Rabu, 21 September 2016

Antara AADC? 2, #MTU1437H, dan AADA 2

Nindira Aryudhani, S.Pi, M.Si

Muqodimah

Sebagaimana kita ketahui, gala premier film Ada Apa Dengan Cinta? 2 (AADC? 2) sukses digelar di Yogyakarta, Sabtu 23 April lalu. Film legendaris yang telah dinantikan kelanjutannya sejak 14 tahun yang lalu itu begitu menyedot perhatian publik.

Dilansir liputan6.com, antusiasme masyarakat Yogyakarta turut memeriahkan suasana gala ketika para bintang AADC? 2 berjalan di red carpet. Para bintang AADC? 2 pun tampil maksimal di acara tersebut. Mereka di antaranya Dian Sastrowardoyo, Titi Kamal, Adinia Wirasti, Sissy Priscillia, Nicholas Saputra, Dennis Adhiswara, penata musik Melly Goeslaw dan Anto Hoed, serta duet sutradara Riri Riza dan produser Mira Lesmana (liputan6.com, 23/04/2016).

Gala premier ini menjadi momentum, bahwa penayangan serentak AADC? 2 akan segera berlangsung. Dua puluh delapan April, dipilih sebagai tanggal tersebut. Tak tanggung-tanggung, tiga negara akan serempak menayangkan, yakni Indonesia, Malaysia dan Brunei Darussalam. Seperti film yang pertama, AADC? 2 ini juga diyakini bakal mendulang sukses.

Antara AADC? 2 dan #MTU1437H

Sebagaimana juga kita ketahui, pada hari Ahad 24 April lalu, 19 kota/kabupaten serentak menggelar agenda bulan Rajab 1437 H, bertajuk Muktamar Tokoh Umat (MTU). Yang juga tak kalah tanggung, di hari tersebut, tagar #MTU1437H pun memuncaki trending topic di Indonesia. Pelaksanaan MTU sendiri telah dimulai sejak hari Sabtu (23/04) di Balai Sudirman, Jakarta.

Dilansir dari laman resmi penyelenggara MTU, Hizbut Tahrir Indonesia di hizbut-tahrir.or.id, ketika hari pertama MTU digelar, Sabtu (23/04) di Jakarta, tagar #IslamRahmatanlilAlamin langsung menjadi topik bahasan nomor satu para pengguna jejaring sosial twitter di Indonesia (trending topic Indonesia/TTI). Saat dicek melalui program penghitung (tools) brand24, jangkauan tagar tersebut hingga 2.941.162 netizen. Sementara di hari kedua MTU digelar, Ahad (24/4) di Yogyakarta dan beberapa kota lainnya, tagar #MTU1437H menjadi TTI nomor satu dengan jangkauan hingga 7.884.507 netizen. Sedangkan kata “khilafah” masuk TTI pula di nomor urut sembilan dengan jangkauan yang menembus 4.268.279 pengguna jejaring sosial twitter.

Sehari setelahnya, Senin (25/04), pun tak kalah ramai. Sejumlah media cetak dan online, baik lokal maupun nasional, memuat liputan pelaksanaan MTU. Padahal, sejumlah kota/kabupaten di tanah air yang dijadwalkan, belum semuanya menggelar momentum spektakuler ini. Penyelenggaraan MTU masih akan berlanjut hingga tanggal 1 Mei mendatang. Masya Allah.

Telah nyata, sungguh krusial penyelenggaraan MTU. Tokoh umat dari berbagai kalangan akan hadir, atas izin Allah. Mereka berasal dari berbagai kalangan dan beragam latar belakang, seperti ulama, intelektual muslim, pengusaha, budayawan, insan media, dan sebagainya.

Tokoh umat, merekalah simpul umat. Merekalah tempat umat terikat dan bergantung, karena seorang tokoh adalah pimpinan dan panutan. Di tangan tokoh umat pulalah terletak nushroh (pertolongan). Tholabun nushroh (meminta pertolongan) adalah aktivitas dakwah dalam mencari perlindungan dan kekuasaan dari para ahlul quwwah (pemilik kekuatan). Aktivitas ini merupakan metode yang tetap dan wajib dilaksanakan untuk menegakkan Khilafah, karena aktivitas ini adalah hukum syariat yang diperintahkan oleh Allah kepada Nabi-Nya.

