Jumat, 22 Februari 2013

Universitas Tantepedia

Nindira Aryudhani, S.Pi, M.Si



Tantepedia, adalah sebutan untuk seorang kakak kelas di rumah cost kami semasa kuliah. Ia menjadi orang yang sangat ngemong kepada para juniornya, sehingga kami memanggilnya ‘tante’. Selain itu, ia juga berwawasan luas dan menguasai bahasa komunikasi dengan baik. Tak jarang, jika ia selalu menjadi rujukan setiap kali kami ingin bertanya maupun diskusi. Wajar, jika kami menyebut forum diskusi bersamanya dengan istilah ‘Universitas Tantepedia’.
Darinya, selain kami dapat merujuk informasi tentang materi akademik, kami juga dapat bertanya tentang informasi umum semacam jadwal keberangkatan kereta berikut urutan stasiun mulai dari Bogor hingga Jakarta Kota. Kemudian letak geografis suatu kota/wilayah, trayek angkutan umum, makna sebuah film, isi buku, cara bersosialisasi dengan orang lain, nama tokoh nasional dan internasional, peristiwa politik terkini hingga kisah dan konspirasi ekonomi dalam Keluarga Cendana.
Kami pun bisa bertanya tentang buku rujukan yang bisa digunakan untuk tambahan bacaan dalam materi kajian Islam, termasuk sejumlah dalil yang berkenaan dengannya. Disamping itu, Tantepedia adalah seorang penulis sebagai lahan untuk menuangkan kekayaan pemikirannya. Jadi, memang tak berlebihan jika kami mengibaratkannya sebagai gudangnya ilmu atau perpustakaan hidup. Subhanallaah.

Menyikapi Fakta sebagai Asupan Akal
Berkenaan dengan profil Tantepedia yang sedemikian rupa, mari kita ingat kembali wahyu pertama yang diturunkan Allah Swt kepada Nabi Muhammad saw, yang disebutkan di dalamnya bahwa tulis baca adalah kunci ilmu pengetahuan. QS. Al-‘Alaq ayat 1-5: “Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan, Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah, Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam, Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.” – kalam, maksudnya: Allah Swt mengajar manusia dengan perantaraan tulis baca. Demikian pula firman Allah Swt dalam QS. Al-Mujaadilah ayat 11: “…niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.
Akal merupakan potensi manusia yang Islam telah perintahkan kita untuk menjaganya. Islam pun menganjurkan untuk menuntut ilmu, merenung (tadabbur) dan berijtihad sebagai usaha untuk mengembangkan kemampuan akal pada diri manusia. Karenanya, fakta sebagai asupan akal memerlukan sortasi. Islam pun telah mengatur tentang kaidah amaliah, yaitu hendaknya suatu perbuatan didasarkan pada suatu pemikiran dan tujuan tertentu (Kitab Dirosah al-Fikr).
Penginderaan terhadap suatu fakta yang didahului oleh pengetahuan sebelumnya akan berproses di dalam otak untuk menghasilkan suatu pemikiran. Inilah yang akan menghasilkan kedalaman berpikir dan kreativitas dalam perbuatan. Perasaan yang disertai dengan pemikiran akan melahirkan kepekaan berpikir, yaitu suatu kepekaan yang dapat diperkuat oleh pemikiran seseorang. Selanjutnya, pemikiran seperti ini harus diwujudkan dalam perbuatan untuk mencapai tujuan tertentu (Kitab Mafahim HT). Fakta, yang merupakan bentuk visual yang diterima oleh panca indera kita, kemudian diolah oleh akal hingga menjadi sebuah pemahaman dan perilaku (Kitab Dirosah al-Fikr). Dengan demikian, kepekaan seorang manusia sesudah memahami masalah-masalah kehidupan, akan lebih kuat dibandingkan dengan sebelumnya. Di sini penjagaan Islam muncul berupa pemijakan segala sesuatunya pada keimanan, sehingga seseorang tetap berjalan dalam suasana iman secara terus-menerus (Kitab Mafahim HT).
Pemisahan perbuatan -walaupun sedikit- dengan pemikiran, tujuan tertentu, dan juga dengan keimanan, akan membahayakan perbuatan itu sendiri, tujuan-tujuannya serta keberlangsungannya. Karenanya, orang yang akan mengerjakan suatu perbuatan harus memahami terlebih dahulu tujuan-tujuannya dengan jelas, baru kemudian mulai mengerjakannya. Dengan demikian, hendaknya pemahaman dan pemikiran itu lahir dari suatu penginderaan, bukan sekedar prasangka terhadap masalah-masalah, sehingga bersifat khayalan belaka.
Hal ini pun menjadi penting.  Karena berbahaya jika memindahkan suatu perasaan menjadi bentuk perbuatan secara langsung tanpa dipikirkan terlebih dahulu. Mengingat, hal ini tidak akan mengubah realita, bahkan menjadikan manusia berpikir mundur dan terbelakang. Ia akan berjalan dengan pemikiran yang rendah/mundur dengan menempatkan realitas (kenyataan) sebagai sumber pemikiran, bukan sebagai obyek pemikiran. Jadi, penginderaan/perasaan harus dibawa sampai ke tahap berpikir, baru kemudian pemikiran tersebut akan membawanya menjadi suatu perbuatan. Inilah yang memungkinkan seseorang melepaskan diri dari keadaan, kemudian bangkit serta berusaha untuk beralih menuju kondisi yang lebih baik secara revolusioner.
Orang yang mengindera/merasakan sebuah realita dan langsung bertindak, maka perbuatannya itu tidak akan dapat mengubah realita, malahan akan menyesuaikan dirinya dengan realita. Akhirnya ia tetap terbelakang dan tertinggal. Sedangkan orang yang merasakan suatu realita, kemudian berpikir mengenai cara untuk mengubah realita itu, lalu ia berbuat berdasarkan pemikirannya, maka tindakan inilah yang akan mengubah realita sesuai dengan ideologinya, dengan perubahan yang totalitas. Inilah cara yang sesuai dengan metode revolusioner, yang tidak lain adalah satu-satunya metode untuk melanjutkan kehidupan Islam. Metode ini mengharuskan pemikiran terbentuk sebagai hasil dari penginderaan, kemudian memperjelas pemikiran ini sehingga dapat menggambarkan bentuk-bentuk yang sistematika fikrah (ide-ide Islam) dan thariqah (metode operasional penerapan Islam) di dalam otak (Kitab Mafahim HT).

