Nindira Aryudhani,
S.Pi, M.Si
Narkoba Artis, Berujung Ganja
Kasus
narkoba artis Raffi Ahmad barangkali mulai mereda. Meski di sejumlah media,
keteraksesan beritanya masih menjadi yang terpopuler. Apalagi kasus artis,
tentu menjadi santapan hangat bagi para jurnalis infotainment, berikut penggemarnya.
Ya, Raffi sendiri telah
resmi dipindahkan dari BNN
ke panti rehabilitasi pada Senin malam, 18 Februari 2013. Menurut Kusman Suriakusumah, Kepala Deputi Rehabilitasi BNN, dari sisi hukum, pemindahan Raffi telah diatur oleh Peraturan
Pemerintah Nomor 25 Tahun 2011 tentang Pelaksanaan Wajib Lapor (tempo.co, 20/02/2013).
Pecandu narkoba untuk direhabilitasi, kata Kusman,
ada dua macam. Pertama, datang sendiri dan kedua karena terkait dengan masalah
hukum. Raffi ini contoh
kasus yang terkait hukum. Pecandu itu jatuhnya penyakit kecanduan yang disebut
penyakit kambuhan. Raffi ini fisiknya memang
sehat, tapi psikisnya kecenderungan menjadi pecandu. Indikasi Raffi ‘sakit’ terlihat pada saat hari kelima
pemeriksaan di BNN. Raffi sempat
mengeluh, kayak
gelisah.” (tempo.co, 20/02/2013). Kusman
menambahkan, sejak putus dari zat tersebut (methilon),
kondisi fisik Raffi tak banyak mengalami perubahan, karena belum tergolong pecandu, melainkan masih taraf coba-coba (inilah.com, 21/02/2013).
Heboh pesta narkoba Raffi Ahmad dan kawan-kawan semakin menambah
catatan selebritas dalam kasus barang haram ini. Dari tahun ke tahun, selalu
saja ada artis yang berurusan dengan polisi (tempo.co, 27/01/2013). Namun yang harus diwaspadai, ramainya
kasus Raffi Ahmad ini justru menjadi angin segar untuk mengaruskan wacana
kepemilikan ganja di Indonesia, meski Raffi bukan pecandu ganja. Hal ini
sebagaimana aksi yang dilakukan oleh para aktivis LGN (Lingkar Ganja Nusantara)
di depan kantor Badan Narkotika Nasional (BNN) di Jl. MT. Haryono, Cawang, Jakarta
Timur. Tema aksi “Pengguna Ganja Tidak Dipenjara”. Mereka membentangkan
spanduk bertuliskan “Pengguna
Ganja Bukan Kriminal, Dekriminalisasi Pengguna Ganja”. Aksi ini merupakan tuntutan dari masyarakat pendukung legalisasi ganja di
tanah air (legalisasiganja.com,
09/02/2013).
Beda Negara,
Beda Hukum
Secara yuridis kebijakan hukum kepemilikan dan
penggunaan ganja di seluruh dunia sangat bervariasi di tiap negara. Beberapa
negara di dunia sudah melegalkan penggunaan ganja untuk keperluan medis atau
sudah menerapkan peraturan dekriminalisasi kepemilikan ganja dalam jumlah
tertentu (sedikit) untuk penggunaan pribadi. Di negara-negara yang masih
menerapkan hukuman bagi orang yang memiliki atau menggunakan ganja umumnya
menentukan beratnya hukuman dari jumlah barang bukti yang disita polisi.
Secara umum, sistem peradilan di sebagian besar
negara di dunia mengkategorikan tuduhan kepemilikan ganja sebagai suatu
kejahatan ringan atau bisa menjadi kejahatan yang lebih serius. Di banyak
negara, kepemilikan sejumlah kecil ganja dibebankan sebagai kejahatan ringan.
Jumlah kepemilikan yang besar yang kemungkinan ditujukan untuk dijual
dibebankan sebagai tindak pidana berat.
Di sejumlah negara, kepemilikan ganja dalam jumlah
kecil sudah di dekriminalisasi. Pengertian dekriminalisasi yaitu tuntutan hukum
atas kepemilikan, dalam arti pidana, tidak akan berlaku untuk orang yang
tertangkap memiliki ganja dalam jumlah yang kecil untuk penggunaan pribadi.