Dukungan tokoh-tokoh umat adalah kunci dalam perjuangan menuju tegaknya Khilafah. Di tangan mereka, opini di kalangan umat mengenai syariah dan Khilafah dapat dengan cepat diperbesar melalui berbagai uslub (cara teknis) yang memungkinkan. Dengan demikian, dukungan masyarakat luas pun akan diperoleh, sehingga para ahlul quwwah pun bersedia memberikan nushroh-nya. Semua itu dalam rangka mewujudkan Islam rahmatan lil ‘alamin, sebagaimana Mush’ab bin Umair ra yang membuka akal dan hati Usaid bin Hudhair ra dan Sa’ad bin Mu’adz ra untuk memberikan nushroh-nya kepada Rasulullaah saw, hingga Khilafah yang pertama dapat tegak di Madinah.

Lalu, AADA 2?

AADA 2 sejatinya akronim dari Ada Apa dengan Aqabah 2. Tepatnya, hal tersebut merepresentasikan peristiwa Baiat Aqabah 2. Kaitannya dengan pelaksanaan MTU, jelas erat. Karena Baiat Aqabah 2 adalah momentum dimana para tokoh umat, dalam hal ini para tokoh Anshor dari Aus dan Khazraj dari Madinah, membaiat Rasulullaah saw di Bukit Aqabah. Baiat ini sendiri memang baiat kedua, sebagai tekad mereka menjadi pembela Islam dan Rasul-Nya. Baiat Aqabah 2 adalah baiat pengangkatan Rasul saw sebagai kepala negara. Maka urgen bagi Rasul saw untuk menyaksikan secara langsung terhadap apa yang dapat diberikan oleh kaum Anshor bagi perjuangan Islam. Bahkan, Baiat Aqabah 2 sering disebut Baiat Perang.

Ketika pertama kali 6 orang warga Madinah masuk Islam di musim haji, hingga kemudian mereka kembali ke Madinah dan menceritakan keislaman mereka kepada kaumnya, sungguh telah terjalin hubungan batin yang melapangkan dada dan mempertautkan jiwa. Penuh dengan kesyahduan terhadap agama Islam, yang masih baru bagi mereka. Sejak saat itu, tidak satu rumah pun di perkampungan Aus dan Khazraj kecuali di dalamnya disebut-sebut nama Muhammad saw.

Tatkala tahun berikutnya tiba dan musim haji datang, 12 orang laki-laki dari penduduk Madinah datang. Mereka dan Nabi saw bertemu di Aqabah, lalu mereka membaiat beliau dalam peristiwa Baiat Aqabah Pertama. Mereka membaiat beliau bahwa seorang pun di antara mereka tidak akan menyekutukan Allah dengan sesuatu apapun, tidak mencuri, tidak berzina, tidak membunuh anak-anak mereka, tidak akan mendatangkan bukti-bukti yang direkayasa di antara dua tangan dan kakinya dan tidak akan melakukan maksiat dalam hal yang ma’ruf. Jika dia memenuhinya, maka baginya surga dan jika dia mengingkari sedikit saja dari hal tersebut, maka urusannya dikembalikan kepada Allah.

Bila Allah menghendaki, maka Dia akan mengadzabnya dan jika Dia menghendaki, maka Dia akan mengampuninya. Setelah mereka menyempurnakan bai’at tersebut dan musim haji berakhir, mereka seluruhnya kembali ke Madinah.

Ibnu Ishaq berkata, “Ketika orang-orang Madinah itu hendak kembali, Rasulullah saw mengutus Mush’ab bin ‘Umair menemani mereka. Mush’ab diperintahkan beliau agar membacakan al-Quran, mengajarkan Islam, dan memberi pemahaman agama kepada mereka. Sehingga dia dinamakan Muqarri’ Madinah: Mush’ab. Mush’ab tinggal di rumah As’ad bin Zurarah.

Menjelang AADA 2

Sebelum terlaksananya Baiat Aqabah 2, Rasul saw melakukan sejumlah monitoring dan evaluasi terhadap aktivitas dakwah di Madinah. Bukan gala premier layaknya AADC? 2 tentunya. Berikut kisahnya.

Baiat Aqabah pertama berhasil dengan baik dan penuh berkah. Orang yang masuk Islam jumlahnya memang tidak banyak. Tetapi cukup bagi mereka bersama seorang sahabat Rasul, Mush’ab bin Umair ra, untuk mengubah kondisi Madinah, menjungkirbalikkan pemikiran kafir, dan perasaan-perasaan yang sedang berkembang di tengah-tengah masyarakat. Di Madinah, berlanjut dengan kondisi dimana mayoritas masyarakatnya telah masuk Islam. Mereka telah terpengaruh Islam, baik pemikiran maupun perasaannya.