Profil Media Informasi
Kebebasan penggunaan berbagai sarana dan media informasi saat ini terjadi karena media informasi telah menjadi alat bagi sistem demokrasi untuk menghasilkan keuntungan material dan menyebarkan ide-ide rusaknya. Mengingat, berbagai jenis media massa (cetak, digital, elektronik), gadget pendukung, serta ragam rubrik dan fitur internet dapat diakses oleh berbagai pihak dan kalangan. Terlebih lagi, demokrasi dipandang oleh Barat sebagai alat penjajahan mereka. George W. Bush (Kompas, 06/11/2004) mengatakan: “Jika kita mau melindungi negara  kita dalam jangka panjang, hal terbaik yang dilakukan  adalah menyebarkan kebebasan dan demokrasi.”
Berdasarkan hal ini, diperlukan counter attack oleh Islam untuk bicara tentang media informasi. Bagaimanapun, peran penting media informasi di dalam masyarakat, khususnya Daulah Khilafah, tidak boleh dipandang rendah. Karena tugas media informasi adalah untuk melaksanakan kewajiban menegakkan yang makruf dan mencegah yang mungkar, yang juga merupakan tugas dari semua warga negara. Rasulullaah saw bersabda:  Demi Dia yang nyawaku berada di tangan-Nya, kalian wajib menyeru pada kebaikan dan mencegah kemungkaran, atau (kalau hal itu tidak dilakukan) Allah akan menimpakan siksa-Nya atasmu dan jika engkau memohon pada-Nya, maka Dia tidak akan menjawab doamu.”
Media dan informasi juga erat kaitannya dengan perjalanan pembentukan sebuah generasi bangsa. Media informasi diperlukan untuk menggambarkan Islam dengan benar dan membina kepribadian generasi sehingga terdorong untuk hidup dengan cara yang Islami dan menjadikan syariah Islam sebagai tolok ukur dalam segala kegiatan hidupnya. Media informasi juga berperan dalam mengungkap kesalahan pemikiran, paham, dan ideologi serta aturan-aturan sekuler. Dengan cara itu, generasi bangsa akan menjadi paham tentang mana yang benar dan mana yang salah, serta terhindar dari pemikiran, pemahaman, dan gaya hidup yang tidak Islami. Bila generasi  memiliki pemahaman Islam yang tinggi, maka mudah bagi negara untuk mandiri dengan menyingkirkan nilai-nilai sekularisme dan mengokohkan nilai-nilai Islam yang agung itu di tengah masyarakat.
Pada era sekarang ini, informasi bersifat  interaktif, bukan satu arah, sehingga terjadi sebuah komunikasi. Generasi bangsa akan dengan cepat dan mudah merespon informasi yang mereka dapatkan sesuai dengan pemahaman mereka. Media tidak bisa berjalan sendiri karena media merupakan salah satu referensi pusat informasi harus menyuguhkan fakta-fakta aktual yang bermanfaat bagi publik. Setiap media setidaknya harus memiliki politik pemberitaan atau kebijakan pemberitaan yang mempunyai warna tersendiri. Fakta adalah fakta, tetapi interpretasi terhadap fakta bisa bermacam-macam. Fakta yang sederhana mampu menjadi booming pada saat media informasi yang menyuguhkannya.
Informasi yang sehat merupakan perkara penting bagi negara, yaitu untuk menyatukan negeri-negeri Muslim dan mengemban dakwah Islam ke seluruh umat manusia. Adanya strategi informasi yang spesifik untuk memaparkan Islam dengan pemaparan yang kuat dan membekas akan mampu menggerakkan akal manusia agar mengarahkan pandangannya pada Islam serta mempelajari dan memikirkan muatan-muatan Islam. Hal ini dilakukan dengan dikeluarkannya undang-undang yang menjelaskan garis-garis umum politik negara dalam mengatur informasi sesuai dengan ketentuan hukum-hukum syariah. Hal itu dalam rangka menjalankan kewajiban negara dalam melayani kemaslahatan Islam dan kaum Muslim; juga dalam rangka membangun masyarakat Islami yang kuat, selalu berpegang teguh dan terikat dengan tali agama Allah Swt, serta menyebarluaskan kebaikan dari dan di dalam masyarakat Islami tersebut (Buku Jalan Baru Intelektual Muslimah 2012).