Negara-negara seperti Uruguay, Swiss, Israel, dan Meksiko sudah menerapkan
peraturan dekriminalisasi kepemilikan ganja dalam jumlah kecil untuk penggunaan
pribadi. Di beberapa negara lain, walaupun secara teknis ilegal, penggunaan
ganja untuk tujuan rekreasi dapat diterima secara luas oleh masyarakat dan jarang
dihukum. Costa Rica, Kamboja, dan Iran adalah contoh negara yang mana ganja,
meskipun ilegal, dapat dijual dan dikonsumsi secara terbuka tanpa risiko
penuntutan.
Penggunaan ganja untuk keperluan pengobatan
diperbolehkan di beberapa negara bagian Amerika Serikat. Terdapat
16 negara bagian yang
telah mengizinkan penggunaan ganja sebagai obat-obatan dan 12 negara telah
menerapkan dekriminalisasi untuk penggunaan pribadi dalam jumlah yang kecil.
Akan tetapi, jika seseorang ditemukan memiliki ganja dalam jumlah yang
lebih besar, atau tertangkap di wilayah negara bagian yang belum menetapkan
peraturan dekriminalisasi, maka tuntutan hukum atas kepemilikan ganja dapat
diberlakukan. Perbedaan antara pelanggaran dan kejahatan bervariasi di tiap
negara bagian, namun kepemilikan ganja sejumlah lebih dari 1 ons (lebih dari 28
gram) adalah standar umum untuk dekriminalisasi.
Beratnya hukuman atas kepemilikan ganja
berbeda-beda diseluruh dunia. Di wilayah Amerika Serikat, pelanggaran atas
kepemilikan ganja umumnya diancam hukuman penjara selama satu tahun atau
kurang, dan jika dipastikan melakukan kejahatan berat akan dikenakan hukuman
lebih dari satu tahun. Di kebanyakan negara, hukuman atas kepemilikan ganja
lebih ringan dibandingkan narkotika jenis lain yang lebih berat. Namun, di
beberapa negara seperti Hungaria, tidak ada perbedaan antara kepemilikan ganja
dan kepemilikan zat atau narkotika lain yang peredarannya dikendalikan secara
serius seperti heroin (legalisasiganja.com, 01/03/2012).
Tiga negara bagian AS: Washington, Colorado, dan
Eragon, melegalkan penggunaan ganja, yang merupakan salah satu jenis narkoba. Surat kabar Observer British Minggu
mengatakan bahwa pelegalan terhadap “ganja” di tiga negara akan diberlakukan
untuk siapa pun yang berusia di atas 21 tahun dan promosi penggunaan ganja,
namun dalam jumlah kecil akan diakui oleh hukum di negara bagian tersebut. Lampu hijau sebagai bentuk persetujuan
untuk mengizinkan penggunaan ganja di Amerika dirujuk ke Departemen Kehakiman
dengan membuat peraturan yang mengatur penggunaan ganja di Negara bagian. John Mackey, pemimpin kampanye untuk
suara “ya” di negara bagian Washington percaya bahwa kriminalisasi ganja adalah
“kegagalan besar”. Mackey berkata,
“Jutaan ganja di Amerika dihisap secara ilegal menunjukkan bahwa kendali perdagangan hukum ganja dan beberapa
jenis obat yang membuat mereka lebih aman” (islammemo.cc,
05/11/2012).
Perlu
diketahui, anggaran biaya
program anti narkoba AS setiap tahunnya lebih dari $ 44 miliar untuk memerangi
proliferasi ilegal obat. Dan terlepas dari semua biaya besar tersebut, ini
membuktikan bahwa kebijakan pengendalian narkoba pada bulan Juni tahun
lalu yang disebut “perang terhadap narkoba” telah gagal di Amerika Serikat (islammemo.cc, 05/11/2012).
