memahami masalah-masalah kehidupan,
akan lebih kuat dibandingkan dengan sebelumnya. Di sini penjagaan Islam muncul berupa pemijakan segala sesuatunya pada keimanan, sehingga seseorang
tetap berjalan dalam suasana iman secara terus-menerus (Kitab Mafahim HT).
Pemisahan perbuatan
-walaupun sedikit- dengan
pemikiran, tujuan tertentu, dan juga dengan keimanan, akan membahayakan perbuatan itu
sendiri, tujuan-tujuannya serta keberlangsungannya. Karenanya, orang yang akan
mengerjakan suatu perbuatan harus memahami terlebih dahulu tujuan-tujuannya
dengan jelas, baru kemudian mulai mengerjakannya. Dengan demikian, hendaknya pemahaman dan pemikiran itu
lahir dari suatu penginderaan, bukan sekedar prasangka terhadap masalah-masalah,
sehingga bersifat khayalan belaka.
Hal ini pun menjadi penting. Karena berbahaya jika memindahkan suatu
perasaan menjadi bentuk perbuatan secara langsung tanpa dipikirkan terlebih
dahulu. Mengingat, hal ini tidak akan mengubah realita, bahkan menjadikan
manusia berpikir mundur dan terbelakang. Ia akan berjalan dengan pemikiran yang
rendah/mundur dengan menempatkan realitas (kenyataan) sebagai sumber pemikiran,
bukan sebagai obyek pemikiran. Jadi, penginderaan/perasaan harus dibawa sampai
ke tahap berpikir, baru kemudian pemikiran tersebut akan membawanya menjadi
suatu perbuatan. Inilah yang memungkinkan seseorang melepaskan diri dari
keadaan, kemudian bangkit serta berusaha untuk beralih menuju kondisi yang
lebih baik secara revolusioner.
Orang yang mengindera/merasakan sebuah realita dan
langsung bertindak, maka perbuatannya itu tidak akan dapat mengubah realita,
malahan akan menyesuaikan dirinya dengan realita. Akhirnya ia tetap terbelakang
dan tertinggal. Sedangkan orang yang merasakan suatu realita, kemudian berpikir
mengenai cara untuk mengubah realita itu, lalu ia berbuat berdasarkan
pemikirannya, maka tindakan inilah yang akan mengubah realita sesuai dengan
ideologinya, dengan perubahan yang totalitas. Inilah cara yang sesuai dengan
metode revolusioner, yang tidak lain adalah satu-satunya metode untuk
melanjutkan kehidupan Islam. Metode ini mengharuskan pemikiran terbentuk sebagai
hasil dari penginderaan, kemudian memperjelas pemikiran ini sehingga dapat
menggambarkan bentuk-bentuk yang sistematika fikrah (ide-ide Islam) dan thariqah (metode
operasional penerapan Islam)
di dalam otak (Kitab Mafahim HT).
Profil Media Informasi
Kebebasan
penggunaan berbagai sarana dan media informasi saat ini terjadi karena media
informasi telah menjadi alat bagi sistem demokrasi untuk menghasilkan
keuntungan material dan menyebarkan ide-ide rusaknya. Mengingat, berbagai jenis
media massa (cetak, digital, elektronik), gadget
pendukung, serta ragam rubrik dan fitur internet dapat diakses oleh
berbagai pihak dan kalangan. Terlebih lagi, demokrasi dipandang oleh Barat
sebagai alat penjajahan mereka. George W. Bush (Kompas, 06/11/2004) mengatakan: “Jika kita mau melindungi negara kita dalam jangka panjang, hal
terbaik yang dilakukan adalah menyebarkan kebebasan dan demokrasi.”
Berdasarkan hal ini, diperlukan counter attack
oleh Islam untuk bicara tentang media informasi. Bagaimanapun,
peran penting media informasi di dalam masyarakat, khususnya Daulah Khilafah,
tidak boleh dipandang rendah. Karena tugas
media informasi adalah untuk melaksanakan kewajiban menegakkan yang makruf dan
mencegah yang mungkar,
yang juga merupakan tugas dari semua warga negara. Rasulullaah saw
bersabda: “Demi Dia yang nyawaku berada di
tangan-Nya, kalian wajib menyeru pada kebaikan dan mencegah kemungkaran, atau (kalau hal itu tidak dilakukan) Allah akan menimpakan
siksa-Nya atasmu dan jika engkau memohon pada-Nya, maka Dia tidak akan menjawab
doamu.”
Media dan informasi juga erat kaitannya dengan perjalanan pembentukan
sebuah generasi bangsa. Media
informasi diperlukan untuk menggambarkan Islam dengan benar dan membina
kepribadian generasi sehingga terdorong untuk hidup dengan cara yang Islami dan
menjadikan syariah Islam sebagai tolok ukur dalam segala kegiatan hidupnya.