Mewujudkan Agitasi Perubahan Masyarakat Melalui Media Informasi
Arief Suditomo, Pimred RCTI (tercantum dalam Buku “Dosa-dosa Media Amerika” 2006), menyatakan, “Tak bisa disangkal, peran media massa pun cukup mempengaruhi kehidupan masyarakat. Opini atau keputusan kita selaku warga negara atau sekedar penyimak media berkorelasi dengan pola kita mengkonsumsi media.” Maka sungguh, media massa memang potensial menjadi sarana propaganda. Disamping itu, media massa juga merupakan simbol kebanggaan dan superioritas. Bahkan dijamin mampu mencuci otak dan menipu pola pikir (Buku “Dosa-dosa Media Amerika” 2006). Bukan mustahil jika dahsyatnya pemberitaan di media massa akhirnya mampu menentukan kualitas animo masyarakat terhadap sebuah isu dan perguliran fakta.
Hakikatnya, media informasi merupakan suatu bentuk visual yang diterima oleh panca indera kita, yang kemudian diolah oleh akal kita hingga menjadi sebuah pemahaman dan perilaku. Kaitannya dengan hal ini, Islam juga memerintahkan kita untuk menjaga akal. Islam pun menganjurkan untuk menuntut ilmu, merenung (tadabbur) dan berijtihad sebagai usaha untuk mengembangkan kemampuan akal pada diri manusia (Kitab “Dirosah al-Fikr”). Media informasi memang sarana, tapi kontennya merupakan produk akal dan pemikiran.
Karenanya, merupakan hal yang krusial untuk menginteraksikan akal dengan ideologi. Memahami ideologi dengan cara yang benar, akan menjadi jalan bagi seseorang untuk melakukan suatu perbuatan, sehingga pemikirannya dapat menghasilkan perubahan yang sempurna. Pada saat itu, ia akan berusaha untuk mempersiapkan individu-individu dan kelompok masyarakat serta lingkungannya dengan pemikiran tersebut, agar terjadi perubahan total dalam opini umum; setelah sebelumnya terwujud kesadaran umum terhadap ideologi ini. Kemudian akan berimplikasi pada penerapan ideologi secara praktis melalui pemerintahan, secara revolusioner, tanpa bertahap, dan tambal sulam. Metode revolusioner ini mengharuskan munculnya pemikiran dari proses penginderaan, yang disertai aktivitas untuk meraih tujuan tertentu. Hal ini tidak akan tercapai kecuali dengan pemikiran yang mendalam.
Metode revolusioner membutuhkan persiapan individu maupun masyarakat dengan ideologi Islam. Usaha yang ditempuh untuk mewujudkan pemikiran yang mendalam dan persiapan individu untuk menerima ideologi memerlukan studi tentang Islam dari mereka yang hendak berjuang melakukan perubahan, disamping tentang keadaan masyarakat. Ini tidak akan terjadi kecuali dengan metode membina otak dengan berbagai pengetahuan.
Belajar merupakan jalan yang termudah. Islam telah menyiapkan metode yang khas dalam pengajaran. Jika metode ini dijalankan, maka akan menghasilkan pengaruh dari pelaksanaan metode pengajaran tersebut. Metode ini menyatakan bahwa pengetahuan harus dipelajari untuk dipraktikkan. Pelajaran harus disampaikan kepada pelajar melalui proses berpikir yang membekas dan memberikan pengaruh terhadap perasaannya, sehingga pembawaan dan tanggung jawab dalam hidupnya dihasilkan oleh pemikiran yang membekas, sampai di dalam dirinya terwujud semangat yang berkobar-kobar.
Di saat yang bersamaan terwujud pula pemikiran dan pengetahuan yang amat luas, sekaligus upaya untuk mengamalkannya yang muncul secara alami. Dengan metode pendidikan seperti ini, akan muncul pemahaman dan kemampuan pada diri pembelajar, yang berasal dari pemahamannya yang membekas. Bahkan pemikirannya akan semakin luas dan terpadu dengan perasaannya. Dengan metode itu pula, seorang pembelajar akan mengetahui hakikat-hakikat yang memungkinkan dia biasa memecahkan problematika kehidupan. Karena itu, sistem belajar harus dijauhkan dari sekedar menuntut ilmu belaka, agar pembelajar tidak hanya menjadi buku yang berjalan (Kitab Mafahim HT).
Begitu pula sistem belajar tidak boleh menjadi sekedar nasehat dan petunjuk. Jika tidak, maka dapat mengakibatkan kedangkalan berpikir, disamping kosong dari semangat iman. Seorang pembelajar harus sadar bahwa mempelajari Islam sekedar ilmu dan nasehat merupakan perkara yang membahayakan aspek pengamalannya, bahkan akan melalaikan dan mengabaikannya. Untuk mencapai tujuan yang ingin diraih dalam suatu aktivitas, harus tergambar bahwa tujuan tersebut memerlukan keseriusan, perhatian dan keterikatan kepada Islam. Melaksanakan keterikatan terhadap ketentuan-ketentuan tadi adalah suatu keharusan untuk mencapai tujuan. Berdasarkan hal ini, jiwa harus dibiasakan dan dipaksa untuk melaksanakan seluruh ketentuan yang wajib dalam seluruh aspek; baik harta, jiwa maupun raga (Kitab Mafahim HT), hingga terwujud agitasi untuk mencapai perubahan masyarakat.