Ganja di Indonesia
Hukum kepemilikan ganja
di Indonesia sangat berat (poskota.co.id,
02/01/2012). Di Indonesia hukum kepemilikan dan penggunaan
ganja di atur dalam UU Narkotika 2009 (legalisasiganja.com,
01/03/2012). Di sini, hanya karena memiliki 1
linting ganja seseorang dapat dihukum hingga 8 tahun penjara. Sebuah
pelanggaran hukum yang tidak melukai orang lain namun mendapat ganjaran yang
sangat berat (poskota.co.id, 02/01/2012).
Di Indonesia ganja masuk kedalam golongan I
narkotika, sama seperti heroin dan cocaine. Pelanggaran atas UU tersebut dapat
dikenakan hukuman atara 4 sampai 12 tahun penjara atau lebih. Walaupun
pemerintah sudah mengeluarkan kebijakan rehabilitasi, namun praktek dilapangan
sering kali berbeda. Hukuman penjara bagi orang yang kedapatan memiliki atau
menggunakan narkotika lebih sering dikenakan daripada rehabilitasi.
Di Indonesia, narkotika digolongkan kedalam 3
golongan. Sebagaimana tertulis dalam UU narkotika 2009 pasal 8 ayat 1 yang
berbunyi; “Narkotika Golongan I dilarang digunakan untuk
kepentingan pelayanan kesehatan.” Artinya, sebagai bagian dari
golongan I narkotika, ganja di Indonesia sama sekali tidak diperbolehkan untuk
keperluan pengobatan (legalisasiganja.com, 01/03/2012).
Tercatat,
Henry Rice Scobee (54), seorang turis asal Amerika Serikat (AS) harus
duduk di kursi pesakitan Pengadilan Negeri Denpasar, Kamis (02/08/2012) karena
menyimpan ganja seberat 0,98 gram. Meski barang buktinya hanya sedikit, Henry
terancam hukuman maksimal 12 tahun penjara.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) Luh Oka Ariani yang membacakan dakwaan
menjerat pria asal Lake Charles Louisiana ini dengan dua pasal, yakni pasal 111
ayat 1 dan pasal 127 ayat 1 huruf a Undang-Undang No 35 tahun 2009 tentang
narkotika. “Terdakwa
tidak memiliki izin memiliki atau menyimpan narkotika tersebut,” ujar JPU Oka Ariani saat
membacakan dakwaanya (kompas.com, 02/08/2012).
Atas dakwaan ini, terdakwa menyatakan menerima dan
sidang langsung dilanjutkan dengan agenda pemeriksaan saksi dari polisi.
Terdakwa yang merupakan pensiunan kontraktor ini dibekuk polisi di Alex Home
Stay, Jalan Raya Legian Kuta pada 3 Mei silam. Saat polisi menggeledah kamar terdawa, ditemukan narkotika jenis
ganja seberat 0,98 gram di dalam kotak kayu yang tergeletak di atas meja. Saat
ditanya polisi tentang barang haram tersebut, terdakwa mengaku sebagai seorang
pecandu. Namun saat diminta menunjukkan surat dari pihak berwenang atas izin
kepemilikan narkotika, terdakwa tidak punya (kompas.com, 02/08/2012).
Hukum kepemilikan
ganja di Indonesia masih sangat tertinggal dibandingkan dengan negara-negara
maju di benua Eropa. Penggolongan narkotika di Indonesia dalam UU narkotika
termasuk penerapan hukum atas kepemilikan ganja tidak pernah memperhatikan
dampak buruk dari pelaksanaannya di masyarakat. Di banyak negara, ganja sudah
dikategorikan sebagai narkotika ringan (soft drug) dan
dibedakan golongannya dengan heroin dan cocaine yang masuk kedalam kategori
narkotika berat (hard drugs). Kepemilikan ganja di
Indonesia disebut sebagai pelanggaran berat dan dikenakan sanksi pidana penjara (legalisasiganja.com, 01/03/2012).
Hal
ini tentu potensial menjadi dalih bahwa jika seseorang memiliki surat izin
kepemilikan atau menyimpan ganja, maka ia kebal hukum. Betapa murahnya hukum saat
berhadapan dengan suatu tindakan kriminal hanya atas nama sebuah surat izin. Na’udzubillaahi min dzaalik.