Penduduk Madinah bisa merasakan kesalahan pemikiran-pemikiran yang mereka emban dan mencoba membahas pemikiran-pemikiran dan sistem-sistem lain bagi kehidupan mereka. Karena itu, selama tinggal di Madinah dalam waktu yang singkat, dakwah Mush’ab disambut dengan baik. Dia mengajak manusia kepada Islam dan membina mereka dengan pemikiran-pemikiran dan hukum-hukum Islam.

Seketika Mush’ab merasakan sambutan yang cepat dan menyaksikan masyarakat menerima Islam serta kesediaan mereka untuk memahami hukum-hukum Islam dengan sangat mudah. Dia juga menyaksikan semakin bertambahnya jumlah kaum Muslim dan pesatnya perkembangan Islam di Madinah. Karena itu Mush’ab sangat gembira, dan semakin meningkatkan upaya pemberdayaan melalui pengajaran dan penyebaran dakwah.

Ketika datang musim haji, Mush’ab kembali ke Makkah dan menceritakan kepada Rasul tentang kaum Muslim di Madinah, kekuatan mereka, berita-berita Islam, dan perkembangan penyebarannya. Dia juga menggambarkan masyarakat Madinah kepada Rasul, yaitu tidak ada hal lain yang terwacanakan di tengah-tengah masyarakat kecuali Islam. Kekuatan dan posisi kaum Muslim di sana memberikan pengaruh yang melahirkan kemampuan Islam untuk mengalahkan segala hal.

Pada tahun itu sebagian kaum Muslim akan datang dan mereka adalah yang paling tinggi keimanannya kepada Allah, siap mengemban risalah Allah, dan mempertahankan agama-Nya. Nabi saw amat gembira mendengarkan kabar yang cukup banyak dari Mush’ab, hingga beliau berpikir keras mengenai persoalan ini.

Beliau membandingkan antara masyarakat Makkah dan Madinah. Di Makkah, beliau telah menghabiskan waktu selama 12 tahun berturut-turut untuk mengajak penduduk Makkah kepada Allah, berusaha keras menyebarkan dakwah, tidak pernah meninggalkan kesempatan sedikit pun kecuali mencurahkan segenap kemampuannya untuk dakwah, dan menanggung semua jenis penganiayaan. Akan tetapi, masyarakat tetap membatu dan dakwah tidak menemukan jalan apapun untuk menuju ke sana. Hal itu karena hati penduduk Makkah sangat keras, jiwa mereka penuh kebencian, dan akal mereka membeku bersama masa lalunya.

Hal ini berarti masyarakat Makkah keras seperi batu dan potensi penerimaannya terhadap dakwah sangat lemah. Penyebabnya adalah karena jiwa penduduknya telah dikuasai berhala kemusyrikan yang memang Makkah merupakan pusatnya. Adapun masyarakat Madinah, seiring dengan perjalanan Islam, beberapa orang dari Khazraj masuk Islam, kemudian terjadi baiat 12 orang laki-laki (Baiat Aqabah 1), diikuti aktivitas Mush’ab bin ‘Umair selama setahun. Semua itu sudah cukup untuk mewujudkan suasana Islami di Madinah dan masuknya banyak orang ke dalam agama Allah dengan kecepatan yang menakjubkan.

Karena itu, jelas sudah bagi Rasulullah saw bahwa Madinah jauh lebih layak daripada Makkah untuk pengembangan dakwah Islam. Masyarakat Madinah lebih berpotensi sebagai tempat terpancarnya cahaya Islam daripada Makkah. Berdasarkan hal ini, beliau berpikir keras untuk berhijrah ke Madinah beserta para sahabatnya menemui saudara-saudara mereka sesama kaum Muslim, sehingga mereka memperoleh keamanan di sisi saudara-saudaranya tersebut dan selamat dari penganiayaan kafir Quraisy. Mereka dapat leluasa mengembangkan dakwah dan melanjutkan tahapan dakwah kepada tahapan praktis, yaitu penerapan Islam dan mengemban risalahnya dengan kekuatan negara dan penguasanya. Inilah satu-satunya yang menjadi penyebab hijrah ke Madinah, bukan yang lain.