Menggentarkan Musuh, Menjaga Kewibawaan Khilafah
Kemashlatan opini dan propaganda dalam mengubah masyarakat, selain dapat menjaga kewibawaan Khilafah, bahkan mampu menggentarkan musuh. Firman Allah Swt dalam QS. Al-Anfal [60] ayat 8: “Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang (yang dengan persiapan itu) kamu menggentarkan musuh Allah dan musuhmu dan orang orang selain mereka yang kamu tidak mengetahuinya; sedang Allah mengetahuinya…” Karenanya, agitasi opini memerlukan pensuasanaan agar menimbulkan propaganda yang berpengaruh secara signifikan. Hal ini sebagaimana yang pernah dicontohkan oleh Rasulullaah saw dalam menggentarkan kaum kafir Quraisy.
Kaum Quraisy adalah rintangan fisik yang menghadang dakwah Islam, maka Rasul saw harus menyiapkan kekuatan untuk menghilangkan hambatan fisik yang menghalangi dakwah tersebut. Beliau mulai menyiapkan kekuatan militer untuk menyebarkan dakwah ke luar Madinah. Di awal perjuangannya, beliau membuat beberapa langkah gerak yang terencana. Dalam waktu empat bulan, beliau sudah mengirimkan tiga ekspedisi pasukan dari kaum Muhajirin untuk menantang kafir Quraisy, sekaligus untuk menggentarkan kaum Munafik dan Yahudi yang tinggal di Madinah dan sekitarnya.
Dengan pengiriman beberapa ekspedisi pasukan ini, maka di Madinah muncul suasana perang. Di kalangan kaum kafir Quraisy sendiri, suasananya juga sama, yaitu suasana perang. Suasana ini sudah barang tentu menimbulkan rasa takut dalam diri kafir Quraisy. Mereka mulai memperhitungkan kekuatan Rasulullah saw, dengan perhitungan yang belum pernah mereka lakukan sebelumnya. Mereka memang belum pernah mengetahui sejauh mana kekuatan Rasul yang sebenarnya, seandainya tidak ada ekspedisi-ekspedisi ini. Usaha Nabi saw tidak cukup dengan ini saja. Beliau bahkan keluar memimpin sendiri peperangan.
Nabi saw mengarahkan pasukannya untuk menantang Quraisy dan melakukan patroli di wilayah jazirah melalui pendekatan perang. Hanya saja, beliau saw belum menjumpai pertempuran yang sebenarnya dalam berbagai ekspedisi militer ini. Dalam berbagai ekspedisi itu, beliau berhasil gemilang mempersiapkan upaya-upaya awal untuk menyambut peperangan yang lebih besar. Dengan ekspedisi ini, berarti beliau telah menyiapkan pasukan yang tangguh untuk menghadapi musuh. Benturan-benturan frontal inilah yang mengantarkan kaum Muslim untuk mempersiapkan diri menghadapi perang.
Melalui pengiriman berbagai ekspedisi ini, beliau berhasil menyusupkan rasa takut dalam diri kaum Yahudi dan orang-orang munafik di Madinah dan sekitarnya. Hal tersebut yang mencegah mereka melakukan kekacauan terhadap Nabi saw. Beliau berhasil menghancurkan mental kafir Quraisy melalui tantangan-tantangan yang digelarnya ke hadapan mereka. Beliau pun berhasil memperkuat kewibawaan kaum Muslim di mata musuh-musuh mereka. Beliau juga berhasil mengambil alih berbagai rute yang biasa dilalui kafilah-kafilah Quraisy dalam perjalanannya menuju Syam. Hal itu dilakukan, baik dengan gencatan senjata atau perjanjian damai dengan kabilah-kabilah lainnya yang ada di antara Madinah dan pesisir Laut Merah; seperti Bani Dhamrah, Bani Mudlij, dan yang lainnya (Kitab Daulah Islam).