Islam Bicara Narkoba
Narkoba adalah masalah baru, yang belum ada masa
imam-imam mazhab yang empat. Narkoba baru muncul di Dunia Islam pada akhir abad
ke-6 hijriyah (Ahmad Fathi Bahnasi, Al Khamr wa Al Mukhaddirat fi Al Islam, (Kairo : Muassasah
Al Khalij Al Arabi), 1989, hlm. 155). Namun demikian tak perbedaan di kalangan
ulama mengenai haramnya narkoba dalam berbagai jenisnya, baik itu ganja, opium,
morfin, mariyuana, kokain, ecstasy, dan sebagainya. Sebagian ulama mengharamkan
narkoba karena diqiyaskan dengan haramnya khamr, karena ada kesamaan illat
(alasan hukum) yaitu sama-sama memabukkan (muskir). Namun menurut kami, yang lebih tepat adalah
pendapat yang mengatakan, haramnya narkoba bukan karena diqiyaskan dengan
khamr, melainkan karena dua alsan; Pertama, ada nash yang mengharamkan narkoba, Kedua,
karena menimbulkan bahaya (dharar) bagi manusia. Inilah pendapat
Syaikh Wahbah Zuhaili dalam kitabnya Al Fiqh Al Islami wa Adillatuhu, juz IV, hlm. 177 (hizbut-tahrir.or.id, 10/06/2012).
Nash tersebut adalah hadis dengan sanad sahih dari
Ummu salamah RA bahwa Rasulullah SAW telah melarang dari segala sesuatu yang
memabukkan (muskir)
dan melemahkan (mufattir).
(HR Ahmad, Abu Dawud no 3686). (Saud Al Utaibi, Al Mausu’ah Al Jina`iyah Al Islamiyah,
1/700). Yang dimaksud mufattir (tranquilizer),
adalah zat yang menimbulkan rasa tenang/rileks (istirkha`)
dan malas (tatsaqul) pada tubuh manusia.
(Rawwas Qal’ahjie, Mu’jam Lughah Al Fuqoha`,
hlm. 342) (hizbut-tahrir.or.id, 10/06/2012). Maka dari itu, hadits di atas dapat
dijadikan dalil untuk mengharamkan ganja. Imam Ibnu Hajar mengatakan bahwa
dalam hadits Ummu Salamah ini terdapat dalil yang secara khusus mengharamkan
ganja (al hasyisy) karena ganja dapat
menimbulkan rasa tenang (tukhaddir) dan
melemahkan (tufattir). (Al Mausu’ah Al Fiqhiyyah, Juz 11
hlm. 35; Al Mausu’ah Al Jina`iyyah Al Muqaranah,
Juz 1, hlm. 367 & 695) (mediaumat.com).
Kemutlakan hukum ini disimpulkan dari nash hadits
Ummu Salamah yang bersifat mutlak pula. Artinya, hadits ini hanya menjelaskan
bahwa Nabi SAW telah melarang setiap zat yang melemahkan (mufattir), tanpa menjelaskan
batasannya apakah yang dilarang itu sedikit atau banyak. Maka dari itu,
keharaman ganja ini adalah mutlak, sesuai nash hadits yang mutlak pula. Kaidah
ushul fiqih dalam masalah ini menetapkan : al
muthlaqu yajriy ‘alaa ithlaaqihi maa lam yarid daliilun yadullu ‘ala at taqyiid.
(dalil yang mutlak tetap dalam kemutlakannya, selama tidak terdapat dalil yang
menunjukkan batasan). (Wahbah Zuhaili, Ushul Al Fiqh Al Islami,
Juz 1 hlm. 208) (hizbut-tahrir.or.id, 10/06/2012).
Dari
sini jelas bahwa keharaman ganja ini
bersifat mutlak, artinya baik dikonsumsi sedikit maupun banyak hukumnya
tetap haram. (Lihat Syekh As Saharanfuri, Badzlul Majhud fi Halli Abi
Dawud, Juz 16, hlm. 22). Selain itu, keharaman ganja ini semata-mata didasarkan pada
nash, bukan didasarkan pada illat (alasan)
keharaman ganja. Karena illat itu memang
tidak ada. Bahwa ganja dapat menimbulkan efek negatif, adalah semata-mata fakta
(al waqi’), namun bukan illat keharaman ganja (mediaumat.com).