Hijrah ke Madinah dilakukan agar memungkinkan mereka mampu perpindahan dari risalahnya ke dalam suatu keadaan yang menjadikan risalah itu hidup di tengah-tengah masyarakat yang baru, sekaligus menyebar luas di seluruh permukaan bumi demi meninggikan kalimat Allah. Dari sini Rasul saw berpikir untuk memerintahkan para sahabatnya hijrah ke Madinah, setelah masuk dan tersebarnya Islam di sana.

Sebelum beliau memerintahkan mereka hijrah ke Madinah dan memutuskan untuk hijrah ke sana, beliau harus lebih dahulu melihat jamaah haji dari Madinah; melihat kondisi kaum Muslim yang datang untuk berhaji; memperhatikan sejauh mana kesiapan mereka untuk melindungi dakwah; menyaksikan sejauh mana kesiapan mereka berkorban di jalan Islam; dan melihat apakah kedatangan mereka ke Makkah siap untuk membai’at beliau dengan bai’at perang, yaitu bai’at yang akan menjadi batu pijakan untuk mendirikan Negara Islam. Beliau menunggu kedatangan rombongan haji tersebut dan itu terjadi pada tahun ke-12 sejak beliau diutus, yang bertepatan dengan tahun 622 M.

Baiat Aqabah 2

Akhirnya rombongan haji itu benar-benar datang ke Makkah dengan jumlah yang cukup banyak. Mereka terdiri dari 75 orang kaum Muslim, yaitu 73 laki-laki dan dua orang wanita. Kedua orang wanita itu adalah Nusaibah binti Ka’ab Ummi ‘Imarah salah seorang wanita dari Bani Mazin bin an-Najjar, dan Asma’ binti ‘Amru bin ‘Adiy salah seorang wanita dari Bani Salamah yang tidak lain adalah Ummu Mani’.

Rasul saw menemui mereka secara rahasia dan membicarakan tentang bai’at yang kedua. Pembicaraannya tidak sebatas masalah dakwah dan kesabaran dalam menghadapi semua kesengsaraan saja, tapi juga mencakup tentang kekuatan yang akan mampu mempertahankan kaum Muslim. Bahkan lebih jauh dari itu, yaitu mewujudkan cikal bakal yang akan menjadi pondasi dan pilar pertama dalam mendirikan Negara Islam. Sebuah negara yang akan menerapkan Islam di dalam masyarakat, mengembannya sebagai risalah universal ke seluruh umat manusia dengan membawa serta kekuatan yang akan menjaganya dan menghilangkan semua rintangan fisik yang menghalangi di jalan penyebaran dan penerapannya.

Beliau membicarakan hal itu kepada mereka dan akhirnya mengetahui kesiapan mereka yang baik, lalu membuat janji dengan mereka agar menemuinya di Aqabah pada tengah malam saat pertengahan hari-hari tasyriq. Beliau berpesan kepada mereka, “Janganlah kalian membangunkan seorang pun yang sedang tidur dan jangan pula kalian menunggu orang yang tidak ada!

Pada hari yang telah dijanjikan dan setelah sepertiga awal dari malam telah berlalu, mereka keluar dari penginapannya dengan mengendap-endap dan sembunyi-sembunyi, karena khawatir persoalan mereka terbongkar. Mereka pergi ke Aqabah dan mendakinya secara bersama-sama termasuk dua orang wanita yang menyertai mereka. Kemudian mereka menunggu kedatangan Rasul saw, maka dalam waktu yang tidak lama beliau beserta pamannya, ‘Abbas bin ‘Abdul Muthalib ra (yang belum masuk Islam saat itu) datang menemui mereka.

‘Abbas datang hanya untuk mengawasi dan menjaga keselamatan keponakannya. Dialah orang pertama yang berbicara dengan ucapan, “Wahai kaum Khazraj, sebagaimana yang kalian ketahui, sesungguhnya Muhammad berasal dari golongan kami. Kami telah menjaganya dari ancaman kaum kami yang juga memiliki kesamaan pandangan dengan kami tentang dirinya. Dia dimuliakan kaumnya dan disegani di negerinya. Akan tetapi semuanya dia tolak, kecuali untuk pergi mendatangi kalian dan bergabung dengan kalian. Jika kalian menganggap diri kalian dapat memenuhi segala hal yang dia dakwahkan, maka penuhilah itu dengan sempurna dan jagalah dia dari siapa pun yang menyalahinya. Maka itu semua menjadi tanggung jawab kalian. Jika kalian melihat diri kalian akan melalaikan dan menelantarkannya setelah kalian keluar bersamanya menunju tempat kalian, maka mulai saat ini tinggalkan dia.