Khatimah
Walhasil, transformasi media informasi abad 21 sebagai sarana propaganda Islam hendaknya tetap berperan menampilkan kemampuan dan kekuatan Islam dalam mewujudkan rahmatan lil alamin. Karenanya, media informasi yang beroperasi di Daulah Khilafah memiliki hak penuh untuk menilai Khalifah dan pemerintahannya, menginvestigasi adanya kesewenang-wenangan pemerintah atau isu lain yang memiliki muatan bahaya atau termasuk kepentingan publik dalam skala besar. Media berhak menginvestigasi dan menerbitkan semua itu tanpa perlu diliputi ketakutan akan kemungkinan tekanan atau penahanan. Media informasi juga mempunyai tanggung jawab besar untuk mempropagandakan kekuatan militer dan pertahanan Daulah Khilafah kepada masyarakat luar. Dengan demikian, media informasi memainkan peranan penting dalam membantu meraih tujuan-tujuan politik luar negeri Daulah Khilafah.
Disamping itu, ada informasi-informasi tertentu yang sangat erat kaitannya dengan urusan negara, sehingga tidak dapat dipublikasikan secara bebas. Misalnya, informasi menyangkut pertahanan dan keamanan, seperti tentang gerak pasukan, atau berita tentang kemenangan dan kekalahan. Jenis informasi seperti ini harus dihubungkan secara langsung kepada Khalifah, sehingga bisa diputuskan mana yang harus dirahasiakan dan mana yang bisa dipublikasikan. Allah Swt berfirman: “Dan apabila datang kepada mereka suatu berita tentang keamanan ataupun ketakutan, mereka lalu menyiarkannya. Dan kalau mereka menyerahkannya kepada Rasul dan ulil amri di antara mereka, tentulah orang-orang yang ingin mengetahui kebenarannya (akan dapat) mengetahuinya dari mereka (Rasul dan ulil amri). Kalau tidaklah karena karunia dan rahmat Allah kepada kamu, tentulah kamu mengikut syaitan, kecuali sebahagian kecil saja (di antaramu).(QS. An-Nisaa’[04]: 83) (Buku Jalan Baru Intelektual Muslimah 2012).
Wallaahu a’lam bish showab [].

Tidak ada komentar:

Posting Komentar