Maka dari itu, ganja hukumnya pun haram tanpa melihat lagi apakah
menimbulkan efek negatif atau tidak bagi penggunanya. Kaidah fiqih menyebutkan
: inna al ‘ibadat wa al math’umat wa al malbusat
wa al masyrubat wa al akhlaq laa tu’allalu wa innama yultazamu fiiha bi an nash. (sesungguhnya hukum-hukum
ibadah, makanan, minuman, dan akhlaq tidak didasarkan pada illat, namun hanya
didasarkan dan berpegang pada nash saja). (Abdul Qadim Zallum, At Ta’rif bi Hizb At Tahrir, hlm.
55) (mediaumat.com).
Disamping
nash, haramnya narkoba juga dapat didasarkan pada kaidah fiqih tentang bahaya (dharar)
yang berbunyi: Al
ashlu fi al madhaar at tahrim (hukum asal benda yang berbahaya
[mudharat] adalah haram). (Taqiyuddin An Nabhani, Al Syakhshiyah Al
Islamiyah, 3/457; Muhammad Shidqi bin Ahmad Al Burnu, Mausu’ah Al
Qawa’id Al Fiqhiyah, 1/24). Kaidah ini berarti bahwa segala sesuatu
materi (benda) yang berbahaya, hukumnya haram, sebab syariah Islam telah
mengharamkan terjadinya bahaya. Dengan demikian, narkoba diharamkan berdasarkan
kaidah fiqih ini karena terbukti menimbulkan bahaya bagi penggunanya (hizbut-tahrir.or.id, 10/06/2012).
Sanksi
(uqubat) bagi mereka yang menggunakan narkoba adalah ta’zir, yaitu sanksi yang
jenis dan kadarnya ditentukan oleh Qadhi, misalnya dipenjara, dicambuk, dan
sebagainya. Sanksi ta’zir dapat berbeda-beda sesuai tingkat kesalahannya. Pengguna
narkoba yang baru beda hukumannya dengan pengguna narkoba yang sudah lama. Beda pula
dengan pengedar narkoba, dan beda pula dengan pemilik pabrik narkoba. Ta’zir
dapat sampai pada tingkatan hukuman mati. (Saud Al Utaibi, Al Mausu’ah Al
Jina`iyah Al Islamiyah, 1/708-709; Abdurrahman Maliki, Nizhamul Uqubat,
1990, hlm. 81 & 98) (hizbut-tahrir.or.id,
10/06/2012). Yang pasti, ketegasan persanksian dalam Islam ini akan membuat
jera pelakunya dan mencegah orang lain untuk mengikuti kemaksiatan serupa.
Narkoba, Lahir dari Paham Kebebasan Demokrasi
Demokrasi,
dengan salah satu pilarnya “kebebasan kepemilikan” (freedom of property), harus segera gulung tikar. Sudah saatnya
demokrasi harus musnah dari kehidupan manusia. Rusaknya ide demokrasi atas nama
kebebasan memiliki ganja, secara hukum Islam maupun mashlahat kehidupan seluruh
umat manusia, jelas menghancurkan manusia dari salah satu potensi hidupnya,
yaitu akal, apa pun alasannya. Jika akal rusak, jangan harap manusia bisa melakukan
perubahan dunia, berpikir saja tidak mampu.
Sebaliknya,
Islam telah memerintahkan kita
untuk menjaga akal. Islam pun menganjurkan untuk menuntut ilmu, merenung (tadabbur) dan berijtihad sebagai usaha
untuk mengembangkan kemampuan akal pada diri manusia (Kitab “Dirosah al-Fikr”). Bukan merusaknya
dengan ganja, ataupun jenis narkoba selainnya. Apalagi sampai ada surat izin
kepemilikan ganja, itu jelas omong-kosong, karena sama saja dengan legalisasi
kemaksiatan dan pelanggaran aturan Allah Swt. Na’udzubillaahi min dzaalik.
Wallaahu
a’lam bish showab [].
Tidak ada komentar:
Posting Komentar