Mendengar pernyataan ‘Abbas tersebut, maka mereka berkata, “Kami mendengar apa yang telah engkau katakan.” Lalu mereka berpaling kepada Rasul saw, “Bicaralah, wahai Rasul, maka ambillah apa yang engkau sukai untuk dirimu dan Tuhanmu.” Setelah membaca al-Quran dan mengharapkan mereka masuk ke dalam Islam, Rasul saw menjawab, “Aku bai’at kalian agar kalian melindungiku seperti kalian melindungi istri-istri dan anak-anak kalian.

Lalu al-Barra’ mengulurkan tangannya untuk membai’at beliau seraya berkata, “Kami membai’atmu, wahai Rasulullah. Demi Allah, kami adalah generasi perang dan pemilik medannya. Kami mewarisinya dengan penuh kebanggaan”. Namun, belum selesai ia mengucapkan pernyataannya, al-Barra’ sudah disela oleh Abu al-Haitsam bin at-Tiihan dengan mengatakan, “Wahai Rasulullah, di antara kami dan orang-orang Yahudi ada ikatan perjanjian. Kami berniat memutuskannya. Jika kami melakukan hal itu, kemudian Allah memenangkanmu, apakah engkau akan kembali kepada kaummu dan meninggalkan kami?” Rasul saw tersenyum dan berkata, “Bahkan, darah akan dibalas dengan darah, pukulan dibalas dengan pukulan! Sesungguhnya aku adalah bagian dari kalian, dan kalian adalah bagian dari diriku. Aku akan memerangi siapa pun yang kalian perangi dan aku berdamai dengan siapa pun yang kalian berdamai dengannya.

Orang-orang Madinah itu pun sangat bersemangat untuk memberikan bai’at. Namun, ‘Abbas bin ‘Ubadah segera berdiri dan berkata, “Wahai kaum Khazraj, apakah kalian menyadari makna membai’at laki-laki ini? Sesungguhnya kalian membai’atnya untuk memerangi manusia baik yang berkulit putih maupun hitam. Jika kalian menyaksikan harta benda kalian habis diterjang musibah, dan tokoh-tokoh kalian mati terbunuh, apakah kalian akan menelantarkannya? Maka mulai sekarang, demi Allah, jika kalian melakukannya itu adalah kehinaan dunia dan akhirat. Namun, jika kalian melihat bahwa diri kalian akan memenuhinya dengan segala hal yang telah kalian janjikan kepadanya walau harus kehilangan harta dan terbunuhnya para pemuka, maka ambillah dia, dan demi Allah hal itu merupakan kebaikan dunia dan akhirat!” Kaum Khazraj pun menjawab, “Sesungguhnya kami akan mengambilnya meski dengan resiko musnahnya harta benda dan terbunuhnya para pemuka.” Kemudian mereka berkata, “Wahai Rasulullah, apa bagian kami bila kami memenuhi hal itu?” Rasul menjawab dengan tenang dengan ucapan, “Surga.”

Seketika itu juga mereka beramai-ramai mengulurkan tangannya masing-masing lalu menggengam tangan beliau dan membai’atnya dengan kata-kata, “Kami membai’at Rasulullah saw untuk mendengar dan mentaati dalam keadaan sukar, mudah, senang, benci, maupun musibah tengah menimpa kami. Kami tidak akan merampas (kekuasaan) dari pemiliknya serta akan mengucapkan kebenaran di mana pun kami berada. Kami juga tidak akan takut di jalan Allah terhadap celaan orang-orang yang suka mencela.

Baiat Aqabah 2: Momentum Tegaknya Negara Islam yang Pertama

Tatkala mereka selesai, Nabi saw berkata, “Ajukanlah kepadaku dari kalian 12 orang wakil yang akan bertanggung jawab terhadap kaumnya dalam segala urusan mereka!” Mereka memilih sembilan orang dari Khazraj dan tiga orang dari Aus, lalu Nabi berkata kepada para wakil tersebut, “Kalian bertanggung jawab atas kaum kalian dalam segala urusan mereka, seperti Hawariyyun melindungi Isa bin Maryam, dan aku adalah penanggung jawab kaumku.” Mereka menjawab, “Ya.”

Setelah itu mereka kembali ke perkemahan mereka, mengemasi barang-barangnya, lalu pulang ke Madinah. Tidak lama berselang, Rasul saw memerintahkan kaum Muslim Makkah hijrah ke Madinah dan mereka berangkat secara terpisah-pisah, orang per orang atau dalam kelompok kecil.