Media informasi juga berperan dalam mengungkap kesalahan pemikiran, paham, dan
ideologi serta aturan-aturan sekuler. Dengan cara itu, generasi bangsa akan
menjadi paham tentang mana yang benar dan mana yang salah, serta terhindar dari
pemikiran, pemahaman, dan gaya hidup yang tidak Islami. Bila generasi memiliki pemahaman Islam yang tinggi, maka
mudah bagi negara untuk mandiri dengan menyingkirkan nilai-nilai sekularisme
dan mengokohkan nilai-nilai Islam yang agung itu di tengah masyarakat.
Pada era
sekarang ini, informasi bersifat
interaktif, bukan satu arah, sehingga terjadi sebuah komunikasi.
Generasi bangsa akan dengan cepat dan mudah merespon informasi yang mereka
dapatkan sesuai dengan pemahaman mereka. Media tidak bisa berjalan sendiri
karena media merupakan salah satu referensi pusat informasi harus menyuguhkan
fakta-fakta aktual yang bermanfaat bagi publik. Setiap media setidaknya harus
memiliki politik pemberitaan atau kebijakan pemberitaan yang mempunyai warna
tersendiri. Fakta adalah fakta, tetapi interpretasi terhadap fakta bisa
bermacam-macam. Fakta yang sederhana mampu menjadi booming pada saat media informasi yang menyuguhkannya.
Informasi yang sehat
merupakan perkara penting bagi negara, yaitu untuk menyatukan negeri-negeri
Muslim dan mengemban dakwah Islam ke seluruh umat manusia. Adanya strategi
informasi yang spesifik untuk memaparkan Islam dengan pemaparan yang kuat dan
membekas akan mampu menggerakkan akal manusia agar mengarahkan pandangannya
pada Islam serta mempelajari dan memikirkan muatan-muatan Islam. Hal ini
dilakukan dengan dikeluarkannya undang-undang yang menjelaskan garis-garis umum
politik negara dalam mengatur informasi sesuai dengan ketentuan hukum-hukum
syariah. Hal itu dalam rangka menjalankan kewajiban negara dalam melayani
kemaslahatan Islam dan kaum Muslim; juga dalam rangka membangun masyarakat
Islami yang kuat, selalu berpegang teguh dan terikat dengan tali agama Allah
Swt, serta menyebarluaskan kebaikan dari dan di dalam masyarakat Islami
tersebut (Buku Jalan
Baru Intelektual Muslimah 2012).
Mewujudkan Agitasi
Perubahan Masyarakat Melalui Media Informasi
Arief
Suditomo, Pimred RCTI (tercantum dalam
Buku “Dosa-dosa Media Amerika” 2006),
menyatakan, “Tak bisa disangkal, peran media massa pun cukup mempengaruhi
kehidupan masyarakat. Opini atau keputusan kita selaku warga negara atau
sekedar penyimak media berkorelasi dengan pola kita mengkonsumsi media.” Maka
sungguh, media massa memang potensial menjadi sarana propaganda. Disamping itu,
media massa juga merupakan simbol kebanggaan dan superioritas. Bahkan dijamin
mampu mencuci otak dan menipu pola pikir (Buku “Dosa-dosa Media Amerika” 2006). Bukan mustahil jika dahsyatnya
pemberitaan di media massa akhirnya mampu menentukan kualitas animo masyarakat
terhadap sebuah isu dan perguliran fakta.
Hakikatnya,
media informasi merupakan suatu bentuk visual yang diterima oleh panca indera
kita, yang kemudian diolah oleh akal kita hingga menjadi sebuah pemahaman dan
perilaku. Kaitannya dengan hal ini, Islam juga memerintahkan kita untuk menjaga
akal. Islam pun menganjurkan untuk menuntut ilmu, merenung (tadabbur) dan berijtihad sebagai usaha
untuk mengembangkan kemampuan akal pada diri manusia (Kitab “Dirosah al-Fikr”). Media
informasi memang sarana, tapi kontennya merupakan produk akal dan pemikiran.
Karenanya,
merupakan hal yang krusial untuk menginteraksikan akal dengan ideologi. Memahami ideologi dengan cara yang benar, akan menjadi jalan
bagi seseorang untuk
melakukan suatu perbuatan, sehingga pemikirannya dapat menghasilkan perubahan yang sempurna.
Pada saat itu, ia akan berusaha untuk mempersiapkan individu-individu dan
kelompok masyarakat serta lingkungannya dengan pemikiran tersebut, agar terjadi
perubahan total dalam opini umum; setelah sebelumnya terwujud kesadaran umum
terhadap ideologi ini. Kemudian
akan berimplikasi pada penerapan ideologi secara praktis melalui pemerintahan, secara
revolusioner, tanpa bertahap,
dan tambal sulam. Metode revolusioner ini mengharuskan munculnya pemikiran dari
proses penginderaan, yang disertai aktivitas untuk meraih tujuan tertentu. Hal ini tidak akan
tercapai kecuali dengan pemikiran yang mendalam.
Metode revolusioner membutuhkan persiapan individu maupun
masyarakat dengan ideologi Islam.
Usaha yang ditempuh untuk mewujudkan pemikiran yang mendalam dan persiapan
individu untuk menerima ideologi memerlukan studi tentang Islam dari mereka yang hendak berjuang
melakukan perubahan,
disamping tentang keadaan
masyarakat. Ini tidak akan terjadi kecuali dengan metode membina otak dengan
berbagai pengetahuan.
Belajar merupakan jalan yang termudah. Islam telah menyiapkan metode yang khas dalam pengajaran. Jika
metode ini dijalankan,
maka akan menghasilkan
pengaruh dari pelaksanaan metode pengajaran tersebut. Metode ini menyatakan
bahwa pengetahuan harus dipelajari untuk dipraktikkan. Pelajaran harus disampaikan kepada pelajar melalui proses berpikir
yang membekas dan memberikan pengaruh terhadap perasaannya, sehingga pembawaan
dan tanggung jawab dalam hidupnya dihasilkan oleh pemikiran yang membekas,
sampai di dalam dirinya terwujud semangat yang berkobar-kobar.
Di saat yang bersamaan terwujud pula
pemikiran dan pengetahuan yang amat luas, sekaligus upaya untuk mengamalkannya yang
muncul secara alami. Dengan metode pendidikan seperti ini, akan muncul
pemahaman dan kemampuan pada diri pembelajar, yang berasal dari pemahamannya yang membekas. Bahkan
pemikirannya akan semakin luas dan terpadu dengan perasaannya. Dengan metode itu pula, seorang pembelajar akan mengetahui hakikat-hakikat
yang memungkinkan dia biasa memecahkan problematika kehidupan. Karena itu,
sistem belajar harus dijauhkan dari sekedar menuntut ilmu belaka, agar pembelajar tidak hanya menjadi buku yang
berjalan (Kitab Mafahim
HT).
Begitu pula sistem belajar tidak
boleh menjadi sekedar nasehat dan petunjuk. Jika tidak, maka dapat mengakibatkan kedangkalan berpikir, disamping kosong dari
semangat iman. Seorang pembelajar harus sadar bahwa mempelajari Islam sekedar ilmu dan nasehat
merupakan perkara yang membahayakan aspek pengamalannya, bahkan akan melalaikan
dan mengabaikannya. Untuk
mencapai tujuan yang ingin diraih dalam suatu aktivitas, harus tergambar bahwa
tujuan tersebut memerlukan keseriusan, perhatian dan keterikatan kepada Islam. Melaksanakan keterikatan terhadap
ketentuan-ketentuan tadi adalah suatu keharusan untuk mencapai tujuan. Berdasarkan
hal ini, jiwa harus dibiasakan dan dipaksa untuk melaksanakan seluruh ketentuan
yang wajib dalam seluruh aspek; baik harta, jiwa maupun raga (Kitab Mafahim HT), hingga terwujud agitasi untuk mencapai perubahan
masyarakat.
Menggentarkan Musuh,
Menjaga Kewibawaan Khilafah
Kemashlatan
opini dan
propaganda dalam mengubah
masyarakat, selain dapat menjaga
kewibawaan Khilafah, bahkan
mampu menggentarkan musuh. Firman Allah Swt dalam QS. Al-Anfal [60] ayat 8: “Dan siapkanlah untuk menghadapi
mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambat
untuk berperang (yang dengan persiapan itu) kamu menggentarkan musuh Allah dan
musuhmu dan orang orang selain mereka yang kamu tidak mengetahuinya; sedang
Allah mengetahuinya…” Karenanya, agitasi opini memerlukan
pensuasanaan agar menimbulkan propaganda yang berpengaruh secara signifikan. Hal
ini sebagaimana yang pernah dicontohkan oleh Rasulullaah saw dalam
menggentarkan kaum kafir Quraisy.
Kaum Quraisy adalah rintangan fisik yang menghadang dakwah Islam,
maka Rasul saw harus menyiapkan kekuatan untuk menghilangkan hambatan
fisik yang menghalangi dakwah tersebut. Beliau mulai menyiapkan
kekuatan militer untuk menyebarkan dakwah ke luar Madinah. Di awal
perjuangannya, beliau membuat beberapa langkah gerak yang terencana.
Dalam waktu empat bulan, beliau sudah mengirimkan tiga
ekspedisi pasukan dari kaum Muhajirin untuk menantang kafir Quraisy,
sekaligus untuk menggentarkan kaum Munafik dan Yahudi yang
tinggal di Madinah dan sekitarnya.