Tidak berapa lama, Jibril datang menemui Nabi dan memerintahkan beliau agar malam itu tidak tidur di rumahnya sendiri. Jibril memberitahukan Rasul tentang rencana jahat kaum Quraisy yang ingin membunuh beliau, setelah mereka mendengar bahwa beliau berencana hijrah. Pada malam itu, beliau tidak tidur di rumahnya dan Allah mengizinkan baginya hijrah ke Madinah.

Berdasarkan hal ini, keberadaan kekuatan Islam yang ada di Madinah dan kesiapan Madinah untuk menerima Rasul saw, serta pendirian Negara Islam di sana, merupakan perkara yang mendorong Rasul saw untuk hijrah. Ini adalah penyebab langsung hijrahnya Rasul. Dengan demikian, amat keliru bila ada yang menduga bahwa Muhammad saw hijrah dari Makkah karena khawatir dengan ancaman orang-orang kafir Quraisy yang hendak membunuhnya dan melarikan diri dari hal itu.

Dalam aktivitas dakwah, beliau saw tidak pernah memperhitungkan masalah penderitaan sedikit pun. Kematian bukan menjadi pertimbangan beliau di jalan dakwah kepada Islam. Beliau pun tidak pernah menyibukkan dirinya demi keselamatan jiwa dan kehidupannya. Karena itu, hijrah belilau ke Madinah semata-mata karena dakwah Islam dan untuk mendirikan Negara Islam.

Rencana kaum kafir Quraisy untuk membunuh Muhammad, semata-mata karena didasari rasa takut akan hijrahnya Rasul ke Madinah dan keberhasilannya memperkokoh dakwah di sana. Kenyataannya, memang beliau saw berhasil mengalahkan mereka dan hijrah ke Madinah walaupun mereka menghalanginya. Mereka sama sekali tidak mampu mencegahnya walau sudah bersepakat membunuh beliau.

Dengan demikian, hijrah merupakan pembatas dalam Islam yang memisahkan antara tahapan-tahapan dakwah dengan upaya mewujudkan masyarakat dan negara yang memerintah dengan Islam, menerapkannya, dan mendakwahkannya dengan hujjah, bukti, dan dengan kekuatan yang melindungi dakwah ini dari kekuatan jahat dan kekufuran.

Jadi, Ada Apa Antara AADC? 2 dan AADA 2?

Sejak diruntuhkannya Khilafah Islamiyyah pada 1924, umat Islam hidup tanpa Khilafah. Sejak itu, sebagian besar hukum syariah tidak dijalankan. Akibatnya, Islam sebagai rahmatan li al-‘âlamîn tidak terwujud dalam kehidupan. Padahal, Khilafah-lah jalan yang mampu membebaskan kita dari dominasi, hegemoni, intervensi, dan segala bentuk penjajahan Amerika Serikat dan negara-negara kafir penjajah lainnya. Bahkan, inilah jalan yang dapat menghapuskan penjajahan dari seluruh dunia. Insya Allah.

Karena itu, andai antusiasme masyarakat Islam, khususnya di Indonesia, di abad 21 ini tak sekedar euforia menyambut AADC? 2 setelah ratusan purnama yang dinantikan Cinta untuk Rangga. Andai antusiasme mereka bagai kaum Anshor saat Baiat Aqabah 2. Andai antusiasme mereka membarengi antusiasme para tokoh umat yang hadir di MTU di seluruh Indonesia, maka niscaya pertolongan Allah itu makin dekat. Dan kaum Muslimin akan berbondong-bondong hijrah menuju negeri yang ditegakkan Khilafah di dalamnya. Masya Allah.

Firman Allah Swt: “Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk syurga, padahal belum datang kepadamu (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu? Mereka ditimpa oleh malapetaka dan kesengsaraan, serta digoncangkan (dengan bermacam-macam cobaan) sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya: "Bilakah datangnya pertolongan Allah?" Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat.” (TQS Al-Baqarah [2]: 214).

Sungguh, diantara kita tak ada yang tahu, doa dan kontribusi siapa yang diterima oleh Allah Swt. Sebagaimana diantara kita tak ada yang tahu, siapa yang akan masuk surga atau neraka. Karena itu, tugas kita hanyalah berjuang dan berusaha. Melaksanakan segala sesuatu menuju pertolongan Allah itu dengan senantiasa bersegera melaksanakan syariat Allah seraya tak pernah henti ber-fastabiqul khoirot, mewujudkan Islam rahmatan lil ‘alamiin. Wallaahu a’lam bish showab [].