Dengan pengiriman
beberapa ekspedisi pasukan ini, maka di Madinah muncul
suasana perang. Di kalangan kaum kafir Quraisy sendiri, suasananya
juga sama, yaitu suasana perang. Suasana ini sudah barang tentu
menimbulkan rasa takut dalam diri kafir Quraisy. Mereka mulai memperhitungkan
kekuatan Rasulullah saw, dengan perhitungan yang belum pernah mereka
lakukan sebelumnya. Mereka memang belum pernah mengetahui sejauh
mana kekuatan Rasul yang sebenarnya, seandainya tidak ada
ekspedisi-ekspedisi ini. Usaha Nabi saw tidak cukup dengan
ini saja. Beliau bahkan keluar memimpin sendiri peperangan.
Nabi saw mengarahkan pasukannya untuk menantang
Quraisy dan melakukan patroli di wilayah jazirah melalui pendekatan
perang. Hanya saja, beliau saw belum menjumpai pertempuran yang
sebenarnya dalam berbagai ekspedisi militer ini. Dalam berbagai
ekspedisi itu, beliau berhasil gemilang mempersiapkan upaya-upaya awal untuk menyambut peperangan yang lebih besar.
Dengan ekspedisi ini, berarti beliau telah menyiapkan pasukan yang
tangguh untuk menghadapi musuh. Benturan-benturan frontal inilah yang
mengantarkan kaum Muslim untuk mempersiapkan diri menghadapi perang.
Melalui pengiriman
berbagai ekspedisi ini, beliau berhasil menyusupkan rasa takut dalam
diri kaum Yahudi dan orang-orang munafik di Madinah dan sekitarnya.
Hal tersebut yang mencegah mereka melakukan kekacauan terhadap
Nabi saw. Beliau berhasil menghancurkan mental kafir Quraisy melalui
tantangan-tantangan yang digelarnya ke hadapan mereka. Beliau pun
berhasil memperkuat kewibawaan kaum Muslim di mata musuh-musuh mereka. Beliau juga berhasil mengambil alih
berbagai rute yang biasa dilalui kafilah-kafilah Quraisy dalam perjalanannya
menuju Syam. Hal itu dilakukan, baik dengan gencatan senjata atau
perjanjian damai dengan kabilah-kabilah lainnya yang ada di antara
Madinah dan pesisir Laut Merah; seperti Bani Dhamrah, Bani Mudlij,
dan yang lainnya (Kitab Daulah Islam).
Khatimah
Walhasil, transformasi media informasi abad 21 sebagai
sarana
propaganda Islam hendaknya tetap berperan menampilkan kemampuan dan kekuatan Islam dalam
mewujudkan rahmatan lil alamin. Karenanya, media informasi yang beroperasi
di Daulah Khilafah memiliki hak penuh untuk menilai Khalifah dan
pemerintahannya, menginvestigasi adanya kesewenang-wenangan pemerintah atau isu
lain yang memiliki muatan bahaya atau termasuk kepentingan publik dalam skala
besar. Media berhak menginvestigasi dan menerbitkan semua itu tanpa perlu
diliputi ketakutan akan kemungkinan tekanan atau penahanan. Media informasi juga
mempunyai tanggung jawab besar untuk mempropagandakan kekuatan militer dan
pertahanan Daulah Khilafah kepada masyarakat luar. Dengan demikian, media informasi
memainkan peranan penting dalam membantu meraih tujuan-tujuan politik luar
negeri Daulah Khilafah.
Disamping itu, ada informasi-informasi tertentu yang sangat erat kaitannya
dengan urusan negara, sehingga tidak dapat dipublikasikan secara bebas. Misalnya,
informasi menyangkut pertahanan dan keamanan, seperti tentang gerak pasukan,
atau berita tentang kemenangan dan kekalahan. Jenis informasi seperti ini harus
dihubungkan secara langsung kepada Khalifah, sehingga bisa diputuskan mana yang
harus dirahasiakan dan mana yang bisa dipublikasikan. Allah Swt berfirman: “Dan apabila datang kepada mereka suatu
berita tentang keamanan ataupun ketakutan, mereka lalu menyiarkannya. Dan kalau
mereka menyerahkannya kepada Rasul dan ulil amri di antara mereka, tentulah
orang-orang yang ingin mengetahui kebenarannya (akan dapat) mengetahuinya dari
mereka (Rasul dan ulil amri). Kalau tidaklah karena karunia dan rahmat Allah
kepada kamu, tentulah kamu mengikut syaitan, kecuali sebahagian kecil saja (di
antaramu).” (QS. An-Nisaa’[04]: 83)
(Buku Jalan Baru Intelektual Muslimah
2012).
Wallaahu a’lam bish showab [].
Tidak ada komentar:
Posting Komentar